Anda di halaman 1dari 12

Tugas Kelompok

MAHKAMAH KONSTITUSI

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 5

AYSHA WULANDARI 081801009


SEKAR AYU TRI ANANDA 081801011
LA ODE FAISAL NURBAYAN 081801025
GHIRA RAYDHATTUL JANNAH 081801027
RAVIDA SAFITRI 081801087

JURUSAN ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BUTON
BAU-BAU
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan hidayah-
Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah “Mahkamah Konstitusi” ini tepat pada
waktunya.

Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Mata Kuliah Hukum Tata Negara.
Sehubungan dengan tersusunnya makalah ini, kami sampaikan terima kasih kepada Bapak
L.M. Ricard Zeldi Putra sebagai dosen Mata Kuliah Hukum Tata Negara.

Semoga makalah ini bermanfaat bagi kami dan pembaca. Kami menyadari makalah ini
masih terdapat kekurangan dan kelemahan. Namun kami tetap mengharapkan kritik dan saran
sehingga bisa menjadi acuan dalam penyusunan makalah selanjutnya.

Baubau, 28 April 2019

Kelompok 5

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................................... ii

BAB I : PENDAHULUAN .............................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................................ 1

BAB II : PEMBAHASAN ............................................................................................... 2

2.1 Pengertian Mahkamah Konstitusi .............................................................................. 2


2.2 Sejarah Mahkamah Konstitusi ................................................................................... 2
2.3 Kedudukan Mahkamah Konstitusi ............................................................................. 2
2.4 Kewenangan Mahkamah Konstitusi .......................................................................... 3
2.5 Keanggotaan Mahkamah Konstitusi .......................................................................... 5
2.6 Hubungan Mahkamah Konstitusi Dengan Lembaga Tinggi Negara Lainnya ........... 6

BAB III : PENUTUP ....................................................................................................... 8

3.1 Kesimpulan ................................................................................................................ 8

DAFTAR PUSAKA ....................................................................................................... 9

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembentukan Mahkamah Konstitusi (MK) pada pokoknya memang diperlukan karena


bangsa kita telah melakukan perubahan-perubahan yang mendasar atas Undang-Undang
Dasar 1945. Dalam rangka perubahan pertama sampai dengan perubahan keempat UUD
1945. Bangsa itu telah mengadopsi prinsip-prinsip baru dalam sistem ketenegaraan, yaitu
antara lain dengan adanya faham “pemisahan kekuasaan berdasarkan prinsip checks and
balances” sebagai pengganti sistem supremasi parlemen yang berlaku sebelumnya.

Sebagai akibat perubahan tersebut, maka perlu diadakan mekanisme untuk memutuskan
sengketa kewenangan yang mungkin terjadi antara lembaga-lembaga yang mempunyai
kedudukan yang satu sama lain bersifat sederajat, yang kewenanganya ditentukan dalam
Undang-Undang Dasar serta perlu dilembagakannya peranan hukum dan hakim yang dapat
mengontrol proses dan produk keputusan-keputusan politik yang hanya mendasarkan diri
pada prinsip “The Rule of Majority”.

Karena itu, fungsi - fungsi Judicial Review atas konstitusionalitas Undang-Undang dan
proses pengujian hukum atas tuntutan pemberhentian terhadap Presiden dan atau Wakil
Presiden dikaitkan dengan fungsi MK. Disamping itu juga diperlukan adanya mekanisme
untuk memutuskan berbagai persengketaan yang timbul dan tidak dapat diseleseaikan melalui
proses peradilan yang biasa, seperti sengketa pemilu dan tuntutan pembubaran suatu partai
politik. Perkara-perkara semacam ini berkaitan erat dengan hak dan kebebasan para warga
negara dalam dinamika sistem politik demokratis yang dijamin oleh UUD 1945.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Mahkamah Konstitusi ?

2. Bagaimana sejarah Mahkamah Konstitusi ?

3. Apa kedudukan Mahkamah Konstitusi ?

4. Apa saja kewenangan Mahkamah Konstitusi ?

5. Bagaimana keanggotaan Mahkamah Konstitusi ?

6. Bagaimana hubungan Mahkamah Konstitusi dengan lembaga tinggi negara lainnya ?

1.3 Tujuan Penulisan

1
Makalah yang dibuat ini untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Hukum
Tata Negara serta agar ingin mengkaji dan memahami tentang Hukum Tata Negara, terutama
pada bagian Lembaga Negara yaitu Mahkamah Konstitusi (MK).
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Mahkamah Konstitusi

Mahkamah Konstitusi (MK) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan
Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan
Mahkamah Agung. Dalam Undang-Undang dijelaskan bahwa Mahkamah Konstitusi adalah
salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2.2 Sejarah Mahkamah Konstitusi

Sejarah berdirinya lembaga Mahkamah Konstitusi (MK) diawali dengan diadopsinya


ide MK (Constitutional Court) dalam amandemen konstitusi yang dilakukan oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada tahun 2001 sebagaimana dirumuskan dalam ketentuan
Pasal 24 ayat (2), Pasal 24C, dan Pasal 7B Undang-Undang Dasar 1945 hasil Perubahan
Ketiga yang disahkan pada 9 Nopember 2001. Ide pembentukan MK merupakan salah satu
perkembangan pemikiran hukum dan kenegaraan modern yang muncul di abad ke-20. Setelah
disahkannya Perubahan Ketiga UUD 1945 maka dalam rangka menunggu pembentukan MK,
MPR menetapkan Mahkamah Agung (MA) menjalankan fungsi MK untuk sementara
sebagaimana diatur dalam Pasal III Aturan Peralihan UUD 1945 hasil Perubahan Keempat.
DPR dan Pemerintah kemudian membuat Rancangan Undang-Undang mengenai
Mahkamah Konstitusi. Setelah melalui pembahasan mendalam, DPR dan Pemerintah
menyetujui secara bersama UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi pada 13
Agustus 2003 dan disahkan oleh Presiden pada hari itu (Lembaran Negara Nomor 98 dan
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4316).Dua hari kemudian, pada tanggal 15 Agustus
2003, Presiden melalui Keputusan Presiden Nomor 147/M Tahun 2003 hakim konstitusi
untuk pertama kalinya yang dilanjutkan dengan pengucapan sumpah jabatan para hakim
konstitusi di Istana Negara pada tanggal 16 Agustus 2003.Lembaran perjalanan MK
selanjutnya adalah pelimpahan perkara dari MA ke MK, pada tanggal 15 Oktober 2003 yang
menandai mulai beroperasinya kegiatan MK sebagai salah satu cabang kekuasaan kehakiman
menurut ketentuan UUD 1945.

2.3 Kedudukan Mahkamah Konstitusi

Digantikannya sistem division of power (pembagian kekuasaan) dengan separation of


power (pemisahan kekuasaan) mengakibatkan perubahan mendasar terhadap format
kelembagaan negara pasca amandemen UUD 1945. Berdasarkan division of power yang
dianut sebelumnya, lembaga negara disusun secara vertikal bertingkat dengan MPR berada di
puncak struktur sebagai lembaga tertinggi negara. Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 sebelum
perubahan menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya
oleh MPR. Sebagai pelaku sepenuhnya kedaulatan rakyat, MPR sering dikatakan sebagai

2
rakyat itu sendiri atau penjelmaan rakyat. Di bawah MPR, kekuasaan dibagi ke sejumlah
lembaga negara, yakni Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Pertimbangan
Agung (DPA), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Mahkamah Agung (MA) yang
kedudukannya sederajat dan masing-masing diberi status sebagai lembaga tinggi negara.
Akibat utama dari anutan sistem separation of power, lembaga-lembaga negara tidak
lagi terkualifikasi ke dalam lembaga tertinggi dan tinggi negara. Lembaga-lembaga negara itu
memperoleh kekuasaan berdasarkan UUD dan di saat bersamaan dibatasi juga oleh UUD.
Pasca amandemen UUD 1945, kedaulatan rakyat tidak lagi diserahkan sepenuhnya kepada
satu lembaga melainkan oleh UUD. Dengan kata lain, kedaulatan sekarang tidak terpusat
pada satu lembaga tetapi disebar kepada lembaga-lembaga negara yang ada. Artinya
sekarang, semua lembaga negara berkedudukan dalam level yang sejajar atau sederajat.
Dalam konteks anutan sistem yang demikian, lembaga negara dibedakan berdasarkan
fungsi dan perannya sebagaimana diatur dalam UUD 1945. MK menjadi salah satu lembaga
negara baru yang oleh konstitusi diberikan kedudukan sejajar dengan lembaga-lembaga
lainnya, tanpa mempertimbangkan lagi adanya kualifikasi sebagai lembaga negara tertinggi
atau tinggi. Sehingga, sangat tidak beralasan mengatakan posisi dan kedudukan MK lebih
tinggi dibanding lembaga-lembaga negara lainnya, itu adalah pendapat yang keliru. Prinsip
pemisahan kekuasaan yang tegas antara cabang-cabang kekuasaan legislatif, eksekutif dan
yudikatif dengan mengedepankan adanya hubungan check and balances antara satu sama
lain.
Selanjutnya, UUD 1945 memberikan otoritas kepada MK untuk menjadi pengawal konstitusi.
Mengawal konstitusi berarti menegakkan konstitusi yang sama artinya dengan “menegakkan
hukum dan keadilan”. Dalam hal ini Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga negara yang
melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka guna menegakkan hukum dan keadilan.
Mahkamah Konstitusi berkedudukan di Ibu Kota Republik Indonesia ( UU No. 24 tahun 2003
pasal 2 dan 3).

2.4 Kewenangan Mahkamah Konstitusi

Pasal 24 C ayat (1) dan (2) UUD NRI Tahun 1945, diketahui bahwa MK memiliki 4
(empat) kewenangan konstitusional (constitutional authorities) dan satu kewajiban
konstitusional (constitutional obligation). Keempat kewenangan konstitusional tersebut
adalah mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final:
1. Menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar;
2. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh
Undang-Undang Dasar;
3. Memutus pembubaran partai politik; dan
4. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.1

Mahkamah Konstitusi berwenang untuk:


a. Mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang keputusannya bersifat final untuk :
 Menguji undang-undang terhadap UUD 1945 (Judicial Review)
 Memutus sengketa kewenangan lembaga Negara
 Memutus pembubaran partai politik
 Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

Jurnal Konstitusi : Putusan Ultra Petita Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Volume 11, Nomor 1,
1)

Maret 2014, hlm. 88

3
 Memberikan putusan pemakzulan (impeachment) presiden dan/atau wakil presiden atas
permintaan DPR karena melakukan pelanggaran berupa pengkhianatan terhadap
Negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat, atau perbuatan tercela.2
Hakikat fungsional MKRI sebagai ratio legis kewenangannya tidak dapat
ditemukan secara eksplisit dalam Pasal 24C ayat (1) & (2) UUD NRI 1945 maupun UU No.
24 Tahun 2003 jo. UU No. 8 Tahun 2011. Namun fungsi tersebut secara teori dapat
diabstraksi dari hakikat kewenangan atributif MKRI dalam UUD NRI 1945 maupun UU No.
24 Tahun 2003 jo. UU No. 8 Tahun 2011. Secara teori, dalam hubungan dengan konstitusi,
MKRI memiliki fungsi untuk memberi efek yuridis terhadap konstitusi, UUD NRI 1945,
sebagai the supreme law of the land yang berlaku kepada semua badan-badan
pemerintahan, termasuk legislator. Karena kewenangan membentuk undang-undang
diberikan konstitusi, maka undangundang tidak boleh bertentangan dengan konstitusi. 3
Sejak 2001 secara resmi Amandemen Ketiga menerima masuknya MK di dalam UUD 1945.
Akan tetapi, MK ini menurut Pasal 7B dan Pasal 24C kewenangannya bukan hanya menguju
UU terhadap UUD.4
Kewenangan MKRI di dalam UU RI NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG
MAHKAMAH KONSTITUSI

Pasal 10
1. Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final untuk:
a. Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang DasarNegara Republik Indonesia
Tahun 1945;
b. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan
oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
c. Memutus pembubaran partai politik; dan
d. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
2. Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden
dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa
pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau
perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau
Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa:
a. Pengkhianatan terhadap negara adalah tindak pidana terhadap keamanan negara
sebagaimana diatur dalam undang-undang.
b. Korupsi dan penyuapan adalah tindak pidana korupsi atau penyuapan sebagaimana
diatur dalam undangundang.
c. Tindak pidana berat lainnya adalah tindak pidana yang diancam dengan pidana
penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
d. Perbuatan tercela adalah perbuatan yang dapat merendahkan martabat Presiden
dan/atau Wakil Presiden.
2)
Prof. Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, Agustus 2013 ), hlm.
360
3)
Jurnal Konstitusi : Mahkamah Konstitusi sebagai Human Rights Court , Volume 11, Nomor 1, Maret 2014,
hlm. 157-158
4)
Moh. Mahfud MD, Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu, (Jakarta: Rajawali Press, 2010), hlm.262

4
e. tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah
syarat sebagaimana ditentukan dalam Pasal 6 Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.

Pasal 11
Untuk kepentingan pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10,
Mahkamah Konstitusi berwenang memanggil pejabat negara, pejabat pemerintah, atau
warga masyarakat untuk memberikan keterangan.

2.5 Keanggotaan Mahkamah Konstitusi

1. Pemilihan
Hakim konstitusi diajukan masing-masing 3 dari mahkamah agung 3 dari DPR dan 3
dari presiden dan ditetapkan dengn keputusan presiden. Keputusan presiden tersbut paling
lama diberikan 7 hari setelah pengajuan kepada presiden diterima. Pencalonan hakim
konstitusi secara transparan dan partisipatif. ( UUD 1945 Pasal 24C ayat 3 dan UU No. 24
tahun 2003 pasal 18 dan 19 ).
2. Syarat kenggotaan
Hakim konstitusi harus memiliki syarat antara lain :
a. Memiliki intergitas dan kepribadian yang tidak tercela.
b. Adil.
c. Negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan.
d. Selain itu agar dapat diangkat sebagai hakim konstitusi harus memenuhi syarat antara
lain :
a) Warga negara Indonesia.
b) Berpendidikan sarjana hukum.
c) Berusia sekurang-kurangnya 40 tahun saat diangkat.
d) Tidak pernah dijatuhi hukuman pidana karena melakukan tindakan pidana yang
dijatuhi hukuman 5 tahun penjara.
e) Tidak sedang dinyatakan pailit oleh pengadilan
f) Mempunyai pengalaman kerja didalam bidang hukum sekurang-kurangnnya 10
tahun. ( UUD 1945 Pasal 24C ayat 5 dan UU No.24 tahun 2003 pasal 15 dan 16 ).
3. Pemberhentian
Hakim konstitusi dapat diberhentikan dengan 2 cara yakni secara terhormat dan tidak
hormat. Hakim konstitusi diberhentikan dengan hormat apabila :
a. Meninggal dunia.
b. Mengundurkan diri atas kemauannya sendiri.
c. Telah berusia 67 tahun.
d. Telah berakhir masa jabatannya.
e. Tidak sehat jasmani atau rohani secara terus menerus dengan keterangan dokter.
Selain itu disebutkan bahwa hakim konstitusi dapat diberhentikan dengan tidak hormat
apabila :
a. Dijatuhi pidana oleh pengadilan sekurang-kurangnnya 5 athun penjara.
b. Melakukan tindakan tercela.

5
Tidak mengahdiri rapat 5 kali berturut-turut tanpa alasan yang sah.
c.
Melanggar sumpah atau janji.
d.
Dengan sengaja mengahmbat pengambilan keputusan MK.
e.
Melanggar larangan.
f.
Tidak lagi memenuhi syarat sebagai hakim konstitusi.
g.
( UUD 1945 Pasal 24C ayat 6 dan UU No. 24 tahun 2003 ayat 23 )
4. Masa Jabatan
Hakim kostitusi memiliki waktu jabatan selama 5 tahun dan dapat dipilih kembali
dalam 1 kali masa jabatan ( UUD 1945 Pasal 24C ayat 6 dan UU No.24 tahun 2003 pasal
22 ).
5. Tugas dan wewenang anggota
a. Menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup
dalam masyarakat.
b. Mengikuti setiap sidang musyawarah mahkamah konstitusi.
( UU No. 24 tahun 2003 pasal 45 ayat 5 )

2.6 Hubungan Mahkamah Konstitusi Dengan Lembaga Tinggi Negara Lainnya

1. Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR)


Hubungan antar Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Mahkamah Konstitusi di atur
didalam :
Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa salah satu wewenang Mahkamah
Konstitusi adalah untuk memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang
kewenangannya diberikan UUD. Karena kedudukan MPR sebagai lembaga negara maka
apabila MPR bersengketa dengan lembaga negara lainnya yang sama-sama memiliki
kewenangan yang ditentukan oleh UUD, maka konflik tersebut harus diselesaikan oleh
Mahkamah Konstitusi.

2. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR)


Hubungan antar Dewan Perwakilan Rakyat dan Mahkamah Konstitusi di atur didalam :
a. UUD 1945 pasal 24C ayat 2 yang berbunyi, “Mahkamah Konstitusi wajib memberikan
putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh
Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar.”
b. UUD 1945 pasal 24C ayat 3 yang berbunyi, “Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan
orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan masing-
masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan
tiga orang oleh Presiden.”
c. UU no 48 tahun 2009 pasal 29 ayat 2 yang berbunyi, “Selain kewenangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat
Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah
melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi,
penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi
memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.”

3. Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD)


Hubungan antar Dewan Perwakilan Daerah dan Mahkamah Konstitusi di atur didalam :

6
Mahkamah Konstitusi menyelesaikan konflik atau sengketa karena adanya
penyimpangan terhadap konstitusi yang dilakukan Dewan Perwakilan Daerah, yang tidak
dapat diselesaikan oleh peradilan umum.

4. Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia


Hubungan antar Presiden/Wapres dan Mahkamah Konstitusi di atur didalam :
a. UUD 1945 pasal 24C ayat 2 yang berbunyi, “Mahkamah Konstitusi wajib memberikan
putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh
Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar.”
b. UUD 1945 pasal 24C ayat 3 yang berbunyi, “Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan
orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan masing-
masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan
tiga orang oleh Presiden.”
c. UU no 48 tahun 2009 pasal 29 ayat 2 yang berbunyi, “Selain kewenangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat
Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah
melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi,
penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi
memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.”
d. UU no 48 tahun 2009 pasal 34 ayat 1 yang berbunyi, “Hakim konstitusi diajukan masing-
masing 3 (tiga) orang oleh Mahkamah Agung, 3 (tiga) orang oleh Dewan Perwakilan
Rakyat, dan 3 (tiga) orang oleh Presiden.”

5. Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA)


Hubungan antar Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung di atur didalam :
UUD 1945 Aturan Peralihan pasal III yang berbunyi, “Mahkamah Konstitusi dibentuk
selambat-lambatnya pada 17 Agustus 2003 dan sebelum dibentuk segala kewenangannya
dilakukan oleh Mahkamah Agung.”

6. Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK)


Hubungan antar BPK dengan Mahkamah Konstitusi :
Mahkamah Konstitusi memutus sengketa kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan yang
kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar.

7
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Latar belakang terbentuknya lembaga Mahkamah Konstitusi (MK) diawali dengan


diadopsinya ide MK (Constitutional Court) dalam amandemen konstitusi yang dilakukan
oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada tahun 2001. DPR dan Pemerintah
kemudian membuat Rancangan Undang-Undang mengenai Mahkamah Konstitusi. Setelah
melalui pembahasan mendalam, DPR dan Pemerintah menyetujui secara bersama UU Nomor
24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi pada 13 Agustus 2003 dan disahkan oleh
Presiden pada hari itu (Lembaran Negara Nomor 98 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor
4316).
Adapun wewenangan Mahkamah Konstitusi yang telah ditentukan dalam UUD 1945
perubahan ketiga Pasal 24C ayat yaitu menguji (judicial review) undang-undang terhadap
UUD, memutus sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh
UUD, memutuskan pembubaran partai politik, memutus perselisihan tentang hasil pemilihan
umum, dan memberhentikan presiden dan wakil presiden apabila melanggar hukum.

8
DAFTAR PUSAKA

http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=web.ProfilMK&id=1

Ach. Rubaie, et.al. 2014. Jurnal Konstitusi : Putusan Ultra Petita Mahkamah Konstitusi
Republik Indonesia. Jakarta: MKRI

Budiardjo, Miriam. 2013. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Slamet Kurnia, Titon. 2014. Jurnal Konstitusi : Mahkamah Konstitusi sebagai Human
Rights Court . Jakarta: MKRI

Moh. Mahfud MD. 2010. Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu. Jakarta: Rajawali
Press

http://gendutporeper.blogspot.com/2014/04/makalah-tentang-mahkamah-konstitusi.html

https://anindiia.wordpress.com/2012/06/07/hubungan-antar-lembaga-negara/

http://indraachmadi.blogspot.com/2013/05/pola-hubungan-kerja-antar-lembaga-negara.html

Anda mungkin juga menyukai