Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hukum adalah dalam kompas ilmu untuk manusia, atau sosial ilmu,
karena merupakan bagian integral dan penting dalam komponen manusia
masyarakat dan budaya. Tidak ada kejadian yang dikenal dari suatu keadaan
dalam pengalaman manusia, di mana masyarakat yang heterogen ada dan
budaya telah tanpa, atau sudah bebas dari, hukum. Dimanapun dan kapanpun
masyarakat dan budaya yang ditemukan, ada hukum juga ditemukan,
menggenangi seluruh masyarakat sebagai bagian dari budaya.
Seperti komponen lain dari masyarakat manusia dan budaya, hukum
adalah fenomena, rentan terhadap ketakutan intelektual dengan bantuan dari
indra manusia, dan tunduk pada penyelidikan empiris dan ilmiah deskripsi.
Hukum merupakan salah satu bentuk budaya untuk kendali dan regulasi
perilaku manusia, baik individual atau kolektif dalam penerapannya. Hukum
adalah alat utama dari kontrol sosial pada masyarakat modern serta dalam
masyarakat primitif.
Pembentukan masyarakat sadar hukum dan taat akan hukum
merupakan cita-cita dari adanya norma-norma yang menginginkan masyarakat
yang berkeadilan sehingga sendi-sendi dari budaya masyarakat akan
berkembang menuju terciptanya suatu sistem masyarakat yang menghargai
satu sama lainnya, membuat masyarakat sadar hukum dan taat hukum
bukanlah sesuatu yang mudah dengan membalik telapak tangan, banyak yang
harus diupayakan oleh pendiri atau pemikir negeri ini untuk memikirkan hal
tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Rendahnya Nilai Ketaatan Hukum?
2. Bagaimana Membangun Kesadaran hukum?
3. Bagaimana cara Membangun Ketaatan Hukum?
4. Bagaimana Implementasinya UUD terhadap Nilai Ketaatan Hukum?

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Rendahnya Nilai Ketaatan Hukum
Kondisi suatu masyarakat terhadap ketaatan hukum dapat kita
kemukakan dalam beberapa parameter, antara lain: ditinjau dari segi bentuk
pelanggaran, segi pelaksanaan hukum, segi jurnalistik, dan dari segi hukum.
1. Tinjauan bentuk pelanggaran
Bentuk-bentuk pelanggaran yang lagi marak belakangan ini
meliputi tindak kriminalitas, pelanggaran lalu lintas oleh para pengguna
motor, pelanggaran HAM, tindak anarkis dan terorisme, KKN dan
penyalahgunaan hak dan wewenang, pemerkosaan dan lain sebagainya.
2. Tinjauan Pelaksanaan Hukum
Pelaksanaan hukum sekarang ini dapat dikatakan tidak ada
ketegasan sikap terhadap pelanggaran-pelanggaran hukum tersebut.
Indicator yang dapat dijadikan parameter adalah banyaknya kasus yang
tertunda dan bahkan tidak surut, laporan-laporan dari masyarakat tentang
terjadinya pelanggaran kurang ditanggapi.
Bahkan secara ekstrim dapat dikatakan bahwa pelaksanaan hukum
hanya berpihak pada mereka yang secara financial mampu memberikan
nilai lebih dan jaminan. Terbukti sekarang dengan adanya auditisasi pada
setiap departemen dan menjaring setiap pejabat terbukti korupsi.1
3. Tinjauan Jurnalistik
Peristiwa-peristiwa pelanggaran maupun pelaksanaan hukum
hamper setiap hari dapat dibaca di media cetak dan elektronik, ataupun
diakses melalui internet. Memang harus kita akui bahwa jurnalistik
terkadang mengusung sensasi dalam pemberitaan, karena sensasi menarik
perhatian pembaca dan berita tentang pelanggaran hokum dan peradilan
selalu menarik perhatian.

4. Tinjauan Hukum
1
Titik Triwulan Tutik, Pengantar Ilmu Hukum, (Surabaya : PT.Prestasi Pustaka,2006) h.
261

2
Ditinjau dari segi hukum, maka dengan makin banyak pemberitaan
tentang pelanggaran hukum, kejahatan, dan kebathilan berarti kesadaran
akan banyak terjadinya “onrecht”. Hal ini juga memberikan implikasi
makin berkurangnya toleransi dalam masyarakat. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa kesadaran hukum masyarakat sekarang ini menurun,
yang mau tidak mau mengakibatkan merosotnya kewibawaan masyarakat
juga.
Menurut Sudikno Mertokusumo, kesadaran hukum yang rendah
cenderung pada pelanggaran hukum, sedangkan makin tinggi kesadaran
hukum seseorang makin tinggi ketaatan hukumnya.2
Mengingat bahwa hukum adalah perlindungan terhadap
kepentingan manusia, maka menurunnya kesadaran hukum masyarakat
disebabkan karena orang tidak melihat atau menyadari bahwa hukum
melindungi kepentingannya, tidak adanya atau kurangnya pengawasan
pada petugas penegak hukum, sistem pendidikan yang kurang menaruh
perhatiannya dalam menanamkan pengertian tentang kesadaran hukum.
Soerjono Soekanto, menambahkan bahwa menurunya kesadaran hukum
masyarakat disebabkan juga karena para pejabat kurnag menyadari akan
kewajibannya untuk memelihara hukum dan kurangnya pengertian akan
tujuan serta fungsi pembangunan.3
B. Membangun Kesadaran Hukum
Kesadaran hukum diartikan secara terpisah dalam bahasa yang kata
dasarnya “sadar” tahu dan mengerti, dan secara keseluruhan merupakan
mengetahui dan mengerti tentang hukum, menurut Ewick dan Silbey :
“Kesadaran Hukum” mengacu ke cara-cara dimana orang-orang memahami
hukum dan intitusi-institusi hukum, yaitu pemahaman-pemahaman yang
memberikan makna kepada pengalaman dan tindakan orang-orang.4

2
Al Marsudi Subandi H. Pancasila dan UUD’45 dalam Paradigma Reformasi. (Jakarta :
Rajawali Pers. 2003), h. 120
3
Kaelan, Pendidikan Pancasila, (Paradigma, Yogyakarta. 2003), h. 105
4
Ali Achmad, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicial
Prudence) Termasuk Interprestasi Undang-undang (legisprudence,Kencana,2009, h 510.

3
Bagi Ewick dan Silbey, “kesadaran hukum” terbentuk dalam tindakan
dan karenannya merupakan persoalan praktik untuk dikaji secara empiris.
Dengan kata lain, kesadaran hukum adalah persoalan “hukum sebagai
perilaku”, dan bukan “hukum sebagai aturan norma atau asas”5
Membangun kesadaran hukum tidaklah mudah, tidak semua orang
memiliki kesadaran tersebut. Hukum sebagai Fenomena sosial merupakam
institusi dan pengendalian masyarakat. Didalam masyarakat dijumpai berbagai
intitusi yang masing-masing diperlukan didalam masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya dan memperlancar jalannya pemenuhan kebutuhan-
kebutuhan tersebut, oleh karena fungsinya demikian masyarakat perlu akan
kehadiran institusi sebagai pemahaman kesadaran hukum.
Pentingnya kesadaran membangun masyarakat yang sadar akan hukum
inilah yang diharapkan akan menunjang dan menjadikan masyarakat
menjunjung tinggi intitusi/ aturan sebagai pemenuhan kebutuhan untuk
mendambakan ketaatan serta ketertiban hukum. Peran dan fungsi membangun
kesadaran hukum dalam masyarakat pada umumnya melekat pada intitusi
sebagai pelengkap masyarakat dapat dilihat dengan : 1) Stabilitas, 2)
Memberikan kerangka sosial terhadap kebutuhan-kebutuhan dalam
masyarakat, 3) Memberikan kerangka sosial institusi berwujud norma-norma,
4) Jalinan antar institusi.
Beberapa faktor yang mempengaruhi masyarakat tidak sadar akan
pentingnya hukum adalah :
1. Adanya ketidak pastian hukum;
2. Peraturan-peraturan bersifat statis;
3. Tidak efisiennya cara-cara masyarakat untuk mempertahankan peraturan
yang berlaku;6
Berlawanan dengan faktor-faktor diatas salah satu menjadi fokus
pilihan dalam kajian tentang kesadaran hukum adalah :
1. Penekanan bahwa hukum sebagai otoritas, sangat berkaitan dengan lokasi
dimana suatu tindakan hukum terjadi;
5
Ibid, h. 511.
6
Rahardjo Satjipto, Ilmu Hukum, Citra aditya Bakti, Bandung, 1991, Edisi Revisi, h.112

4
2. Studi tentang kesadaran hukum tidak harus mengistimewakan hukum
sebagai sebuah sumber otoritas atau motivasi untuk tindakan;
3. Studi tentang kesadaran hukum memerlukan observasi, tidak sekedar
permasalahan sosial dan peranan hukum dalam memperbaiki kehidupan
mereka, tetapi juga apa mereka lakukan.7
Berangkat dari uraian diatas maka pemenuhan kebutuhan dan
hubungan antara institusi hukum maupun institusi masyarakat berperan
sebagai pranata didalam masyarakat.
C. Membangun Ketaatan Hukum
Ketaatan hukum tidaklah lepas dari kesadaran hukum, dan kesadaran
hukum yang baik adalah ketaatan hukum, dan ketidak sadaran hukum yang
baik adalah ketidak taatan. Pernyataan ketaatan hukum harus disandingkan
sebagai sebab dan akibat dari kesadaran dan ketaatan hukum.
Sebagai hubungan yang tidak dapat dipisahkan antara kesadaran
hukum dan ketaataan hukum maka beberapa literaur yang di ungkap oleh
beberapa pakar mengenai ketaatan hukum bersumber pada kesadaran hukum,
hal tersebut tercermin dua macam kesadaran, yaitu :
1. Legal consciouness as within the law, kesadaran hukum sebagai ketaatan
hukum, berada dalam hukum, sesuai dengan aturan hukum yang disadari
atau dipahami;
2. Legal consciouness as against the law, kesadaran hukum dalam wujud
menentang hukum atau melanggar hukum.8
Hukum berbeda dengan ilmu yang lain dalam kehidupan manusia,
hukum berbeda dengan seni, ilmu dan profesionalis lainya, struktur hukum
pada dasarnya berbasis kepada kewajiban dan tidak diatas komitmen.
Kewajiban moral untuk mentaati dan peranan peraturan membentuk
karakteristik masyarakat.

7
Rasjidi, Lili, Filsafat Hukum: Apakah itu hokum ?, cetakan kelima, Bandung, Remaja
Rosdakarya, 1991, h.1-2
8
Ali Achmad, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicial
Prudence) Termasuk Interprestasi Undang-undang (legisprudence,(Jakarta : Kencana,2009) h.
510

5
Didalam kenyataannya ketaatan terhadap hukum tidaklah sama dengan
ketaatan sosial lainnya, ketaatan hukum merupakan kewajiban yang harus
dilaksanakan dan apabila tidak dilaksanakan akan timbul sanksi, tidaklah
demikian dengan ketaatan sosial, ketaatan sosial manakala tidak dilaksanakan
atau dilakukan maka sanksi-sanksi sosial yang berlaku pada masyarakat inilah
yang menjadi penghakim. Tidaklah berlebihan bila ketaatan didalam hukum
cenderung dipaksakan.
Ketaatan sendiri dapat dibedakan dalam tiga jenis, mengutip H. C
Kelman (1966) dan L. Pospisil (1971) dalam buku Prof DR. Achmad
Ali,SH Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicial
Prudence) Termasuk Interprestasi Undang-undang (legisprudence):
1. Ketaatan yang bersifat compliance, yaitu jika seseorang menaati suatu
aturan, hanya karena takut terkena sanksi. Kelemahan ketaatan jenis ini,
karena membutuhkan pengawasan yang terus-menerus.
2. Ketaatan yang bersifat identification, yaitu jika seseorang menaati suatu
aturan, hanya karena takut hubungan baiknya dengan pihak lain menjadi
rusak.
Ketaatan yang bersifat internalization, yaiutu jika seseorang menaati
suatu aturan, benar-benar karena merasa bahwa aturan itu sesuai dengan nilai-
nila intristik yang dianutnya.
Ketaatan hukum tidaklah lepas dari kesadaran hukum, dan kesadaran
hukum yang baik adalah ketaatan hukum, dan ketidak sadaran hukum yang
baik adalah ketidaktaatan. Pernyataan ketaatan hukum harus disandingkan
sebagai sebab dan akibat dari kesadaran dan ketaatan hukum.
Hukum berbeda dengan ilmu yang lain dalam kehidupan manusia,
hukum berbeda dengan seni, ilmu dan profesionalis lainya, struktur hukum
pada dasarnya berbasis kepada kewajiban dan tidak diatas komitmen.
Kewajiban moral untuk mentaati dan peranan peraturan membentuk
karakteristik masyarakat.
Didalam kenyataannya ketaatan terhadap hukum tidaklah sama dengan
ketaatan sosial lainnya, ketaatan hukum merupakan kewajiban yang harus

6
dilaksanakan dan apabila tidak dilaksanakan akan timbul sanksi, tidaklah
demikian dengan ketaatan sosial, ketaatan sosial manakala tidak dilaksanakan
atau dilakukan maka sanksi-sanksi sosial yang berlaku pada masyarakat inilah
yang menjadi penghakim. Tidaklah berlebihan bila ketaatan didalam hukum
cenderung dipaksakan.
Ketaatan sendiri dapat dibedakan dalam tiga jenis, mengutip H. C
Kelman (1966) dan L. Pospisil (1971) dalam buku Prof DR. Achmad
Ali,SH Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicial
Prudence) Termasuk Interprestasi Undang-undang (legisprudence):9
1. Ketaatan yang bersifat compliance, yaitu jika seseorang menaati suatu
aturan, hanya karena takut terkena sanksi. Kelemahan ketaatan jenis ini,
karena membutuhkan pengawasan yang terus-menerus.
2. Ketaatan yang bersifat identification, yaitu jika seseorang menaati suatu
aturan, hanya karena takut hubungan baiknya dengan pihak lain menjadi
rusak.
3. Ketaatan yang bersifat internalization, yaiutu jika seseorang menaati suatu
aturan, benar-benar karena merasa bahwa aturan itu sesuai dengan nilai-
nila intristik yang dianutnya.

D. Implementasi Kesadaran Ketaatan Hukum


Pemahaman Kesadaran hukum dan ketaatan hukum yang mana
dijelaskan bahwa :
1. Kesadaran hukum yang baik, yaitu ketaatan hukum, dan
2. Kesadaran hukum yang buruk, yaitu ketidaktaatan hukum.

9
Sumarsono, S dkk. Pendidikan Kewarganegaraan. (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
2004), h. 110

7
Kewajiban moral masyarakat secara individu untuk mentaati hukum,
tidak ada yang mengatakan bahwa kewajiban merupakan sesuatu yang
absolut, sehingga terkadang secara moral, kita dapat melanggar hukum,
namun tidak ada pakar hukum, yang secara terbuka atau terang-terangan
melanggar hukum. Kita memiliki alasan moral yang kuat untuk melakukan
apa yang diperintahkan oleh hukum, seperti, tidak melakukan penghinaan,
penipuan, atau mencuri dari orang lain. Kita harus mentaati hukum, jika telah
ada aturan hukum yang disertai dengan ancaman hukuman. Mereka yang
yakin akan hukum, harus melakukan dengan bantuan pemerintah, dan mereka
yakin, akan mendapat dukungan dai warga masyarakat.
Dalam hal ini, pemerintah sudah mengeluarkan berbagai aturan, baik
berupa undang-undang maupun peraturan daerah yang mengatur tingkah laku
warga agar sesuai dengan aturan yang ditetapkan.
Misalnya, pemakaian helm bagi pengendara roda dua (sesuai dengan
UU No. 14 Tahun 1994 tentang Lalu Lintas) atau larangan merokok di tempat
umum (aturan Perda di wilayah DKI Jakarta).
Contohnya, pendidikan hukum atau kesadaran hukum, pembiasaan,
pemberian teladan, dan pergerakan kepastian hukum dari pemerintah. Kamu
mungkin sering melihat masyarakat yang masih melakukan pelanggaran.
Oleh karena itu, alangkah baiknya jika kamu membina sikap dan
budaya sebagai berikut.
1. Budaya malu, yaitu sikap malu jika melanggar aturan. Misalnya, datang
terlambat ke sekolah atau tidak menggunakan atribut sekolah.
2. Budaya tertib, yaitu membiasakan bersikap tertib di mana pun kamu
berada. Misalnya, mengembalikan buku perpustakaan sesuai dengan
jadwal pengembaliannya
3. Budaya bersih, yaitu sikap untuk berkata dan berperilaku jujur dan bersih
dari tindakan-tindakan kotor. Misalnya tidak menyontek ketika ulangan
dan berbuat baik dengan teman.

8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesadaran hukum dan ketaatan hukum sering kita dengar atau kita
membaca pernyataan-pernyataan yang menyampaikan “Kesadaran
hukum” dengan “Ketaatan Hukum” atau “Kepatuhan Hukum”, suatu persepsi
keliru. Pemahaman Kesadaran hukum dan ketaatan hukum yang mana
dijelaskan bahwa:
1. Kesadaran hukum yang baik, yaitu ketaatan hukum, dan
2. Kesadaran hukum yang buruk, yaitu ketidaktaatan hukum.
Kewajiban moral masyarakat secara individu untuk mentaati hukum,
tidak ada yang mengatakan bahwa kewajiban merupakan sesuatu yang
absolut, sehingga terkadang secara moral, kita dapat melanggar hukum,
namun tidak ada pakar hukum, yang secara terbuka atau terang-terangan
melanggar hukum. Kita memiliki alasan moral yang kuat untuk melakukan
apa yang diperintahkan oleh hukum, seperti, tidak melakukan penghinaan,
penipuan, atau mencuri dari orang lain. Kita harus mentaati hukum, jika telah
ada aturan hukum yang disertai dengan ancaman hukuman. Mereka yang
yakin akan hukum, harus melakukan dengan bantuan pemerintah, dan mereka
yakin, akan mendapat dukungan dai warga masyarakat.
B. Saran
Demikian makalah yang kami susun, semoga dapat memberikan
manfaat bagi penyusun khususnya dan bagi pembaca umumnya. Penyusun
menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan
makalah kami.

9
DAFTAR PUSTAKA

Al Marsudi Subandi H. 2003. Pancasila dan UUD’45 dalam Paradigma


Reformasi. Jakarta : Rajawali Pers.

Ali Achmad, 2009. Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan
(Judicial Prudence) Termasuk Interprestasi Undang-undang
(legisprudence, Jakarta: Kencana,

Kaelan, 2003. Pendidikan Pancasila, Paradigma, Yogyakarta.

Rahardjo Satjipto, 1991. Ilmu Hukum, Citra aditya Bakti, Bandung,

Rasjidi, Lili, 1991. Filsafat Hukum: Apakah itu hokum?, cetakan kelima,
Bandung, Remaja Rosdakarya,

Sumarsono, S dkk. 2004. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta : Gramedia


Pustaka Utama

Titik Triwulan Tutik, 2006. Pengantar Ilmu Hukum, Surabaya : PT. Prestasi
Pustaka,

10

Anda mungkin juga menyukai