Disusun Untuk Memenuhi Penilaian Tugas Akhir Mata Kuliah Hukum Acara
Peradilan Tata Usaha Negara
Dosen Pengampu : Purgito, S.H., M.H.
Disusun Oleh :
(Kelompok 4, 05HUKP006, V.337, 5/A)
1. Rani Sabrina 181010200390
2. Restu Damayanti 181010200468
3. Restu Dwi Anggraini 181010200409
4. Rosinta Hutabarat 181010200427
5. Salsabila G. P. Wakano 181010200380
6. Siti Aisah 181010200397
7. Widatsany salsabilah 181010200487
8. Windi 181010201399
9. Zefanya Rosalia Caeli.D 181010200860
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PAMULANG
Jl. Raya Puspitek No. 10 Serpong, Tangerang Selatan – Banten
TAHUN AJARAN 2020/2021
SEMESTER GANJI
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan Kasih karunia-Nya sehingga Makalah yang Berjudul “Subjek Dan
Objek Dalam Sengketa Tata Usaha Negara Dan Cara Penyelesaiannya” ini
dapat kami selesaikan sebagaimana adanya.
Penyusunan makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Program Studi S1 Ilmu Hukum
Universitas Pamulang serta agar para mahasiswa dapat memahami materi
perkuliahan tentang “Subjek Dan Objek Dalam Sengketa Tata Usaha Negara
Dan Cara Penyelesaiannya”
Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada dosen pengampu mata kuliah
Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Bapak Purgito, S.H., M.H. yang
senantiasa memberikan pemahaman dan penjelasannya dalam pembelajaran ini.
Tak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada teman-teman mahasiswa
V.337/05HUKP006 yang telah memberikan dukungan dan semangatnya kepada
penyusun, sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Penyusun menyadari akan kekurangan penyususnan makalah ini, untuk itu
kami mengharapkan masukan, saran dan kritik yang sifatnya membangun demi
penyempurnaan makalah ini dikemudian hari. Akhirnya, semoga makalah ini
dapat menjadi referensi dalam pembelajaran mata kuliah Hukum Acara Peradilan
Tata Usaha Negara.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ………………………………………………….. i
DAFTAR ISI ……………………………………………………………. ii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ………………………………………..…………. 1
B. Rumusan Masalah …………………………………...…………... 5
C. Tujuan Penulisan ………………………………………………… 5
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Indonesia sebagai suatu negara hukum, memiliki badan peradilan yang
merdeka dalam menyelenggarakan kekuasaan kehakiman guna menegakan
hukum dan keadilan. Berdasarkan ketentuan Pasal 24 ayat (1) UUD NKRI
1945, yang berbunyi, Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang
merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan
keadilan. Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung
dan badan-badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan
Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungaan Peradilan
Militer, lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah
Konstitusi.
Tujuan pembentukan dan kedudukan suatu peradilan Tata Usaha Negara
(PTUN) dalam suatu negara, terkait dengan falsafah negara yang dianutnya.
Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945, Oleh karenanya hak dan kepentingan perseorangan
dijunjung tinggi disamping juga hak masyarakatnya.1
Menurut S.F Marbun (1997 : 27) Secara filosofis tujuan pembentukan
peradilan administrasi negara (PTUN) adalah untuk memberikan perlindungan
terhadap hak-hak perseorangan dan hak-hak masyarakat, sehingga tercapai
keserasian, keseimbangan dan keselarasan antara kepentingan perseorangan
dengan kepentingan masyarakat atau kepentingan umum.
Selain itu, menurut Prajudi Atmosudirdjo, tujuan dibentuknya peradilan
administrasi negara (PTUN) adalah untuk mengembangkan dan memelihara
administrasi negara yang tepat menurut hukum (rechtmatig) atau tepat
menurut undang-undang (wetmatig) atau tepat secara fungsional (efektif) atau
berfungsi secara efisien. Sedangkan Sjachran Basah secara gamblang
mengemukakan bahwa tujuan Peradilan Administrasi Negara (PTUN) ialah
1
PTUN Denpasar, Eksistensi Peradilan Administrasi Negara (Ptun) Dalam Mewujudkan
Suatu Pemerintahan Yang Baik (Good Governance, https://www.ptun-
denpasar.go.id/artikel/baca/4 diunduh pada Senin 4 Januari 2021, Pukul 15:40 WIB.
3
memberikan pengayoman hukum dan kepastian hukum, tidak hanya untuk
rakyat semata-mata melainkan juga bagi administrasi negara dalam arti
menjaga dan memelihara keseimbangan kepentingan masyarakat dengan
kepentingan individu.
Dengan demikian lembaga Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) adalah
sebagai salah satu badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman,
merupakan kekuasaan yang merdeka yang berada di bawah Mahkamah Agung
dalam rangka menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan
keadilan.
Penegakan hukum dan keadilan ini merupakan bagian dari perlindungan
hukum bagi rakyat atas perbuatan hukum publik oleh pejabat administrasi
negara yang melanggar hukum. Berdasarkan hal tersebut, maka Peradilan Tata
Usaha Negara (PTUN) diadakan hakikatnya yaitu dalam rangka memberikan
perlindungan (berdasarkan keadilan, kebenaran dan ketertiban dan kepastian
hukum) kepada rakyat pencari keadilan (justiciabelen) yang merasa dirinya
dirugikan akibat suatu perbuatan hukum publik oleh pejabat administrasi
negara, melalui pemeriksaan, pemutusan dan penyelesaian sengketa dalam
bidang administrasi negara.
Peradilan Tata Usaha Negara sebagai sub sistem dari sistem peradilan di
Indonesia berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1986 Tentang
Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor
5 tahun 1986, dan perubahan berikutnya dengan Undang-Undang Nomor 51
tahun 2009 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 5 tahun
1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (UU PERATUN) dalam Pasal 47
mengatur tentang kompetensi Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dalam
sistem peradilan di Indonesia yaitu bertugas dan berwenang memeriksa,
memutus, dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara.
Kewenangan Pengadilan untuk menerima, memeriksa, memutus
menyelesaikan perkara yang diajukan kepadanya yang dikenal dengan
kompetensi atau kewenangan mengadili. Badan Peradilan Tata Usaha Negara
4
mempunyai wewenang menerima, memeriksa dan mengadili serta
menyelesaikan perkara sengketa-sengketa terkait dengan Tata Usaha Negara
(TUN), yakni sengketa-sengketa antara orang atau badan hukum perdata
dengan badan atau pejabat TUN, di pusat dan daerah, sebagai akibat
diterbitkannya keputusan TUN oleh badan atau pejabat TUN yang oleh
pencari keadilan dianggap bertentangan dengan peraturan dan merugikan
dirinya sebagai perorangan atau badan hukum perdata.2
Kewenangan peradilan Tata Usaha Negara tersebut, kemudian ditampung
dalam penjelasaan umum angka ke 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986
tentang Tata Usaha Negara. Mangacu pada rumusan pengertian sengketa Tata
Usaha Negara dalam Pasal 1 ayat (4) Undang-Undang PTUN, dapat
disimpulkan bahwa unsur-unsur sengketa Tata Usaha Negara terdiri dari
subjek dan objek sengketa TUN itu sendiri.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, permasalahan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Kewenangan Serta Kedudukan Dari Subyek Dan Obyek
Dalam Sengeketa Tata Usaha Negara?
2. Bagaimana Cara Subjek Menyelesaikan Sengketa Tersebut Ditinjau
Dari Sengketa Peradilan Tata Usaha Negara?
3. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Kewenangan Serta Kedudukan Dari Subyek Dan
Obyek Dalam Sengeketa Tata Usaha Negara
2. Untuk Mengetahui Cara Subjek Menyelesaikan Sengketa Tersebut
Ditinjau Dari Sengketa Peradilan Tata Usaha Negara
2
Koesoemahatmadja, Djenal Hoesen, 1990, Pokok-pokok Hukum Tata Usaha Negara I, Citra
Aditya Bakti, Bandung. Hlm.20
5
3. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Sebagai referensi bagi penulis untuk (PTUN) memberikan perlindungan
terhadap hak-hak perseorangan dan hak-hak masyarakat, sehingga tercapai
keserasian, keseimbangan dan keselarasan antara kepentingan
perseorangan dengan kepentingan masyarakat atau kepentingan umum.
b. Sebagai sumber dan bahan masukan bagi penulis lain untuk menggali dan
melakukan eksperimen tentang subjek dan objek dalam peradilan tata
usaha Negara
4. Sistematika Penulisan
1. BAB I Pendahuluan
Dalam bab ini berisi tentang Latar Belakang, Rumusan Masalah,
Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Sistematika Penulisan dan juga
Metode Penelitian.
2. BAB II Kerangka Teori
Dalam bab ini berisikan acuan teori dan kerangka berfikir penulisan
makalah ini.
3. BAB III Hasil Penelitian dan Pembahasan
Dalam bab ini berisi tentang pemaparan dan analisa yang sesuai
dengan yang tertuang dirumusan masalah.
4. BAB IV Penutup
Dalam bab penyusun akan menjelaskan mengenai kesimpulan dari
hasil Pemaparan, serta saran dan rekomendasi penyusun.
5. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan untuk mendapatkan jawaban
permasalahan yang kami uraikan tersebut adalah dengan cara teknik
pengumpulan studi pustaka menggunakan pendekatan yuridis normative
(statue approach), dimana metode ini digunakan untuk mengumpulkan
data sekunder yang dilakukan dengan cara mencari menginventarisasi dan
6
mempelajari peraturan perundang-undangan, doktrin dan data sekunder
lainnya yang masih berhubungan dengan Hukum Acara Peradilan Tata
Usaha Negara ini. Kemudian dianalisis secara kualitatif dengan
menggunakan hukum positif yang berlaku.
7
BAB II
KERANGKA TEORI
1. Dasar Hukum
3
Menurut Rozali Abdullah dalam bukunya Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara (hal.5),
8
subjek dalam gugatan TUN, yaitu Pasal 1 angka 3dan angka 15, Pasal 4
ayat (1), Pasal 40 dan Pasal 87 huruf f UUAP, sebagai berikut: Pasal 40
UUAP : “Pihak-pihak dalam prosedur Administrasi Pemerintahan terdiri
atas:
a. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan; dan
b. Warga Masyarakat sebagai pemohon atau pihak yang terkait.”
9
5. Objek Sengketa TUN
Objek sengketa TUN adalah Keputusan Tata Usaha Negara,
dimana Keputusan Tata Usaha Negaraadalah suatu penetapan tertulis yang
dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha Negara yang berdasarkan
peraturan perundangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual,
dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan
hukum perdata
10
BAB III
PEMBAHASAN
4
Ibid., Pasal 1 Angka 8.
5
Hukum Online, Subjek Hukum yang Dapat Menggugat ke PTUN
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt57183550b88c2/subjek-hukum-yang-dapat-
menggugat-ke-ptun/ diunduh pada senin 5 januari 2021 pukul 18:45 WIB.
11
rest point d`action atau no interest no action atau nemo judex sine actore)
setiap orang yang mempunyai hak yang ingin menuntut serta mempertahankan
hak itu atau membelanya, berwenang bertindak selaku pihak disebut legitima
persona standi judicio, apa yang berlaku dalam hukum acara perdata dapat
diterapkan disini.6
Berdasarkan teori trias politika ada tiga poros kekuasaan, yakni kekuasan
eksekutif, kekuasaan legeslatif, dan kekuasaan yudikatif. Kekuasaan eksekutif
adalah kekuasaan yang menyelenggarakan urusan pemerintahan. Kekuasaan
legeslatif adalah kekuasaan yang membentuk undang-undang. Adapun
kekuasaan yudikatif adalah kekuasaan yang menyelenggarakan peradilan.
Dengan demikian, yang dimaksud “menyelenggarakan urusan pemerintahan”
adalah kekuasaan yang melaksanakan kegiatan yang bersifat eksekutif di luar
urusan atau kegiatan yang bersifat legeslatif maupun yudikatif.7
Dalam Pasal 1 angka 9 Undang-Undang No. 51 Tahun 2009 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan
Tata Usaha Negara ketentuan itu berbunyi :
“Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang
dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha Negara yang berdasarkan
peraturan perundangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan
final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum
perdata”
Dari ketentuan yang disebut ditemukan unsur-unsurnya dalam
penjelasannya sebagai berikut :
a. Penetapan Tertulis
b. Dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara
c. Berisi tindakan Hukum Tata Usaha Negara Berdasarkan Peraturan
Perundang-undangan.
d. Bersifat Konkret, Individual, dan Final.
6
Muchsan, 1982, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Liberty, Yogyakarta. Hlm.12
7
2014, Penelitian Hukum, Edisi Revisi, cetakan kesembilan, Kencana Prenada Media Group,
Jakarta. Hlm40
12
e. Menimbulkan Akibat Hukum bagi Seseorang atau Badan Hukum
Perdata.
Dalam penjelasan Ketentuan Pasal 3 ayat (2) menyatakan bahwa badan
atau pejabat tata usaha Negara yang menerima permohonan dianggap telah
mengeluarkan keputusan yang berisi penolakan permohonan tersebut apabila
tenggang waktu yang ditetapkan telah lewat dan badan atau pejabat tata usaha
negara itu bersikap diam, tidak melayani permohonan yang telah diterimanya.
Berdasarkan ketentuan Paal 53 ayat (1) jo Pasal 1 angka 4 jo Pasal 3 UU
No. 5 Tahun 1986, Objek PTUN berupa sengketa tata usaha negara, antara
lain:
13
permohonan,Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang
bersangkutan dianggap telah mengeluarkan keputusan penolakan.
8
Budiamin Rodding, Keputusan Fiktif Negatif Dan Fiktif Positif Dalam Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik,
http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:zAdx3kTnoh8J:jurnal.untan.ac.id/index.p
hp/tlj/article/download/18328/15479+&cd=1&hl=id&ct=clnk&gl=id diunduh pada Selasa 5
Januari 2021, Pukul 15:05 WIB.
14
usaha negara tidak mengeluarkan keputusan sedangkan hal itu menjadi
kewajibannya. Maka hal tersebut disamakan dengan Keputusan Tata Usaha
Negara. Jika suatu badan atau pejabat tata usaha negara tidak mengeluarkan
suatu keputusan yang dimohonkan, sedangkan jangka waktu yang seharusnya
telah lewat, maka badan atau pejabat TUN yang bersangkutan dianggap telah
mengeluarkan keputusan yang dimaksud.9
Hukum acara yang berlaku dipengadilan tata usaha Negara hanya badan
atau pejabat tata usaha Negara saja yang dapat dijadikan tergugat sedangkan
yang menjadi penggugat yaitu orang atau badan hukum perdata yang merasa
kepentingnya dirugikan karna telah dikeluarkannya sesuatu keputusan tata
usaha Negara oleh badan atau pejabat tata usaha Negara yang bersangkutan
berkaitan dengan hal ini beracara di pengadilan tata usaha Negara tidak
dikenal adanya gugat balik( rekonvensi).10
9
Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Pasal 3.
10
Hukum Online, Ciri-ciri Sengketa Tata Usaha Negara,
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5cc25b8e8645e/ciri-ciri-sengketa-tata-usaha-
negara/ diunduh pada Senin, 4 Januari 2021, Pukul 20:00 WIB.
15
Selanjutnya ditegaskan dalam pasal 1 angka 12 undang-undang No 51
tahun 2009 tentang perubahan kedua atas undang-undang No 5 tahun 1986
tentang peradilan tata usaha Negara yang merumuskan bahwa tergugat adalah
badan atau pejabat tata usaha Negara yang mengeluarkan keputusan
berdasarrkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya
yang digugat oleh orang atau badan hukum perddata.
16
Dalam penjelasannya menyatakan bahwa yang dimaksud dengan “asas-
asas umum pemerintahan yang baik” yang meliputi asas :
a. Kepastian hukum
b. Tertib penyelenggaraan Negara
c. Keterbukaan
d. Proporsionalitas
e. Profesionalitas
f. Akuntabilitas
Alur Penyelesaian Sengketa Tata Usaha Negara :
a. Upaya Administratif
Upaya administratif adalah suatu prosedur yang dapat ditempuh oleh
seorang atau badan hukum perdata apabila ia tidak puas terhadap suatu
Keputusan Tata Usaha Negara. Prosedur tersebut dilaksanakan di
lingkungan pemerintahan sendiri dan terdiri atas dua bentuk :
b. Keberatan
Penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara yang dilakukan sendiri oleh
Badan/Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan Keputusan Tata
Usaha Negara.
c. Banding Administratif
Penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara yang dilakukan oleh instansi
atasan atau instansi lain dari Badan/Pejabat Tata Usaha Negara yang
mengeluarkan Keputusan Tata Usaha Negara, yang berwenang memeriksa
ulang Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan .Berbeda dengan
prosedur di Peradilan Tata Usaha Negara, maka pada prosedur banding
administratif atau prosedur keberatan dilakukan penilaian yang lengkap,
baik dari segi penerapan hukum maupun dari segi kebijaksanaan oleh
instansi yang memutus.
17
d. Gugatan Melalui Pengadilan Tata Usaha Negara11
1. Gugatan diajukan secara langsung ke Pengadilan Tata Usaha
Negara (PTUN).
Penyelesaian sengketa secara langsung adalah penyelesaian yang
tidak membuka kemungkinan diselesaikan melalui upaya admnistratif,
kecuali hanya diajukan gugatan secara langsung ke Pengadilan Tata
Usaha Negara, karena merupakan kompetensi mutlak (absolut)
pengadilan Tata Usaha Negara di tingkat pertama.
Pasal 53 ayat (1) UU No. 9 Tahun 2004 perubahan atas UU No. 5
Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Dari uraian Pasal 53
ayat (1) tersebut dapat dipahami :
a. Hanya orang atau badan hukum perdata yang berkeduuakan
sebagai subyek hukum mengajukan gugatan kepada PTUN.
b. Badan atau pejabat TUN tidak dapat mengajukan gugatan
kepada PTUN untuk menggugat KTUN (tidak dimungkinkan
adanya sengketa TUN antara badan atau pejabat
c. TUN yang satu melawan badan atau pejabat TUN lain).
d. Gugatan yang diajukan disyaratkan dalam bentuk tertulis,
karena gugatan itu berfungsi sebagai pegangan bagi pengadilan
dan para pihak selama pemeriksaan. Bagi mereka yang tidak
pandai baca-tulis, dapat mengutarakan keinginannya untuk
menggugat kepada panitra Pengadilan, yang akan membantu
merumuskan gugatannya dalam bentuk tertulis.
Terkait dengan itu, W. Riawan Tjandra, menyatakan bahwa jika
dihubungkan Pasal 53 ayat (1) angka 5 UU No. 5 Tahun 1986
beberapa hal yang dapat di garis bawahi, yaitu :
a. Kata Gugatan itu lazimnya digunakan dalam Hukum Acara
Perdata sebagaimana yang diatur dalam HIR dan kata tuntutan
11
Modul Belajar Hukum, Pertemuan Ke-5 Cara Penyelesaian Sengketa Peradilan Tata
Usaha Negara, Fakultas Hukum Universitas Pamulang,
file:///C:/Users/admin/Downloads/Pertemuan%20ke-5%20HA-PERATUN%20(1).pdf diunduh
pada Selasa 5 Januari 2021, Pukul 15:30 WIB.
18
atau penuntutan umumnya dipakai dalam Hukum Acara
Pidana. Apabila perkataan itu digunakan dalam Hukum Acara
PTUN dapat menimbulkan kerancuan ilmiah.
b. Gugatan ditujukan agar dilakukan koreksi serta pelurusan
dalam segi penerapan hukumnya.
c. Gugatan harus dilakukan oleh orang atau badan hukum perdata
yang merasa kepentingannya dirugikan sebagai akibat
dikeluarkannya keputusan tata usaha Negara. Dengan
penggunaan istilah merasa di sini berarti tolok ukur melakukan
gugatan kemungkinan adalah subjektif dan pengadilanlah yang
diharapkan akan menilai secara objektif mengenai kerugian
tersebut melalui penilaian terhadap legalitas KTUN
(beschikking).
d. Gugatan ditujukan agar dilakukan penilaian secara yuridis
mengenai validitas keputusan (beschiking).
2. Gugatan diajukan secara tidak langsung dengan melalui Upaya
Administratif Terlebih Dahulu.
Penyelesaian sengketa tata usaha Negara dengan cara tidak
langsung maksudnya sebelum mengajukan gugatan di Pengadilan Tata
Usaha Negara wajib menyelesaikan seluruh upaya administrative lebih
dahulu sebagaimana ditentukan dalam peraturan dasarnya. Maksud
peraturan dasar itu dapat dilihat dalam dasar hukum mengingat
terdapat beberapa peratuan perundang-undangan apakah mengatur
adanya upaya administrative atau tidak sebelum mengajukan gugatan
tata usaha Negara, sebab biasanya apabila seseorang menerima suret
keputusan tata usaha Negara pada bagian dasar hukumnya mengingat
ada beberapa peraturan perundangan yang menjadi dasar pertimbangan
dikeluarkan mengenai objek sengketa TUN tersebut.
Pasal 48 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara menyabutkan :
19
1. Dalam suatu badan atau pejabat tata usaha Negara diberi
wewenang oleh atau berdasarkan peraturan perundang-
undangan untuk menyelesaikan secara administrative sengketa
tata usaha Negara tertentu, maka sengketa tata usaha Negara
tersebut harus diselesaikan melalui upaya administratif yang
tersedia.
2. Pengadilan baru berwenang memeriksa, memutus, dan
menyelesaikan sengketa tata usaha Negara sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) jika seluruh upaya administrative
yang bersangkutan telah digunakan.
20
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
21
b. Pengadilan baru berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan
sengketa tata usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) jika
seluruh upaya administratif yang bersangkutan telah digunakan.
B. Saran
mempelajari dan mengetahui lagi mengenai Subjek Dan Objek Sengketa Tata
Peradilan Tata Usaha Negara, yang sesuai dengan apa yang dituliskan dalam
22
DAFTAR PUSTAKA
23