Anda di halaman 1dari 7

Lawrwnce M.

Friedman menjelaskan bahwa terwujudnya ketertiban dalam

suatu masyarakat sangat ditentukan oleh sistem hukum yang terdiri dari tiga faktor

antara lain pertama struktur, kedua substansi dan yang ketiga adalah budaya hukum.

Ketiga faktor tersebut orientasinya adalah bagaimana hukum diaplikasikan dalam

masyarakat serta bagaimana kesadaran masyarakat akan suatu aturan perlu untuk

ditingkatkan. Kesadaran masyarakat tentang hukum banyak ditentukan dengan

berfungsinya hukum sehingga fungsi hukum tidak hanya akan dilihat secara

spesifikasinya saja, tetapi juga perlu dilihat secara lebih luas.1

Struktur merupakan hal yang menyangkut lembaga-lembaga, seperti legislatif,

eksekutif, dan yudikatif, bagaimana mereka menjalankan fungsinya. Substansi

hukum tersebut pada hakikatnya mencakup semua peraturan hukum yang tertulis

maupun yang tidak tertulis, seperti keputusan pengadilan yang dapat menjadi

peraturan baru ataupun hukum yang baru, hukum materiil atau substantif, hukum

formil, dan hukum adat. Budaya hukum merupakan sikap masyarakat, kepercayaan

masyarakat, nilai-nilai yang dianut masyarakat dan ide-ide atau pengharapan mereka

terhadap hukum dan sistem hukum. Budaya hukum adalah gambaran dari sikap dan

perilaku terhadap hukum, serta keseluruhan faktor-faktor yang me nenentukan

bagaimana sistem hukum memperoleh tempat yang sesuai dan dapat diterima oleh

warga masyarakat dalam kerangka budaya masyarakat.2

Penegakan hukum yang baik itu tidak sekedar ditentukan oleh substansi

perundang-undangannya, melainkan lebih banyak ditentukan oleh budaya hukum

yang menurut Lawrence M. Friedman meliputi opini-opini, kebiasaan- kebiasaan,

cara bertindak, dan cara berpikir dari seseorang yang bertalian dengan segala hal

1
Yati Nurhayati, “Pengantar Ilmu Hukum”, Nusamedia, Bandung, 2020, hlm. 15.
2
Ishaq, “Dasar-Dasar Ilmu Hukum”, Sinar Grafika, Jakarta, 2018, hlm. 223.
yang berbau hukum, warga masyarakat maupun para penegak hukum dan

penguasanya. Pentingnya budaya hukum didasarkan atas perspektif Friedman yang

bersifat sosiologis dimana dengan teori tiga sub sistem struktur, substansi, dan

budaya hukum itu tidak lain adalah bahwa basis semua aspek dalam sistem hukum

itu adalah budaya hukum. Substansi yang ada dalam peraturan perundang-undangan

atau pun dalam putusan- putusan hakim selalu berasal dari budaya hukum, dan

institusi hukum yang bekerja untuk membuat maupun menerapkan dan menegakkan

hukum juga dipengaruhi oleh budaya hukum yang hidup dan mempengaruhi orang-

orang yang bekerja di dalam setiap institusi itu. Lawrence Friedmann berpendapat

budaya hukum itulah yang menjadi komponen utama dalam setiap sistem hukum.3

Budaya hukum merupakan sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum,

kepercayaan, nilai, pemikiran, dan harapannya. Budaya hukum meliputi suasana

pikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan,

dihindari atau disalahgunakan. Budaya hukum yang tidak ada menyebabkan sistem

hukum itu sendiri tidak akan berdaya. Deskripsi tiga unsur hukum itu diibaratkan

Friedman antara lain struktur hukum diibaratkan seperti mesin, substansi hukum

diibaratkan sebagai apa yang dikerjakan dan apa yang dihasilkan mesin tersebut, dan

kultur atau budaya hukum adalah apa saja atau siapa saja yang memutuskan untuk

menghidupkan dan mematikan mesin itu serta memutuskan bagaimana mesin

tersebut dapat digunakan. Friedman dalam memahami hukum mengadopsi model

sebuah sistem, ada input, proses, output, dan outcome.4

3
Komisi Yudisial Republik Indonesia, “Dialektika Pembaruan Sistem Hukum Indonesia”, Sekretariat Jenderal
Komisi Yudisial Republik Indonesia, 2012, hlm. 23.
4
Komisi Yudisial Republik Indonesia, “Dialektika Pembaruan Sistem Hukum Indonesia”, Sekretariat Jenderal
Komisi Yudisial Republik Indonesia, 2012, hlm. 78.
Hukum seharusnya memiliki hubungan yang timbal balik dengan masyarakat,

dimana hukum itu merupakan sarana atau alat untuk mengatur masyarakat dan

bekerja di dalam masyarakat itu sendiri sedangkan masyarakat dapat menjadi

penghambat maupun menjadi sarana atau alat sosial yang memungkinkan hukum

dapat diterapkan dengan sebaik-baiknya. Hukum tidak cukup hanya berfungsi

sebagai kontrol sosial saja, hukum diharapkan mampu untuk menggerakkan

masyarakat agar bertingkah laku sesuai dengan cara atau pola baru demi tercapainya

tujuan yang dicita-citakan. Diperlukan adanya kesadaran hukum dari masyarakat

sebagai jembatan yang menghubungkan antara peraturan hukum dengan tingkah laku

anggota masyarakat. Apabila tidak ada kesadaran hukum, kondisi yang demikian

mengakibatkan budaya hukum yang tidak baik, sehingga apa yang telah diputuskan

melalui hukum tidak dapat dilaksanakan dengan baik dalam masyarakat karena tidak

sejalan dengan nilai, pandangan, dan sikap yang telah dihayati oleh masyarakat.

Setidaknya ada 3 variabel utama yang menurut Seidman dapat digunakan untuk

mengetahui apakah seseorang akan bertindak sesuai dengan peraturan hukum atau

tidak, antara lain:5

a. Apakah normanya telah disampaikan (sosialisasi produk hukum);

b. Apakah normanya serasi dengan tujuan yang diterapkan bagi posisi itu

(sinkronisasi produk hukum);

c. Apakah si pemegang peran digerakkan oleh motivasi yang menyimpang

(faktor motivasi).

Hal penting yang harus menjadi pedoman adalah sebaik apapun hukum yang

dibuat pada akhirnya sangat ditentukan oleh budaya hukum yang berupa nilai,

pandangan serta sikap dari masyarakat yang bersangkutan. Budaya hukum yang

diabaikan dapat dipastikan akan terjadi kegagalan dari sistem hukum yang ditandai
5
Fithriatus Shalihah, “Sosiologi Hukum”, Raja Grafindo Persada, Depok, 2017, hlm. 67.
dengan munculnya berbagai gejala seperti kekeliruan informasi mengenai isi

peraturan hukum yang ingin disampaikan kepada masyarakat, muncul perbedaan

antara apa yang dikehendaki oleh undang-undang dengan praktek yang dijalankan

oleh masyarakat, serta masyarakat lebih memilih untuk tetap bertingkah laku sesuai

dengan apa yang telah menjadi nilai-nilai dan pandangan dalam kehidupan mereka.

Daniel S. Lev menjelaskan tentang sistem hukum dan budaya hukum, dimana

menurutnya sistem hukum itu menekankan pada prosedur, sedangkan budaya hukum

sendiri terdiri dari 2 komponen yaitu: 6

a. Nilai-nilai hukum prosedural yang berupa cara-cara pengaturan masyarakat

dan manajemen konflik;

b. Nilai-nilai hukum substansial yang berupa asumsi-asumsi fundamental

mengenai distribusi maupun penggunaan sumber-sumber di dalam

masyarakat, terutama mengenai apa yang adil dan tidak menurut masyarakat.

Melihat kondisi yang terjadi didalam masyarakat , terutama di daerah pedesaan

terlihat jelas bahwa nilai-nilai yang terkandung di dalam hukum berbeda dengan

nilai-nilai yang telah melekat dalam kehidupan masyarakat desa. Salah satu

permasalahan adalah tingkat pengetahuan masyarakat desa masih rendah sehingga

mereka sulit memahami apa yang dikehendaki oleh hukum. Ada beberapa hal yang

perlu diperhatikan yaitu peranan pemerintah desa sangat penting artinya untuk

membuat hukum menjadi efektif dalam masyarakat. Perlunya komunikasi hukum

yang dijalankan dengan baik agar masyarakat memahami hukum yang ada,

sosialisasi tentang peraturan hukum harus memadai agar masyarakat dapat

berpartisipasi dalam proses mobilisasi hukum. Keefektifan hukum juga dapat dicapai

dengan cara menanamkan nilai-nilai baru melalui proses pelembagaan agar dapat

menjadi pola tingkah laku baru dalam membentuk kesadaran hukum masyarakat.
6
Fithriatus Shalihah, “Sosiologi Hukum”, Raja Grafindo Persada, Depok, 2017, hlm. 66.
Dapat dipahami bahwa usaha untuk menanamkan budaya hukum yang baru dapat

tercapai jika proses pelembagaannya telah dilakukan secara baik dan sungguh-

sungguh demi terciptanya kesadaran hukum masyarakat.

Menumbuhkan peranan budaya hukum menyangkut bagaimana cara

pembinaan kesadaran hukum yang erat kaitannya dengan berbagai faktor, khususnya

sikap para pelaksana hukum artinya para penegak hukum memiliki peranan yang

besar dalam membina pertumbuhan kesadaran masyarakat. Kesadaran hukum berarti

kesadaran untuk bertindak sesuai dengan ketentuan hukum dan berfungsi sebagai

jembatan yang menghubungkan antara peraturan hukum dengan tingkah laku anggota

masyarakatnya. Menurut Lawrence M. Friedman hal tersebut adalah bagian dari

kultur hukum.7

Bagiamanpun juga budaya hukum akan menjadi tolok ukur hukum dapat

berfungsi atau tidak. Friedmann dan Rescoe Pound menyebutkan fungsi hukum

sebagai berikut:8

1. Sebagai saran pengendali sosial, yaitu sistem hukum menerapkan aturan-

aturan mengenai perilaku yang benar atau pantas.

2. Sebagai sarana penyelesaian.

3. Sebagai sarana untuk mengadakan perubahan pada masyarakat.

Lawrence M. Friedman menyatakan fungsi yang pertama untuk

mendistribusikan dan menjaga alokasi nilai-nilai yang benar menurut masyarakat.

Pemahaman yang tertanam dalam masyarakat dan dianggap benar adalah yang

disebut dengan keadilan. Yang kedua, fungsi sistem hukum sebagai sarana

penyelesaian sengkata. Konflik dalam masyarakat setiap saat selau muncul, untuk itu

sistem hukum menyediakan mesin dan tempat yang bisa dituju oleh orang untuk

7
ithriatus Shalihah, “Sosiologi Hukum”, Raja Grafindo Persada, Depok, 2017, hlm. 66.
8
France M. Wantu, “Pengantar ilmu Hukum”, Reviva Cendikia, Yogyakarta, 2015, hlm. 6.
menyelesaikan konflik mereka dan merampungkan sengketa mereka. Yang Ketiga,

fungsi sistem hukum sebagai kontrol sosial, yang pada dasarnya berupa

pemberlakuan peraturan mengenai perilaku yang benar. Yang keempat, fungsi sistem

hukum yang menciptakan norma-norma itu sendiri, bahan-bahan mentah bagi kontrol

sosial. Sistem hukum bertindak sebagai instrumen perubahan yang tertata atau

rekayasa sosial.9

Berfungsi secara Filosofis

Setiap masyarakat selalu mempunyai Rechtsidee, yakni apa yang masyarakat

haeapkan dari hukum, misalnya hukum diharapkan untuk menjamin adanya keadilan,

kemanfaatan dan ketertiban maupun kesejahteraan. Cita hukum atau rechtsidee

tumbuh dalam system nilai masyarakat tentang baik dan buruk, pandangan mereka

tentang individual dan kemasyarakatan dan lain sebagainya termasuk pandangan

tentang dunia ghaib. Semua ini bersifat filosofis, artinya menyangkut pandangan

mengenai inti atau hakikat sesuatu. Hukum diharapkan dapat mencerminkan sistem

nilai baik sebagai sarana yang melindungi nilai-nilai maupun sebagai sarana

mewujudkannya dalam tingkah laku masyarakat.

Berfungsi secara Sosiologis/Empiris

Dasar keberfungsian secara sosiologis/empirisa maksudnya adalah jika para warga

masyarakat mematuhi hukum dimana hukum itu diberlakukan. Keberlakuan empiris

dapat dilihat melalui sarana penelitian empiris tentang perilaku warga masyarakat.

Jika dalam penelitian tewrsebut tampak bahwa masyarakat berperilaku dengan

mengacu kepada keseluruhan kaidah hukum, maka terdapat keberlakuan empiris


9
France M. Wantu, “Pengantar ilmu Hukum”, Reviva Cendikia, Yogyakarta, 2015, hlm. 51.
kaidah hukum. Dengan demikian norma hukum mencerminkan kenyatan yang hidup

dalam masyarakat. (Soerjono Soekanto dan Purnadi Purbacaraka,1993,88-89). 10

10
Fithriatus Shalihah, “Sosiologi Hukum”, Raja Grafindo Persada, Depok, 2017, hlm. 8.

Anda mungkin juga menyukai