Antropologi Hukum
Pendahuluan
Sejumlah perselisihan yang terjadi tersebut tidak terlepas dari fakta bahwa
manusia merupakan mahluk sosial yang mempunyai tujuan dan kepentingan yang
berbeda di mana dari perbedaan tersebut dapat memunculkan suatu perselisihan
atau konflik. Perselisihan dapat didefinisikan sebagai kondisi yang ditimbulkan
oleh adanya kekuatan yang saling bertentangan 1. Perselisihan merupakan gejala
kemasyarakatan yang melekat di dalam kehidupan masyarakat, dan oleh karena
itu, tidak mungkin dilenyapkan. Sebagai gejala kemasyarakat yang melekat di
dalam kehidupan setiap masyarakat, ia hanya akan lenyap bersamaan dengan
lenyapnya masyarakat itu sendiri.
1
Niniek Sri Wahyuni dan Yusnianti, "Manusia dan masyarakat", (Jakarta: Ganeca Exact.
2007), hal 30.
Berhubungan dengan hal tersebut untuk, mengantisipasi dampak buruk
dari perselisihan yang terjadi tersebut, manusia telah merancang sejumlah aturan
yang disepakati bersama untuk kemudian menjadi pedoman hidup. Selain
membuat aturan-aturan yang menjadi pedoman hidup, masyarakat juga membuat
sejumlah badan-badan yang diberi wewenang untuk menjalankan aturan-aturan
tersebut. Lembaga tersebut tidak lain adalah pengadilan.
Pembahasan
Ketiga unsur sistem hukum tersebut dapat dibedakan tetapi tidak dapat
dipisahkan karena saling mempengaruhi antara satu sama lain. Unsur struktur
hukum berkaitan erat dengan substansi hukum karena substansi hukum seperti
Undang-undang dibentuk oleh badan legislatif dan eksekutif serta ditegakkan oleh
badan pengadilan (yudikatif). Unsur substansi hukum berkaitan erat dengan unsur
2
M. Sastraprateja. “Pendidikan Nilai”, dalam K. Kaswardi (penyunting), Pendidikan Nilai
Memasuki Tahun 2000. (Jakarta : Grasindo, 193). Hal 7.
budaya hukum karena budaya hukum berkaitan erat dengan sikap dan perilaku
masyarakat terhadap substansi hukum, yaitu apakah hukum itu dipatuhi, dihindari,
atau dilanggar. Budaya hukum yang tercermin dari perilaku masyarakat yang
melanggar, mematuhi, dan atau menghindari, menunjukkan bahwa dalam
kenyataannya substansi hukum tersebut tidak dengan sendirinya berlaku meski ia
dibuat oleh badan pembentuk hukum yang berwenang, karena faktanya banyak
dilakukan pelanggaran terhadap substansi hukum tersebut. Karenanya, Friedman 3
mengemukakan, “Tanpa budaya hukum sistem hukum itu sendiri tidak akan
berdaya –seperti ikan mati yang berenang di keranjang, bukan seperti ikan hidup
yang berenang di lautnya.” Analogi Friedman ini memperjelas betapa eratnya
hubungan antara substansi hukum dengan budaya hukum.
4. Apakah tipologi hukum itu berguna untuk menelaah hubungan antara hukum
dan aspek kebudayaan dan organisasi sosial. Mengapa pula hukum itu berubah.
4
Hilman Hadikusuma. “Pengantar Antropologi Hukum”. (Bandung: Citra Aditya Bakti,
2004). Hal 7.
5
Amarini, Indriati. “Penyelesaian Sengketa yang Efektif dan Efisien Melalui Optimalisasi
Mediasi di Pengadilan”. Jurnal Kosmik Hukum Vol. 16 No. 2 tahun 2016. Hal 104
6
Siregar, Gabriel V A. “Sengketa Penambang Pasir Mekanik Sungai Brantas: Studi Kasus
Sengketa Aktivitas Penambangan Pasir Mekanik di Desa Jongbiru, Kecamatan Gampengrejo,
Kabupaten Kediri”. Jurnal BioKultur Vol. 1 (2) tahun 2012. Hal 180.
mengenai pemanfaatan hutan konservasi, yang menimbulkan konflik agraria
dengan polisi hutan. Secara konflik struktural, antropologi hukum melihat bahwa
sengketa tersebut terjadi karena kebijakan pemerintah yang tidak memihak kepada
masyarakat. Setelah ditelusuri secara historis, konflik tersebut merupakan warisan
dari kebijakan masa lalu yang belum ditangani serius oleh pemerintah produk
reformasi. Ini menjadikan rakyat korban konflik/sengketa terus menerus dilanda
konflik agraria tanpa adanya penyelesaian, dikarenakan kebijakan pemerintah dan
pihak pemilik hutan tidak menempatkan rasa kemanusiaan dan keadilan sosial
terhadap masyarakat sekitar7.
7
Kinasih, Sri E. “Penyelesaian Konflik dalam Pemanfaatan Hutan Konservasi pada
Masyarakat Adat di Jawa Timur”. Jurnal BioKultur Vol. 5 (1) tahun 2016. Hal 81.
8
Siregar, Gabriel V A. 2012. op cit. Hal 183.
lain, perusahaan HPH menggunakan prosedur formal dan menempatkan
pemerintah, dalam hal ini adalah Departemen Kehutanan sebagai mediator9.
Penutup
Daftar Pustaka
Amarini, Indriati. 2016. Penyelesaian Sengketa yang Efektif dan Efisien Melalui
Optimalisasi Mediasi di Pengadilan. Jurnal Kosmik Hukum Vol. 16 No. 2.
Hal 104
Didik Sujarjito. 2001. Proses Penyelesaian Sengketa Lahan Hutan: Suatu Kajian
Antropologi Hukum. Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. VII (1). hal 1-
14.
9
Didik Sujarjito. “Proses Penyelesaian Sengketa Lahan Hutan: Suatu Kajian Antropologi
Hukum”. Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. VII (1) tahun 2001. Hal 12.
Kinasih, Sri E. 2016. Penyelesaian Konflik dalam Pemanfaatan Hutan
Konservasi pada Masyarakat Adat di Jawa Timur. Jurnal BioKultur Vol. 5
(1) hal. 75 – 96.
Niniek Sri Wahyuni dan Yusnianti. 2007. Manusia dan masyarakat. Jakarta:
Ganeca Exact. 2007.