Anda di halaman 1dari 18

MODUL PENGANTAR ILMU HUKUM

(LAW 101)

MODUL 6
TUJUAN HUKUM

DISUSUN OLEH
NIN YASMINE LISASIH S.H., M.H.

UNIVERSITAS ESA UNGGUL


2020

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
0 / 18
TUJUAN HUKUM

A. Kemampuan Akhir Yang Diharapkan


Setelah mempelajari modul ini, diharapkan mahasiswa mampu :
1. Mahasiswa mampu memberikan pengertian dan pemahaman mengenai
tujuan hukum baik langsung maupun tidak langsung
2. Menguraikan untuk mencapai tujuan hokum

B. Uraian dan Contoh

Berbicara berkaitan dengan tujuan hukum sejatinya Selama


puluhan tahun di bangku perguruan tinggi kita selalu diajarkan bahwa
tujuan hukum adalah keadilan,1 kepastian hukum, dan kemanfaatan
hukum. Orang membawa perkara ke pengadilan dengan niat mencapai
keadilan. Padahal itu seringkali seperti fatamorgana di padang pasir.

Keadilan sendiri dimaknai sebagai kondisi kebenaran ideal


secara moral mengenai sesuatu hal, baik menyangkut benda atau orang.
Menurut sebagian besar teori, keadilan memiliki tingkat kepentingan yang
besar. John Rawls, filsuf Amerika Serikat yang dianggap salah satu filsuf
politik terkemuka abad ke-20, menyatakan bahwa "Keadilan adalah
kelebihan (virtue) pertama dari institusi sosial, sebagaimana halnya
kebenaran pada sistem pemikiran"2

Sedangkan kepastian hukum di maknai sebagai asas dalam


negara hukum yang mengutamakan landasan ketentuan peraturan
perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan

1
Dalam beberapa kesempatan Barda Nawawi Arief memberikan penjelasan bahwa ukuran
keadilan itu dapat ditakar dalam 3 deminsi yaitu; a. Keadilan substansial (undang-undang), b.
Keadilan religius (keyakinan dan kepercayaan) dan; c. Keadilan cultural (berdasarkan nilai-nilai
yang hidup dalam masyarakat).
2
John Rawls, A Theory of Justice (revised edn, Oxford: OUP, 1999) di sadur dalam
https://id.wikipedia.org/wiki/Keadilan#:~:text=Keadilan%20adalah%20kondisi%20kebenaran%20
ideal,memiliki%20tingkat%20kepentingan%20yang%20besar.&text=Tapi%2C%20menurut%20k
ebanyakan%20teori%20juga,hidup%20di%20dunia%20yang%20adil%22.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
1 / 18
penyelenggaraan pemerintahan.3 Sedangkan Menurut Sudikno
Mertokusumo Kepastian hukum merupakan sebuah jaminan bahwa
hukum tersebut harus dijalankan dengan cara yang baik. Istilah Asas
kepastian hukum dapat juga kita temukan di dalam Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang
Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme dan didalam
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintahan.4

Selanjutnya Terkait kemanfaatan hukum ini menurut teori utilistis,


ingin menjamin kebahagian yang terkesan bagi manusia dalam jumlah
yang sebanyakbanyaknya. Pada hakekatnya menurut teori ini bertujuan
hukum adalah manfaat dalam menghasilkan kesenangan atau kebahagian
yang terbesar bagi jumlah orang yang banyak. Pengamat teori ini adalah
Jeremy Benthan, teori berat sebelah sehingga Utrecht dalam menanggapi
teori ini mengemukakan tiga hal yaitu:
1. Tidak memberikan tempat untuk mempertimbangkan seadil-
adilnya halhal yang kongkret.
2. Hanya memperhatikan hal-hal yang berfaedah dan karena itu
isinya bersifat umum.
3. Sangat individualistis dan tidak memberi pada perasaan hukum
seorang.

Menurut Utrecht, hukum menjamin adanya kepastian hukum


dalam pergaulan manusia. Anggapan Utrecht ini didasarkan atas anggapan
vanikan bahwa hukum untuk menjaga kepentingan tiap manusia supaya
kepentingan itu tidak dapat diganggu (mengandung pertimbangan
kepentingan mana yang lebih besar dari pada yang lain).5

3
Lihat Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintahan,
4
Ibid
5
Said Sampara, Op Cit., hlm. 45-46. Dikutip dari buku Surojo Wignyodipuro, 1983, Pengantar
Ilmu Hukum, Jakarta,Utrecth, 1983, Pengantar dalam Hukum Indonesia, Jakarta: Ikthtiar

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
2 / 18
Menurut Mochtar Kusumaatmadja dalam Sudikno Mertukosumo
tujuan pokok dan pertama dari hukum adalah ketertiban, kebutuhan, akan
ketertiban ini merupakan syarat pokok (fundamental) bagi adanya suatu
masyarakat manusia yang teratur. Tujuan lain dari hukum adalah
tercapainya keadilan yang berbeda-beda isi dan ukurannya menurut
masyarakat dan zamannya. Menurut Schuit telah memperinci cirri-ciri
keadaan tertib sebagai berikut dapat diperkirakan, kerjasama, pengendalian
kekerasan, kesesuaian, langgeng, mantap, berjenjang, ketaatan, tanpa
perselisihan keseragaman, kebersamaan, suruhan, keberurutan, corak lahir,
dan tersusun.6

C. KONSEP TUJUAN HUKUM

Didalam kehidupan sosial masyarakat, terdapat berbagai petunjuk


hidup dalam berperilaku dan berhubungan antar-individu masyarakat yang
disebut dengan norma (kaidah), tanpa itu niscaya masyarakat akan
mengalami kondisi yang antabranta. Secara prinsipil Norma dalam
masyarakat terbagi dalam dua bagian yakni nomo dinamis (norma
kesopanan, norma kesusilaan, dan norma agama) dan nomo statis (norma
hukum).

Norma (kaedah) hukum ditujukan pada sikap atau perbuatan lahir


manusia.7 Norma (kaedah) hukum berisi kenyataan normatif (apa yang
seyogyanya dilakukan), sebab dalam hukum yang penting bukanlah apa
yang terjadi, tetapi apa yang seharusnya terjadi. Norma hukum berisi
perintah dan larangan yang bersifat imperatif, dan berisi perkenaan yang
bersifat fakultatif,8 Norma hukum berisi perintah dan larangan yang

6
Said Sampara, Op Cit., hlm. 46. Dikutip dari buku Sudikno Mertukusomo, Pengantar Ilmu
Hukum, Liberty, Yogyakarta, ;Permadi Purbacaraka dan Soejono Soekanto, 1978, Perihal Kaidah
Hukum, Alumni: Bandung
7
Sudikno Mertokusumo, 2003, mengenal hukum suatu pengantar, Liberty, Yogyakarta. Hal. 12
8
Ibid. Hlm. 16

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
3 / 18
bersifat imperatif, dan berisi perkenaan yang bersifat fakultatif,9 Norrma
hukum inilah yang sebut sebagai hukum positif, yang berlaku dalam suatu
negara dan dalam waktu tertentu, atau yang dikenal dengan ius contutum.

Istilah “hukum” sangat cukup beragam dalam bahasa setiap negara,


dalam bahasa Inggris disebut “law”, dalam bahasa Perancis disebut “droit”,
dalam bahasa Belanda disebut “recht”, dalam bahasa Jerman disebut
“recht” sedangkan dalam bahasa Arab disebut “syari’ah.10

Perihal mendefinisikan hukum, para ahli hukum cukup sukar untuk


mendefinisikan hukum secara baku, sehingga setiap para ahli sangat
beraneka ragam dalam memberikan suatu rumusan atau mendefinisikan
hukum, sebagaimana pendapat yang dikemukakan oleh Lemaire.11

Utrecht, dalam bukunya pengantar hukum indonesia


mengemukakan “hukum adalah himpunan petunjuk-petunjuk hidup
(perintah dan larangan-larangan) yang mengatur tata tertib dalam suatu
masyarakat, dan oleh karena itu seharusnya ditaati oleh anggota
masyarakat yang bersangkutan.12

Selanjutnya, Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya rasa keadilan


sebagai dasar segala hukum menyatakan bahwa “hukum adalah rangkaian
peraturan-peraturan mengenai tingkah laku orang sebagai anggota
masyarakat13

9
Ibid. Hlm. 32
10
Riduan Syahrani, 2008, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,
Cetakan Ke III, Hlm. 15
11
Lemaire menjelaskan bahwa “hukum yang banyak seginya dan meliputi segala macam hal itu
menyebabakan tak mungkin orang membuat suatu definisi apa itu hukum sebenarnya”. Dalam
Mohamad Rosmalie, 1985, Ibid. Hal. 16
12
Ibid. Hal 16.
13
Ibid. Hal. 16.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
4 / 18
Demikianlah beberapa rumusan para ahli untuk melukiskan apa
yang dengan “hukum”. dan dalam hal ini penulis menguraikan unsurunsur
dalam hukum sebagai berikut:
1. Serangkaian peraturan-peraturan petunjuk hidup;
2. Berisi perintah dan larangan, dan kebolehan atau perkenaan
3. Bersifat memaksa dan mengatur
4. Ditujukan sikap tindak atau perilaku masyarakat
5. Dibuat oleh lembaga yang berwenang atau berkuasa.
6. Memiliki sanksi tegas bilamana dilanggar apa yang dilarang.

D. Pengertian Asas Hukum

Secara etimologi asas berasal dari bahasa arab yakni asasun yang
mengandung arti dasar, basis, dan pondasi. Jika dikaitkan dengan sistem
berpikir maka asas adalah landasan berpikir yang sangat mendasar. Dalam
kamus ilmiah populer Asas adalah pokok, dasar, prinsip, fundamen.14
Sementara dalam pengertian lain, asas adalah suatu alam pikiran yang
dirumuskan secara luas dan mendasari adanya sesuatu norma hukum .15

Berpijak pada pengertian asas yang dirumuskan dalam Kamus


Besar Bahasa Indonesia, maka terdapat tiga pengertian yang terkandung
didalamnya, yakni (1) dasar, alas, pondamen, (2) suatu kebenaran yang
menjadi pokok dasar atau tumpuan berfikir, (3) cita-cita yang menjadi
dasar.

Dalam memaknai asas hukum, beberapa pakar mengemukakan


antaralain, Bellefroid mengartikan asas hukum adalah norma dasar yang
dijabarkan dari hukum positif dan yang oleh ilmu hukum tidak dianggap
berasal dari aturan aturan yang lebih umum. Asas hukum umum itu

14
Ibid. Hal. 18
15
Rohidin, 2016, Buku Ajar Pengantar Hukum Islam dari Semenanjung Arab Hingga Indonesia,
Jogjakarta: Lintang Rasi Aksara Books, Hal 37

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
5 / 18
merupakan pengendapan hukum positif dalam suatu masyarakat.16 dengan
demikian titik tekan Bellefroid bahwa asas hukum bertitik tolak dari
adanya hukum positif yang dipengaruhi oleh waktu dan tempat.

Sementara Sudikno Mertokusumo mengemukakan, bahwa asas


hukum atau prinsip hukum bukanlah peraturan konkrit, melainkan pikiran-
pikiran dasar yang umum sifatnya atau merupakan latar belakang dari
peraturan yang kongkrit yang terdapat dalam dan dilatarbelakangi setiap
system hukum yang terjelma dalam peraturan perundang-undangan dan
putusan hakim yang merupakan hukum positif.17

Berdasarkan beberapa pengertian dan pendapat pakar tersebut,


penulis menyimpulkan dan merumuskan unsur-unsur asas hukum
antaralain : (1) Suatu rumusan yang memuat hal-hal mendasar, pokok atau
prinsipil, (2) menjadi dasar ada dan berlakunya suatu norma hokum, (3)
bersifat umum.

Sementara Teori Hukum secara terminology dikenal dengan


beberapa istilah yaitu Legal theory, Jurisprudence, Legal history. 18
Dalam
hal ini diuraikan sebagai berikut:
(1) Legal theory adalah suatu teori hukum yang memfokuskan
kajiannya bahwa hukum yang dianggap eksis adalah apa yang
ada di dalam undang-undang, sedangkan di luar undang-
undang dapat dianggap bukan/bagian dari hukum. Istilah legal
theory banyak lebih mengacu pada pandangan positivistik.
Pada posisi demikian ini para praktisi hukum (jurist als
medespeler) kurang atau tidak menyukai teori hukum (legal
theory) karena dianggap sangat terbatas dan sempit sifatnya.

16
Bellefroid, dalam Machmudin Dudu Duswara, 2013, Pengantar Ilmu Hukum Sebuah Sketsa,
Bandung: PT Refika Aditama, Hal 67-68
17
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Sutau Pengantar, Yogyakarta: Liberty, Cetakan Ke
dua, Hal. 34
18
L.A. Hart dan W. Halverson, 1981, Hal. 2-9, dalam Tiar Ramon, Teori Hukum
https://tiarramon.wordpress.com,

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
6 / 18
(2) Jurisprudence adalah suatu teori hukum yang lebih
meletakkan pada suatu dasar pemikiran bahwa hukum dan
masyarakat bersifat dialektika fungsional. Yaitu antara hukum
dan masyarakat tidak dapat dilepaskan satu dan lainnya dan
saling pengaruh mempengaruhi. (3) Legal history adalah suatu
teori yang berdasarkan pemikiran tentang teori hukum erat
hubungannya dengan ideology (legal ideology) dari
masyarakat pendukungnya yang berarti bahwa teori hukum
sangat erat hubungannya dengan sejarah hukum.19
Teori hukum adalah suatu keseluruhan pernyataan yang saling
berkaitan berkenaan dengan sistem konseptual aturan-aturan hukum dan
keputusan-keputusan hukum, yang untuk suatu begian penting sistem
tersebut memperoleh bentuk dalam hukum positif.20 Artinya bahwa suatu
teori yang saling berkaitan berkenaan dengan hukum yang memperoleh
suatu bentuk tetap dalam aturan-aturan dan keputusan.

E. TEORI TUJUAN HUKUM

Hukum mempunyai sasaran yang hendak dicapai. Dan dalam


fungsinya sebagai perlindungan kepentingan manusia hukum mempunyai
tujuan. Tujuan hukum merupakan arah atau sasaran yang hendak
diwujudkan dengan memakai hukum sebagai alat dalam mewujudkan
tujuan tersebut dengan mengatur tatanan dan prilaku masyarakat.

Begitu banyak teori tentang tujuan hukum, namun paling tidak, ada
beberapa teori yang dapat di golongkan sebagai grand theory tentang
tujuan hukum, sebagaimana dikemukakan Acmad Ali dalam bukunya.21

19
ibid
20
Bruggink, yang diterjemahakan (alih bahasa) Arief Sidharta, 1999, Refleksi Tentang Hukum,
Bandung: PT. Citra Aditya Bakhti, Hal. 4
21
“Menguak Teori Hukum (legal theory) dan Toeri Peradilan (judicialprudence) termasuk
interpretasi Undang-Undang (legisprudence)” merupakan salah satau dari sebelas Volume

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
7 / 18
Achmad Ali membagi grand theory tentang tujuan hukum ke
dalam beberapa teori yakni teori barat, teori timur, dan teori hukum islam
yakni sebagai beriku:22
a. Teori Barat
menempatkan teori tujuan hukumnya yang mencakup kepastian
hukum, keadilan dan kemanfaatan.44 Yang akan dijelaskan
lebih lanjut dalam tabel yang terdiri atas teori klasik dan teori
modern.
b. Teori Timur
berberda dengan teori barat, bangsa-banga timur masih
menggunkan kultur hukum asli mereka, yang hanya
menekankan maka teori tentang tujuan hukumnya hanya
menekankan “keadilan adalah keharmonisasian, dan
keharmonisasian aalah kedamaian”.
c. Teori Hukum Islam
Teori tujuan hukum islam, pada prinsipnya bagaimana
mewujudkan “kemanfaatan” kepada seluruh umat manusia,
yang mencakup “kemanfaatan” dalam kehidupan dunia
maupun diakhirat. Tujuan mewujudkan kemafaatan ini sesuai
dengan prinsip umum Al-Qur’an: a. Al-Asl fi al-manafi al-hall
wa fi almudar al man’u (segala yang bermanfaat dibolehkan,
dan segala yang mudarat dilarang). b. La darara wa la dirar
(jangan menimbulkan kemudaratan dan jangan menjadi korban
kemudaratan). c. Ad-darar yuzal (bahaya harus dihilangkan).
Selaras dengan tujuan hukum barat, Indonesia mengunakan hukum
formal barat yang konsep tujuan hukumnya adalah keadilan, kemanfaatan,
dan kepastian hukum, namun Indonesia juga menganut sistem eropa
kontinental secara dominan dalam sistem hukumnya, sehingga corak

karangan buku Profesor Dr. Acmad Ali, S.H.,M.H, (Guru Besar Ilmu Hukum Fakultas Hukum
Universitas Hasanudin)
22
Acmad Ali, 2009, Menguak Teori Hukum (legal theory) dan Toeri Peradilan (judicialprudence)
termasuk interpretasi Undang-Undang (legisprudence), Jakarta: Kencana Perdana Media Group,
Cetakan Ke-I Agustus, Hal. 212

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
8 / 18
pemikirannya sangat legalistik. Hal itu disebabkan oleh keadaan dan
sejarah perkembangan indonesia sebagaimana dikemukakan oleh Ahmad
Ali.23

Dan bagi negara-negara berkembang (salah satunya Indonesia)


pada umumnya hukum di negara-negara berkembang secara historis
terbentuk oleh empat lapisan.

Lapisan terdalam terdiri dari aturan aturan kebiasaan yang diakui


(sebagai hukum oleh masyarakat yang bersangkutan), di atasnya
ialah lapisan aturan-aturan keagamaan yang diakui, kemudian
aturan-aturan hukum dari negara kolonial dan lapisan paling atas
ialah hukum nasional modern yang terus berkembang. Sejak
beberapa puluh tahun ke belakang kemudian ditambahkan lapisan
kelima, yaitu hukum internasional.24

Soebekti, berpendapat bahwa hukum itu mengabdi kepada tujuan


negara, yaitu mendatangkan kemakmuran dan keabahagiaan para rakyat.
Dalam mengabdi kepada tujuan negara dengen menyelenggarakan
keadilan dan ketertiban.25

Menurut Teori Campuran, Mochtar Kusuatmadja mengemukakan


tujuan pokok dan pertama dari hukum adalah ketertiban. Kebutuhan akan
ketertiban adalah syarat pokok bagi adanya masyarakat manusia yang
teratur. Disamping itu, tujuan lain hukum adalah tercapainya keadilan
yang berbeda isi dan ukuranya menurut masyarakat dan zamanya.26

23
Acmad Ali mengemukakan bahwa Indonesia sebagai bangsa timur memang mengalami “dua
macam kesialan atau kecelakaan sejarah”. Yang pertama, sial atau celaka pernah mengalami
penjajahan dari Bangsa Barat selama ratusan tahun di jawa dan puluhan tahun di berbagai daerah
lain. Kedua, bangsa barat yang menjajah indonesia, yakni bangsa belanda yang menganut sistem
hukum eropa kontinental yang legalistik dan ditambah dengan pemaksaan “politik hukum kolonial
belanda” kepada negeri jajahan yang dikenal dengan istilah asas konkordansi. Dan penulis tidak
sepenuhnya sependapat atas pandangan tersebut
24
Jan Michiel Otto, Kepastian Hukum Yang Nyata di Negara Berkembang, dalam Jan Michiel
Otto (et.all), 2012, Kajian sosio-legal: Seri Unsur-Unsur Penyusun Bangunan Negara Hukum,
Denpasar Bali, Penerbit Pustaka Larasan, Edisi Pertama, Hal. 119
25
Sudikno Mertokusumo ,Op.cit, Hal. 81
26
ibid

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
9 / 18
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Indonesia merupakan
negara yang menggunakan konsep umum tujuan hukum yang sama dengan
negara-negara barat yang menggunakan sistem hukum civil law dan living
law yakni keadilan, kemanafaatan dan kepastian. Namun yang lebih
dominan bercorak legalistik yang menekankan pada aspek hukum tertulis
yang berorientasi pada kepastian.

Dengan demikian, pada hakikatnya suatu hukum harus memiliki


tujuan yang didalamnya mengandung unsur keadilan, kemanfaatan dan
kepastian. Ketiga-ketiganya merupakan syarat imperatif yang tidak boleh
hanya satu unsur dan atau dua unsur lainya yang terpenuhi.

F. TEORI TUJUAN HUKUM DALAM ASPEK KEPASTIAN HUKUM

Kepastian hukum merupakan teori yang lahir atas perkembangan


paham positivisme hukum yang berkembang pada abad ke 19. Kepastian
hukum sangat erat kaitanya dengan hukum positif yakni suatu hukum yang
berlaku dalam suatu wilayah Negara dan atau kedaan tertentu yang
berbentuk tertulis (Peraturan Perundang-Undangan). Aturan tersebut pada
prinsipnya mengatur atau berisi tentang ketentuan-ketenatuan umum yang
menjadi pedoman bertingkah laku bagi setiap individu masyarakat.

Bahwa adanya aturan hukum semacam itu dan pelaksanaan aturan


tersebut akan menimbulkan kepastian hukum, yang dalam pandangan
Peter Mahmud sebagai berikut:
Kepastian hukum mengandung dua pengertian yaitu pertama,
adanya aturan yang bersifat umum membuat individu dapat
mengetahui apa saja yang boleh atau tidak boleh dilakukan; dan
kedua, berupa keamanan hukum bagi individu dari
kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan yang

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
10 / 18
bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh
dibebankan atau dilakukan oleh negara terhadap individu.27

Sejalan dengan itu, Satjipto Raharjo mengemuka-kan pandangan


mengenai hukum subtantif dan hukum proesdural yang dikeluarkan oleh
pembuat hukum. Peraturan subtantif adalah peraturan yang berisi tentang
perbuatan apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Sedangkan
peraturan prosedural adalah peraturan yang isinya mengatur tentang tata
cara dan tata tertib untuk melaksanakan peraturan subtantif tersebut yang
bersifat prosedural.28

Kepastian undang-undang lahir dari aliran yuridis


dogmatiknormatif-legalistik-positivistis yang bersumber dari pemikiran
kaum legal positivisim di dunia hukum. penganut aliran ini, tujuan hukum
hanya semata-mata untuk mewujudkan legal certainty (kepastian hukum)
yang dipresepsikan sekedera “kepastian undang-undang”. Kepastian
hukum menurut pandangan kaum legalistik, sifanya hanya sekedar
membuat produk perundang-undangan, dan menerapkan dengan sekedar
menggunakan “kacamata kuda” yang sempit.29

Lebih lanjut, penganut legalistik menyatakan, meskipun aturan


hukum atau penerapan hukum terasa tidak adil, dan tidak memberikan
manfaat yang besar bagi mayoritas warga masyarakat, hal itu tidak
menjadi soal, asalkan kepastian hukum legal certainty dapat terwujud.30

Secara sosio-historis, masalah kepastian hukum muncul bersamaan


dengan sistem produksi ekonomi kapitalis. Berbeda dengan sistem
produksi sebelumnya maka yang terkahir ini mendasarkan pada

27
Peter Mahmud Marzuki, 2008, Pengntar Ilmu Hukum edisi revisi, Kencana Prenada Media
Group, Hal 136
28
Satjipto Raharjo, 2000, Ilmu Hukum, Bandung: Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Cetakan Ke-V,
Hal. 77
29
Acmad Ali, Op.cit. Hal.284
30
Ibid. Hal.286

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
11 / 18
perhitungan efisiensi. Semua harus bisa dihitung dengan jelas dan pasti,
berapa barang yang dihasilkan, berapa ongkos yang dikeluarkan, dan
berapa harga jual.31 Hukum modern itu mengikuti perkembangan zaman
yang sangat mendukung kebutuhan sistem ekonomi baru yang kapitalistik.
Karena tertulis dan diumumkan secara publik, maka segala sesuatu
bisa diramalkan dan dimasukan ke dalam komponen produksi. Sehingga
ilmu hukum juga terpanggil untuk memberi legitimasi teori terhadap
perkembangan tersebut. disinilah munculnya positivisme dan berfikir
positivistik.

Dengan demikian penulis menarik kesimpulan dan menegaskan


sekali lagi, bahwa sejatinya hukum positif negara kita yang bersifat
legalistik yang selalu mengangungkan kepastian hukum pada dasarnya
berpihak dan mengikuti perkembangan ekonomi kapitalisme dalam sistem
produksi dan industrialisasi.

Redbruch, dalam tesisnya yang membicarakan tentang cita hukum


(idea des recht) yang termaktub dalam tiga nilai dasar (Grundwerten) yaitu
keadilan (gerechtigkeit), kemanfaatan (zwekmaeszigkeit), dan kepastian
hukum (rechtssichherkeit).32 Ketiga nilai dasar tersebut tidak selalu berada
dalam hubungan yang serasi (harmonis) satu sama lain, melainkan saling
berhadapan, bertentangan satu sama lain.

Berdasarkan ajaran prioritas baku, Gustav Rebruch mengemukakan


kembali, yang awalnya bahwa ide dasar hukum itu merupakan tujuan
hukum secara bersama-sama, namun setelah berkembang, bahwa (ia
mengajarkan) kita harus menggunakan asas prioritas, dimana prioritas
pertama adalah keadilan, kedua kemanfaatan, dan terkahir adalah
kepastian hukum. kepastian dan kemanfaatn hukum tidak boleh bertentang
dengan keadilan, juga kepastina hukum tidak boleh bertentangan dengan
kemanfaatan.
31
Ibid. Hal.290
32
Redbruch, dalam Acmad Ali, Ibid. Hal.292

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
12 / 18
Selanjutnya, tentang “kepastian hukum” Fuller yang dikutip
Satjipto Raharjo dalam bukunya Hukum dalam Jagat Ketertiban
menjelaskan bahwa, “Fuller mengajukan delapan asas yang harus dipenuhi
oleh hukum dan apabila itu tidak terpenuhi, maka gagalah hukum disebut
sebagai hukum. kedepalan asas tersebut sebagai berikut:33
1. Suatu sistem hukum terdiri dari peraturan-peraturan, tidak
berdasarkan putusan-putusan sesat untuk hal-hal tertentu (ad
hoc).
2. Peraturan tersebut di umumkan kepada publik;
3. Tidak berlaku surut, karena akan merusak integritas sistem.
4. Dibuat dalam rumusan yang dimengerti oleh umum.
5. Tidak boleh ada peraturan yang saling bertentangan.
6. Tidak boleh menuntut suatu tindakan yang melebihi apa yang
bisa dilakukan.
7. Tidak boleh sering diubah-ubah.
8. Harus ada kesesuaian antara peraturan dan pelaksanaan
seharihari.
Sejalan dengan itu, Jan Micheil Otto memberikan suatu definisi
“kepastian hukum” yang tidak sekedar kepastian yuridis. Kepastian hukum
nyata sesungguhnya mencakup pengertian kepastian hukum yuridis,
namun sekaligus lebih dari itu. Saya (Jan) mendefinisikannya sebagai
kemungkinan bahwa dalam situasi tertentu:34

1. tersedia aturan-aturan hukum yang jelas, konsisten dan mudah


diperoleh (accessible), diterbitkan oleh atau diakui karena
(kekuasaan) negara.
2. bahwa instansi-instansi pemerintah menerapkan aturan-aturan
hukum itu secara konsisten dan juga tunduk dan taat
terhadapnya.

33
Fuller yang dikutip oleh Satjipto Raharjo, 2006, Hukum dalam jagat ketertiban, dalam Acmad
Ali, Ibid. Hal. 294
34
Jan Michiel Otto, op.cit. Hal. 122

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
13 / 18
3. bahwa pada prinsipnya bagian terbesar atau mayoritas dari
warganegara menyetujui muatan isi dan karena itu
menyesuaikan perilaku mereka terhadap aturan-aturan
tersebut.
4. bahwa hakim-hakim (peradilan) yang mandiri dan tidak
berpihak (independent and impartial judges) menerapkan
aturan-aturan hukum tersebut secara konsisten sewaktu mereka
menyelesaikan sengketa hukum yang dibawa kehadapan
mereka.
5. bahwa keputusan peradilan secara konkrit dilaksanakan.

Dengan demikian, pada dasarnya kepastian hukum akan


memberikan suatu dasar, apa yang boleh dan tidak boleh diperbuat oleh
masyarakat, serta perlindungan bagi setiap individu masyrakat dari
tindakan otoriter negara. Namun yang tak kalah penting adalah bahwa nilai
kepastian hukum tidak hanya berbentuk pasal-pasal dalam peraturan
perundangudangan, melainkan adanya korelasi antara aturan hukum yang
satu dengan aturan hukum yang lain baik secara hierarkis maupun secara
subtansif. Artinya suatu aturan hukum yang satu dengan yang lain tidak
boleh tumpang tindih dan bertentangan antara yang umum dengan khusus
baik secara hierarkis maupun subtansi dalam aturan tersebut, sehingga
dapat menimbulkan suatu kepastian hukum dalam implementasinya.
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara
indonesia yang melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah
darah indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan perdamaian
abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan
indonesia itu dalam suatu undang undang dasar republik indonesia, yang
terbentuk dalam suatu susunan negara republik indonesia.

Berkenaan dengan tujuan hukum (menjamin kepastian hukum), ada


beberapa pendapat dari para ahli hukum sebagai berikut :

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
14 / 18
1. Aristoteles (Teori Etis )
Tujuan hukum semata-mata mencapai keadilan. Artinya,
memberikan kepada setiap orang, apa yang menjadi haknya.
Disebut teori etis karena isi hukum semata-mata ditentukan
oleh kesadaran etis mengenai apa yang adil dan apa yang tidak
adil.
2. Jeremy Bentham (Teori Utilitis )
Hukum bertujuan untuk mencapai kemanfaatan. Artinya hukum
bertujuan menjamin kebahagiaan bagi sebanyak-banyaknya
orang/masyarakat (Jeremy Bentham : 1990).
3. Geny (D.H.M. Meuvissen : 1994)
Hukum bertujuan untuk mencapai keadilan, dan sebagai unsur
keadilan adalah ”kepentingan daya guna dan kemanfaatan”.

4. Van Apeldorn

Tujuan hukum ialah mengatur pergaulan hidup manusia secara


damai. Hukum menghendaki perdamaian. Perdamaian di antara
manusia dipertahankan oleh hukum dengan melindungi
kepentingan-kepentingan hukum manusia seperti: kehormatan,
kemerdekaan jiwa, harta benda dari pihak-pihak yang
merugikan (Van Apeldorn : 1958).

5. Prof Subekti S.H.

Tujuan hukum adalah menyelenggarakan keadilan dan


ketertiban sebagai syarat untuk mendatangkan kemakmuran dan
kebahagiaan (Subekti : 1977).

6. Purnadi dan Soerjono Soekanto

Tujuan hukum adalah kedaimaian hidup manusia yang meliputi


ketertiban ekstern antarpribadi dan ketenangan intern pribadi
(Purnadi - Soerjono Soekanto: 1978).

Tujuan hukum adalah terpelihara dan terjaminnya keteraturan


(kepastian) dan ketertiban. Tanpa keteraturan dan ketertiban kehidupan

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
15 / 18
manusia yang wajar memang tidak mungkin, seseorang tidak dapat
mengembangkan bakatnya tanpa adanya kepastian dan keteraturan.
Memandang hukum secara abstrak atau formal memang demikian
benarnya. (Mochtar Kumaatmadja : 2000 : 49)

Berdasarkan uraian diatas bahwa tujuan hukum adalah suatu sarana


yang diciptakan oleh pejabat yang berwenang (legislatif) untuk membuat
peraturan yang memberikan kemanfaatan, keadilan dan kepastian hukum
bagi masyarakat.

G. Latihan True or False


1. kondisi kebenaran ideal secara moral mengenai sesuatu hal, baik
menyangkut benda atau orang disebut dengan Kemanfaatan
2. asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan ketentuan
peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap
kebijakan penyelenggaraan pemerintahan, disebut dengan
Keadilan
3. menjamin kebahagian yang terkesan bagi manusia dalam jumlah yang
sebanyakbanyaknya, disebut dengan Kepastian hukum
4. Norma hukum berisi perintah dan larangan yang bersifat Imperatif
5. Norrma hukum disebut sebagai hukum positif, yang berlaku dalam suatu
negara dan dalam waktu tertentu, atau yang dikenal dengan Ius
Constituendum

H. Kunci Jawaban
1. F
2. F
3. F
4. T
5. F

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
16 / 18
I. DAFTAR PUSTAKA

Acmad Ali, 2009, Menguak Teori Hukum (legal theory) dan Toeri Peradilan
(judicialprudence) termasuk interpretasi Undang-Undang
(legisprudence), Jakarta: Kencana Perdana Media Group, Cetakan Ke-
I Agustus

Bellefroid, dalam Machmudin Dudu Duswara, 2013, Pengantar Ilmu Hukum


Sebuah Sketsa, Bandung: PT Refika Aditama

Bruggink, yang diterjemahakan (alih bahasa) Arief Sidharta, 1999, Refleksi


Tentang Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakhti

Jan Michiel Otto, Kepastian Hukum Yang Nyata di Negara Berkembang,


dalam Jan Michiel Otto (et.all), 2012, Kajian sosio-legal: Seri Unsur-
Unsur Penyusun Bangunan Negara Hukum, Denpasar Bali, Penerbit
Pustaka Larasan, Edisi Pertama

John Rawls, A Theory of Justice (revised edn, Oxford: OUP, 1999) di sadur
dalam
https://id.wikipedia.org/wiki/Keadilan#:~:text=Keadilan%20adalah%2
0kondisi%20kebenaran%20ideal,memiliki%20tingkat%20kepentinga
n%20yang%20besar.&text=Tapi%2C%20menurut%20kebanyakan%2
0teori%20juga,hidup%20di%20dunia%20yang%20adil%22.

Permadi Purbacaraka dan Soejono Soekanto, 1978, Perihal Kaidah Hukum,


Alumni: Bandung

Peter Mahmud Marzuki, 2008, Pengntar Ilmu Hukum edisi revisi, Kencana
Prenada Media Group

Riduan Syahrani, 2008, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti, Cetakan Ke III,

Rohidin, 2016, Buku Ajar Pengantar Hukum Islam dari Semenanjung Arab
Hingga Indonesia, Jogjakarta, Lintang Rasi Aksara Books

Satjipto Raharjo, 2000, Ilmu Hukum, Bandung: Penerbit PT. Citra


Aditya Bakti, Cetakan Ke-V

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Sutau Pengantar,


Yogyakarta: Liberty, Cetakan Ke dua

Surojo Wignyodipuro, 1983, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta,Utrecth

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
17 / 18

Anda mungkin juga menyukai