Anda di halaman 1dari 38

A.

Pendahuluan
Pertanyaan pertama sebelum membahas lebih lanjut tentang sistem hukum
dan peradilan nasional: mengapa manusia perlu aturan di dalam membangun
komunitas kehidupan bersama? Manusia di dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara memerlukan aturan-aturan yang mampu menjamin rasa
keadilan, ketenteraman, dan keamanan bersama. Setiap negara di mana pun
berada, memiliki tujuan atau nilai-nilai tertentu yang ingin diperjuangkan. Dalam
mencapai tujuan tersebut, agar tidak salah arah dan menjadi otoriter, diperlukan
kaidah atau pedoman baik yang tertulis maupun tidak tertulis.
Kaidah atau pedoman tertulis, misalnya ialah Undang-Undang Dasar,
Peraturan Pemerintah, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Peraturan
Daerah, dan lain-lain. Sedangkan pedoman yang tidak tertulis, antara lain:
konvensi (kebiasaan di dalam penyelenggaraan negara), hukum adat pembagian
waris, kebiasaan-kebiasaan upacara kematian, dan sebagainya. Kaidah atau
pedoman yang ada di dalam suatu masyarakat, bangsa atau negara, pada
hakekatnya merupakan cerminan nilai-nilai/aturan suatu bangsa secara
keseluruhan.
Untuk apa kaidah itu ada? Kaidah itu ada atau diciptakan untuk menjamin
terciptanya keteraturan dalam hidup bermasyarakat. Kehidupan bersama dalam
suatu masyarakat dan bangsa akan menjadi kacau, mana kala tidak didasarkan
pada nilai-nilai dan norma. Untuk itulah, setiap individu di dalam masyarakat atau
negara perlu mempelajari sistem hukum dan peradilan yang ingin diperjuangkan
guna mewujudkan keteraturan hidup (ketertiban), rasa aman, dan kesejahteraan.
Hal ini sejalan dengan pandangan Prof. Y. Van Kant bahwa tujuan hukum
(dibuatnya aturan) adalah untuk menjaga agar kepentingan tiap-tiap manusia tidak
diganggu.
B. Sistem Hukum dan Peradilan Nasional
1. Sistem Hukum
a. Pengertian Sistem
Dalam berbagai kesempatan kita sering mendengar kata “sistem". Ketika
berbicara tentang pendidikan, orang akan bertanya mengenai pentingnya sistem
pendidikan, demikian juga ketika orang berbicara tentang ekonomi, orang akan
bertanya bagaimana sistem ekonominya dan sebagainya. Dalam kesempatan ini
kita akan membahas sistem hukum yang ada di Indonesia (sistem hukum
nasional).
Kata “sistem” dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia mengandung arti
susunan kesatuan-kesatuan yang masing-masing tidak berdiri sendiri, tetapi
berfungsi membentuk kesatuan secara keseluruhan. Pengertian sistem dalam
penerapannya, tidak seluruhnya berasal dari suatu disiplin ilmu yang mandiri,
karena dapat pula berasal dari pengetahuan, seni maupun kebiasaan: seperti sistem
mata pencaharian, sistem tarian, sistem perkawinan, sistem pemerintahan, sistem
hukum, dan sebnagainya.
1). W.J.S. Poerwadarminta
Sistem adalah sekelompok bagian (alat dan sebagainya), yang bekerja
bersama-sama untuk melakukan sesuatu maksud.
2). Prof. Soemantri
Sistem adalah sekelompok bagian yang bekerja bersama-sama untuk
melakukan suatu maksud. Apabila salah satu bagian rusak atau tidak
dapat menjalankan tugasnya, maka maksud yang hendak dicapai tidak
akan terpenuhi, atau setidak-tidaknya sistem yang telah terwujud akan
mendapat gangguan.
3). Drs. Musanef
Sistem adalah suatu sarana yang menguasai keadaan dan pekerjaan
agar dalam menjalankan tugas dapat teratur, atau suatu tatanan dari
hal-hal yang saling berkaitan dan berhubungan sehingga membentuk
suatu kesatuan dan satu keseluruhan.
Unsur-unsur dalam sistem mencakup antara lain:
 Seperangkat komponen, elemen, bagian.
 Saling berkaitan dan tergantung.
 Kesatuan yang terintegrasi.
 Memiliki peranan dan tujuan tertentu.
 Interaksi antarsistem membentuk sistem lain yang lebih besar.

b. Sistem Hukum
Bertolak dari pengertian sistem yang telah dikemukakan di atas, yang
dimaksudkan dengan sistem hukum adalah satu kesatuan hukum yang berlaku
pada suatu negara tertentu yang dipatuhi dan ditaati oleh setiap warganya.

c. Pengertian hukum
Hukum sulit didefinisikan karena kompleks dan beragamnya sudut
pandang yang mau dikaji. Prof. Van Apeldoorn mengatakan bahwa "definisi
hukum sangat sulit dibuat karena tidak mungkin mengadakan yang sesuai dengan
kenyataan". Karena itu, sebaiknya kita lihat dulu pengertian menurut para ahli
hukum terkemuka berikut ini
1. Prof. Mr. E.M. Meyers
Hukum adalah semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan,
ditujukan kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat, dan menjadi
pedoman bagi penguasa negara dalam melaksanakan tugasnya.
2. Drs. E. Utrecht, S.H.
Hukum adalah himpunan peraturan (perintah dan larangan) yang mengurus
tata tertib suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu.
3. S.M. Amin S.H.
Hukum merupakan kumpulan peraturan yang terdiri dari norma dan sanksi,
dengan tujuan mewujudkan ketertiban dan pergaulan manusia.
4. J.C.T. Simorangkir, S.H. dan Woerjono Sastropranoto, S.H
Hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan
tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat, yang dibuat oleh badan-
badan resmi yang berwajib, dan yang pelanggaran terhadapnya
mengakibatkan diambilnya tindakan yaitu hukuman tertentu.

Fokus Kita
Dari beberapa pengertian tentang hukum, secara umum dapat dikatakan bahwa
hukum mencakup unsur-unsur berikut ini :
a. Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan
masyarakat;
b. Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwenang;
c. Peraturan itu bersifat memaksa; dan
d. Adanya sanksi yang tegas terhadap pelanggaran peraturan tersebut.

2. Tujuan Hukum
Hukum mempunyai sifat mengatur dan memaksa. Adapun tujuan
dibuatnya dapat dilihat pada matriks di bawah ini.
No Tokoh/Pakar Pendapat yang Dikemukakan
1 Prof. Subekti, S.H. Hukum itu mengabdi pada tujuan negara, yang
mendatangkan atau ingin mencapai kemakmuran
dan kebahagiaan pada rakyatnya.

Van Apeeldoorn Mengatur pergaulan oleh hukum dengan


melindungi kepentingan-kepentingan hukum
manusia tertentu (kehormatan, kemerdekaan jiwa,
harta benda) dari semua yang merugikan.

Teori Etis Hukum itu semata-mata menghendaki “keadilan”.


Isi hukum semata-mata harus ditentukan oleh
kesadaran etis kita mengenai “apa yang adil dan
apa yang tidak adil”.

Oeny Hukum bertujuan semata-mata untuk mencapai


keadilan, sedangkan unsur-unsur keadilan ialah:
“kepentingan daya guna dan kemanfaatannya”

Bentham Tujuan hukum adalah semata-mata untuk


(Teori Utilitarianisme) mewujudkan apa yang berfaedah bagi banyak
orang. Dengan kata lain “menjamin kebahagiaan
sebesar-besarnya bagi sebanyak mungkin orang”.
Prof. Y. Van Kant Tujuan hukum adalah untuk menjaga agar
kepentingan tiap-tiap manusia tidak diganggu.

Geny Hukum bertujuan semata-mata untuk mencapai


keadilan. Sebagai unsur keadilan, ada kepentingan
daya guna dan kemanfaatan

Tujuan Hukum Ingin mengatur secara pasti hak-hak dan kewajiban


Nasional Indonesia lembaga tertinggi negara, lembaga-lembaga tinggi
negara, semua pejabat negara, setiap warga
Indonesia agar semuanya dapat melaksanakan
kebijaksanaan-kebijaksanaan dan tindakan-
tindakan demi terwujudnya tujuan nosional bangsa
Indonesia, yaitu terciptanya masarakat yang
terlindungi oleh hukum, cerdas, terampil, cinta dan
bangga bertanah air Indonesia dalam suasana
kehidupan makmur dan adil berdasarkan falsafah
Pancasila.

Dengan demikian, hukum merupakan peraturan-peraturan hidup di dalam


masyarakat yang dapat memaksa orang supaya mentaati tata tertib dalam
masyarakat serta memberikan sanksi yang tegas (berupa hukuman) terhadap siapa
saja yang tidak mematuhinya.

3. Sumber Hukum
Sumber hukum adalah segala yang menimbulkan aturan yang mempunyai
kekuatan memaksa, yakni aturan-aturan yang pelanggarannya dikenai sanksi yang
tegas dan nyata. Sumber hukum dibedakan antara sumber hukum "material"
(welborn) dan sumber hukum “formal” (kenborn). Sumber hukum material adalah
keyakinan dan perasaan (kesadaran) hukum individu dan pendapat umum yang
menentukan isi atau materi (jiwa) hukum. Isi hukum dapat menjadi peraturan
yang berlaku dalam pergaulan manusia, bila diberi bentuk tertentu. "Bentuk" atau
"kenyataan" yang oleh karenanya kita dapat menemukan hukum yang berlaku,
disebut sebagai sumber hukum formal. Sumber hukum formal adalah perwujudan
bentuk dari isi hukum material yang menentukan berlakunya hukum itu sendiri.
Macam-macam sumber hukum formal, antara lain: undang-undang, traktat,
kebiasaan (hukum tidak tertulis), doktrin dan yurisprudensi.

a. Undang-Undang
Pengertian undang-undang dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu
undang-undang dalam arti material dan undang-undang dalam arti formal.
 Undang-undang dalam arti material, adalah setiap peraturan yang
dikeluarkan oleh pemerintah yang isinya mengikat secara umum. Di
dalam UUD 1945, dapat kita jumpai beberapa contoh seperti: Undang-
Undang Dasar, Ketetapan MPR, Undang-Undang, Perpu, Peraturan
Pemerintah, Keputusan Presiden, dan Peraturan Daerah.
 Undang-undang dalam arti formal, adalah setiap peraturan yang
karena bentuknya dapat disebut undang-undang. Misalnya, ketentuan
pasal 5 ayat (1) UUD 1945 (amandemen) yang berbunyi "Presiden
memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat". Jadi, Undang-Undang yang dibentuk oleh
Presiden bersama DPR tersebut dapat diakui sebagai sumber hukum
formal, karena dibentuk oleh yang berwenang sehingga derajat
peraturan itu sah sebagai undang-undang.

b. Kebiasaan (hukum tidak tertulis)


Di dalam masyarakat, keberadaan hukum tidak tertulis (kebiasaan) diakui
sebagai salah satu norma hukum. yang dipatuhi. Kebiasaan, merupakan perbuatan
yang diulang-ulang terhadap hal yang sama dan kemudian diterima serta diakui
oleh masyarakat. Dalam praktek penyelenggaraan negara, hukum tidak tertulis
disebut konvensi. Hukum tidak tertulis dipatuhi, karena adanya kekosongan
hukum tertulis yang sangat dibutuhkan masyarakat/negara. Oleh karena itu,
hukum tidak tertulis (kebiasaan) sering digunakan oleh para hakim untuk
memutuskan perkara yang belum pernah diatur di dalam undang-undang.
Agar suatu kebiasaan mempunyai kekuatan dan dapat dijadikan sebagai
sumber hukum, ada 2 faktor penentu, yaitu:
1). Adanya perbuatan yang_ dilakukan berulang kali dalam hal yang
sama, yang selalu diikuti dan diterima oleh yang lainnya.
2). Adanya keyakinan hukum dari orang-orang atau golongan-
golongan yang berkepentingan. Maksudnya adanya keyakinan bahwa
kebiasaan itu memuat hal-hal yang baik dan pantas ditaati serta
mempunyai kekuatan mengikat.
Contoh: Dalam hal jual beli atau sewa menyewa terdapat pihak
penghubung (makelar) yang selalu mendapat komisi atau persen dari
hasil. Ia menjadi penghubung antara penjual dengan pembeli.
Meskipun hal ini tidak diatur di dalam hukum tertulis, namun dalam
kenyataan praktik pemberian komisi selalu dipatuhi oleh masyarakat.

c. Yurisprudensi
Yurisprudensi adalah keputusan hakim terdahulu terhadap suatu perkara
yang tidak diatur oleh undang-undang dan dijadikan pedoman oleh hakim lainnya
dalam memutuskan perkara yang serupa. Timbulnya yurisprudensi, karena adanya
peraturan perundang-undangan yang kurang atau tidak jelas pengertiannya
sehingga menyulitkan hakim dalam memutuskan suatu perkara. Untuk itulah
hakim membuat atau membentuk hukum baru dengan cara mempelajari putusan-
putusan hakim terdahulu, khususnya tentang perkara-perkara yang sedang
dihadapinya.
Dalam membuat yurisprudensi, biasanya seorang hakim akan
melaksanakan
sebagai berikut:
 Penafsiran secara grammatikal (tata bahasa), yaitu penafsiran
berdasarkan arti kata;
 Penafsiran secara historis, yaitu penafsiran berdasarkan sejarah
terbentuknya undang-undang;
 Penafsiran sistematis, yaitu penafsiran dengan cara
menghubungkan pasal-pasal yang terdapat dalam undang-undang;
 Penafsiran teleologis, yaitu penafsiran dengan jalan mempelajari
hakikat tujuan undang-undang yang disesuaikan dengan perkembangan
zaman; dan
 Penafsiran otentik, yaitu penafsiran yang dilakukan oleh si
pembentuk undang-undang itu sendiri.

d. Traktat
Traktat adalah perjanjian yang dibuat oleh dua negara atau lebih mengenai
persoalan-persoalan tertentu yang menjadi kepentingan negara yang bersangkutan.
Dalam pelaksanaannya, traktat dapat dibedakan menjadi dua yaitu,
 Traktat bilateral, adalah perjanjian yang dibuat oleh dua negara.
Traktat ini bersifat tertutup, karena hanya melibatkan dua negara yang
berkepentingan. Misalnya, masalah Perjanjian Dwi-Kewarganegaraan
antara Indonesia dan RRC.
 Traktat multilateral, adalah perjanjian yang dibuat atau dibentuk
oleh lebih dari dua negara. Traktat ini bersifat terbuka bagi negara-
negara lainnya untuk mengikatkan diri (PBB, NATO, dan sebagainya).

Perbuatan traktat, biasanya melalui tahap-tahap berikut ini.


1). Penetapan isi perjanjian dalam bentuk konsep yang
dibuat/disampaikan oleh delegasi negara yang bersangkutan.
2). Persetujuan Dewan perwakilan Rakyat masing-masing.
3). Ratifikasi atau pengesahan oleh kepala- negara masing-masing
sehingga sejak saat
4). itu dinyatakan berlaku di seluruh wilayah negara.
5). Pengumuman, yaitu penukaran piagam perjanjian.

Setelah diratifikasi oleh DPR dan kepala negara, traktat tersebut menjadi
undang-undang dan merupakan sumber hukum formal yang berlaku.
e. Doktrin
Doktrin adalah pendapat para ahli hukum terkemuka yang dijadikan dasar
atau asas- penting dalam hukum dan penerapannya. Doktrin sebagai sumber
hukum formal banyak digunakan para hakim memutuskan perkara melalui
yurisprudensi, bahkan punya pengaruh sangat besar dalam hubungan
internasional.
Dalam hukum ketatanegaraan, kita mengenal doktrin, seperti doktrin dari
Montesquieu, yaitu Trins politica yang membagi kekuasaan menjadi tiga bagian
yang terpisah, yakni:
 Kekuasaan eksekutif (kekuasaan untuk melaksanakan undang-
undang)
 Kekuasaan legislatif (kekuasaan untuk membuat undang-undang)
 Kekuasaan yudikatif (kekuasaan untuk mengadili pelanggaran
undang-undang)

Info Kewarganegaraan
Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan (TAP MPR No. III/MPR/2003)
Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan, merupakan pedoman
pembuatan aturan hukum dibawahnya. Tata urutan peraturan perundang-undangan
Indonesia adalah sebagai berikut:
1). Undang-Undang Dasar L945; 5' Peraturan Pemerintah;
2). Ketetapan MPR-RI;
3). Undang-undang;
4). Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (perpu)
5). Peraturan pemerintah;
6). Keputusan Presiden; dan
7). Peraturan Daerah
4. Penggolongan Hukum

Tertulis
Wujud
Lokal
Tidak Tertulis
Ruang Nasional

Ius Constitutum
Hukum Internasional
Waktu
Ius Constituendum

Hukum Antarwaktu

Satu Golongan

Pribadi Semua

Antargolongan

Hukum Tata Negara


Publik
Hukum Adm Negara

Isi
Hukum Pidana

Hukum Acara

Privat/Perdata
Hukum Perorangan

Hukum Keluarga

Hukum Kekayaan

Hukum Waris
Material

Tugas Hukum Waris


dan Forum
Fungsi
Hukum Waris
Keterangan
a. Berdasarkan wujudnya
1). Hukum tertulis, yaitu hukum yang dapat kita temui dalam bentuk
tulisan dan dicantumkan dalam berbagai peraturan negara. Contoh: UUD
1945, UU, dan lain-lain.
2). Hukum tidak tertulis, yaitu hukum yang masih hidup dan tumbuh
dalam keyakinan masyarakat tertentu (hukum adat). Dalam praktik
ketatanegaraan hukum tidak tertulis disebut konvensi. Pidato Kenegaraan
Presiden setiap tanggal 16 Agustus.
b. Berdasarkan ruang atau wilayah berlakunya
1). Hukum lokal, yaitu hukum yang hanya berlaku di daerah tertentu saja
(hukum adat Manggarai-Flores, hukum adat Batak, Jawa, Minangkabau,
dan sebagainya).
2). Hukum nasional yaitu hukum yang berlaku di negara tertentu (hukum
Indonesia, Malaysia, Mesir, dan sebagainya).
3). Hukum Internasiona! yui} hukum yTg mengatur hubungan antara dua
negara atau lebih (hukum perang, hukum perdata internasional, dan
sebagainya).
Berdasarkan waktu yang diaturnya
1). Hukum yang berlaku saat ini (ius constitutum); disebut juga hukum
positif.
2). Hukum yang berlaku pada waktu yang akan datang (ius constituendum).
3). Hukum antarwaktu, yaitu hukum yang mengatur suatu peristiwa yang
menyangkut hukum yang berlaku saat ini dan hukum yang berlaku pada
masa lalu.
d. Berdasarkan pribadi yang diaturnya
1). Hukum satu golongan, yaitu hukum yang mengatur dan berlaku hanya bagi
golongan tertentu saja.
2). Hukum semua golongan, yaitu hukum yang mengatur dan berlaku bagi
semua golongan.
3). Hukum antargolongan, yaitu hukum yang mengatur dua orang atau lebih
yang masing-masingnya tunduk pada hukum yang berbeda.
e. Berdasarkan isi masalah yang diaturnya
Berdasarkan isi masalah yang diaturnya, hukum dapat dibedakan menjadi
hukum publik dan hukum privat.
1). Hukum Publik, yaitu hukum yang mengatur hubungan antara warga
negara dan negara yang menyangkut kepentingan umum. Dalam arti
formal, hukum publik mencakup Hukum Tata Negara, Hukum
Administrasi Negara, Hukum pidana dan Hukum Acara.
(a). Hukum Tata Negara,- mempelajari negara tertentu, seperti bentuk
negara, bentuk pemerintahan hak-hak asasi warga negara, alat-alat
perlengkapan negara. Singkatnya, mempelajari hal-hal yang bersifat
mendasar dari negara.
(b). Hukum Administrasi Negara, adalah seperangkat peraturan yang
mengatur cara bekerja alat-alat perlengkapan negara, termasuk cara
melaksanakan kekuasaan dan wewenang yang dimiliki oleh setiap
organ negara. Singkatnya, mempelajari hal-hal yang bersifat teknis
dari negara.
(c). Hukum Pidana, adalah hukum yang mengatur pelanggaran-
pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum
yang diancam dengan sanksi pidana tertentu. Dalam KUHP (Kitab
Undang-Undang Hukum pidana), pelanggaran (overtredingen)
adalah perbuatan yang melanggar (ringan) dengan ancaman denda.
Sedangkan kejahatan (misdrijven) adalah perbuatan yang melanggar
(berat) seperti pencurian, penganiayaan, pembunuhan, dan
sebagainya.
(d). Hukum Acara, disebut juga hukum formal (Pidana dan Perdata),
adalah seperangkat aturan yang berisi tata cara menyelesaikan,
melaksanakan, atau mempertahankan hukum material. Di dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) No. 8/l98l
diatur tata cara penangkapan dan penahanan penyitaan, dan
penuntutan. Selain itu, juga diatur siapa-siapa yang berhak
melakukan penyitaan, penyelidikan, sebagainya.
2). Hukum Privat (hukum perdata), adalah hukum yang mengatur kepentingan
orang-Perorangan. Perdata berarti warga negara, pribadi, atau sipil.
Sumber pokok hukum perdata adalah Buergelijik Wetboek (BW). Dalam
arti luas hukum privat (perdata) mencakup juga Hukum Dagang dan
Hukum Adat. Hukum Perdata dapat dibagi berikut:
(a). Hukum-Perorangan adalah himpunan peraturan yang mengatur
manusia sebagai subjek hukum dan tentang kecakapannya memiliki
hak-hak serta bertindak sendiri dalam melaksanakan hak-halnya itu.
Manusia dan Badan Hukum (PT, CV, Firma, dan sebagainya)
merupakan “pembawa hak” atau sebagai “subjek hukum”.
(b). Hukum keluarga, adalah -huk1m yang memuat serangkaian
peraturan yang timbul dari pergaulan hidup dan keluarga (terjadi
karena perkawinan yang melahirkan anak).
(c). Hukum Kekayaan Adalah peraturan-peraturan hukum yang mengatur
hak dan kewajiban manusia yang dapat dinilai dengan uang. Hukum
kekayaan mengatur benda (segala barang dan hak yang dapat
menjadi milik orang atau objek hak milik) dan hak-hak yang dapat
dimiliki atas benda.
(d). Hukum Waris, hukum yang mengatur kedudukan hukum harta
kekayaan seseorang setelah ia meninggal, terutama berpindahnya
harta kekayaan itu kepada orang lain. Hukum waris mengatur
pembagian harta peninggalan, ahli waris, urutan penerima waris,
hibah serta wasiat..

5. Sanksi Hukum
Pada setiap negara, yang menerapkan supremasi hukum, setiap jenis
hukum, apapun pelanggarannya akan diberikan sanksi. Pemberian, saksi kepada
yang melanggar hukum, merupakan bentuk nyata pelaksanaan suatu produk
hukum baik tertulis maupun tidak tertulis oleh aparat penegak hukum. Hal ini juga
dimaksudkan agar para pelanggar hukum tidak mengulangi lagi perbuatannya.
Warga negara suatu negara dianggap telah melaksanakan hukum atau
peraturan-peraturan dengan baik, apabila mereka menunjukkan kesadaran untuk
berlalu lintas dengan tertib, rasa aman dan nyaman pada saat di ruang publik,
berbudaya antri di halte kendaraan dan sebagainya. Berikut ini adalah macam-
macam sanksi pidana sesuai dengan pasal 10 KUHP:
a. Hukuman pokok, yang terdiri dari:
1). Hukuman mati
2). Hukuman penjara, yang terdiri dari:
• Hukuman seumur hidup
• Hukuman sementara waktu (setinggi-tingginya 20 tahun dan
sekurang-kurangnya 1 tahun)
3). Hukuman kurungan (setinggi-tingginya 1 tahun dan sekurang-kurangnya 1
hari).
b. Hukuman tambahan, yang terdiri dari:
1). Pencabutan hak-hak tertentu.
2). Perampasan (penyitaan) barang-barang tertentu.
3). Pengumuman keputusan hakim.
Catatan: Bahwa KUHP yang berlaku, terlahir pada zaman Hindia Belanda
(1 Januari 1918) yang bersumber dari (Wetboek Van Strafrehf). Namun
pada KUHP tersebut telah banyak mengalami penyesuaian.

6. Perbedaan Hukum Pidana dan Hukum Perdata


Dalam mempelajari hukum pidana dan hukum perdata, perlu diberikan
pemahaman perbedaan yang sangat mendasar dari keduanya sebagai berikut:
a. Hukum pidana
Pelanggaran terhadap norma hukum pidana pada umumnya segera
disikapi pengadilan setelah menerima berkas polisi yang mengadakan
penyelidikan dan penyidikan. Tindakan pidana (delik) yang disengaja
disebut delik doloes, sedangkan tindak pidana yang tidak sengaja
disebut delik coelpa.

b. Hukum perdata
Pelanggaran terhadap norma hukum perdata baru dapat disikapi oleh
setelah ada pengaduan dari pihak yang merasa sangat dirugikan. Di
sini, ada yang mengadu (penggugat) dan pihak yang diadukan
(tergugat).

Sedangkan untuk perbedaan antara hukum acara pidana dan hukum acara
perdata dilihat pada matriks berikut ini:
Perbedaan Hukum Acara
Titik Perhatian
Hukum Acara Perdata Hukum Acara Pidana
Pelaksanaan Inisiatif datang dari pihak Inisiatif datang dari pihak
yang dirugikan (penggugat) penuntut umum (jaksa)
Penuntutan Penuntut adalah pihak yang Jaksa sebagai penuntut
dirugikan (penggugat), dan umum, yang memiliki
berhadapan dengan tergugat. wewenang atas nama negara
dan berhadapan dengan
pihak terdakwa.
Alat-alat Bukti 1. tulisan 1. tulisan
2. saksi 2. saksi
3. persangkaan 3. persangkaan
4. pengakuan 4. pengakuan
5. sumpah
Kedudukan para Semua pihak mempunyai Jaksa mempunyai keduduk-
pihak kedudukan yang sama, dan an yang lebih tinggi dari
hakim bertindak sebagai pada terdakwa. Hakim aktif.
wasit dan bersifat pasif.
Macam Hukuman Hukum dapat berupa denda Hukum berupa hukuman
atau hukuman kurungan mati, penjara, kurungan
sebagai pengganti hukuman denda dan hukuman
denda. tambahan.
7. Peradilan Nasional
Ketentuan Umum Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang
Kekuasaan Kehakiman menegaskan bahwa kekuasaan kehakiman adalah
kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya
Negara Hukum Republik Indonesia.
Berdasarkan pasal 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004, kekuasaan
kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya
dalam lingkungan sebagai berikut:
 Peradilan Umum,
 Peradilan Agama,
 Peradilan Militer,
 Peradilan Tata Usaha Negara, dan
 Oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
Berikut adalah susunan badan atau lembaga peradilan yang ada di
Indonesia.
Mahkamah Agung

Pengadilan Tinggi Pengadilan Pengadilan Tinggi Pengadilan Tinggi


Umum / Sipil Tinggi Militer Tata Usaha Negara

Pengadilan Negeri Pengadilan Pengadilan Pengadilan


Umum/Sipil Negeri Militer Tata Usaha Negara
Umum / Sipil
Dari bagan tersebut, badan peradilan dapat diklasifikasikan berdasarkan
tingkatannya sebagai berikut.
a. Pengadilan Sipil, terdiri dari:
(1).Pengadilan Umum
a. Pengadilan Negeri
b. Pengadilan Tinggi
c. Mahkamah Agung
(2).Pengadilan Khusus
a. Pengadilan Agama
b. Pengadilan Adat
c. Pengadilan Tata Usaha Negara (Administrasi Negara)
b. Pengadilan Militer, terdiri dari:
1). Pengadilan Tentara
2). Pengadilan Tentara Tinggi
3). Mahkamah Tentara Agung

a. Macam-macam Lembaga Peradilan Nasional


1. Pengadilan Negeri
Pengadilan Negeri adalah suatu pengadilan umum yang sehari-hari
memeriksa dan memutuskan perkara dalam tingkat pertama dari segala perkara
perdata dan pidana sipil untuk semua golongan penduduk (warga negara dan
orang asing). Dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, yang
dimaksud Peradilan Umum adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi
rakyat pencari keadilan pada umumnya.
Pengadilan Negeri berkedudukan di ibukota kabupaten/kota, dan daerah
hukumnya meliputi wilayah kabupaten/kota. Perkara-perkara yang ada
diselesaikan oleh hakim dan dibantu oleh panitera. Pada tiap-tiap Pengadilan
Negeri ditempatkan pula Kejaksaan Negeri sebagai alat pemerintah yang
bertindak sebagai penuntut umum dalam suatu perkara pidana terhadap si
pelanggar hukum. Tetapi dalam perkara perdata, Kejaksaan Negeri tidak ikut
campur (tangan).

2. Pengadilan Agama
Adalah pengadilan yang memeriksa dan memutuskan perkara-perkara yang
timbul antara orang-orang Islam, yang berkaitan dengan nikah, rujuk, talak
(perceraian), nafkah, waris, lain-lain. Dalam hal yang dianggap perlu,
keputusan Pengadilan Agama dapat dinyatakan berlaku oleh Pengadilan
Negeri.

3. Pengadilan Militer
Adalah pengadilan yang mengadili hanya dalam lapangan pidana
khususnya bagi:
(1) Anggota TNI dan Polri,
(2) Seseorang yang menurut Undang-Undang dapat dipersamakan dengan
anggota TNI dan Polri,
(3) Anggota jawatan atau golongan yang dapat dipersamakan dengan TNI
dan Polri menurut Undang-Undang,
(4) Tidak termasuk a sampai dengan c tetapi menurut keputusan Menteri
pertahanan yang ditetapkan dengan persetujuan Menteri Kehakiman
harus diadili oleh pengadilan militer.

4. Pengadilan Tata Usaha Negara


Kehadiran Pengadilan Tata usaha Negara di Indonesia tergolong masih
sangat baru. Hal itu bisa kita lihat dari keberadaannya berdasarkan UU Nomor 5
Tahun 1986 dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1991.
Pengadilan Tata Usaha Negara adalah badan yang berwenang memeriksa
dan memutus semua sengketa tata usaha negara dalam tingkat pertama. Sengketa
dalam tata usaha negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha
negara sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha negara.
Keputusan tata usaha negara adalah suatu ketetapan tertulis yang
dikeluarkan oleh badan tata usaha negara yang berisi tindakan hukum badan tata
usaha negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang
menerbitkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum.
Masalah-masalah yang menjadi jangkauan Pengadilan Tata usaha Negara,
antara lain sebagai berikut berikut.
(1) Bidang sosial yaitu gugatan atau permohonan terhadap keputusan
administrasi tentang penolakan permohonan suatu izin.
(2) Bidang Ekonomi, yaitu gugatan atau permohonan yang berkaitan
dengan perpajakan, merk, agraria, dan sebagainya.
(3) Bidang Function Publique, yaitu gugatan atau permohonan yang
berhubungan dengan status atau kedudukan seseorang. Misalnya,
bidang kepegawaian, pemecatan, pemberhentian hubungan kerja dan
sebagainya.
(4) Bidang Hak Asasi Manusia, yaitu gugatan atau permohonan yang
berkaitan dengan pencabutan hak milik seseorang serta penangkapan
dan penahanan yang tidak sesuai dengan prosedur hukum (seperti
yang diatur dalam KUHP) mengenai praperadilan, dan sebagainya.

Pengadilan Tata Usaha Negara dilaksanakan oleh badan pengadilan


berikut:
(a) Pengadilan Tata usaha Negara sebagai pengadilan tingkat pertama di
kabupaten/kota.
(b) Pengadilan Tata usaha Negara sebagai pengadilan tingkat banding di
provinsi.

Penugasan Praktik Kewarganegaraan


Setelah mempelajari tentang: Penggolongan Hukum, sanksi Hukum, dan
perbedaan Hukum Pidana dan Hukum Perdata, dilanjutkan Penugasan dengan
menjawab pertanyaan atau pernyataan setelah menyimak wacana berikut:

HUKUM MATI BUKAN SOLUSI TAPI PROBLEM


Tiga orang dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan Negeri Poso, Sulawesi
Tengah, Fabianus Tibo, Marianus Riwu, dan Dominggus da Silva, menyatakan
diri tidak bersalah. Mereka dituduh mendalangi pembunuhan 200 orang Muslim
ketika terjadi konflik umat beragama di Poso tahun 2001. Semua upaya hukum
telah dilakukan menentang keputusan pengadilan; mulai dari upaya peninjauan
kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA) RI hingga permohonan grasi kepada
Presiden Susilo Yudhoyono. Kesemuanya gagal. Upaya terakhir dilakukan para
pembelanya dengan memohon kepada Presiden Susilo Yudhoyono untuk
mengubah hukuman seumur hidup. Ini merupakan hak prerogatif presiden yang
diatur Undang-Undang tentang Grasi. Presiden mempunyai wewenang
mengubahnya karena hukum mati pada dasarnya bertentangan dengan konstitusi-
dan hak asasi manusia. Kalau Presiden Susilo Yudhoyono, akan meredakan
ketegangan di Poso. Sebaliknya, pelaksanaan hukuman mati terhadap ketiga orang
tersebut akan semakin meningkatkan suhu permusuhan di sana.
Sebagai bangsa yang menghormati Pancasila sebagai ideologi, pidana mati
harus dihilangkan dalam hukum pidana kalau saja Indonesia ingin diakui sebagai
bangsa beradab. Hak untuk hidup adalah hak dasar dari setiap individu dan tidak
dicabut oleh siapa pun, termasuk penguasa, yang sedang memerintah, raja,
presiden, perdana menteri, jenderal, atau diktator. Mereka tidak berhak merampas
nyawa seseorang. Indonesia sebaiknya tidak menganut hukuman mati di dalam
sistem peradilan pidana, bukan tidak berperikemanusiaan saja, hak hidup dijamin
dan dilindungi konstitusi, khususnya dalam pasal 28. Oleh karena itu, Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana yang baru sebaiknya tidak menganut hukuman
mati.
Di mana Pun di seluruh dunia, fakta menunjukkan hukuman mati dapat
menekan angka kejahatan secara signifikan. Sebaliknya hukuman mati selalu
menimbulkan perdebatan yang melelahkan dan berkepanjangan. Ketiga terpidana
di Poso itu sekarang menggantungkan nasibnya kepada Presiden Susilo
Yudhoyono.
Mereka sekarang hidup dalam ketidakpastian yang tentunya sangat
menyiksa keadaan mereka mirip dengan apa yang dideskripsikan sebuah film
Hollywood yang ditayangkan tahun 1950-an berjudul I Want To Live, dibintangi
oleh Susan Hayward yang menghadapi eksekusi mati di negara bagian Texas
karena pembunuhan yang dilakukannya. Hampir saja dia menerima pengampunan
(grasi) dari Gubernur Texas, tetapi kemudian dieksekusi di atas kursi listrik .
ketegangan yang dialaminya, emosi yang disebabkan berita yang saling
bertentangan tentang pelaksanaan eksekusi, perlu direnungkan lagi bagi pihak-
pihak yang mendukung hukuman mati. Pengadilan Tibo dan kawan-kawan yang
dituduh mendalangi pembunuhan besar-besaran (genoside) di Poso sebenarnya
harus diadili pengadilan hak asasi manusia dan bukan pengadilan biasa.
Pembunuhan secara massal termasuk kejahatan atas kemanusiaan (crime against
humanity). Ini diatur secara jelas dalam Statuta Roma. Kenyataan bahwa
Indonesia telah meratifikasi The International Covenant on Civil and Political
Rights, the International Covenant on Social, Economical and Cultural Rights dan
UN Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman and Degrading
Treatment and Punishment mengandung konsekuensi untuk tidak melaksanakan
hukuman mati terhadap ketiga orang terpidana tersebut dan terpidana lainnya.
Para pejuang hak asasi manusia memang semakin meningkatkan protes atas
hukuman mati itu. Namun pertanyaannya sekarang adalah apakah presiden mau
menggunakan haknya untuk mengubah hukuman mati.
Sumber: Dari Frans H. Winarta, dalam Harian Sinar Harapan, 18/4/2006

Setelah membaca dengan cermat wacana tersebut di atas, jawablah pertanyaan


atau pernyataan berikut ini.
1. Jelaskan, apa yang mendasari pemikiran penulis dengan judul “Hukuman
Mati Bukan Solusi Tapi Problem”!
2. Menurut pendapat Anda, sudah benarkan negara Indonesia menerapkan
hukuman mati bagi mereka yang bersalah (seperti terhadap kasus Tibo Cs.
Di Poso). Berikan alasan!
3. Tuliskan bagaimana, proses peninjauan kembali (PK) oleh Mahkamah
Agung dan pemberian grasi oleh presiden!
4. Berikan tanggapan, bagaimana yang seharusnya dilakukan oleh Pengadilan
di Indonesia dengan telah diratifikasinya penghormatan terhadap hak asasi
manusia terhadap kasus Tibo Cs. yang dihukum mati!
b. Peranan Lembaga-lembaga Peradilan
1.) Pengadilan Tingkat Pertama (Pengadilan Negeri)
Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun t986 tentang Peradilan umum,
Pengadilan Tingkat Pertama atau Pengadilan Negeri dibentuk oleh Menteri
Kehakiman dengan persetujuan Mahkamah Agung yang mempunyai kekuasaan
hukum pengadilan meliputi satu kabupaten/kota. Dengan adanya perubahan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004, maka pembentukan Pengadilan Umum
beserta fungsi dan kewenangannya ada pada Mahkamah Agung.
Fungsi pengadilan tingkat pertama adalah memeriksa tentang sah atau
tidaknya suatu penangkapan atau penahanan yang diajukan oleh tersangka,
keluarga atau kuasanya kepada Ketua Pengadilan dengan menyebutkan alasan-
alasannya. Tugas dan wewenang pengadilan negeri adalah memeriksa, memutus,
dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata di tingkat pertama. Hal lain yang
menjadi tugas dan kewenangannya, antara lain:
1). Menyatakan sah atau tidaknya penangkapan, penahanan,
penghentian penyelidikan atau penghentian tuntutan.
2). Tentang ganti kerugian dan/atau rehabilitasi bagi seseorang yang
perkaranya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
3). Memberikan keterangan, pertimbangan dan nasihat tentang hukum
kepada instansi Pemerintah di daerahnya, apabila diminta.
4). Mengadakan pengawasan atas pelaksanaan tugas dan tingkah laku
Hakim, Panitera, Sekretaris, dan Juru Sita di daerah hukumnya.
5). Melakukan pengawasan terhadap jalannya peradilan dan menjaga
agar peradilan diselenggarakan dengan seksama dan sewajarnya.
6). Memberikan petunjuk, teguran dan peringatan yang dipandang
perlu dengan tidak mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa
dan memutus perkara.
7). Melakukan pengawasan atas pekerjaan notaris di daerah
hukumnya, dan melaporkan hasil pengawasannya kepada Ketua
Pengadilan Tinggi, Ketua Mahkamah Agung dan Menteri yang tugas
dan tanggung jawabnya meliputi jabatan notaris.
Ketua Pengadilan Negeri dapat menetapkan perkara yang harus diadili
berdasarkan nomor urut, kecuali terhadap tindak pidana yang pemeriksaannya
harus didahulukan yaitu:
1). Korupsi,
2). Terorisme
3). Narkotika/psikotropika,
4). Pencucian uang atau
5). Perkara tindak pidana lainnya yang ditentukan oleh undang-
undang dan perkara yang terdakwanya berada di dalam Rumah
Tahanan Negara.

2). Pengadilan Tingkat Kedua


Pengadilan Tingkat Kedua disebut juga Pengadilan Tinggi yang dibentuk
dengan undang-undang. Daerah hukum Pengadilan Tinggi berkedudukan di
ibukota provinsi, dan daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi. Pengadilan
Tinggi, disebut juga sebagai Pengadilan Tingkat Banding.
Fungsi Pengadilan Tingkat Kedua adalah:
(1) Menjadi pemimpin bagi pengadilan-pengadilan Negeri di dalam
daerahnya.
(2) Melakukan pengawasan terhadap jalannya peradilan di dalam daerah
hukumnya dan menjaga supaya peradilan itu diselesaikan dengan
seksama dan sewajarnya.
(3) Mengawasi dan meneliti perbuatan para hakim pengadilan negeri di
hukumnya.
(4) Untuk kepentingan negara dan keadilan, Pengadilan Tinggi dapat
memberi peringatan, teguran, dan petunjuk yang dipandang perlu
kepada Pengadilan Negeri dalam daerah hukumnya.

Wewenang Pengadilan Tingkat Kedua adalah:


(1) Mengadili perkara yang diputus oleh pengadilan negeri dalam daerah
hukumnya yang dimintakan banding.
(2) Berwenang untuk memerintahkan pengiriman berkas-berkas perkara
dan surat-surat untuk diteliti dan memberi penilaian tentang
kecakapan dan kerajinan para hakim.

3). Kasasi oleh Mahkamah Agung


Mahkamah Agung sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 5
Tahun 2004 sebagai perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985,
adalah pemegang Pengadilan Negara tertinggi dari semua Lingkungan Peradilan,
yang dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh pemerintah dan
pengaruh-pengaruh lain. Mahkamah Agung berkedudukan di Ibu Kota Negara
Republik Indonesia atau di lain tempat yang ditetapkan oleh Presiden.
Pimpinan Mahkamah Agung terdiri dari seorang Ketua, seorang Wakil
Ketua dan beberapa orang Ketua Muda. Tiap-tiap bidang dipimpin oleh seorang
Ketua Muda yang dibantu oleh beberapa Hakim Anggota Mahkamah Agung,
yaitu Hakim Agung.
Tugas atau Fungsi Mahkamah Agung adalah, sebagai berikut:
(1) Melakukan pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan
di semua lingkungan peradilan dalam menjalankan kekuasaan
kehakiman.
(2) Mengawasi tingkah laku dan perbuatan para Hakim di semua
lingkungan peradilan dalam menjalankan tugasnya.
(3) Mengawasi dengan cermat semua perbuatan para hakim di semua
lingkungan pengadilan.
(4) Untuk kepentingan negara dan keadilan Mahkamah Agung memberi
peringatan, teguran, dan petunjuk yang dipandang perlu baik dengan
surat tersendiri, maupun dengan surat edaran.

Wewenang Mahkamah Agung (dalam lingkungan peradilan) adalah


sebagai berikut:
(1) Memeriksa dan memutus permohonan kasasi, (terhadap putusan
Pengadilan Tingkat Banding atau Tingkat Terakhir dari semua
Lingkungan Peradilan),
(2) Memeriksa dan memutus sengketa tentang kewenangan mengadili,
(3) Memeriksa dan memutus permohonan peninjauan kembali putusan
Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap,
(4) Menguji secara materiil hanya terhadap peraturan perundang-undangan
di bawah undang-undang,
(5) Meminta keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan teknis
peradilan dari semua Lingkungan Peradilan
(6) Memberi petunjuk, teguran, atau peringatan yang dipandang perlu
kepada Pengadilan di semua Lingkungan Peradilan dengan tidak
mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutus
perkara.
(7) Memeriksa dan memutus permohonan peninjauan kembali pada
tingkat pertama dan terakhir atas putusan Pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.

Tugas dan kewenangan lain (di luar lingkungan peradilan) dari Mahkamah
Agung, adalah sebagai berikut:
(1) Menyatakan tidak sah semua peraturan perundang-undangan dari
tingkat yang lebih rendah daripada undang-undang atas alasan
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi,
(2) Memutus dalam tingkat pertama dan terakhir semua sengketa yang
timbul karena perampasan kapal asing dan muatannya oleh kapal
perang Republik Indonesia berdasarkan peraturan yang berlaku,
(3) Memberikan nasihat hukum kepada Presiden selaku Kepala Negara
dalam rangka pemberian atau penolakan grasi,
(4) Bersama Pemerintah melakukan pengawasan atas Penasihat Hukum
dan Notaris,
(5) Memberikan pertimbangan-pertimbangan dalam bidang hukum baik
diminta maupun tidak kepada Lembaga Tinggi Negara yang lain.

Dalam hal kasasi, yang menjadi wewenang Mahkamah Agung adalah


membatalkan putusan penetapan pengadilan-pengadilan dari semua Lingkungan
Peradilan karena:
(1) Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang,
(2) Salah menerapkan atau karena melanggar hukum yang berlaku,
(3) Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan
perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya
putusan yang bersangkutan.

Info Kewarganegaraan
Daerah hukum MA meliputi seluruh Indonesia dan kewajiban utamanya
adalah melakukan pengawasan tertinggi atas tindakan-tindakan segala pengadilan
lainnya di seluruh Indonesia, dan meniaga/menjamin agar hukum dilaksanakan
dengan sepatutnya. Di samping Mahkamah Agung, juga ada suatu Kejaksaan
Agung yang dikepalai oleh Jaksa Agung. Di bawah Jaksa Agung ada seorang atau
lebih Jaksa Agung Muda. Dalam hal memeriksa dan memutuskan perkara pidana
militer, ketua wakil ketua dan anggota-anggota Mahkamah Agung beserta jaksa
Agung diberi pangkat militer (tituler).

c. Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 yang
selanjutnya disahkan menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003, memiliki
wewenang dan kewajiban sebagai berikut:
 Wewenang, yaitu mengadili pada tingkat pertama dan terakhir
yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang
terhadap Undang-Undang Dasar, memutuskan sengketa kewenangan
lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang
Dasar 1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus
perselisihan pemilihan umum.
 Kewajiban, yaitu memberi putusan atas pendapat Dewan
Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden
dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar 1945.

Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh Hakim Konstitusi untuk
masa (tiga) tahun. Mahkamah Konstitusi mempunyai 9 (sembilan) Hakim
Konstitusi yang ditetapkan. Hakim Konstitusi diajukan masing-masing 3 (tiga)
orang oleh Mahkamah Agung, 3 (tiga) orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan
3 (tiga) orang oleh Presiden. Masa jabatan Hakim Konstitusi adalah 5 (lima)
tahun, dan dapat dipilih kembali untuk 1 kali masa berikutnya.

Info Kewarganegaraan

IHWAL MAHKAMAH KONSTITUSI


Sejarah berdirinya lembaga Mahkamah Konstitusi diawali dengan
Perubahan Ketiga UUD 1945 dalam Pasal 24 ayat (2), Pasal 24 C, dan Pasal 7 B
yang disahkan Pada 9 November 2001. Setelah disahkannya Perubahan Ketiga
UUD 1945, maka dalam rangka menunggu pembentukan Mahkamah Konstitusi,
MPR menetapkan Mahkamah Agung menjalankan fungsi Mahkamah Konstitusi
untuk sementara sebagai diatur dalam Pasal III Aturan Peralihan UUD 1945 hasil
Perubahan Keempat. DPR dan Pemerintah kemudian membuat Rancangan
Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi. Setelah melalui pembahasan
mendalam, DPR dan Pemerintah menyetujui secara bersama Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi pada 13 Agustus 2003 dan
disahkan oleh pada hari itu. Dua hari kemudian, pada tanggal 15 Agustus 2003,
Presiden mengambil sumpah jabatan para hakim konstitusi di Istana Negara pada
tanggal 16 Agustus 2003. Ketua Mahkamah Konstitusi RI yang pertama adalah
Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. Guru besar hukum tata negara Universitas
Indonesia kelahiran 17 April 1956 ini terpilih pada rapat internal antaranggota
hakim Mahkamah Konstitusi tanggal 19 Agustus 2003. Ketua Mahkamah
Konstitusi dipilih dari dan oleh Hakim Konstitusi untuk masa jabatan 3 tahun.
Saat ini Ketua Mahkamah Konstitusi dijabat oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie,
S.H. untuk masa bakti 2006-2009 (masa jabatan kedua kalinya), yang disumpah
pada tanggal 22 Agustus 2006.

Penugasan Praktik Kewarganegaraan


Setelah mempelajari materi tentang: Peradilan Nasional, lakukan Strategi
Pembelajaran dengan Penugasan Cooperative integrated Reading and
Composition (CIRC) atau Kooperatif Terpadu Membaca dan Menulis.
Langkah-langkah:
1. Bentuk kelompok dengan anggotanya antara 3-4 orang.
2. Diberikan "wacana" atarJ klipitg sesuai dengan topik pembelajaran.
3. Setiap kelompok bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide
pokok serta memberi tanggapan terhadap wacana/kliping, dan ditulis pada
lembar kertas.
4. Mempresentasikan atau membacakan hasil kelompok.
5. Buatlah kesimpulan bersama.
6. Penutup.

C. Menunjukkan Sikap yang Sesuai dengan Ketentuan Hukum yang


Berlaku
Hukum dibuat dengan tujuan menjaga dan memelihara ketertiban dalam
masyarakat, dan sekaligus juga untuk memenuhi rasa keadilan manusia. Oleh
sebab itu, agar kehidupan masyarakat dalam berbangsa dan bernegara dapat
berlangsung dengan aman, tenteram dan tertib diperlukan sikap yang mampu
mendukung ketentuan hukum yang berlaku. Sikap yang mendukung ketentuan
hukum antara lain adalah sikap terbuka sikap objektif, dan sikap mengutamakan
kepentingan umum.
1. Sikap Terbuka
Sikap terbuka merupakan sikap yang secara internal menunjukkan adanya
keinginan dari setiap warga negara untuk membuka diri dalam memahami hukum
yang berlaku di dalam masyarakat. Sikap ini sangat penting dalam rangka
menghilangkan rasa curiga dan salah paham sehingga dapat memupuk rasa saling
percaya dalam membangun persatuan dan kesatuan. Sikap terbuka dalam
memahami ketentuan hukum yang berlaku, dapat mencakup hal-hal berikut:
a. Sanggup menyatakan suatu ketentuan hukum adalah benar
atau salah,
b. Mau mengatakan apa adanya benar atau salah,
c. Berupaya selalu jujur dalam memahami ketentuan hukum,
d. Berupaya untuk tidak menutup-nutupi kesalahan,

2. Sikap Objektif/Rasional
Bersikap objektif atau rasional merupakan sikap yang ditunjukkan oleh
seseorang dalam memahami ketentuan-ketentuan hukum dikembalikan pada data,
fakta, dan dapat diterima oleh akal sehat. Seseorang yang mengedepankan
objectivitias atau rasionalitas, akan memiliki pendirian kuat dan mampu berpikir
jernih dalam menghadapi berbagai persoalan sehingga tidak mudah difitnah atau
terombang-ambing oleh keadaan. Beberapa contoh sikap objektifyang dapat
ditunjukkan antara lain:
a. mampu menyatakan/menunjukkan bahwa
suatu ketentuan hukum benar atau salah dengan argumentasi yang
baik,
b. sanggup menyatakan ya atau tidak untuk
suatu pelaksanaan ketentuan hukum dengan segala konsekuensinya
c. mampu memberi penjelasan yang netral dan
dapat diterima akal sehat bahwa suatu pelaksanaan ketentuan hukum
benar atau salah,
d. sanggup menyatakan kekurangan atau
kelemahannya jika orang lain lebih baik,
e. menghargai orang lain sesuai dengan
kemampuan, keahlian atau profesinya.

3. Sikap Mengutamakan Kepentingan Umum


Kepentingan umum atau kepentingan orang lain di mana pun berada pasti
didahulukan. Sikap mengutamakan kepentingan umum merupakan sikap
seseorang untuk menghargai atau menghormati orang lain yang dirasakan lebih
membutuhkan/penting dalam suatu kurun waktu tertentu untuk sesuatu yang lebih
besar manfaatnya. Dalam pelaksanaan ketentuan hukum, sikap mengutamakan
kepentingan umum dapat dilihat pada beberapa contoh berikut:
a. merelakan tanah atau bangunan diambil oleh
pemerintah untuk kepentingan sarana jalan atau jembatan,
b. memberikan jalan kepada orang lain untuk
lebih dahulu menyeberang atau melewatinya,
c. memberi tempat/pertolongan kepada orang
lain yang sangat membutuhkan,
d. memenuhi tugas yang diberikan oleh atasan
atau guru di sekolah sesuai dengan kesepakatan,
e. membayar pajak (bumi dan bangunan,
kendaraan, perusahaan, dan lain-lain pada waktunya.

D. Upaya Pemberantasan Korupsi


1. Pengertian Korupsi
Kata "korupsi" dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, berarti
penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaan) dan sebagainya
untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Oleh sebab itu, perbuatan korupsi
sesungguhnya selalu mengandung unsur "penyelewengan" atau dishonest
(ketidakjujuran). Sedangkan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun
1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme, disebutkan bahwa "korupsi" adalah tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang tindak pidana korupsi.

2. Gambaran Umum Korupsi


Praktik-praktik korupsi di bumi Indonesia, sebenarnya telah berlangsung
sejak era Orde Lama (sekitar tahun 1960-an) bahkan sangat mungkin pada tahun-
tahun sebelumnya. Pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 24 Prp 1960 yang
diikuti dengan dilaksanakannya "Operasi Budhi” dan Pembentukan Tim
Pemberantasan Korupsi berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 228 Tahun 1967
yang dipimpin langsung oleh Jaksa Agung, belum membuahkan hasil nyata.
Pada era Orde Baru, muncul Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971
dengan "Operasi Tertib” yang dilakukan oleh Komando Operasi Pemulihan
Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib), namun sejalan dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, modus operandi korupsi semakin canggih dan rumit
sehingga undang-undang tersebut dinyatakan tidak mampu lagi untuk
dilaksanakan. Selanjutnya untuk lebih memperkuat pelaksanaan pemberantasan
korupsi, dikeluarkan kembali Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.
Upaya-upaya hukum yang telah dilakukan oleh pemerintah sebenarnya
sudah cukup banyak dan sistematis. Namun dirasakan sangat berat beban korupsi
di Indonesia yakni sejak akhir tahun 1997 saat negara mengalami krisis ekonomi
dan moneter. Krisis demi krisis menyusul seperti krisis politik, sosial
kepemimpinan, dan kepercayaan yang pada akhirnya menjadi krisis multidimensi.
Gerakan reformasi yang menumbangkan rezim Orde Baru menuntut antara lain
ditegakkannya supremasi hukum dan pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme. Tuntutan masyarakat tersebut selanjutnya dituangkan di dalam
Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999 dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun
1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih Bebas dari Korupsi, Kolusi,
dan Nepotisme (KKN).

3. Persepsi Masyarakat tentang Korupsi


Di negara Indonesia meskipun sejak Orde Lama, Orde Baru, dan sekarang
ini telah diupayakan pemberantasan korupsi, namun hingga sekarang ini penyakit
"korupsi" masih berkembang cukup subur di segala bidang pemerintahan dan
sektor kehidupan. Rakyat kecil yang tidak memiliki alat pemukul guna melakukan
koreksi dan memberikan sanksi pada umumnya bersikap acuh tak acuh. Namun
yang paling menyedihkan adalah sikap rakyat menjadi semakin apatis dengan
semakin meluasnya praktik-praktik korupsi oleh beberapa oknum pejabat lokal,
maupun nasional.
Sedangkan persepsi pada kelompok masyarakat terpelajar (mahasiswa)
dapat diidentifikasi sebagai berikut:
a. Kelompok mahasiswa sering menanggapi masalah korupsi dengan emosi
yang meluap-luap dan protes-protes terbuka. Mereka sangat sensitif terhadap
perbuatan korupsi, juga sangat mengutuk perbuatan yang merugikan negara
dan bangsa. Oleh aspirasi sosialnya yang sehat dan tidak memiliki vested
interest, mereka tidak henti-hentinya melontarkan kritik. Mereka memberikan
sugesti-sugesti kepada pemerintah untuk melakukan tindakan korektif tegas
terhadap perbuatan korupsi. Hal ini cukup berhasil terutama pada gerakan
reformasi digulirkan pada tahun 1998.
b. Mereka pada umumnya tidak melakukan identifikasi terhadap strata
ekonomi atau strata etnik tertentu. Oleh karena pengaruh pembelajaran yang
intensif, muncullah kesadaran politik pada diri mereka dan timbul pula
aspirasi politik. Mereka mampu melihat secara kritis, dan merasa sangat tidak
puas terhadap perbuatan-perbuatan manipulatif dan koruptif banyak pejabat.
Mereka masih memiliki idealisme tinggi dan berpikir jauh ke depan.
c. Kritik-kritik dan oposisi mahasiswa itu pada umumnya tidak bersumber
pada masalah kekurangan materiil atau kemiskinan, akan tetapi karena faktor
ketidakpuasan dan kegelisahan psikolois (psychological insecurity). Mereka
ingin berpartisipasi dalam usaha rekonstruksi terhadap masyarakat dan sistem
pemerintahan secara menyeluruh, mencita-citakan keadilan, persamaan, dan
kesejahteraan yang lebih merata. Tema-tema demonstrasi sering mengangkat
permasalahan "penguasa yang korup" dan "derita rakyat”.
4. Fenomena Korupsi di Indonesia
Fenomena umum yang biasanya terjadi di negara berkembang termasuk
Indonesia ialah proses modernisasi belum ditunjang oleh kemampuan sumber
daya manusia pada lembaga-lembaga politik yang ada. Sementara di sisi lain,
institusi-institusi politik yang ada juga masih lemah. Lemahnya lembaga-lembaga
politik tersebut banyak disebabkan oleh mudahnya "oknum" lembaga tersebut
dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan kelompok bisnis/ekonomi, sosial,
keagamaan, kedaerahan, kesukuan, dan profesi serta kekuatan-kekuatan asing
tertentu.
Pada kehidupan masyarakat yang mengalami proses perubaharL selalu
muncul kelompok-kelompok sosial baru yang ingin berpartisipasi dalam bidang
politik, namun sesungguhnya banyak di antara mereka yang tidak mampu. Di
lembaga-lembaga politik, mereka (politikus instan) sering hanya ingin
memuaskan ambisi dan kepentingan pribadinya dengan dalih “kepentingan
rakyat". Oleh sebab itu, tidak jarang di antara mereka sering terjebak pada ambisi
pribadi dan kepentingan kelompok tertentu. Sebagai akibatnya, terjadilah
runtunan peristiwa sebagai berikut:
a. Partai-partai politik sering inkonsisten, artinya apa yang diperjuangkan
dan menjadi misinya sering berubah-ubah (pendirian dan ideolog) d.an
"mudah dibeli” sesuai dengan kepentingan politik saat itu.
b. Munculnya "oknum" pemimpin yang lebih mengedepankan kepentingan
pribadi daripada kepentingan umum, sehingga kesejahteraan umum mudah
dikorbankan. Dengan demikian lembaga-lembaga politik tidak bisa berfungsi
sebagaimana mestinya, dan cenderung dimanipulir oleh oknum-oknum
pemimpinnya.
c. Sebagian oknum pemimpin politik, partisipan dan kelompoknya berlomba-
lomba untuk mencapai "objek politik" dalam bentuk keuntungan materiil
dengan mengabaikan kebutuhan rakyat banyak sehingga terjadi "kehampaan
motivasi perjuangan”.
d. Terjadilah erosi loyalitas kepada bangsa dan negara, karena lebih
menonjolkan dorongan pemupukan harta kekayaan dan kekuasaan. Jadi,
mulailah penampilan pola tingkah laku yang korup.
e. Di masyarakat, mereka sebagai kelompok Orang-orang Kaya Baru (OKB,
nouveaux riches) yang ingin mendapatkan status sosial dan kekuasaan politik
yang seimbang dengan posisi ekonominya yang baru. Sumber kekuasaan dan
ekonomi, mulai terkonsentrasi pada satu atau beberapa kelompok kecil yang
melimpah sehingga kekayaan dan kesejahteraan yang ada terkonsentrasi pada
yang menguasai sumber-sumber pendapatan dan tampuk pemerintahan.
Sedangkan derita dan kemiskinan tetap ada pada kelompok masyarakat besar
(rakyat).
f. Penggunaan lembaga-lembaga politik sebagai sarana untuk mencapai harta
kekayaan itu mencakup pengertian adanya: dwi-aliansi di antara bidang
“politik” dengan sektor “ekonomi-bisnis”. Bahkan tidak jarang nilai-nilai
politik dan lembaga-lembaga politik itu menjadi bawahan/subordinat dari nilai
dan ambisi lembaga-lembaga ekonomi. Tujuan-tujuan politik yang prinsipil
bukannya kesejahteraan dan kepentingan rakyat banyak, melainkan promosi
kepentingan-kepentingan pribadi dan golongan.
g. Pada umumnya, kesempatan korupsi akan lebih meningkat seiring dengan
semakin meningkatnya jabatan dalam hirarki politik kekuasaan. Para legislator
(pembuat Undang-Undang) tingkat nasional pada umumnya relatif lebih korup
dari pejabat-pejabat lokal. Demikian juga untuk aparat birokrat tingkat atas,
lebih memiliki kesempatan daripada pejabat-pejabat eselon di bawahnya.

E. Peran Serta dalam Upaya Pemberantasan Korupsi di Indonesia


Negara Indonesia meskipun dewasa ini telah diwarisi oleh "budaya
korupsi” yang sudah "menggurita" atau berurat berakar dalam sendi-sendi
kehidupan masyarakat, namun masih optimis untuk upaya penanggulangannya.
Partisipasi dan dukungan segenap lapisan masyarakat sangat dibutuhkan dalam
mengawal upaya-upaya pemerintah melalui Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK), dan aparat hukum lain. KPK yang ditetapkan melalui Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
untuk mengatasi, menanggulangi, dan memberantas korupsi merupakan komisi
independen yang diharapkan mampu menjadi "martir" bagi para pelaku tindak
KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme).
KPK dengan keterbatasan yang ada sangat menyadari bahwa untuk
memberantas ‘korupsi” di Indonesia bukanlah pekerjaan mudah. Oleh sebab itu,
agenda yang perlu dilakukan antara lain: Pertama, membangun kultur yang
mendukung pemberantasan korupsi. Kedua, mendorong pemerintah melakukan
reformasi public sector dengan mewujudkan good governance. Ketiga
membangun kepercayaan masyarakat. Keempat, mewujudkan keberhasilan
penindakan terhadap pelaku korupsi besar (big fish). Kelima, memacu aparat
penegak hukum lain untuk memberantas korupsi.
Beberapa hal yang dapat dilakukan sebagai upaya untuk pemberantasan
tindak pidana Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme di Indonesia antara lain:

1. Upaya Pencegahan (Preventif)


a. Menanamkan aspirasi, semangat, dan spirit nasional yang positif dengan
mengutamakan kepentingan nasional kejujuran serta pengabdian pada bangsa
dan negara melalui sistem pendidikan formal, non-formal, dan pendidikan
agama.
b. Melakukan sistem penerimaan Pegawai berdasarkan prinsip achievement
atau keterampilan teknis dan tidak lagi berdasarkan norma ascription yang
dapat membuka peluang berkembangnya nepotisme.
c. Para pemimpin dan pejabat selalu dihimbau untuk memberikan
keteladanan, dengan mematuhi pola hidup sederhana, dan memiliki rasa
tanggung jawab sosial yang tinggi.
d. Demi kelancaran layanan administrasi pemerintah, untuk para pegawai
selalu diusahakan kesejahteraan yang memadai dan ada jaminan masa tua.
e. Menciptakan aparatur pemerintahan yang jujur dan disiplin kerja yang
tinggi. Jabatan dan kekuasaan, akan didistribusikan melalui norma-norma
teknis kemampuan dan kelayakan.
f. Sistem budget dikelola oleh pejabat-pejabat yang mempunyai tanggung
jawab etis tinggi; dibarengi sistem kontrol yang efisien. Menyelenggarakan
sistem pemungutan pajak dan bea cukai yang efektif dan ada supervisi yang
ketat, baik di pusat maupun di daerah.
g. Melakukan herregistrasi (pencatatan ulang) terhadap kekayaan perorangan
“pejabat” yang mencolok. Kekayaan yang statusnya tidak jelas dan diduga
merupakan hasil korupsi, akan disita oleh negara.
h. Berusaha untuk melakukan reorganisasi dan rasionalisasi organisasi
pemerintahan, melalui penyederhanaan jumlah departemen beserta jawatan di
bawahnya. Akan selalu ada koordinasi antardepartemen yang lebih baik,
disertai sistem kontrol yang teratur terhadap administrasi pemerintahan baik di
pusat maupun di daerah

2. Upaya Penindakan (Kuratif)


Upaya penindakan, yaitu dilakukan kepada mereka yang terbukti
melanggar dengan diberikan peringatan, dilakukan pemecatan tidak hormat, dan
dihukum pidana. Beberapa contoh penanganan kasus dan penindakan yang sudah
dilakukan oleh pemerintah melalui KPK (Sumber: Wikipedia), yaitu:
a. Dugaan korupsi dalam pengadaan Helikopter jenis MI-2 Merk Ple Rostov
Rusia milik Pemda NAD (2004).
b. Menahan Konsul Jenderal RI di Johor Baru, Malaysia EM. Ia diduga
melakukan pungutan liar dalam pengurusan dokumen keimigrasian.
c. Dugaan korupsi dalam Proyek Program Pengadaan Busway pada Pemda
DKI Jakarta(2004).
d. Dugaan penyalahgunaan jabatan dalam pembelian tanah yang merugikan
keuangan negara Rp 10 milyar lebih (2004).
e. Dugaan korupsi pada penyalahgunaan fasilitas preshipment dan placement
deposito dari BI kepada PT Texmaco Group melalui Bank BNI (2004).
f. Kasus korupsi dan penyuapan anggota KPU kepada tim audit BPK (2005).
g. Kasus penyuapan panitera Pengadilan Tinggi Jakarta (2005).
h. Kasus penyuapan Hakim Agung MA dalam perkara Probosutedjo.
i. Menetapkan seorang bupati di Kalimantan Timur sebagai tersangka dalam
kasus korupsi Bandara Loa Kolu yang diperkirakan merugikan negara sebesar
Rp 15, 9 miliar (2004).
j. Kasus korupsi di KBRI Malaysia (2005).
3. Upaya Edukasi Masyarakat/Mahasiswa
a. Memiliki rasa tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan
kontrol sosial, terkait dengan kepentingan-kepentingan publik (masyarakat
luas).
b. Tidak bersikap apatis dan acuh tak acuh, karena hal ini justru akan
merugikan masyarakat itu sendiri.
c. Melakukan kontrol sosial pada setiap kebijakan, terutama yang
dilaksanakan oleh pemerintahan desa, kecamatan dan seterusnya sampai
tingkat pusat/nasional.
d. Membuka wawasan seluas-luasnya pemahaman tentang penyelenggaraan
pemerintahan dan aspek-aspek hukumnya.
e. Mampu memposisikan diri sebagai subjek pembangunan dan berperan
aktif dalam setiap pengambilan keputusan untuk kepentingan masyarakat luas.

4. Upaya Edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat)


a. Indonesia Corruption Watch atau disingkat ICW adalah sebuah organisasi
non-pemerintah (NGO) yang mempunyai misi untuk mengawasi dan
melaporkan kepada publik mengenai aksi korupsi yang terjadi di Indonesia.
ICW adalah lembaga nirlaba yang terdiri sekumpulan orang yang memiliki
komitmen untuk memberantas korupsi melalui usaha-usaha pemberdayaan
rakyat untuk terlibat/berpartisipasi aktif melakukan perlawanan terhadap
praktek korupsi. ICW lahir di Jakarta pada tanggal 21 Juni 1998 di tengah-
tengah gerakan reformasi yang menghendaki pemerintahan pasca-Soeharto
yang demokratis, bersih, dan bebas korupsi.
b. Transparency International (TI), adalah sebuah organisasi internasional
yang bertujuan memerangi korupsi politik. Organisasi yang didirikan di
Jerman sebagai organisasi nirlaba sekarang menjadi organisasi non-
pemerintah yang bergerak menuju organisasi yang berstruktur demokratik.

Publikasi tahunan terkenal yang diluncurkan TI adalah Laporan Korupsi


Global. Hubungan antara kompetitifnya sebuah negara dan korupsi telah dibahas
pertama kali dalam TI di Praha, November 1998. Survei TI Indonesia yang
berbentuk Indeks Persepsi (IPK) Indonesia 2004 mengungkapkan Jakarta sebagai
kota paling korup di Tanah Air, Surabaya, Medan, Semarang dan Batam.
Indonesia sendiri, dibandingkan dengan negara-negara lainnya, berada di posisi
keenam terkorup di dunia menurut survei TI pada tahun 2005. IPK Indonesia
adalah 2,2 sejaiar dengan Azerbaijan, Kamerun, Etiopia, Irak, Liberia dan
Usbekistan, serta hanya lebih baik dari Kongo, Kenya, Pakistan, Paraguay,
Somalia Sudan, Angola Nigeria, Haiti, dan Myanmar. Menurut hasil survei ini,
Islandia adalah negara paling bebas korupsi.

Anda mungkin juga menyukai