Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

TEORI PERUNDANG-UNDANGAN TINJAUAN KEWENANGAN


MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM PENGUJIAN UNDANG-UNDANG
Dosen pengampu : Wara’Laso’M.S.,S.H.,M.H

DI SUSUN OLEH :

Kornelis.A.N.Refwalu 25111822

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM MIMIKA


TAHUN AKADEMIK 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat-Nya
sehingga Makalah terkait Teori Perundang-undangan Tinjauan Kewenangan
Mahkamah Konstitusi dalam Pengujian Undang-undang ini dapat tersusun hingga
selesai. Penyusunan malakah ini bertujuan untuk memenuhi tugas dalam mata
kuliah Ilmu Perundang-undangan, selain itu makalah ini juga bertujuan agar
menambah pengetahuan dan wawasan bagi para pembaca.
Dalam Penulisan makalah ini saya merasa masih banyak kekurangan baik pada
teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang saya miliki.
Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat saya harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini. Akhir kata semoga makalah ini dapat
berguna bagi kita semua.

Timika,03 April 2024

Kornelis.A.N.Refwalu

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………………………….i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………………………ii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………………..…………..1
1.1 Latar Belakang………………………………………………………………………………………….1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………………………………….2
1.3 Tujuan…………………………………………………………………………………………………....2
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………………………………..3
2.1 Wacana Intelektual Hukum : Mahkamah Konstitusi dalam Struktur
Ketatanegaraan Indonesia………………………………………………………………….. ……………3
2.2 Mahkamah Konstitusi sebagai Pengawal Konstitusi…………….………………………5
2.3 Peran dan Fungsi Mahkamah Konstitusi ……………………………………………………….5
BAB III PENUTUP……………………………………………………………………………………………..7
3.1 Kesimpulan………………………………………………………………………………………………..7
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………………………….8

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mahkamah Konstitusi sebagai suatu Lembaga yang diberikan kewenangan
untuk menafsirkan konstitusi guna menafsirkan konstitusional warga negara.
Pembentukan mahkamah konstitusi pada pokoknya memang diperlukan karena
bangsa kita telah melakukan perubahan-perubahan yang mendasar atas Undang-
undang Dasar 1945. Dalam rangka perubahan pertama sampai perubahan keempat
UUD 1945, bangs aini telah mengadopsi prinsip-prinsip barudalam system
ketatanegaraan yaitu dengan adanya sistem prinsip ‘’pemisahan kekuasaan dan
checks and balance’’ sebagai pengganti system supremasi parlemen yang berlaku
sebelumnya.
Sebagai akibat perubahan tersebut maka perlu diadakan mekanisme untuk
memutuskan sengketa kewenangan yang mungkin terjadi antara Lembaga-lembaga
yang mempunyai kedudukan yang satu sama lain bersifat sederajat, yang
kewenangannya ditentukan dalam Undang-undang Dasar serta perlu
dilembagakannya peranan hukum dan hakim yang dapat mengontrolproses dan
produk Keputusan-keputusan politik yang hanya mendasarkan diri pada prinsip ‘’The
Rule of Majority’’. Karena itu, fungsi Judicial Review atas konstitusionalitas undang-
undang dan proses pengujian hukum atas tuntutan pemberhentian terhadap
Presiden dan/Wakil Presiden di ikatkan dengan fungsi MK.
Disamping itu perlu juga adanya mekanisme untuk memutuskan berbagai
persengketaan yang timbul dan tidak dapat diselesaikan melalui proses peradilan
yang biasa seperti sengketa Pemilu dan tuntutan pembubaran suatu partai politik.
Perkara-perkara seperti ini berkaitan erat dengan Hak dan kebebasan para warga
negara dalam dinamika sistem politik demokratis yang dijamin oleh UUD 1945.
1

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimanakah Wacana Intelektual Hukum itu?
2. Mengapa Mahkamah Konstitusi di sebut sebagai Pengawal Konstitusi?
3. Apa saja Fungsi dan Peran Mahkamah Konstitusi dalam Negara Indonesia?

1.3 TUJUAN
1. Agar kita dapat memahami terkait Wacara Intelektual Hukum
2. Agar kita dapat memahami Mahkamah Konstitusi sebagai Pengawal
Konstitusi
3. Agar kita dapat memahami terkait fungsi dan peran dari Mahkamah
Konstitusi itu sendiri.
2

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 WACANA INTELEKTUAL HUKUM : MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM


STRUKTUR KETATANEGARAAN INDONESIA
Pembentukan Mahkamah Konstitusi dalam struktur ketatanegaraan Indonesia
adalah memungkinkan, keberadaan Mahkamah Konstitusi menuai beberapa
pendapat yang dapat dikategorikan secara kelembagaan.
Pertama : Mahkamah Aggung yang melakukan fungsi Mahkamah Konstitusi.
Kedua : dibentuk badan baru yang sejajar dengan Mahkamah Aggung
Ketiga : sebuah badan peradilan dalam lingkungan kekuasaan kehakiman.
Gagasan tentang Mahkamah Konstitusi dalam MA ini pernah disampaikan oleh
Peradilan kepada MPR, dan begitu pula para hakim yang terkabung dalam IKAHI
memberi rekomendasinya kepada MPR tentang kewenangan MA Sebagai
Mahkamah Konstitusi. Menurut Philipus M Hadjono, tidak ada ketentuan UUD 1945
yang melarangnya. Oleh karena itu, hal ini dapat saja diatur dalam peraturan
perundang-undangan. Pendapat P.M Hadjono merupakan penilaian yang berhati-
hati, sebagaimana dalam asas-asas hukum tata negara yang dikemukakannya yakni
jika dalam UUD tidak melarang,bukan berarti boleh.

Mukti Arto beralasan bahwa MK dilaksanakan oleh Mahkamah Aggung


menurutnya ada empat alasan :
1. Teori pembagian dan pembatasan kekuasaan menurut UUD 1945 yang
membatasi kekuasaan menjadi, kekuasaan melaksanakan UUD 1945 pada
pemerintah dan kekuasaan pelaksanaan UUD 1945 ada pada kekuasaan
kehakiman.
2. Mahkamah Aggung adalah satu-satunya pemegang kekuasaan kehakiman
tertinggi menurut UUD 1945.
3. Kekuasaan menguji peraturan perundang-undangan dan Tindakan-tindakan
lain dari pemerintah merupakan bagian kekuasaankehakiman yang oleh
UUD 1945 diserahkan kepada MA.

4. Perkembangan rill ketatanegaraan Indonesia membutuhkan adanya


Mahkamah Konstitusi untuk mengawali konstitusi.

Mahkamah Konstitusi ini menurut Mukti Arto berwenang melakukan menguji


peraturan perundang-undangan dan Tindakan-tindakan yang lain dari pemerintah
bertentangan atau tidak dengan UUD 1945. Satya Arinanto beralasan bahwa judicial
review merupakan salah satu kegiatan untuk melaksanakan kekuasaan kehakiman
yang Merdeka, yang terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah, sehingga lebih
tepat Mahkamah Konstitusi dilakukan oleh Mahkamah Aggung, sesuai dengan Pasal
24 UUD 1945. Satya Arianto menganggap pentingnya Mahkamah Konstitusi
berwenang menguji secara materill undang-undang dan juga memutuskan
pelanggaran pemilu.1
Atmadja memberikan alternatif pembentukan badan baru yaki Mahkamah
Konstitusi dengan dasar Pasal 24 (1) UUD 1945,tetapi tanpa tidak melalui suatu
kasus sengketa. Gambaran lainnya adalah wewenang sebagaimana digambarkan
dalam konstitusi Itali bahwa Mahkamah Konstitusi memutuskan sengketa mengenai
konstitusionalitas undang-undang dan Tindakan hukum yang berasal dari negara,
menyelesaikan konflik sekitar tugas dan weweng negara dan otonominya, serta
impeachment (pemberhentian) terhadap Presiden dan Menteri-menterinya menurut
norma konstitusi.2
Pentinya badan baru juga dikemukakan oleh Edy Junaedi setelah meneliti
kelemahan-kelemahan system hukum yang mengaturn pengujian undang-undang
oleh peradilan. Bahwa karena kita lebih dekat dengan system Civil Law yang tidak
mengenal asas stare desicis maka peraturan tersebut harus diberikan kepada
Mahkama Konstitusi, dan Mahkamah Aggung kurang cocok karena hakim kita
pengangkatannya melalui sistem karier dan tidak dibina untuk law marker. Selain itu,

1
Satya Arianto,’’Gagasan Mahkamah Konstitusi,’’3 Juli 1995.
2
Atmadja,’’Perundang-undangan Dalam Sistem Hukum Nasional,’’hukum dan pembangunan, Nomor 5 Tahun
XIV, September 1984,h 434-440.
hukum kasasi tidak membatasi perkara yang masuk sehingga beban di tangan
Mahkamah Aggung.3 Jika dibentuk badan baru sebagai Mahkama Konstitusi,
terdapat banyak kelebihan dari sisi keanggotaan yang khusus ahli tentang konstitusi
dan kerja yang khusus tentang masalah. Dibandingkan Mahkamah Aggung yang
hanya memiliki fungsi Pengadilan (justiel functie), fungsi mengatur (regelende
functie), fungsi penasehat (adviserende functie), fungsi pengawasan (toeziende
functie), fungsi Administratif (administratieve functie) maka Mahkamah Konstitusi
memiliki fungsi baru yakni sebagai ‘’the guardian constitution’’. Kelima fungsi
sebagaimana menurut aturan perundang-undangan bertambahnya menjadi enam
fungsi. Penambahan tenaga ahli konstitusi bisa dilakukan MA guna menguatkan
fungsi the guardian of constitution menjadi Mahkamah Konstitusi.

2.2 MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI PENGAWAL KONSTITUSI


Perdebatan tentang Mahkamah Aggung dan Mahkamah Konstitusi pada fase
rancangan perubahan UUD 1945 ini berakhir dengan pembentukan MK sebagai
Lembaga baru yang menafsirkan UUD 1945 menentukan dua kekuasaan kehakiman
lewat jalur yuridis dan kekuasaan pemerintahan lewat jalur Politis. Lembaga baru
(MK) merupakan perombakan total terhadap struktur ketatanegaraan seiring denagn
perubahan pertama dan kedua UUD 1945 yang menentukan kekuasaan dasar yaitu
kekuasaan kehakiman dan kekuasaan pemerintahan.
Dalam konteks demikian, MK merupakan lembaga baru dengan fungsi baru
yaitu pengawal konstitusi (the guardian of constitution) untuk mengatasi konflik
antara jalur yuridis dan politis yang terjadi sejak awal penyusunan naskah UUD1945,
Konstitusi RIS, UUDS 1950, perdebatan konstituante, dekrit Presiden 5 Juli 1959
(Kembali ke UUD 1945), keberlakuan undang-undang Nomor 14 Tahun 1970
tentang pokok-pokok kekuasaan kehakiman dan undang-undang Nomor 14 Tahun
1985 tentang Mahkamah Aggung.

2.3 PERAN DAN FUNGSI MAHKAMAH KONSTITUSI


Fungsi dan peran utama MK adalah menjaga konstitusi guna tegaknya prinsip
konstitusionalitas hukum. Demikian halnya yang melandasi negara-negara yang

3
Edy Junaedi, ‘’judicial review di beberapa Negara : suatu kajian perbandingan’’Varia Peradilan, No. 172,
Tahun XV, Janiuari 2000.

4
mengakomodir pembentukan MK dalam sistem ketatanegaraannya. Dalam rangka
menjaga konstitusi, fungsi pengujian undang-undang itu tidak dapat lagi dihindari
penerapannya dalam ketatanegaraan Indonesia sebab UUD 1945 menegaskan
bahwa anutan sistem bukan lagi supremasi parlemen melainkan supremasi
konstitusi.
5

Fungsi lanjutan selain judicial review, yaitu (1) memutus sengketa antarlembaga
negara, (2) memutus pembubaran partai politik, dan (3) memutus sengketa hasil
pemilu. Fungsi lanjutan semacam itu memungkinkan tersedianya mekanisme untuk
memutuskan berbagai persengketaan (antar lembaga negara) yang tidak dapat
diselesaikan melalui proses peradilan biasa, seperti sengketa hasil pemilu, dan
tuntutan pembubaran sesuatu partai politik. Perkara-perkara semacam itu erat
dengan hak dan kebebasan para warga negara dalam dinamika sistem politik
demokratis yang dijamin oleh UUD. Karena itu, fungsi-fungsi penyelesaian atas hasil
pemilihan umum dan pembubaran partai politik dikaitkan dengan kewenangan MK
Fungsi dan peran MK di Indonesia telah dilembagakan dalam Pasal 24C ayat (1)
UUD 1945 yang menentukan bahwa MK mempunyai empat kewenangan
konstitusional (conctitutionally entrusted powers) dan satu kewajiban konstitusional
(constitusional obligation). Ketentuan itu dipertegas dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a
sampai dengan d Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah
Konstitusi.
Empat kewenangan MK adalah :
1. Menguji undang-undang terhadap UUD 1945.
2. Memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh UUD 1945.
3. Memutus pembubaran partai politik.
4. Memutus perselisihan tentang hasil pemilu.

Sementara, berdasarkan Pasal 7 ayat (1) sampai dengan (5) dan Pasal 24 C ayat
(2) UUD 1945 yang ditegaskan dalam Pasal 10 ayat (2) UU Nomor 24 Tahun 2003,
kewajiban MK adalah memberi keputusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan
atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum, atau perbuatan tercela,
atau tidak memenuhi syarat sebagai Presiden dan atau Wakil Presiden
sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.
6

BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga negara yang sangat ekslusif dengan
tugas dan kewenangannya, membuat Mahkamah Konstitusi sarat dengan intervensi
dari pihak yang mempunyai kepentingan secara langsung dan/atau tidak terhadap
perkara yang masuk di Mahkamah Konstitusi. Sehingga saya dapat menarik
beberapa kesimpulan, yakni :
1. Beberapa kasus pelanggaran etik dan/atau pelanggaran hukum yang
dilakukan oleh hakim konstitusi, maka urgensi terhadap pengawasan hakim
konstitusi merupakan hal yang sangat dibutuhkan dalam menjaga keluhuran
martabat dan kehormatan hakim konstitusi,
2. Bahwa didalam menjalankan fungsi dan kewenangannya Mahkamah
Konstitusi yang sebagai lembaga negara pengawal konstitusi belum dapat menjaga
kepercayaan publik.
3. Pengawasan terhadap hakim konstitusi telah ada sejak berdirinya Mahkamah
Konstitusi. Dalam hal ini Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MK) dan Dewan
Etik Hakim Konstitusi juga terus melakukan pengawasan dan pemberian sanksi
terhadap hakim terduga yang terbukti melakukan pelanggaran etik. Pelanggaran etik
yang umumnya dilakukan adalah pada pelanggaran prinsip independensi, prinsip
ketakberpihakan, prinsip integritas, serta prinsip kepantasan dan kesopanan. Sanksi
yang diberikan juga tergantung pada pelanggaran yang dilakukan, apakah itu
pelanggaran ringan atau pelanggaran berat. Sanksi untuk pelanggaran ringan mulai
dari diberikan teguran secara lisan sebanyak 3 (tiga) kali dan/atau teguran tertulis
sebanyak 3 (tiga) kali, hingga pemberhentian tidak dengan hormat.
7

DAFTAR PUSTAKA

 Satya Arianto,’’Gagasan Mahkamah Konstitusi,’’3 Juli 1995.


 Atmadja,’’Perundang-undangan Dalam Sistem Hukum Nasional,’’hukum dan
pembangunan, Nomor 5 Tahun XIV, September 1984,h 434-440.
 Edy Junaedi, ‘’judicial review di beberapa Negara : suatu kajian
perbandingan’’Varia Peradilan, No. 172, Tahun XV, Janiuari 2000.
 Sumber: http://apafungsinya.blogspot.com/2014/08/peran-dan-fungsi-
mahkamah-konstitusi.html
8

Anda mungkin juga menyukai