MAGISTER KENOTARIATAN
UNIVERSITAS PANCASILA JAKARTA
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis
Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Penemuan
Hukum Dosen Dr. Tetti Samosir, M.H., pada Program Studi Kenotariatan Fakultas
Dengan selesainya makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih
banyak terdapat kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Atas segala kritik
dan masukan yang diberikan kepada penyempurnaan makalah ini, penulis akan
sangat berterimakasih.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak
yang memerlukan.
Penulis
i
DAFTAR ISI
A. Pendahuluan .................................................................................................... 1
C. Pembahasan ....................................................................................................
D. Kesimpulan ...................................................................................................... 12
ii
A. Pendahuluan
Lembaga Tinggi Negara dalam sistem ketatanegraan Indonesia yang
merupakan pemegang kekuasaan kehakiman adalah Mahkamah Konstitusi
bersama-sama Mahkamah Agung. Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) Pasal 24 ayat 2 menyatakan Kekuasaan
Kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada
di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan Agama,
lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara dan oleh
sebuah Mahkamah Konstitusi. Berdasarkan ketentuan itu, Mahkamah Konstitusi
merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman selain Mahkamah Agung.
Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakan hukum dan keadilan. Dengan
demikian, Mahkamah Konstitusi adalah suatu lembaga peradilan sebagai cabang
kekuasaan yudikatif, yang mengadili perkara-perkara tertentu yang menjadi
kewenangannya berdsarkan ketentuan UUD 1945.
Berdasarkan Pasal 24C ayat 1 UUD 1945 yang ditegaskan kembali dalam
Pasal 10 ayat (1) huruf a sampai dengan d Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 2011 tentang
perubahan atas undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2003
tentang Mahkamah Konstitusi, Kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah
sebagai berikut:
1
Putusan tersebut yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama
dan terakhir, menjatuhkan putusan dalam perkara permohonan pengujian
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan terhadap Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
B. Pokok Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka pokok
permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan makalah ini, sebagai berikut:
1. Apa Ratio Decidendi Mahkamah Konstitusi dalam memutus uji materi perkara
Putusan Nomor 46/PUU-VIII/2010?
2
C. Pembahasan
1. Dasar Putusan Mahkamah Konstitusi
3
Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam Pengujian
Undangundang berdasar Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 berisi ketentuan
bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat
pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji
undang-undang terhadap UUD 1945. Namun ketentuan tersebut
dibatasi oleh ketentuan Pasal 51 ayat (3) huruf b UU No.24 Tahun
2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang menghendaki Pemohon wajib
menguraikan dengan jelas materi muatan dalam ayat, pasal, dan atau
bagian undang-undang yang dianggap bertentangan dengan UUD
1945.
1
Ahmad Syahrizal, 2006, Peradilan Konstitusi, Pradnya Paramita, Jakarta, hlm. 275.
4
Hakim membuat amar putusan.2 Dalam setiap putusan hakim terdapat
alasan yang menentukan atau inti-inti yang menentukan dalam
pembuatan putusan. Dalam ratio decidendi Hakim juga
mempertimbangkan landasan filsafat yang mendasar, yang
berhubungan dengan dasar peraturan perundang-undangan yang
relevan dengan pokok perkara, dan motivasi pada diri Hakim yang jelas
untuk menegakkan hukum serta memberikan keadilan bagi para pihak
yang terkait dengan pokok perkara.
a. Dalil Pemohon
2 Yan Pramadya Puspa, dalam Mochammad Alfi Muzakki, 2011, “Ratio Decidendi Hakim Ma Dalam
Menerima Permohonan Peninjauan Kembali Atas Putusan Peninjauan Kembali Perkara Pemalsuan Surat
Analisis Terhadap Putusan MA Nomor 41 PK/PID/2009 dan Putusan MA Nomor 183 PK/Pid/2010)”, Artikel
Ilmiah, Fakultas Hukum, Universitas Brawijaya, Malang, hlm. 9.
5
Pasal 43 ayat (1) UUP : “Anak yang dilahirkan di luar
perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu
dan keluarga ibunya.”
6
Oleh karena itu, dalam permohonannya Machica Mochtar
menganggap , bahwa tidak tepat anaknya dijadikan sebagai anak
luar kawin, hanya dikarenakan perkawinannya yang tidak
dilakukan sesuai dengan norma hukum, seperti yang diatur dalam
Undang-Undang No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan, dan
peraturan pelaksananya. Machica Mochtar dalam permohonannya
mengungkapkan bahwa dengan adanya kedua Pasal ini mereka
mengalami ketidakpastian hukum dan merasa dirugikan. Norma
hukum yang mengharuskan sebuah perkawinan dicatat menurut
peraturan perundangundangan yang berlaku telah mengakibatkan
perkawinan yang sah dan sesuai dengan rukun nikah agama islam
(norma agama) menjadi tidak sah menurut norma hukum.
Kemudian hal ini berdampak ke status anak yang dilahirkan
Pemohon ikut menjadi tidak sah menurut hukum dalam UUP.
7
menghilangkan hak anak untuk kelangsungan hidup, tumbuh dan
berkembang karena dengan hanya mempunyai hak keperdataan
dengan ibunya menyebabkan suami dari Pemohon tidak
mempunyai kewajiban hukum untuk memelihara, mengasuh dan
membiayai anak Pemohon. Tidak ada seorang anak pun yang
dilahirkan di muka bumi ini dipersalahkan dan diperlakukan
diskriminatif karena cara pernikahan yang ditempuh kedua orang
tuanya berbeda tetapi sah menurut ketentuan norma agama.
Sehingga anak tersebut merupakan anak yang sah secara hukum
dan wajib diperlakukan sama dihadapan hukum. Kenyataan
maksud dan tujuan diundangkannya UUP berkaitan pencatatan
perkawinan dan anak yang lahir dari sebuah perkawinan yang
tidak dicatatkan, dianggap sebagai anak di luar perkawinan
sehingga hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya. Hal
ini telah memberikan ketidakpastian secara hukum dan
mengganggu perasaan keadilan yang tumbuh dan hidup di
masyarakat, sehingga merugikan Pemohon.
8
b. Pertimbangan Hakim
9
Mengenai permasalahan tersebut, Penjelasan Umum angka 4
huruf b UU 1/1974 tentang asas-asas atau prinsip prinsip
perkawinan, yang menyatakan:
c. Amar Putusan
10
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang
dimaknai menghilangkan hubungan perdata dengan laki-laki
yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan
teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum ternyata
mempunyai hubungan darah sebagai ayahnya;
11
interpretasi sistematis yaitu menafsirkan undang-undang sebagai
bagian dari keseluruhan sistem perundang undangan dengan jalan
menghubungkannya dengan undang-undang lain. Interpretasi
teleologis atau sosiologis adalah apabila makna undang undang
ditetapkan berdasarkan tujuan kemasyarakatan; dan penafsiran atau
interpretasi historis dengan cara meneliti sejarah pembentukan
peraturan itu sendiri. Penafsiran ini dikenal dengan interpretasi historis.
A. Kesimpulan
1. Ratio decidendi Mahkamah Konstitusi dalam memutus uji materi perkara
Putusan Nomor 46/PUU-VIII/2010 meliputi fakta-fakta materiil. Fakta fakta
tersebut berupa orang, tempat, waktu dan segala yang menyertainya, serta
aturan hukum yang tepat untuk dapat diterapkan kepada fakta tersebut.
Dalam perkara ini terdiri dari permohonan Pemohon, kewenangan Mahkamah
Konstitusi, kedudukan hukum (legal standing) Pemohon, putusan-putusan
Mahkamah Konstitusi sebelumnya yang berkaitan dengan kerugian hak
dan/atau kewenangan konstitusional Mahkamah Konstitusi, alat bukti dan
saksi baik yang diajukan Pemohon maupun yang diajukan oleh Mahkamah
Konstitusi.
12
DAFTAR PUSTAKA
Puspa, Pramadya dan Mochammad Alfi Muzakki. “Ratio Decidendi Hakim MA Dalam
Menerima Permohonan Peninjauan Kembali Atas Putusan Peninjauan
Kembali Perkara Pemalsuan Surat (Analisis Terhadap Putusan MA Nomor 41
PK/PID/2009 dan Putusan MA Nomor 183 PK/Pid/2010)”, Artikel Ilmiah,
Fakultas Hukum, Universitas Brawijaya. Malang. 2011.
13