Anda di halaman 1dari 12

KESADARAN HUKUM MENUJU KEPATUHAN HUKUM

Makalah ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah:

“SOSIOLOGI HUKUM”

Oleh:

SILVIA NAHLA SARI


NIM 503210048

Dosen Pengampu:

Dr. H. Agus Purnomo., M. Ag.

PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM KELUARGA ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO

2022

0
PENDAHULUAN
Menurut Soerjono Soekanto menyatakan bahwa timbulnya hukum itu
pada hakekatnya ialah karena terjadinya bentrok atau konfik antara
kepentingan manusia atau “conflictof human interest”. Maka dari itu, untuk
melindungi kepentingannya masing-masing, maka manusia di dalam masyarakat
harus mengingat, memperhitungkan, menjaga dan menghormati kepentingan
manusia lain, jangan sampai terjadi pertentangan atau konflik yang merugikan
orang lain. Untuk mewujudkan hal tersebut perlu adanya norma (kaidah) hukum
untuk menciptakan ketertiban.
Pentingnya peranan kesadaran hukum oleh masyarakat yang berpangkal
pada kesadaran hukum setiap individu berfungsi untuk mewujudkan tujuan
hukum itu sendiri dalam rangka menjamin adanya kepastian dan keadilan hukum
dalam tatanan masyarakat. Dalam kehidupan masyarakat terdapat berbagai
masyarakat yang heterogen dengan masing-masing pola perilaku atau tata sikap
yang dikehendaki dalam masyarakat tersebut yang sesuai dengan kehendak norma
(kaidah) hukum. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya suatu masalah berupa
kesenjangan sosial yang mengarah kepada konflik dan ketegangan sosial karena
masing-masing memiliki pola perilaku dan tujuan yang dikehendaki sehingga bisa
mengganggu jalannya perubahan masyarakat sebagaimana arah yang dikehendaki.
Konflik ini bisa terjadi karena tidak ada kesadaran hukum yang diharapkan bisa
menjadi pedoman dalam bertingkah laku, sehingga cenderung tidak ada ketaatan
hukum.
Kesadaran tentang apa hukum itu berarti kesadaran bahwa hukum itu
merupakan perlindungan kepentingan manusia, karena hukum itu merupakan
kaedah yang fungsinya adalah untuk melindungi kepentingan manusia. Dengan
demikian kesadaran hukum dalam masyarakat perlu dipupuk dan ditanamkan agar
masyarakat akan lebih patuh terhadap hukum yang ada, baik itu merupakan
hukum tertulis maupun hukum yang memang tumbuh dan berkembang di
masyarakat dan keberadaannya pun diakui oleh masyarakat.

1
MAKNA KESADARAN HUKUM
Kesadaran hukum berasal dari dua kata yaitu kesadaran dan hukum.
Pengertian kesadaran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah
keinsafan, keadaan mengerti, hal yang dirasakan atau dialami oleh seseorang. 1
Sementara pengertian hukum menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) adalah peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang
dilakukan oleh penguasa atau pemerintah; undang-undang, peraturan dan
sebagainya untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat; patokan
(kaidah/ketentuan) mengenai peristiwa. 2
Sehingga pengertian kesadaran hukum menurut Soerjono Soekanto dalam
bukunya yaitu adanya kesadaran atau nilai yang dilahir dari dalam diri manusia
mengenai hukum yang sudah ada maupun kesadaran untuk hukum yang
diharapkan ada.3 Pengertian lain oleh Sudikno Mertokusumo mengenai kesadaran
hukum adalah kesadaran akan sesuatu yang harus kita lakukan dan kesadaran akan
hal yang seharusnya tidak kita lakukan terutama berkenaan dengan hak orang
lain. 4 Paul Scholten juga mempunyai pendapat tentang arti kesadaran hukum
yakni, kesadaran yang ada pada setiap manusia tentang apa hukum itu atau apa
seharusnya hukum itu, bagaimana kita membedakan antara yang seyogyanya
dilakukan dan tidak dilakukan.5
Kesadaran hukum adalah kesadaran diri sendiri tanpa tekanan, paksaan,
atau perintah dari luar untuk tunduk pada hukum yang berlaku. Dengan
berjalannya kesadaran hukum di masyarakat maka hukum tidak perlu
menjatuhkan sanksi. Sanksi hanya dijatuhkan pada warga yang benar-benar
terbukti melanggar hukum. Hukum berisi perintah dan larangan. Hukum
memberitahukan kepada kita mana perbuatan yang bertentangan dengan hukum
yang bila dilakukan akan mendapat ancaman berupa sanksi hukum. Terhadap

1
KBBI
2
KBBI
3
Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2006), 154.
4
Soedikno Mertokusumo, Meningkatkan Kesadaran Hukum Masyarakat, Edisi Pertama
(Yogyakarta: Liberti, 1981), 3.
5
Ibid,2.

2
perbuatan yang bertentangan dengan hukum tentu saja dianggap melanggar
hukum sehingga mendapat ancaman hukuman.6
Dari berbagai pendapat di atas kita mengetahui ada berbagai pendapat
dengan rumusan masing-masing mengenai kesadaran hukum tersebut. Dapat
diambil satu rumusan penting bahwa kunci dari sumber hukum dan kekuatan
mengikat yakni adanya kesadaran masyarakat. Dan pangkal dari adanya kesadaran
hukum masyarkat ada pada kesadaran hukum yang berasal dari kesadaran hukum
individu. Dalam bukunya Soerjono Soekanto menyimpulkan jika hukum yang ada
adalah bentuk dari adanya kesadaran hukum rakyat yang paling banyak. 7 Jadi
kesadaran hukum yang paling utama untuk menciptakan keselarasan antara
perilaku hukum dengan yang dikehendaki apa yang ada di dalam hukum letaknya
di kesadaran hukum individu. Ada beberapa indikator yang mendukung
terciptanya kesadaran hukum dalam masyarakat. Berkaitan dengan indikator
adanya kesadaran hukum dalam buku Soerjono Soekanto, Otje Salman juga
menejelaskan indikator tersebut sebagai berikut:
1. Indikator pertama adalah pengetahuan tentang hukum. Seseorang
mengetahui mengenai perbuatan yang boleh dilakukan dan perbuatan yang
dilarang oleh hukum. Yang dimaksud di sini adalah hukum tertulis maupun
hukum tidak tertulis;
2. Indikator yang kedua adalah pemahaman hukum, yaitu seseorang
memahami isi dan tujuan dari suatu peraturan hukum tertentu serta
memahami mafaat yang diperoleh apabila mau mematui suatu hukum.
sejumlah Setiap anggota masyarakat memiliki pemahamanya masing-
masing mengenai suatu aturan tertentu. 8 Misalnya adanya pengetahuan dan
pemahaman yang benar mengenai pentingnya Undang-Undang No.22
Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pemahaman ini
diwujudkan melalui sikap mereka terhadap tingkah laku sehari-hari;

6
Ellya Rosana, “Kepatuhan Hukum Sebagai Wujud Kesadaran Hukum Masyarakat”,
Jurnal TAPIs 10, no.1 Januari-Juni 2014., 3.
7
Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, 167.
8
Otje Salman, Kesadaran Hukum Masyarakat Terhadap Hukum Waris (Bandung: Alumni
Publisher, 1993), 40-42.

3
3. Indikator yang ketiga adalah sikap hukum, yaitu suatu kecenderungan untuk
menerima hukum karena akan ada keuntungan yang diperoleh jika hukum
itu ditaati. Seseorang disini yang nantiya akan mempunyai kecenderungan
untuk mengadakan penilaian tertentu terhadap hukum;
4. Indikator yang keempat adalah pola perilaku, yang dimaksud adalah tentang
berlaku atau tidaknya suatu aturan hukum dalam masyarakat dapat dilihat
dari pola perilaku hukum. Jika berlaku suatu aturan hukum, sejauh mana
berlakunya dan sejauh mana masyarakat mematuhinya;9
MAKNA KEPATUHAN HUKUM
Menuru Satjipto Rahardjo, kepatuhan hukum merupakan adanya
kesesuaian antara perbuatan seseorang dengan apa yang dikehendaki oleh teks
dalam konteks ini yaitu perundang-undangan.10 Hukum sendiri bukan hanya bisa
dilihat sebagai peraturan tertulis, namun hukum terbentuk karena di dalamnya
terkandung nilai, sikap dan pandangan masyarakat yang biasa disebut kultur. Ide,
sikap, harapan dan pendapat tentang hukum memperngaruhi seseorang untuk
patuh terhadap hukum atau tidak.11 Kepatuhan hukum oleh masyarakat tentunya
tidak terlepas dari faktor yang mempengaruhinya. Tentang faktor-faktor yang
menyebabkan masyarakat mematuhi hukum, yaitu :12
Pertama, Compliance, yang berati suatu kepatuhan pada individu
masyarakat atas dasar harapan untuk mendapatkan suatu imbalan atau
menghindari adanya sanksi hukum yang akan diperoleh apabila tidak mematuhi
hukum. Kepatuhan ini sarna sekali tidak didasarkan pada keyakinan mengenai
tujuan kaidah hukum yang bersangkutan, dan lebih didasarkan pada pengendalian
dari pemegang kekuasaan. Sebagai akibatnya, kepatuhan hukum akan ada apabila
pelaksanaan kaidah-kaidah hukum tersebut dilakukan pengawasan yang ketat..

9
Munir Fuady, Sosiologi Hukum Kontemporer, Interaksi Kekeuasaan,
Hukum, dan Masyarakat (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2007), 80.
10
Rita Angraini, Muhammad Prima Ersya, Irwan, Atri Wa ldi, Zaky Farid Luthfi, Monica
Tiara,”Meningkatkan Kesadaran Hukum melalui Pembelajaran Ilmu Hukum di Perguruan Tinggi”,
Journal of Civic Education 1, no. 3 (2018)., 300.
11
Fithriatus Shaliah, Sosiologi Hukum (Jakarta” PT Rajagrafindo Persada, 201), 7 62-63
12
Atang Hermawan Usman, “Kesadaran Hukum Masyarakat Dan Pemerintah Sebagai
Faktor Tegaknya Negara Hukum Di Indonesia”, Jurnal Wawasan Hukum 30, no. 1 Februari
(2014)., 35.

4
seperti apabila polisi sebagai penegak hukum melakukan operasi yang bertujuan
memeriksa kelengkapan berkendara para pelanggar akan memilih jalan lain agar
terhindar dari operasi tersebut.
Kedua, Identification, bentuk kepatuhan hukum di masyarakat atas dasar
untuk mempertahankan hubungan baik antar anggota atau kelompok lain, seperti
seorang anak di bawah umur yang memiliki keinginan berkendara tetapi di
karenakan salah satu dari kedua orang tua anak tersebut adalah penegak hukum
maka anak di bawah umur tersebut lebih memilih tidak menggunakan kendaraan
bermotor.
Ketiga, Internalization, bentuk kepatuhan hukum masyarakat di karenakan
masyarakat mengetahui tujuan dan fungsi dari kaidah hukum tersebut, sehingga
pada tahap ini seseorang mematuhi kaidah-kaidah hukum dikarenakan akan ada
imbalan yang diperoleh dari kepatuhan tersebut. Hal ini menyebabkan masyarakat
patuh kepada peraturan tersebut, seperti orang tua anak di bawah umur yang
melarang anaknya menggunakan kendaraan bermotor di karenakan anak usia di
bawah umur biasanya masih kurang mampu mengontrol emosi, kematangan
berfikir kurang, kesadaran akan tanggung jawab rendah dan di tambah lagi
kurngnya pemahaman akan pentingnya keselamatan
Keempat, Kepentingan-kepentingan pada warga masyarakat (tambahan
dari Soerjono Soekanto).
Faktor yang diuraikan diatas dapat berdiri sendiri atau dapat pula
merupakan gabungan dari bermacam – macam faktor tersebut. Dengan demikian
sudah pasti ada anggota masyarakat yang patuh pada hukum karena kepentingan
mereka terjamin oleh hukum dan merasa takut pada sanksinya, bila peraturan
hukum tadi dilanggar. Meskipun demikian perlu ditegaskan bahwa hal-hal
tersebut diatas adalah terlepas dari masalah apakah seseorang itu setuju atau tidak
setuju pada substansi (isi) maupun prosedur (cara pelaksanaan hukum yang ada).
Karena internalisasi dari suatu peraturan tingkah laku tidak perlu berarti bahwa
peraturan demikian itu selalu terlaksana dalam keadaan yang sesungguhnya. Ada
keadaan dimana individu melanggar peraturan karena bertindak menurut perasaan
yang timbul pada ketika itu juga, tanpa berfikir atau mungkin juga ia secara sadar

5
berkompromi dengan suatu larangan moral demi suatu imbalan yang cukup besar
yag diperoleh secara langsung.
Uraian di atas menggambarkan adanya deraja kepatuhan hukum, hal ini
seperti teori G.P Hoefinagels dikutip Soekanto tentang derajat kepatuhan hukum
sebagai berikut:13
1. Seseorang berperilaku sebagaimana diharapkan hukum dan menyetujui
sesuai dengan sistem nilai-nilai dari mereka yang berwenang;
2. Seseorang berperilaku sebagaimana diharapkan oleh hukum dan
menyetujui, akan tetapi dia tidak setuju dengan penilaian yang diberikan
oleh yang berwenang terhadap hukum yang bersangkutan;
3. Seseorang mematuhi hukum, akan tetapi dia tidak setuju dengan kaedah-
kaedah tersebut maupun pada nilai-nilai dari penguasa
4. Seseorang tidak patuh pada hukum, akan tetapi dia menyetujui hukum
tersebut dan nilai-nilai dari mereka yang mempunyai wewenang;
5. Seseorang sama sekali tidak menyetujui kesemuanya dan dia pun tidak
patuh pada hukum (melakukan protes).
HUBUNGAN KESADARAN DAN KEPATUHAN HUKUM
Pada umumnya kesadaran hukum dikaitkan dengan ketaatan hukum atau
efektivitas hukum. Dengan perkataan lain, kesadaran hukum menyangkut apakah
ketentuan hukum tertentu benar-benar berfungsi atau tidak dalam masyarakat.
Implementasi suatu peraturan UU baru hanya menjadi kenyataan jika didukung
oleh kesadaran hukum seluruh warga negara. Pengetahuan tentang pembuatan
undang-undang merupakan dasar bagi pelaksanaan undang-undang itu sendiri.
Untuk memperoleh dukungan tersebut hukum harus sesuai dengan kesadaran
hukum masyarakat dan hukum harus menuruti kehendak masyarakat. Hukum
yang baik adalah hukum yang sesuai dengan rasa keadilan manusia (individu). 14

13
Rita Angraini, Muhammad Prima Ersya, Irwan, Atri Wa ldi, Zaky Farid Luthfi, Monica
Tiara,” Meningkatkan Kesadaran Hukum melalui Pembelajaran Ilmu Hukum di Perguruan
Tinggi”., 302.
14
M.Mutamakin, M. Amir Mahmud,” Implementasi Hukum Keluarga Sebagai Rekayasa
Sosial Masyarakat Dalam Upaya Meningkatkan Kesadaran Hukum Dan Kepatuhan Hukum”, Al -
Ashlah 1, no.1 Januari (2022).,69.

6
Berkaitan dengan “ketaatan hukum”, hal ini tidak lepas dari kesadaran
hukum, dan kesadaran hukum yang baik adalah ketaatan hukum, dan
ketidak sadaran hukum yang baik adalah ketidak taatan. Pernyataan
ketaatan atau kepatuhan hukum harus disandingkan sebagai sebab dan akibat
dari kesadaran dan ketaatan hukum. Sebagai hubungan yang tidak dapat
dipisahkan antara kesadaran hukum dan ketaataan hukum maka beberapa
literaur yang di ungkap oleh beberapa pakar mengenai ketaatan hukum
bersumber pada kesadaran hukum. Hal tersebut tercermin dua macam kesadaran,
yaitu:15

1. Legal consciouness as within the law, kesadaran hukum sebagai


ketaatan hukum, berada dalam hukum, sesuai dengan aturan
hukum yang disadari atau dipahami.
2. Legal consciouness as against the law, kesadaran hukum dalam wujud
menentang hukum atau melanggar hukum

Namun jika di analisis, salah satu faktor yang paling mempengaruhi


perilaku yang sesuai hukum atau kepatuhan hukum menurut penulis adalah faktor
kesadaran hukum. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh B. Kutchinsky dikutip
Soekanto bahwa kesadaran hukum yang kuat menjadi pertimbangan yang
menyebabkan kepatuhan terhadap hukum sementara kesadaran hukum yang
lemah menjadi pertimbangan yang menyebabkan kriminalitas dan kejahatan.
Kesadaran hukum berkaitan dengan kepatuhan hukum, hal yang
membedakannya yaitu dalam kepatuhan hukum ada rasa takut akan sanksi.
Kesadaran hukum tidak ada sanksi. kepatuhan hukum tergantung pada
kemampuan hukum untuk membentuk perilaku, sehingga perilaku patuh bisa
dibentuk dengan meningkatkan beratnya sanksi. Konsep kesadaran hukum
mengandung unsur nilai yangtentunya sudah dihayati oleh warga masyarakat
semenjak kecil dan sudah melembaga serta mendarah daging. Selanjutnya apa
yang dihayati dan dilembagakan itu diwujudkan dalam bentuk norma-norma

15
Ali Achmad, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicial
Prudence) Termasuk Interprestasi Undang-undang (legisprudence) (Kencana,2009), 510.

7
yangmenjadi patokan bagi warga masyarakat dalam bertingkah laku. Hal ini yang
mempengaruhibekerjanya hukum di dalam masyarakat. Masalah kesadaran
hukum timbul apabila nilai-nilai yang akandiwujudkan dalam peraturan hukum
merupakan nilai-nilai yang baru yang bisa mengubah sesuatu yang telah ada.
Sekalipun ada unsur-unsur baru dalam peraturan hukum, namun beberapa hasil
penelitian menunjukkan bahwa anggota masyarakat yang dikatakan sebagai
pemegang peran tetap saja berpolatingkah laku yang sesuai dengan kesadaran
hukumnya sendiri. 16
Kesadaran hukum masyarakat secara langsung mempengaruhi kepatuhan
hukum langsung dan tidak langsung. Dalam masyarakat lanjut, faktor-faktor
hukum memiliki pengaruh langsung pada kepatuhan hukum masyarakat. Orang
orang taat pada hukum karena pada kenyataannya mereka menyadari jiwa-jiwa
mereka yang membutuhkan hukum dan hukum bertujuan baik dan mengatur
dengan benar masyarakat, benar dan benar.
UPAYA MENINGKATKAN KESADARAN DAN KEPATUHAN HUKUM
Dalam upaya meningkatkan kesadaran hukum dalam masyarakat ada
peran penting yang harus dilakukan oleh penegak hukum dalam meningkatkan
pembinaan kesadaran hukum. Kesadaran dalam konteks ini penegak hukum
menjembatani antara peraturan hukum dengan tingkah laku anggota masyarakat
untuk bertindak sesuai dengan apa yang telah tercantum di dalam hukum dan
menyadari fungsi hukum. Ada 3 variabel utama menurut Seidman dapat
digunakan untuk mengetahui apakah seseorang akan bertindak sesuai dengan
peraturan atau tidak, yaitu:17
- Apakah normanya telah disamapaikan (sosialisasi produk hukum);
- Apakah normanya serasi dengan tujuan yang diterapkan bagi posisi itu
(sinkronisasi produk hukum)
- Apakah si pemegang peran digerakan oleh motivasi yang menyimpang
(faktor motivasi)

16
Ellya Rosana, “Kepatuhan Hukum Sebagai Wujud Kesadaran Hukum Masyarakat”, 12.
17
Fithriatus Shaliah, Sosiologi Hukum, 68

8
Apabila seseorang mengetahui hukum. maka bisa dikatakan bahwa tingkat
kesadarahn hukunya masih rendah. Tetapi jikalau seseorang atau suatu
masyarakat telah berperilaku sesuai hukum, maka tingkat kesadaran
hukum nya telah tinggi. Sehingga upaya yang bisa dilakukan menurut Selo
Soemarjan (1965:26) yang sangat berkaitan erat dengan efektivikasi hukum
(maksudnya agar masyarakat patuh pada hukum) dapat mengandung tiga faktor
sebagai berikut :18
1. Usaha-usaha menanamkan hukum di dalam masyarakat, yaitu
penggunaan tenaga manusia, alat-alat, organisasi dan metode agar
warga-warga masyarakat mengetahui, menghargai, mengakui dan
mentaati hukum;
2. Reaksi masyarakat yang didasarkan pada sistem nilai-nilai yang
berlaku. Artinya, masyarakat mungkin menolak atau menentang atau
mungkin mematuhi hukum karena compliance, identification,
internalization atau kepentingan-kepentingan mereka terjamin
pemenuhannya;
3. Jangka waktu penanaman hukum yaitu panjang atau pendek jangka
waktu dimana usaha-usaha menanamkan itu dilakukan dan
diharapkan memberikan hasil
KESIMPULAN
Indonesia terdiri dari masyarakat yang heterogen dengan berbagai macam
pola tingkah laku termasuk pola perilaku hukum yang berbeda-beda. Hukum
sendiri diciptakan dengan salah satu tujuan untuk mentertibkan masyarakat
dengan berbagai kepentingannya masing-masing. Keamanan dan kebersamaan
hidup bermasyarakat sendiri dipengaruhi oleh peranan individu dalam masyarakat
yang tertib hukum atau patuh hukum dan manusia yang tidak mau tertib dan patuh
terhadap hukum.
Hukum tidak dapat diberlakukan secara otoriter, namun hukum harus
dilaksanakan berdasarkan kebenaran dan keadilan. Karena apabila hukum

18
Ibrahim Ahmad, “15 Rencana Dan Strategi Peningkatan Kesadaran Hukum
Masyarakat”, Gorontalo Law Review 1 no. 1 April (2018)., 17.

9
diberlakukan secara otoriter dan tidak dapat menjamin hak dan keadilan bisa
berakibat terjadinya konflik dalam masyarakat dalam memperjuangkan hak.
Dengan adanya kepedulian, kesadaran, dan kerjasama yang baik antara
pemerintah dan masyarakat, maka itu merupakan salah satu upaya agar hukum di
Indonesia bisa berjalan dengan baik. Upaya lainnya bisa dengan meningkatkan
sosialisasi terhadap peraturan atau undang-undang baru yang tentunya sangat
bermanfaat bagi masyarakat dan peraturan tersebut sesuai dengan kebutuhan
masyarakat dan bisa menjawab segala hal-hal yang masih dianggap tabu oleh
masyarakat luas
REFRENSI
Kamus Besar Bahasa Indonesia
Soekanto, Soerjono. 2006. Pokok-Pokok Sosiologi Hukum. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Mertokusumo, Soedikno. Meningkatkan Kesadaran Hukum Masyarakat, Edisi
Pertama.Yogyakarta: Liberti.
Rosana, Ellya. “Kepatuhan Hukum Sebagai Wujud Kesadaran Hukum
Masyarakat”, Jurnal TAPIs 10, no.1 (2014).
Salman, Otje. 1993. Kesadaran Hukum Masyarakat Terhadap Hukum Waris.
Bandung: Alumni Publisher.
Fuady, Munir. 2007. Sosiologi Hukum Kontemporer, Interaksi Kekeuasaan,
Hukum, dan Masyarakat. Bandung : Citra Aditya Bakti.
Rita Angraini, Muhammad dkk,”Meningkatkan Kesadaran Hukum melalui
Pembelajaran Ilmu Hukum di Perguruan Tinggi”, Journal of Civic
Education 1, no. 3 (2018).
Shaliah, Fithriatus. 2014. Sosiologi Hukum (Jakarta” PT Rajagrafindo Persada.
Usman, Atang Hermawan “Kesadaran Hukum Masyarakat Dan Pemerintah
Sebagai Faktor Tegaknya Negara Hukum Di Indonesia”, Jurnal Wawasan
Hukum 30, no. 1 Februari (2014).
M.Mutamakin, M. Amir Mahmud,” Implementasi Hukum Keluarga Sebagai
Rekayasa Sosial Masyarakat Dalam Upaya Meningkatkan Kesadaran
Hukum Dan Kepatuhan Hukum”, Al -Ashlah 1, no.1 Januari (2022).

10
Achmad, Ali. 2009. Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan
(Judicial Prudence) Termasuk Interprestasi Undang-undang
(legisprudence). Kencana.
Ahmad, Ibrahim “15 Rencana Dan Strategi Peningkatan Kesadaran Hukum
Masyarakat”, Gorontalo Law Review 1 no. 1 April (2018).

11

Anda mungkin juga menyukai