Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH HUKUM ACARA ADMINISTRASI

RELEVANSI KONSEP NEGARA HUKUM, KEKUASAAN KEHAKIMAN,


DAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA

Dosen Pengampu : Dr. Aslan Noor, S.H., M.H., CN.

Penyusun :
Detya Anggraeni (2010631010067)
Indah Shalsabilla (2010631010089)
Khansa Safa Aulia (2010631010198)
Naeksha Christine Glory (2010631010208)
Yahya Nazzala Romadhon (2010631010159)

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG

2021/2022
BAB 1
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Konsep Negara Hukum dimulai sejak Plato yang memperkenalkan konsep
Nomoi, di dalam Nomoi Plato mengemukakan bahwa penyelenggaraan negara
yang baik adalah yang berdasarkan atas hukum (pola pengaturan) yang baik.
Gagasan tersebut kemudian dikembangkan oleh Aristoteles yang menggambarkan
negara hukum dengan mengaitkan negara zaman Yunani Kuno yang masih terikat
pada “Polis”. Negara hukum timbul dari polis yang mempunyai wilayah kecil,
seperti kota dan berkependudukkan sedikit. Segala urusan negara dilakukan
dengan musyawarah, di mana seluruh warga negaranya ikut serta dalam urusan
penyelenggaraan negara. Aristoteles berpendapat bahwa suatu negara yang baik
adalah negara yang dijalankan berdasarkan aturan konstitusi dan hukum yang
berdaulat.
Indonesia merupakan negara hukum yang sistem hukumnya terdapat
dalam suatu bentuk penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang dijalankan oleh
lembaga-lembaga peradilan yang bersifat mandiri. Lembaga-lembaga tersebut
juga menjalankan tugas dan wewenangnya berdasarkan peraturan perundang–
undangan yang berlaku.
Kekuasaan kehakiman elemen penting dalam struktur ketatanegaraan
suatu negara. Dalam konsep negara hukum, baik rule of law terutamioa rechtstaat,
kedudukan kekuasaan kehakiman merupakan pilar tentang bagaimana negara
hukum bekerja. Kekuasaan kehakiman menjadi tolak ukur dari negara hukum,
semakin baik kinerja kekuasaan kehakiman maka semakin baik pula implikasi
dari negara hukum tersebut.
Salah satu dari lembaga yudikatif yang memiliki kewenangan untuk
menjalankan kekuasaan kehakiman adalah Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Peradilan Tata Usaha Negara berada di bawah Mahkamah Agung dan
dimaksudkan untuk menegakkan keadilan, kebenaran, ketertiban, dan kepastian
hukum, sehingga dapat memberikan pengayoman kepada masyarakat, khususnya
dalam hubungan antara Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dengan
masyarakat.

I.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana kekuasaan kehakiman dalam perspektif negara hukum di
Indonesia?
I.3 Kerangka Pemikiran
Salah satu prinsip negara hukum adalah adanya jaminan penyelenggaraan
kekuasaan kehakiman yang merdeka guna menegakkan hukum dan keadilan. Hal
ini ditegaskan dalam Pasal 24 ayat (1) UUD 1945, bahwa kekuasaan kehakiman
merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan kehakiman yang mandiri dalam arti
independen tersebut, ditegaskan pada Pasal 24 ayat (1), ayat (2) dan ayat 3 UUD
NRI Tahun 1945, sebagai berikut :
1. Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
2. Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan
peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum,
lingkungan peradilan agama,lingkungan peradilan Militer, lingkungan
peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
3. Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman
diatur dalam undang-undang.
Bilamana diteliti lebih lanjut tentang kekuasaan kehakiman yang merdeka
dalam arti independen, terlepas dari pengaruh kekuasaan lainnya, maka hal itu
ditemukan kembali penegasannya dalam UndangUndang Nomor 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman maupun dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah dirobah dengan UU. No. 5
Tahun 2004 tentang Perobahan atas UU. No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah
Agung junto UU. No. 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas UU. No. 14
Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Pasal 1 Buitir 1 UU No. 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman menegaskan: Kekuasaan Kehakiman adalah
kekuasaan negara yang merdeka untuk menyeleggarakan peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara
hukum Republik Indonesia.
Penjelasan Resmi Angka I UU No. 48 Tahun 2009 memuat keterangan
yang lebih tegas tentang adanya independensi/kemerdekaan badan-badan
peradilan. Hal tersebut dijelaskan bahwa UUD NRI Tahun 1945 menegaskan
Indonesia adalah negara hukum. Sejalan dengan ketentuan tersebut maka salah
satu prinsip penting negara hukum adalah adanya jaminan penyelenggaraan
kekuasaan kehakiman yang merdeka, bebas dari pengaruh kekuasaan lainnya
untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
Seirama dengan penjelasan resmi tersebut, dipertegas pula pada Pasal 3
ayat (1) dan ayat (2) UU. No. 48 Tahun 2009, sebagai berikut:
1. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, hakim dan hakim konstitusi wajib
menjaga kemandirian peradilan.
2. Segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain di luar
kekuasaan kehakiman dilarang, kecuali dalam hal-hal sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Penegasan kedudukan kekuasaan kehakiman tersebut di atas, secara
struktural dan vertikal berpuncak pada Mahkamah Agung. Hal itu diatur dalam
pasal 2 UU No. 14 Tahun 1985 (Perubahannya dengan UU No. 5 Tahun 2004
Junto UU. No. 3 Tahun 2009), bahwa Mahkamah Agung adalah Pengadilan N
segara Tertinggi dari semua lingkungan peradilan, yang dalam melaksanakan
tugasnya terlepas dari pengaruh pemerintah dan pengaruh-pengaruh lainnya.
BAB II
PEMBAHASAN

II.1 Kekuasaan Kehakiman Dalam Perspektif Negara Hukum Di Indonesia


Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa negara Indonesia merupakan
negara hukum. Negara hukum yang tersemat pada Indonesia bukan sekadar
sebutan, namun juga telah tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Pernyataan Indonesia adalah negara hukum, tercantum dalam Undang-undang
Dasar 1945 pada pasal 1 ayat 3, yang berbunyi: “Negara Indonesia adalah negara
hukum.”
Dengan adanya pasal tersebut, semakin mempertegas bahwa Indonesia
adalah negara hukum, sehingga kita sebagai rakyat Indonesia juga wajib untuk
menaati aturan yang berlaku.
Konsep negara hukum sendiri bersandar pada keyakinan bahwa kekuasaan
negara harus dijalankan atas dasar hukum yang adil dan baik. Hubungan antara
yang diperintah (governed) dan memerintah (governor) dijalankan berdasarkan
suatu norma objektif, bukan pada suatu kekuasaan absolut semata. Norma objektif
juga harus memenuhi syarat formal dan dapat dipertahankan oleh ide hukum.
Salah satu prinsip negara hukum adalah adanya jaminan penyelenggaraan
kekuasaan kehakiman yang merdeka guna menegakkan hukum dan keadilan. Hal
ini ditegaskan dalam Pasal 24 ayat (1) UUD 1945, bahwa kekuasaan kehakiman
merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan.
Kekuasaan kehakiman yang mandiri dalam arti independen tersebut,
ditegaskan pada Pasal 24 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) UUD NRI Tahun 1945,
sebagai berikut:
1. Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
2. Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan
badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan
umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan Militer,
lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah
Konstitusi.
3. Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan
kehakiman diatur dalam undang-undang.
Pasal 1 Butir I UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
menegaskan: Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka
untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara hukum Republik Indonesia.
Asas kebebasan kekuasaan kehakiman dalam UU tentang pokok-pokok
Kekuasaan Kehakiman meliputi:
1. Bebas dari campur tangan kekuasaan negara dan lainnya.
2. Bebas dari paksaan, direktif atau rekomendasi dari pihak ekstra
judicial, kecuali dalam hal-hal yang diijinkan oleh UU.
Dipertegas pula pada Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2) UU. No. 48 Tahun
2009, sebagai berikut:
1. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, hakim dan hakim konstitusi
wajib menjaga kemandirian peradilan.
2. Segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain di luar
kekuasaan kehakiman dilarang, kecuali dalam hal-hal sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
Keberadaan kekuasaan kehakiman menunjukkan bahwa Indonesia sebagai
negara hukum. Melalui hakim-hakim dari badan-badan peradilan akan dapat
ditegakkan prinsip-prinsip negara hukum, sendi-sendi hukum dan keadilan,
meskipun dalam prosesnya kemungkinan akan banyak menemukan benturan-
benturan, oleh karena gerakan untuk menegakkan hukum (supremasi hukum)
harus berhadapan dengan berbagai aspek kepentingan.
maka dari itu dapat kita pahami bahwa pada konsep negara hukum lah
kekuasaan kehakiman mendapatkan tempat dan kedudukan yang terhormat dalam
sistem distribusi atau pencabangan kekuasaan. Kekuasaan kehakiman dalam
konsep negara hukum, sebagaimana halnya dengan Negara Republik Indonesia,
telah meletakkan kerangka dasar sistem kekuasaan kehakiman yang independen,
terbebas dari pengaruh unsur unsur kekuasaan lainnya, dalam implementasi fungsi
kekuasaan kehakiman. Kekuasaan kehakiman dapat mandiri dalam menjalankan
fungsi judisialnya, sehingga memungkinkan pelaksana kekuasaan kehakiman
berlaku fair dalam memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara berdasarkan
hukum dan keadilan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari berbagai uraian di muka dapat disimpulkan bahwa walaupun di dalam
UUD 1945 ditegaskan bahwa "Indonesia ialah negara berdasarkan atas hukum
(rechtstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtstaat)" dan dalam
penjelasan pasal 24 dan 25 diinginkan bahwa kekuasaan kehakiman menjadi
"kekuasaan negara yang merdeka, dalam arti terlepas dari pengaruh kekuasaan
pemerintah", namun dalam praktiknya kita bisa melihat bahwa kekuasaan
hakim kita sebenarnya belum sesuai dengan kehendak UUD 1945 itu. Hal
itu antara lain tercermin dalam permasalahan "dualisme" pertanggung jawaban
hakim. Dalam kaitannya dengan "peranan alair parll hakim dalam proses perkara
di Peradilan Tata Usaha Negara" sebagaimana yang diminta penyelenggara
pendidikan, maka permasalahan yang mengganjal ialah mengenai belum jelasnya
batasan antara "kepentingan individu" dan "kepentingan umum."
Untuk meningkatkan peranan alair para hakim, maka perlu adanya
"political will" yang jelas dari pemerintah· untuk benar-benar tidak mencampuri
kekuasaan kehakiman, dan menjadikannya sebagai "kekuasaan negara yang
merdeka" sebagaimana dikehendaki oleh UUD 1945. Idealnya, UUD 1945 kita
bisa berlaku secara "normatif" berdasarkan nilai konstitusi yang dikemukakan
oleh Prof. Karl Loewenstein, dan bukan bernilai "nominal" atau "semantik",
artinya terdapat kesenjangan antara hal-hal yang tertulis dalam konstitusi dengan
realita atau penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

B. Saran
Meskipun secara konseptual telah ada jaminan independensi bagi Hakim
dalam pelaksanaan fungsi kekuasaan kehakiman melalui peradilan-peradilan
negara, namun perlu didukung dengan semangat bernegara hukum yang
demokratis, terutama dari lingkungan badan atau organ kekuasaan negara yang
lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

I Gusti Ketur Irawan. 2010. Penerobosan Terhadap Batas-Batas Kebebasan


Kekuasaan kehakiman. Jurnal Masalah-Masalah Hukum, 39(4)
Kusnita Eka dkk. 2015. Pembatasan Upaya Hukum Kasasi Dalam Sengketa
Tata Usaha Negara. Jurnal Ilmu Hukum, 3(2).
Bustami Dachran. 2017. Kekuasaan Kehakiman dalam Perpektif Negara Hukum
di Indonesia. Jurnal Masalah-Masalah Hukum, 46(4), 336-342.
Andre Kurniawan. 2021. Mengenal Ciri-ciri Negara Hukum, Begini Definisi
dan Penjelasannya. https://m.merdeka.com/jabar/mengenal-ciri-ciri-
negara-hukum-begini-definisi-dan-penjelasannya-kln.html
Satya Arinanto. 1992. Negara Hukum, Peradilan Tata Usaha Negara dan
Peranan Hakimnya, Hukum dan Pembangunan
http://jhp.ui.ac.id/index.php/home/article/download/372/307
Putera Astomo, 2014, Eksistensi Peradilan Administrasi Dalam Sistem Negara
Hukum Indonesia, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sulawesi Barat, Majene

Anda mungkin juga menyukai