DI SUSUN OLEH :
Kornelis.A.N.Refwalu 25111822
Puji dan syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat-Nya
sehingga Makalah terkait Teori Perundang-undangan Tinjauan Kewenangan
Mahkamah Konstitusi dalam Pengujian Undang-undang ini dapat tersusun hingga
selesai. Penyusunan malakah ini bertujuan untuk memenuhi tugas dalam mata
kuliah Ilmu Perundang-undangan, selain itu makalah ini juga bertujuan agar
menambah pengetahuan dan wawasan bagi para pembaca.
Dalam Penulisan makalah ini saya merasa masih banyak kekurangan baik pada
teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang saya miliki.
Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat saya harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini. Akhir kata semoga makalah ini dapat
berguna bagi kita semua.
Kornelis.A.N.Refwalu
I
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………………………….i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………………………ii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………………..…………..1
1.1 Latar Belakang………………………………………………………………………………………….1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………………………………….2
1.3 Tujuan…………………………………………………………………………………………………....2
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………………………………..3
2.1 Wacana Intelektual Hukum : Mahkamah Konstitusi dalam Struktur
Ketatanegaraan Indonesia………………………………………………………………….. ……………3
2.2 Mahkamah Konstitusi sebagai Pengawal Konstitusi…………….………………………5
2.3 Peran dan Fungsi Mahkamah Konstitusi ……………………………………………………….5
BAB III PENUTUP……………………………………………………………………………………………..7
3.1 Kesimpulan………………………………………………………………………………………………..7
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………………………….8
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 TUJUAN
1. Agar kita dapat memahami terkait Wacara Intelektual Hukum
2. Agar kita dapat memahami Mahkamah Konstitusi sebagai Pengawal
Konstitusi
3. Agar kita dapat memahami terkait fungsi dan peran dari Mahkamah
Konstitusi itu sendiri.
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
Satya Arianto,’’Gagasan Mahkamah Konstitusi,’’3 Juli 1995.
2
Atmadja,’’Perundang-undangan Dalam Sistem Hukum Nasional,’’hukum dan pembangunan, Nomor 5 Tahun
XIV, September 1984,h 434-440.
hukum kasasi tidak membatasi perkara yang masuk sehingga beban di tangan
Mahkamah Aggung.3 Jika dibentuk badan baru sebagai Mahkama Konstitusi,
terdapat banyak kelebihan dari sisi keanggotaan yang khusus ahli tentang konstitusi
dan kerja yang khusus tentang masalah. Dibandingkan Mahkamah Aggung yang
hanya memiliki fungsi Pengadilan (justiel functie), fungsi mengatur (regelende
functie), fungsi penasehat (adviserende functie), fungsi pengawasan (toeziende
functie), fungsi Administratif (administratieve functie) maka Mahkamah Konstitusi
memiliki fungsi baru yakni sebagai ‘’the guardian constitution’’. Kelima fungsi
sebagaimana menurut aturan perundang-undangan bertambahnya menjadi enam
fungsi. Penambahan tenaga ahli konstitusi bisa dilakukan MA guna menguatkan
fungsi the guardian of constitution menjadi Mahkamah Konstitusi.
3
Edy Junaedi, ‘’judicial review di beberapa Negara : suatu kajian perbandingan’’Varia Peradilan, No. 172,
Tahun XV, Janiuari 2000.
4
mengakomodir pembentukan MK dalam sistem ketatanegaraannya. Dalam rangka
menjaga konstitusi, fungsi pengujian undang-undang itu tidak dapat lagi dihindari
penerapannya dalam ketatanegaraan Indonesia sebab UUD 1945 menegaskan
bahwa anutan sistem bukan lagi supremasi parlemen melainkan supremasi
konstitusi.
5
Fungsi lanjutan selain judicial review, yaitu (1) memutus sengketa antarlembaga
negara, (2) memutus pembubaran partai politik, dan (3) memutus sengketa hasil
pemilu. Fungsi lanjutan semacam itu memungkinkan tersedianya mekanisme untuk
memutuskan berbagai persengketaan (antar lembaga negara) yang tidak dapat
diselesaikan melalui proses peradilan biasa, seperti sengketa hasil pemilu, dan
tuntutan pembubaran sesuatu partai politik. Perkara-perkara semacam itu erat
dengan hak dan kebebasan para warga negara dalam dinamika sistem politik
demokratis yang dijamin oleh UUD. Karena itu, fungsi-fungsi penyelesaian atas hasil
pemilihan umum dan pembubaran partai politik dikaitkan dengan kewenangan MK
Fungsi dan peran MK di Indonesia telah dilembagakan dalam Pasal 24C ayat (1)
UUD 1945 yang menentukan bahwa MK mempunyai empat kewenangan
konstitusional (conctitutionally entrusted powers) dan satu kewajiban konstitusional
(constitusional obligation). Ketentuan itu dipertegas dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a
sampai dengan d Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah
Konstitusi.
Empat kewenangan MK adalah :
1. Menguji undang-undang terhadap UUD 1945.
2. Memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh UUD 1945.
3. Memutus pembubaran partai politik.
4. Memutus perselisihan tentang hasil pemilu.
Sementara, berdasarkan Pasal 7 ayat (1) sampai dengan (5) dan Pasal 24 C ayat
(2) UUD 1945 yang ditegaskan dalam Pasal 10 ayat (2) UU Nomor 24 Tahun 2003,
kewajiban MK adalah memberi keputusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan
atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum, atau perbuatan tercela,
atau tidak memenuhi syarat sebagai Presiden dan atau Wakil Presiden
sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.
6
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga negara yang sangat ekslusif dengan
tugas dan kewenangannya, membuat Mahkamah Konstitusi sarat dengan intervensi
dari pihak yang mempunyai kepentingan secara langsung dan/atau tidak terhadap
perkara yang masuk di Mahkamah Konstitusi. Sehingga saya dapat menarik
beberapa kesimpulan, yakni :
1. Beberapa kasus pelanggaran etik dan/atau pelanggaran hukum yang
dilakukan oleh hakim konstitusi, maka urgensi terhadap pengawasan hakim
konstitusi merupakan hal yang sangat dibutuhkan dalam menjaga keluhuran
martabat dan kehormatan hakim konstitusi,
2. Bahwa didalam menjalankan fungsi dan kewenangannya Mahkamah
Konstitusi yang sebagai lembaga negara pengawal konstitusi belum dapat menjaga
kepercayaan publik.
3. Pengawasan terhadap hakim konstitusi telah ada sejak berdirinya Mahkamah
Konstitusi. Dalam hal ini Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MK) dan Dewan
Etik Hakim Konstitusi juga terus melakukan pengawasan dan pemberian sanksi
terhadap hakim terduga yang terbukti melakukan pelanggaran etik. Pelanggaran etik
yang umumnya dilakukan adalah pada pelanggaran prinsip independensi, prinsip
ketakberpihakan, prinsip integritas, serta prinsip kepantasan dan kesopanan. Sanksi
yang diberikan juga tergantung pada pelanggaran yang dilakukan, apakah itu
pelanggaran ringan atau pelanggaran berat. Sanksi untuk pelanggaran ringan mulai
dari diberikan teguran secara lisan sebanyak 3 (tiga) kali dan/atau teguran tertulis
sebanyak 3 (tiga) kali, hingga pemberhentian tidak dengan hormat.
7
DAFTAR PUSTAKA