Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk mencapai atau menciptakan tata tertib,
keamanan dan ketentraman dalam masyarakat baik itu merupakan usaha pencegahan maupun
pemberantasan atau penindakan setelah terjadinya pelanggaran hukum, dengan perkataan lain baik
secara preventif maupun represif. Sejauh ini peraturan yang mengatur tentang penegakan hukum dan
perlindungan hukum terhadap keluhuran harkat martabat manusia di dalam proses pidana pada
hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan
Kehakiman dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP).

Lembaga peradilan sebagai lembaga penegakan hukum dalam system mperadilan pidana
merupakan suatu tumpuan harapan dari para pencari keadilan yang selalu menghendaki peradilan
yang sederhana, cepat dan biaya ringan sebagaimana yang diatur dalam pasal 2 ayat (4) Undang-
undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Keadilan yang dihasilkan dari suatu
lembaga peradilan melalui suatu proses peradilan yang tertuang di dalam putusan hakim adalah
merupakan syarat utama di dalam mempertahankan kelangsungan hidup suatu masyarakat sebab
putusan-putusan hakim yang kurang adil membuat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga
peradilan menjadi berkurang, sehingga mengakibatkan Universitas Sumatera Utaramasyarakat
enggan untuk menempuh jalur hukum di dalam mengatasi permasalahan hukum yang mereka hadapi.
Maka dalam hal ini hakim sebagai pejabat Negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk
mengadili dalam suatu proses peradilan pidana, mempunyai suatu peranan penting dalam penegakan
hukum pidana untuk tercapainya suatu keadilan yang diharapkan dan dicita-citakan.

2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pembahasan di atas, maka rumusan masalah yang lahir adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana Perlindungan dan Penegakan Hukum?

2. Apa Dasar Hukum Perlindungan dan Penegakan Hukum?

3. Bagaimana Pentingnya Perlindungan dan Penegakan Hukum?

4. Bagaimana Peristiwa Di lingkungan Sekitar yang Disebabkan Lemahnya Perlindungan dan Penegakkan
Hukum?

3 Tujuan

Mengacu pada rumusan masalah tersebut tujuan yang diharapkan adalah sebagai berikut:

1. Memahami Perlindungan dan Penegakan Hukum.


2. Mengetahui Dasar Hukum Perlindungan dan Penegakan Hukum.

3. Memahami Pentingnya Perlindungan dan Penegakan Hukum.

4. Memaparkan Peristiwa Di lingkungan Sekitar yang Disebabkan Lemahnya Perlindungan dan


Penegakkan Hukum
A. DEFINISI HUKUM
Hukum adalah kumpulan peraturan yang diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat dan bersifat
memaksa orang agar menaati tata tertib dalam masyarakat serta memberikan sanksi yang tegas
(hukuman) terhadap siapa saja yang melanggarnya. Adapun pengertian hukum menurut beberapa
ahli.
1) Prof. E. M. Meyers
Hukum adalah semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan, ditujukan kepada
tingkah laku manusia dalam masyarakat, dan menjadi pedoman bagi penguasa negara dalam
melakukan tugasnya.
2) Drs. E. Utrecht, S.H.
Hukum adalah himpunan peraturan (perintah dan larangan) yang mengurus tata tertib
masyarakat. Oleh karena itu, harus ditaati oleh masyarakat
3) J.C.T. Simorangkir
Hukum adalah peraturan peraturan yang bersifat memaksa yang menentukan tingkah laku
manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib
dan pelanggaran terhadap peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan dengan hukum
tertentu
4) Hugo de Groot

Hukum adalah peraturan tentang perbuatan moral yang menjamin keadilan

A. TUJUAN HUKUM
 Menurut Aristoteles
Tujuan hukum menurut Aristoteles adalah sepenuhnya untuk mencapai keadilan, yang
berarti memberikan kepada setiap orang apa yang telah menjadi haknya. Teori ini yang
kemudian dikenal sebagai teori etis.
 Menurut Jeremy Bentham (1990)
Tujuan hukum menurut Jeremy Bentham adalah untuk mencapai kemanfaatan, yang
berarti hukum akan menjamin kebahagiaan bagi sebanyak-banyaknya orang. Teori ini
yang kemudian dikenal sebagai teori utilities.
 Menurut Geny (1994)
Tujuan hukum menurut pendapat Geny adalah untuk mencapai keadilan dan sebagai
unsur keadilan yaitu kepentingan dayaguna dan kemanfaatan.
 Menurut Mochtar Kusumaatmadja
Tujuan hukum menurut Mochtar Kusumaatmadja adalah menciptakan ketertiban, yang
menjadi pokok dari terciptanya stuktur sosial yang teratur. Hukum juga bertujuan dalam
rangka mewujudkan keadilan yang sesuai dengan masyarakat dan zaman.
 Menurut Van Apeldorn (1958)
Tujuan hukum menurut Van Apeldorn adalah untuk mengatur pergaulan hidup manusia
secara damai. Perdamaian antar manusia dipertahankan oleh hukum dengan melindungi
kepentingan hukum seperti kehormatan, kemerdekaan jiwa, dan harta benda dari pihak
yang merugikan.
 Menurut Prof Subekti S.H. (1977)
Tujuan hukum secara umum adalah menyelenggarakan keadilan dan ketertiban yang
menjadi syarat untuk mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan.
 Menurut Purnadi dan Soerjono Soekanto (1978)
Tujuan hukum bisa difungsikan untuk kedamaian hidup manusia yang meliputi ketertiban
ekstern antar pribadi dan ketenangan intern pribadi.
 Menurut Roscoe Pound
Tujuan dan fungsi hukum menurut Roscoe Pound merupakan alat untuk melakukan
perubahan sosial yang akan membawa masyarakat ke arah kehidupan yang jauh lebih
baik, baik secara individu atau dalam kelompok sosial.
 Menurut Suharjo
Tujuan hukum adalah untuk memberi pengayoman atau perlindungan kepada manusia
secara pasif maupun aktif. Secara pasif berarti dilakukan dengan cara membuat suatu
upaya pencegahan atas percobaan penyalahgunaan hak atau sikap sewenang-wenang
yang ditujukan kepada seseorang atau sekelompok orang. Sedangkan secara aktif berarti
melakukan suatu usaha guna menciptakan situasi sosial yang manusiawi.
 Menurut Bellefroid
Menurut Bellefroid, hukum bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan
kepentingan umum (publik). Dengan kata lain adalah bahwa kepentingan masyarakat
harus didahulukan di atas segalanya.
 Menurut S. M. Amin
Tujuan hukum menurut S. M. Amin adalah untuk mengadakan ketertiban dalam
pergaulan manusia, sehingga keamanan dan ketertiban terpelihara.
 Menurut Soejono Dirdjosisworo
Hukum bertujuan untuk melindungi individu dalam berhubungan dengan masyarakat,
sehingga dapat diharapkan terwujudnya keadaan aman, tertib dan adil.
 Menurut J. Van Kan
Tujuan hukum menurut J. Van Kan adalah untuk menjaga kepentingan tiap-tiap manusia
agar tidak dapat diganggu. Dengan tujuan ini, dicegah terjadinya perilaku main hakim
sendiri terhadap orang lain karena tindakan itu dicegah oleh hukum.
 Menurut Wasis Sp
Menurut Wasis Sp, hukum berfungsi untuk mengatur dan mengendalikan kehidupan
manusia agar kehidupan selalu berada dalam keamanan, keadilan, ketentraman dan
kesejahteraan.
 Menurut Sutjipto Rahardjo
Tujuan hukum menurut Sutjipto Rahardjo adalah untuk membimbing manusia pada
kehidupan yang baik, aman, tenteram, adil, damai dan penuh kasih sayang.

B. PENGGOLONGAN HUKUM

Pembagian hukum dalam beberapa golongan hukum yaitu:

A. Menurut sumbernya

Menurut sumbernya hukum dapat dibagi dalam:

1) Undang-undang (wettenrech) : Undang-undang adalah hukum yang tercantum dalam


peraturan perundang-undangan.

2) Kebiasaan (gewoonte-en adatrech) : Kebiasaan adalah hukum yang terletak di dalam


peraturan-peraturan kebiasaan (adat).

3) Traktat (tractaten recht) : Traktat adalah hukum yang ditetapkan oleh negara-negara di
dalam suatu perjanjian antarnegara. Perjanjian tersebut biasanya meliputi bidang-bidang
politik dan ekonomi.
4) Yurisprudensi (yurisprudentie recht) : Yurisprudensi adalah hukum yang terbentuk karena
putusan hakim. Keputusan hakim kemudian dijadikan rujukan oleh hakim pada selanjutnya
untuk memutuskan sesuatu perkara.

5) Hukum ilmu (wetenscaps recht) : Hukum ilmu adalah hukum yang pada dasarnya berupa
ilmu hukum yang terdapat dalam pandangan para ahli hukum yang terkenal dan sangat
berpengaruh.

B. Menurut bentuknya

Menurut bentuknya hukum dapat dibagi dalam hukum yang dikodifikasikan, tertulis, dan tidak
tertulis.

1) Hukum tertulis
Hukum tertulis adalah hukum yang dicantumkan dalam berbagai peraturan perundangan.
Hukum tertulis ada dua macam, antara lain sebagai berikut :
a) Hukum tertulis yang telah dikodifikasikan seperti KUH Perdata/BW (Burgerlijk Wetboek)
dan KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana). Kodifikasi adalah pembukuan bahan-bahan
hukum yang sejenis secara sistematis dan lengkap dalam satu kitab undang-undang.
b) Hukum tertulis yang belum terkodifikasikan misalnya hukum perkoperasian.

2) Hukum tidak tertulis

Hukum tidak tertulis adalah hukum yang masih hidup dalam keyakinan di masyarakat tetapi tidak
tertulis (disebut hukum kebiasaan). Hukum tidak tertulis tidak termaktub dalam suatu dokumen,
tetapi diyakini dan ditaati oleh suatu masyarakat tertentu. Dalam praktek kenegaraan, hukum
tidak tertulis disebut konvensi. Contoh: Pidato presiden setiap tanggal 16 Agustus di depan DPR.

C. Hukum menurut tempat berlakunya


Menurut tempat berlakunya hukum dibagi dalam:
1) Hukum nasional : Hukum nasional adalah hukum yang berlaku dalam suatu negara.
2) Hukum internasional : Hukum internasional adalah hukum yang mengatur hubungan
hukum dalam dunia internasional.
3) Hukum asing : Hukum asing adalah hukum yang berlaku dalam negara lain.

D. . Hukum menurut waktu berlakunya

Menurut waktu berlakunya, hukum dibagi dalam:

1) Ius Constitutum (Hukum positif) : Hukum yang berlaku sekarang bagi suatu masyarakat
tertentu dalam suatu daerah tertentu. Contohnya UUD 1945.

2) Ius Constituendum : Hukum yang diharapkan dapat berlaku di masa yang akan datang
(hukum yang dicita-citakan). Contohnya Aturan Peralihan Pasal 1 UUD 1945.

3) Ius Naturale/Hukum Asasi (Hukum alam) : Hukum yang berlaku di mana-mana dalam
segala waktu dan untuk segala bangsa di dunia. Hukum ini tidak mengenal batas waktu
melainkan berlaku untuk selama-lamanya (abadi) terhadap siapapun juga di seluruh tempat.
Contohnya keadilan.
Ketiga macam hukum ini merupakan hukum duniawi.

E. Menurut cara mempertahankannya


Hukum menurut cara mempertahankannya dibagi dalam:
1) Hukum materiil : Hukum yang memuat peraturan-peraturan yang mengatur kepentingan-
kepentingan dan hubungan-hubungan yang berwujud perintah-perintah dan larangan-
larangan. Contoh:
a) Hukum pidana.
b) Hukum perdata.
c) Hukum dagang.
2) Hukum formil (Hukum proses atau hukum acara) : Hukum yang memuat peraturan-
peraturan yang mengatur bagaimana cara-cara melaksanakan dan mempertahankan hukum
material atau peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana cara-caranya mengajukan
sesuatu perkara ke muka pengadilan dan bagaimana cara-caranya hakim memberi putusan.
Contoh:
a) Hukum acara pidana.
b) Hukum acara perdata.
c) Hukum acara peradilan tata usaha negara.

F. Hukum menurut sifatnya

Menurut sifatnya hukum dapat dibagi dalam:

1) Hukum yang memaksa


Hukum yang memaksa adalah hukum yang dalam keadaan bagaimanapun juga harus dan
mempunyai paksaan mutlak. Misalnya dalam perkara pidana: seorang pencuri tertangkap
karena sedang membongkar jendela rumah orang tuanya pada malam hari. Kemudian diproses
untuk diajukan ke pengadilan, lalu diputus perkaranya. Walaupun orang tuanya tidak
mempermasalahkan anaknya mencuri bahkan tidak perlu diajukan ke pengadilan, tetapi
hukum mewajibkan perkara tersebut harus diproses (tanpa pandang bulu).
2) Hukum yang mengatur (hukum pelengkap) :
Hukum yang mengatur adalah hukum yang dapat dikesampingkan apabila pihak-pihak yang
bersangkutan telah membuat peraturan sendiri dalam suatu perjanjian. Biasanya dilakukan
dalam perkara-perkara perdataan. Contoh: Alfans meminjam uang pada Benny dan berjanji
akan mengembalikannya sebulan kemudian. Ternyata sudah melewati batas yang telah
ditentukan Alfans tidak mau melunasi utangnya dengan alasan belum punya uang. Menurut
Pasal 1365 KUH Perdata, yang menyatakan: Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa
kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian
itu, mengganti kerugian tersebut. Berdasarkan pasal tersebut ada dua:
a) Kemungkinan pertama Alfans wajib membayar utang.
b) Kemungkinan kedua Alfans“ dibebaskan/diperpanjang pembayarannya asal ada kata
sepakat antara Alfans dan Benny, kemungkinan kedualah yang disebut hukum yang mengatur.
F. Hukum menurut wujudnya
Hukum menurut wujudnya dibagi dalam:
1) Hukum objektif
Hukum objektif adalah hukum dalam suatu negara yang berlaku umum dan tidak mengenal
orang atau golongan tertentu. Hukum ini hanya menyebutkan peraturan hukum saja yang
mengatur hubungan hukum antara dua orang atau lebih.
2) Hukum subjektif (hak)
Hukum subjektif adalah hukum yang timbul dari hukum objektif dan berlaku terhadap seorang
tertentu atau lebih. Hukum subjektif disebut juga hak. Pembagian jenis ini jarang digunakan
orang.
G. Hukum menurut isinya
Hukum menurut isinya dibagi dalam:
1) Hukum privat (hukum sipil)
Hukum privat adalah hukum yang mengatur hubungan-hubungan antara orang yang satu
dengan orang yang lain, dengan menitikberatkan kepada kepentingan perorangan. Yang
termasuk hukum privat adalah hukum perdata, yaitu hukum yang mengatur hubungan
antarperorangan, dengan menitikberatkan pada kepentingan perorangan (antara mereka yang
berperkara). Hukum privat mencakup antara lain:
a) Hukum perorangan yaitu hukum yang memuat peraturan-peraturan tentang manusia
sebagai subjek hukum dan tentang kecakapan untuk memiliki hak-hak dan untuk bertindak
sendiri melaksanakan hak-haknya.
b) Hukum keluarga yaitu hukum yang memuat aturan tentang perkawinan beserta hubungan
dalam hukum harta kekayaan antara suami istri, tentang hubungan orang tua, anak, perwalian,
dan pengampuan.
c) Hukum harta kekayaan yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum yang dapat dinilaikan
dengan uang. Hukum ini meliputi hak mutlak (hak-hak yang berlaku terhadap seseorang atau
suatu pihak tertentu).
d) Hukum waris yaitu hukum yang mengatur tentang benda/kekayaan seseorang yang sudah
meningal.
e) Hukum dagang yaitu hukum yang mengatur tentang hubungan antara produsen dan
konsumen dalam jual beli barang dan jasa.
2) Hukum publik (hukum negara)
Hukum publik adalah hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan alat-alat
perlengkapan atau hubungan antara negara dengan perorangan (warga negara). Hukum publik
itu terdiri dari:
a) Hukum tata negara yaitu hukum yang mengatur bentuk dan susunan pemerintahan suatu
negara serta hubungan kekuasaan antara alat-alat perlengkapan negara satu sama lainnya dan
hubungan antara negara (pemerintah) dengan bagian-bagian negara.
b) Hukum tata usaha negara atau hukum tata pemerintahan yaitu hukum yang mengatur cara-
cara menjalankan tugas dari kekuasaan alat-alat perlengkapan negara.
c) Hukum internasional yang meliputi hukum perdata internasional dan hukum publik
internasional.
d) Hukum pidana yaitu hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan apa yang dilarang dan
memberikan pidana kepada siapa yang melanggar serta mengatur bagiamana cara-cara
mengajukan perkara-perkara ke muka pengadilan.
Hukum pidana menitikberatkan pada perlindungan kepentingan umum atau negara. Hukum
pidana berisi:
(1) Peraturan-peraturan hukum yang melarang perbuatan tertentu, misalnya: mencuri,
menipu, memeras dan mengancam, membunuh, menganiaya dan lain-lain.
(2) Peraturan-peraturan yang mengharuskan dilakukan perbuatan-perbuatan tertentu,
misalnya:
a) Kewajiban memberitahukan kepada polisi tentang adanya permufakatan melakukan
kejahatan.
b) Kewajiban memberikan pertolongan kepada orang yang sedang diancam bahaya maut
sedang ia mampu berbuat untuk menolongnya.

Peraturan-peraturan hukum pidana diatur dalam KUHP dan peraturan-peraturan lainnya


yang memuat hukuman ancaman pidana. Jenis-jenis hukuman pidana sebagaimana diatur
dalam pasal 10 KUHP adalah:

(1) Hukuman pokok : Hukuman pokok terdiri dari hukuman mati, penjara, kurungan, dan
denda.

(2) Hukuman tambahan : Hukuman tambahan berupa pencabutan beberapa hak-hak


tertentu, misalnya: hak untuk dipilih dalam pemilu atau hak untuk diangkat sebagai TNI.
Hukuman tambahan berupa rampasan barang-barang tertentu, misalnya pengumuman
keputusan hakim.

D. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA PELANGGARAH HUKUM

1. Faktor internal yaitu faktor – faktor yang terdapat didalam diri para pelaku pelanggaran
hukum dan HAM tersebut
2. Faktor eksternal yaitu faktor-faktor dari luar diri manusia yang mendorong seseorang
atau sekelompok orang melakukan pelanggaran hukum

E. KASUS PELANGGRAN HUKUM

Kasus Pelecehan Baiq Nuril

Kasus pelecehan seksual yang menimpa Baiq Nuril hingga kini masih menjadi perbincangan di tengah
masyarakat. Baiq Nuril merupakan seorang mantan tenaga honorer di SMA Negeri 7 di Mataram yang
menjadi korban pelecehan seksual oleh M yang merupakan kepala sekolah tempat dirinya bekerja.

Dalam perjalanannya, Baiq dinyatakan bersalah dalam putusan kasasi Nomor 574K/Pid.Sus/2018 yang
dibacakan pada 26 September 2018 atas tindak pidana "mendistribusikan atau mentransmisikan
konten kesusilaan" sebagaimana tertera dalam Pasal 27 Ayat 1 Undang-Undang tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (ITE) dan divonis pidana penjara selama enam bulan dan denda sebesar 500 juta.

Peneliti Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Fakultas Hukum Universitas Indonesia (MaPPI
FHUI), Bestha Inatsan Ashila menilai, putusan kasasi tersebut mengundang gejolak di masyarakat.
"Pasalnya, Baiq Nuril dinyatakan bersalah dalam putusan kasasi setelah sebelumnya pada 2017 dirinya
dinyatakan tidak bersalah dalam putusan PN Pengadilan Negeri Mataram No 265/Pid.Sus/2017/ PN.
Mtr," kata Bestha, di Jakarta, Jumat (16/11).

Pascaputusan itu, MaPPI FHUI menilai, sedikitnya terdapat dua permasalahan utama dalam kasus itu.
Pertama, hakim tidak memahami unsur-unsur Pasal 27 Ayat 1 UU ITE dan tidak mengimplementasikan
Perma Nomor 3 Tahun 2017. "Pada dasarnya, apa yang dialami oleh Baiq Nuril adalah merupakan
sebuah bentuk kriminalisasi. Sejak awal ia tidak merekam percakapan tersebut dengan niat untuk
mencemarkan nama baik M, melainkan sebagai bukti bahwa dirinya telah dilecehkan oleh M dan
untuk berjaga-jaga jika terjadi hal-hal buruk di kemudian hari," kata dia.

Sayangnya, majelis hakim tingkat kasasi justru memandang hal tersebut sebagai suatu tindakan
pencemaran nama baik yang dilakukan dengan cara menyebarluaskan suatu konten asusila melalui
elektronik yang sengaja dilakukan oleh Baiq Nuril. Padahal, putusan PN Mataram sebelumnya telah
menyatakan bahwa Baiq Nuril tidak bersalah atas tuduhan pasal tersebut.

Hal ini mengindikasikan bahwa hakim kurang cermat dalam membuktikan unsur dalam Pasal 27 Ayat
1 UU ITE. "Hakim tidak mencermati secara jelas unsur-unsur tindak pidana dalam pasal tersebut, di
mana dalam pasal tersebut yang seharusnya dinyatakan bersalah adalah orang yang
menyebarluaskan," katanya.

Dikatakan, putusan MA dalam kasus tersebut juga tidak sesuai dengan Perma Nomor 3 Tahun 2017
tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum. Dalam mengadili
perempuan yang berhadapan fengan hukum, hakim diharapkan dapat mengidentifikasi dan
mempertimbangkan fakta persidangan terkait adanya ketidaksetaraan status sosial di masyarakat
yang mengakibatkan adanya ketimpangan gender antara perempuan dan laki-laki.

Selanjutnya, hakim juga diharapkan dapat mengidentifikasi dan mempertimbangkan adanya relasi
kuasa antara para pihak yang berperkara yang mengakibatkan perempuan tidak berdaya. Selain itu,
hakim juga diharapkan dapat mengidentifikasi dan mempertimbangkan riwayat kekerasan yang
dilakukan pelaku serta mempertimbangkan dampak kerugian yang dialami korban dari
ketidakberdayaannya.

"Tanpa adanya inisiatif untuk mengidentifikasi hal-hal kunci dalam kasus kekerasan yang dialami oleh
perempuan, maka putusan yang lahir akan selalu merugikan perempuan," ujar Bestha. Dalam kasus
Baiq Nuril, seharusnya hakim mampu mengindentifikasikan ketidaksetaraan status sosial atau adanya
relasi kuasa antara M dan Baiq Nuril.
Posisi Baiq Nuril sebagai guru honorer sedangkan M merupakan kepala sekolah yang secara struktural
merupakan atasan Baiq. Kondisi itu membuat yang bersangkutan menjadi tidak berdaya melawan
karena posisi strukturalnya yang lebih rendah.

MaPPI FHUI mencatat, pelecehan seksual secara verbal yang dialami Baiq Nuril bukan yang pertama.
Peristiwa serupa sudah ke sekian kali semenjak 2012. Adanya riwayat atau sejarah pelecehan yang
dialami korban ini seharusnya menjadi hal yang juga ditelaah lebih dalam dan dipertimbangkan oleh
Hakim, tidak hanya terbatas pada kejadian yang dilaporkan.

"Dampak psikis korban yang mengalami pelecehan verbal berulang kali maupun tuduhan lingkungan
bahwa ia memiliki hubungan gelap dengan M juga seharusnya digali hakim," ujarnya. Menurutnya,
pelanggaran terhadap norma-norma Perma 3/2017 artinya juga melanggar apa yang telah ditetapkan
dalam kode etik hakim. Putusan Mahkamah Agung dalam kasus Baiq Nuril memperlihatkan bahwa
aparat penegak hukum di negeri ini masih belum berperspektif gender dan HAM.

Saat ini, diingatkan, kriminalisasi terhadap perempuan korban kekerasan harus dihentikan karena
akan melanggengkan praktik kekerasan dan membuat perempuan yang menjadi korban semakin
enggan melaporkan kasusnya. Alih-alih mendapatkan keadilan, perempuan korban kekerasan dalam
proses peradilan selama ini justru menjadi korban untuk kedua kalinya.

Oleh karena itu, MaPPI FHUI mendesak agar MA menjadikan PERMA No. 3 Tahun 2017 tentang
Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan hukum sebagai rujukan dalam
memeriksa dan mengadili perkara perempuan yg menjadi pelaku, korban, maupun saksi
F. Upaya Pemerintah

1. Melakukan peningkatan terhadap kualitas dari pelayanan publik untuk mencegah terjadinyna
pelanggaran HAM.

2. Supremasi hukum yang ditegakkan.

Hal ini dilakukan berdasrkan pendekatan hukum dan juga pedekatan dialogis yang dimana hal tersebut
haruslah dikemukakan sebagaimana dalam sebuah rangka yang berguna untuk melibatkan berbagai
macam partisipasi masyarakat dalam sebuah kehidupan berbangsa dan bernegara. Para pejabat
penegak hukum haruslah memenuhi tugas dan kewajiban mereka yang dimana untuk memberikan
sebuah pelayanan yang dimana diyakini sangatlah baik dan juga adil kepada masyarakat. Memberikan
sebuah pelindungan kepada setiap orang dari berbagai macam perbuatan yang melanggar hukum.

3. Melakukan peningkatan terhadap pengawasan dari masyarakat dan juga berbagai macam lembaga
politik terhadap berbagai macam upaya dari penegakan HAM yang dimana dilakukan oleh pemerinta.

4. Melakukan peningkatan terhadap berabgai macam prinsip HAM kepada masyarakat luas dengan
cara melalui lembaga pendidikan formal dan juga pendidikan tidak formal.

5. Melakukan peningkatan terhadap profesionalistas lembaga keamanan dan juga lembaga


pertahanan negara.

6. Melakukan peningkatan terhadap kerja sama yang dimana harmonis dan terjadi antar kelompok
atau berbagai macam golongan dalam sebuah masyarakat agar mereka dapat mampu unutuk saling
memahami dan juga menghorati berbagai macam keyakinan dan juga pendapat mereka masing-
masing.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk mencapai atau menciptakan tata tertib,
keamanan dan ketentraman dalam masyarakat baik itu merupakan usaha pencegahan maupun
pemberantasan atau penindakan setelah terjadinya pelanggaran hukum, dengan perkataan lain baik
secara preventif maupun represif. Sejauh ini peraturan yang mengatur tentang penegakan hukum dan
perlindungan hukum terhadap keluhuran harkat martabat manusia di dalam proses pidana pada
hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan
Kehakiman dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP).
Lembaga peradilan sebagai lembaga penegakan hukum dalam system mperadilan pidana
merupakan suatu tumpuan harapan dari para pencari keadilan yang selalu menghendaki
peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan sebagaimana yang diatur dalam pasal 2 ayat
(4) Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Keadilan yang
dihasilkan dari suatu lembaga peradilan melalui suatu proses peradilan yang tertuang di dalam
putusan hakim adalah merupakan syarat utama di dalam mempertahankan kelangsungan
hidup suatu masyarakat sebab putusan-putusan hakim yang kurang adil membuat
kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan menjadi berkurang, sehingga
mengakibatkan Universitas Sumatera Utaramasyarakat enggan untuk menempuh jalur hukum
di dalam mengatasi permasalahan hukum yang mereka hadapi. Maka dalam hal ini hakim
sebagai pejabat Negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili dalam
suatu proses peradilan pidana, mempunyai suatu peranan penting dalam penegakan hukum
pidana untuk tercapainya suatu keadilan yang diharapkan dan dicita-citakan

B. SARAN

Berdasarkan pembahasan di atas dan simpulan yang telah di kemukakan sebelumnya, pada
bagian ini penulis mengemukakan beberapa saran sebagai berikut:

1. Penulis berharap dari adanya tugas ini dapat memberikan manfaat yang banyak bagi para
pembaca terutama siswa sebagai generasi mudah.
2. Penulis berharap agar siswa lebih mudah memahami perlindungan dan penegakkan
hukum.
3. Penulis menyadari bahwa masih banyak siswa yang belum memahami tentang
perlindungan dan penegakkan hukum maka dalam hal ini perlu mendapatkan perhatian
dari para guru terutama para ahli hukum
DAFTAR PUSTAKA

Halimi Muhammad, Sundawa Dadang, Nasiwan, 2014, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Jakarta,
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Andika, Raka, Dasar Hukum Perlindungan dan Penegakkan Hukum, Online


(http://rakaraperz.blogspot.com/2014/11/dasar-hukum-perlindungan-dan-penegakan-
hukum_15.html), Diakses 25 November 2014.

Anwar Yesmil, System Peradilan Pidana (Konsep, Komponen dan Pelaksanaannya Dalam Penegakkan Hukum
Di Indonesia), Online, (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32820/4/Chapter%20I.pdf),
Diakses 25 November 2014

Anda mungkin juga menyukai