Kekuasaan Kehakiman
“Tugas ini untuk memenuhi Nila Mata Kuliah Hukum Tata Pemerintahan “
Dosen Pengampu : Novian Nurmanto, SH,MH
Kelompok 4.
Politik Tasikmalaya
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya
sehingga makalah yang berjudul “Kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah” ini dapat diselesaikan
dengan baik. Tidak lupa shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW,
keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya.
Makalah ini kami buat untuk melengkapi tugas kelompok mata kuliah Hukum Tata Pemerintahan. Kami
ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Dan
kami juga menyadari pentingnya akan sumber bacaan dan referensi internet yang telah membantu
dalam memberikan informasi yang akan menjadi bahan makalah.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan arahan serta
bimbingannya selama ini sehingga penyusunan makalah dapat dibuat dengan sebaik-baiknya. Kami
menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini sehingga kami mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini.
Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, karena
kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT, dan kekurangan pasti milik kita sebagai
manusia. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semuanya.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
BAB I PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
Sesuai dengan isi dari UUD 1945 maka kekuasaan kehakiman di Indonesia berada di tangan Mahkamah
Agung danMahkamah Konsititusi.
2. Mahkamah Konstitusi
Pembentukan Mahkamah Konstitusi dimaksudkan untuk menjaga kemurnian konstitusi
(the guardian of the constitution) . Inilah salah satu ciri dari sistem penyelenggaraan kekuasaan negara
yang berdasarkan konstitusi. Setiap tindakan lembaga-lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan
negara harus dilandasi dan berdasarkan konstitusi. Tindakan yang bertentangan dengan konstitusi
dapat diuji dan diluruskan oleh Mahkamah konstitusi melalui proses peradilan yang diselenggarakan
oleh Mahkamah Konstitusi.
Mahkamah Konstitusi diberikan wewenang oleh UUD 1945 untuk mengadili pada tingkat pertama dan
terakhir yang putusannya bersifat final untuk:
1. Menguji undang-undang terhadap UUD;
2. Memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD;
3. Memutus pembubaran partai politik; dan
4. Memutus sengketa pemilu;
5. Memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan atau
Wakil Presiden menurut UUD.
Hakim konstitusi terdiri dari 9 orang yang ditetapkan oleh Presiden dari calon yang diajukan masing-
masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, DPR dan Presiden. Dengan demikian 9 orang hakim
konstitusi itu mencerminkan perwakilan dari tiga cabang kekuasaan negara yaitu kekuasaan yudikatif,
legislatif dan eksekutif.
D. Hubungan Antara Kekuasaan Kehakiman dengan Hukum (Perdata) Materiil dan Formil
Hukum perata materiil adalah pedoman bagi warga masyarakat tentang bagaimana selayaknya
warga masyarakat tersebut melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Akan tetapi hukum bukanlah
hanya sebagai pedoman saja, namun harus dilaksanak. Setiap orang dapat melaksanakan hukum
tersebut meskipun kadang-kadang mereka tidak menyadarinya. Hukum perdata formil adalah
peraturan hukum yang menentukan bagaimana caranya menjamin pelaksanaan hukum perdata
materiil. Untuk melaksanakan aturan-aturan dan menjamin pelaksanaan hukum perdata materiil maka
diperlukan kekuasaan kehakiman, dalam hal ini badan peradilan. Peraturan-peraturan hukum perdata
formil tersebut hanya dapat dilaksanakan dalam lingkungan kekuasaan kehakiman. Tanpa adanya
kekuasaan kehakiman maka hukum perdata formil tidak dapat dilaksankan dan hukum perdata materiil
tidak dapat dijamin pelaksanaannya.
E. Kaitan Kekuasaan Kehakiman dengan Hakim
Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk
menegakkan, menerapkan hukum dan keadilan tidak hanya atas nama UndangUndang, akan tetapi
juga keadilan berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Sedangkan mengadili diartikan sebagai
serangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa, dan memutus perkara berdasarkan asas
bebas, jujur, dan tidak memihak di sidang pengadilan dalam hal dan menurut tata cara yang diatur
dalam undang-undang.
Hakim memiliki kedudukan dan peranan yang penting demi tegaknya Negara hukum. Oleh
karena itu, terdapat beberapa sifat yang harus dimiliki oleh penyandang profesi hakim dalam
menjalankan tugasnya. Sifat-sifat tersebut adalah sebagai berikut:
1. Tanpa Pamrih. Sifat tersebut menjadi ciri khas dalam mengembangkan profesi seorang hakim,
karena profesi harus dipandang sebagai pelayanan;
2. Pelayanan profesional dalam mendahulukan kepentingan pencari keadilan mengacu pada nilai-nilai
luhur;
3. Berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan baik;
4. Intelektual;
5. Menjunjung tinggi martabatnya.
Pengadilan Umum adalah pengadilan yg bertugas di lingkungan peradilan yang menjalankan kekuasaan
kehakiman bagi rakyat pencari keadilan.
Pengadilan Umum
**--Pengadilan Tinggi, berkedudukan di ibukota provinsi, dengan daerah hukum meliputi wilayah
provinsi.
Fungsi n Wewenang Pengadilan Tinggi adalah sebagai berikut :
1. Memutuskan pada tingkat pertama dan terakhir mengenai sengketa wewenang
danmengadiliantarpengadilan negeri dalam daerah hukumnya (provinsi)
2. Memeriksa ulang semua perkara perdata dan pidana sepanjang dimungkinkan untuk dimintakan
banding
3. Memimpin pengadilan-pengadilan negeri dalam daerah hukum
4. Melakukan pengawasan terhadap jalannyapengadilan dalam daerah hukumnya dan menjagaagar
peradilan tersebut diselenggarakan dengan saksama dan sewajarnya
5. Mengawasi perbuatan hakim pengadilan negeri dengan daerah hukumnya secara teliti. **--
Mahkamah Agung (MA) merupakan badan kehakiman tertinggi di berbagai negara (termasuk
Indonesia) dan merupakan pengadilan terakhir di mana putusannya tidak dapat diajukan banding. MA
berkedudukan di ibu kota Republik Indonesia (Jakarta).
Fungsi dan tugasnya adalah sbb:
1. Memutuskan pada pemeriksaan pertama dan tingkat tertinggi mengenai
perselisihanperselisihan yurisdiksi antarpengadilan negeri, pengadilan tinggi yang sama, pengadilan
tinggi dan pengadilan negeri, pengadilan sipil dan pengadilan militer.
2. Memberi atau membatalkan kasasi atau keputusan hakim yang lebih rendah. Kasasi dapat
diajukan apabila peraturan hukum tidak dilaksanakan atau terdapat kesalahan pada pelaksanaannya
dan peradilan tidak dilaksanakan menurut undang-undang
3. Memberi keputusan dalam tingkat banding atas keputusan-keputusan wasit atau pengadilan
arbiter (pengadilan swasta yang terdapat dalam dunia perdagangan dan diakui oleh pemerintah)
4. Mengadakan pengawasan tertinggi atas jalannya peradilan dan memberi
keterangan,pertimbangan, dan nasihat tentang soal-soal yang berhubungan dengan hukum, apabila hal
itu diminta oleh pemerintah.
1. Peradilan Agama
2. Peradilan Militer
Dengan diundangkannya ketentuan ini, maka Undang-undang Nomor 5 tahun 1950 tentang susunan
dan kekuasaan pengadilan/kejaksaan dalam lingkungan peradilan ketentaraan, sebagaimana telah
diubah dengan UU. No. 22 PNPS tahun 1965 dinyatakan tidak berlaku lagi. Demikian halnya dengan UU
No. 6 tahun 1950 tentang Hukum Acara Pidana pada pengadilan tentara, sebagaimana telah di ubah
dengan UU No 1 Drt tahun 1958 dinyatakan tidak berlaku lagi.
BAB II
PENERIMAAN, PEMERIKSAAN DAN PENYELESAIN PERKARA
Dalam Hukum Acara Tata Usaha Negara, yang termasuk putusan yang bukan putusan akhir,
misalnya:
- Putusan Hakim Ketua Sidang yang memerintahkan kepada Penggugat atau Tergugat
untukdatang menhadap sendiri ke pemeriksaan sidang pengadilan, meskipun sudah diwakili oleh
seorang kuasa (Pasal 58);
- Putusan Hakim Ketua Sidang yang mengangkat seorang ahli alih bahasa atau seseorangyang
pandai bergaul dengan Penggugat atau saksi sebagai juru bahasa (Pasal 91 ayat (1) dan Pasal 92 ayat
(1));
- Putusan Hakim Ketua Sidang yang menunjuk seseorang atau beberapa orang ahli
ataspermintaan Penggugat dan Tergugat atau Penggugat atau Tergugatatau karena jabatannya (Pasal
103 ayat (1));
- Putusan Hakim Ketua Sidang mengenai beban pembuktian (Pasal 107). b. Putusan akhir
Putusan akhir adalah putusan yang dijatuhkan oleh hakim setelah pemeriksaan sengketa TUN selesai
yang mengakhiri sengketa tersebut pada tingkat pengadilan tertentu. Sebagaimana dinyatakan dalam
Pasal 97 ayat (7), diketahui bahwa putusan akhir dapat berupa:
1. Gugatan ditolak
Putusan yang berupa gugatan ditolak adalah putusan yang menyatakan bahwa KTUN yang
menimbulkan sengketa TUN adalah KTUN yang tidak dinyatakan batal atau dinyatakan sah.
2. Gugatan dikabulkan
Putusan yang berupa gugatan dikabulkan adalah putusan yang menyatakan bahwa KTUN yang
menimbulkan sengketa TUN adalah KTUN yang dinyatakan batal atau tidak sah. Dalam hal gugatan
dikabulkan maka dapat ditetapkan kewajiban yang harus dilakukan oleh tergugat sebagaimana
dinyatakan dalam Pasal 97 ayat (9), berupa:
- pencabutan KTUN yang bersangkutan, atau
- pencabutan KTUN bersangkutan dan penerbitan KTUN yang baru, atau- penerbitan KTUN baru.
Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 97 ayat (10) bahwa kewajiban yang dilakukan oleh Tergugat
tersebut dapat disertai pembebanan ganti kerugian. Disamping pembebanan ganti kerugian terhadap
gugatan dikabulkan berkenaan dengan kepegawaian dapat juga disertai rehabilitasi atau kompensasi.
- Ganti rugi adalah pembayaran sejumlah uang kepada orang atau badan hukum perdata
atasbeban Badan Tata Usaha Negara berdasarkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara karena adanya
kerugian materiil yang diderita oleh penggugat.
- Rehabilitasi adalah memulihkan hak penggugat dalam kemapuan dan kedudukan, harkatdan
martabatnya sebagai pegawai negeri seperti semula sebelum ada putusan mengenai KTUN yang
disengketakan.
- Kompensasi adalah pembayaran sejumlah uang berdasarkan keputusan Pengadilan TataUsaha
Negara akibat dari rehabilitasi tidak dapat atau tidak sempurna dijalankan oleh Badan Tata Usaha
Negara.
3. Gugatan tidak dapat diterima
Putusan yang berupa gugatan tidak diterima adalah putusan yang menyatakan bahwa syaratsyarat
yang telah ditentukan tidak dipenuhi oleh gugatan yang diajukan oleh penggugat.
4. Gugatan gugur
Putusan yang berupa gugatan gugur adalah putusan yang dijatuhkan hakim karena penggugat tidak
hadir dalam beberapa kali sidang, meskipun telah dipanggil dengan patut atau penggugat telah
meninggal dunia.
Terhadap putusan pengadilan tersebut, penggugat dan/atau tergugat dapat menentukan sikap sebagai
berikut:
a. Menerima putusan pengadilan;
b. Menolak Putusan
1. mengajukan permohonan pemeriksaan di tingkat banding, jika yang menjatuhkan
putusanadalah Pengadilan Tata Usaha Negara (Pasal 122)
2. mengajukan permohonan pemeriksaan di tingkat kasasi, jika yang menjatuhkan putusanadalah
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara sebagai pengadilan tingkat pertama (Pasal 51 ayat (4)).
Pikir-pikir dalam tenggang waktu 14 hari setelah diberitahukan secara sah putusan pengadilan, apakah
menerima putusan pengadilan atau mengajukan permohonan pemeriksaan di tingkat banding atau
kasasi.
C. UPAYA HUKUM
a. Banding
Terhadap para pihak yang merasa tidak puas atas putusan yang diberikan pada tingkat pertama
(PTUN), berdasarkan ketentuan Pasal 122 terhadap putusan PTUN tersebut dapat dimintakan
pemeriksaan banding oleh Penggugat atau Tergugat kepada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
(PTTUN).
Permohonan pemeriksaan banding diajukan secara tertulis oleh pemohon atau kuasanya yang khusus
diberi kuasa untuk itu, kepada PTUN yang menjatuhkan putusan tersebut, dalam tenggang waktu 14
(empat belas) hari setelah putusan diberitahukan kepada yang bersangkutan secara patut.
Selanjutnya selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sesudah permohonan pemeriksaan banding
dicatat, Panitera memberitahukan kepada kedua belah pihak bahwa mereka dapat melihat berkas
perkara di Kantor Pengadilan Tata Usaha Negara yang bersangkutan dalam tenggang waktu 30 (tiga
puluh) hari setelah mereka menerima pemberitahuan tersebut.
Para pihak dapat menyerahkan memori atau kontra memori banding, disertai surat-surat dan bukti
kepada Panitera Pengadilan Tata Usaha Negara yang bersangkutan, dengan ketentuan bahwa salinan
memori dan kontra memori banding diberikan kepada pihak lawan dengan perantara Panitera
Pengadilan (Pasal 126).
Pemeriksaan banding di Pengadilan Tinggi TUN dilakukan sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) orang
hakim. Dalam hal Pengadilan Tinggi TUN berpendapat bahwa pemeriksaan Pengadilan Tata Usaha
Negara kurang lengkap, maka Pengadilan Tinggi tersebut dapat mengadakan sendiri untuk pemeriksaan
tambahan atau memerintahkan Pengadilan Tata Usaha Negara yang bersangkutan untuk melaksanakan
pemeriksaan tambahan.
Setelah pemeriksaan di tingkat banding selesai dan telah diputus oleh Pengadilan Tinggi TUN yang
bersangkutan, maka Panitera Pengadilan Tinggi TUN yang bersangkutan, dalam waktu 30 (tiga puluh)
hari mengirimkan salinan putusan Pengadilan Tinggi tersebut beserta surat-surat pemeriksaan dan surat-
surat lain kepada Pengadilan TUN yang memutus dalam pemeriksaan tingkat pertama, dan selanjutnya
meneruskan kepada pihak-pihak yang berkepentingan (Pasal 127).
Mengenai pencabutan kembali suatu permohonan banding dapat dilakukan setiap saat sebelum
sengketa yang dimohonkan banding itu diputus oleh Pengadilan Tinggi TUN. Setelah diadakannya
pencabutan tersebut permohonan pemeriksaan banding tidak dapat diajukan oleh yang bersangkutan,
walaupun tenggang waktu untuk mengajukan permohonan pemeriksaan banding belum lampau (Pasal
129).
b. Kasasi
Terhadap putusan pengadilan tingkat Banding dapat dilakukan upaya hukum Kasasi ke Mahkamah
Agung RI. Pemeriksaan ditingkat Kasasi diatur dalam pasal 131, yang menyebutkan bahwa pemeriksaan
tingkat terakhir di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dapat dimohonkan pemeriksaan kasasi kepada
Mahkamah Agung. Untuk acara pemeriksaan ini dilakukan menurut ketentuan UU No.14 Tahun 1985 Jo.
UU No. 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung.
Menurut Pasal 55 ayat (1) UU Mahkamah Agung, pemeriksaan kasasi untuk perkara yang diputus oleh
Pengadilan dilingkungan Pengadilan Agama atau oleh pengadilan di lingkungan Peradilan Tata Usaha
Negara, dilakukan menurut ketentuan UU ini. Dengan demikian sama halnya dengan ketiga peradilan
yang lain, yaitu Peradilan Umum, Peradilan Agama, dan Peradilan Militer, maka Peradilan Tata Usaha
Negara juga berpuncak pada Mahkamah Agung.
Untuk dapat mengajukan permohonan pemeriksaan di tingkat kasasi, Pasal 143 UU No 14 Tahun 1985
menentukan bahwa permohonan kasasi dapat diajukan jika pemohon terhadap perkaranya telah
menggunakan upaya hukum banding, kecuali ditentukan lain oleh undangundang.
Menurut Pasal 46 ayat (1) UU No 14 Tahun 1985, permohonan pemeriksaan di tingkat kasasi harus
diajukan dalam tenggang waktu 14 hari setelah putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
diberitahukan kepada pemohon. Apabila tenggang waktu 14 hari tersebut telah lewat tanpa ada
permohonan kasasi yang diajukan oleh pihak yang berperkara, maka menurut Pasal 46 ayat (2) UU
Nomor 14 Tahun 1985 ditentukan bahwa pihak yang berperkara dianggap telah menerima putusan.
Mengingat pemberitahuan adanya putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara itu dilakukan dengan
menyampaikan salinan putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dengan surat tercatat oleh
Panitera kepada penggugat atau tergugat, maka perhitungan 14 hari itu dimulai esok harinya setelah
penggugat atau tergugat menerima surat tercatat yang dikirim oleh Panitera yang isinya salinan putusan
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.
Alasan pengajuan kasasi sebagaimana tertuang dalam Pasal 30 ayat (1) UU No 14 Tahun 1985 jo UU No
5 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa MA dalam tingkat kasasi membatalkan putusan atau penetapan
pengadilan-pengadilan dari semua lingkungan peradilan, karena:
i. tidak berwenang atau melampaui batas wewenang;
ii. salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku;
iii. lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-
undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan.
c. Peninjauan Kembali
Sementara itu apabila masih ada diantara para pihak masih belum puas terhadap putusan Hakim
Mahkamah Agung pada tingkat Kasasi, maka dapat ditempuh upaya hukum luar biasa yaitu Peninjauan
Kembali ke Mahkamah Agung RI. Pemeriksaan Peninjauan Kembali diatur dalam pasal 132, yang
menyebutkan bahwa :
Ayat (1) : “Terhadap putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dapat diajukan
permohonan Peninjauan Kembali pada Mahkamah Agung.”
Ayat (2) : “Acara pemeriksaan Peninjauan Kembali ini dilakukan menurut ketentuan sebagaimana yang
dimaksud dalam Pasal 77 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.”
Dengan mengikuti ketentuan yang terdapat dalam Pasal 67 UU No 14 Tahun 1985, dapat diketahui
bahwa permohonan peninjauan kembali terhadap putusan perkara sengketa TUN yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap, hanya dapat diajukan berdasarkan alasanalasan sebagai berikut:
1. Apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan
yangdiketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti baru yang kemudian oleh
hakim pidana dinyatakan palsu;
2. Apabila perkara setelah diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukanyang
pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan;
3. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih daripada yang dituntut;
4. Apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkansebab-
sebabnya;
5. Apabila antara pihak-pihak yang sama, mengenai suatu hal yang sama, atas dasar yangsama,
oleh pengadilan yang sama atau sama tingkatnya telah diberikan putusan yang bertentangan satu
dengan yang lain;
6. Apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.
Daftar Pustaka