Pendahuluan
Pertanyaan pertama sebelum membahas lebih lanjut tentang sistem hukum
dan peradilan nasional: mengapa manusia perlu aturan di dalam membangun
komunitas kehidupan bersama? Manusia di dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara memerlukan aturan-aturan yang mampu menjamin rasa
keadilan, ketenteraman, dan keamanan bersama. Setiap negara di mana pun
berada, memiliki tujuan atau nilai-nilai tertentu yang ingin diperjuangkan. Dalam
mencapai tujuan tersebut, agar tidak salah arah dan menjadi otoriter, diperlukan
kaidah atau pedoman baik yang tertulis maupun tidak tertulis.
Kaidah atau pedoman tertulis, misalnya ialah Undang-Undang Dasar,
Peraturan Pemerintah, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Peraturan
Daerah, dan lain-lain. Sedangkan pedoman yang tidak tertulis, antara lain:
konvensi (kebiasaan di dalam penyelenggaraan negara), hukum adat pembagian
waris, kebiasaan-kebiasaan upacara kematian, dan sebagainya. Kaidah atau
pedoman yang ada di dalam suatu masyarakat, bangsa atau negara, pada
hakekatnya merupakan cerminan nilai-nilai/aturan suatu bangsa secara
keseluruhan.
Untuk apa kaidah itu ada? Kaidah itu ada atau diciptakan untuk menjamin
terciptanya keteraturan dalam hidup bermasyarakat. Kehidupan bersama dalam
suatu masyarakat dan bangsa akan menjadi kacau, mana kala tidak didasarkan
pada nilai-nilai dan norma. Untuk itulah, setiap individu di dalam masyarakat atau
negara perlu mempelajari sistem hukum dan peradilan yang ingin diperjuangkan
guna mewujudkan keteraturan hidup (ketertiban), rasa aman, dan kesejahteraan.
Hal ini sejalan dengan pandangan Prof. Y. Van Kant bahwa tujuan hukum
(dibuatnya aturan) adalah untuk menjaga agar kepentingan tiap-tiap manusia tidak
diganggu.
B. Sistem Hukum dan Peradilan Nasional
1. Sistem Hukum
a. Pengertian Sistem
Dalam berbagai kesempatan kita sering mendengar kata “sistem". Ketika
berbicara tentang pendidikan, orang akan bertanya mengenai pentingnya sistem
pendidikan, demikian juga ketika orang berbicara tentang ekonomi, orang akan
bertanya bagaimana sistem ekonominya dan sebagainya. Dalam kesempatan ini
kita akan membahas sistem hukum yang ada di Indonesia (sistem hukum
nasional).
Kata “sistem” dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia mengandung arti
susunan kesatuan-kesatuan yang masing-masing tidak berdiri sendiri, tetapi
berfungsi membentuk kesatuan secara keseluruhan. Pengertian sistem dalam
penerapannya, tidak seluruhnya berasal dari suatu disiplin ilmu yang mandiri,
karena dapat pula berasal dari pengetahuan, seni maupun kebiasaan: seperti sistem
mata pencaharian, sistem tarian, sistem perkawinan, sistem pemerintahan, sistem
hukum, dan sebnagainya.
1). W.J.S. Poerwadarminta
Sistem adalah sekelompok bagian (alat dan sebagainya), yang bekerja
bersama-sama untuk melakukan sesuatu maksud.
2). Prof. Soemantri
Sistem adalah sekelompok bagian yang bekerja bersama-sama untuk
melakukan suatu maksud. Apabila salah satu bagian rusak atau tidak
dapat menjalankan tugasnya, maka maksud yang hendak dicapai tidak
akan terpenuhi, atau setidak-tidaknya sistem yang telah terwujud akan
mendapat gangguan.
3). Drs. Musanef
Sistem adalah suatu sarana yang menguasai keadaan dan pekerjaan
agar dalam menjalankan tugas dapat teratur, atau suatu tatanan dari
hal-hal yang saling berkaitan dan berhubungan sehingga membentuk
suatu kesatuan dan satu keseluruhan.
Unsur-unsur dalam sistem mencakup antara lain:
Seperangkat komponen, elemen, bagian.
Saling berkaitan dan tergantung.
Kesatuan yang terintegrasi.
Memiliki peranan dan tujuan tertentu.
Interaksi antarsistem membentuk sistem lain yang lebih besar.
b. Sistem Hukum
Bertolak dari pengertian sistem yang telah dikemukakan di atas, yang
dimaksudkan dengan sistem hukum adalah satu kesatuan hukum yang berlaku
pada suatu negara tertentu yang dipatuhi dan ditaati oleh setiap warganya.
c. Pengertian hukum
Hukum sulit didefinisikan karena kompleks dan beragamnya sudut
pandang yang mau dikaji. Prof. Van Apeldoorn mengatakan bahwa "definisi
hukum sangat sulit dibuat karena tidak mungkin mengadakan yang sesuai dengan
kenyataan". Karena itu, sebaiknya kita lihat dulu pengertian menurut para ahli
hukum terkemuka berikut ini
1. Prof. Mr. E.M. Meyers
Hukum adalah semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan,
ditujukan kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat, dan menjadi
pedoman bagi penguasa negara dalam melaksanakan tugasnya.
2. Drs. E. Utrecht, S.H.
Hukum adalah himpunan peraturan (perintah dan larangan) yang mengurus
tata tertib suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu.
3. S.M. Amin S.H.
Hukum merupakan kumpulan peraturan yang terdiri dari norma dan sanksi,
dengan tujuan mewujudkan ketertiban dan pergaulan manusia.
4. J.C.T. Simorangkir, S.H. dan Woerjono Sastropranoto, S.H
Hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan
tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat, yang dibuat oleh badan-
badan resmi yang berwajib, dan yang pelanggaran terhadapnya
mengakibatkan diambilnya tindakan yaitu hukuman tertentu.
Fokus Kita
Dari beberapa pengertian tentang hukum, secara umum dapat dikatakan bahwa
hukum mencakup unsur-unsur berikut ini :
a. Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan
masyarakat;
b. Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwenang;
c. Peraturan itu bersifat memaksa; dan
d. Adanya sanksi yang tegas terhadap pelanggaran peraturan tersebut.
2. Tujuan Hukum
Hukum mempunyai sifat mengatur dan memaksa. Adapun tujuan
dibuatnya dapat dilihat pada matriks di bawah ini.
No Tokoh/Pakar Pendapat yang Dikemukakan
1 Prof. Subekti, S.H. Hukum itu mengabdi pada tujuan negara, yang
mendatangkan atau ingin mencapai kemakmuran
dan kebahagiaan pada rakyatnya.
3. Sumber Hukum
Sumber hukum adalah segala yang menimbulkan aturan yang mempunyai
kekuatan memaksa, yakni aturan-aturan yang pelanggarannya dikenai sanksi yang
tegas dan nyata. Sumber hukum dibedakan antara sumber hukum "material"
(welborn) dan sumber hukum “formal” (kenborn). Sumber hukum material adalah
keyakinan dan perasaan (kesadaran) hukum individu dan pendapat umum yang
menentukan isi atau materi (jiwa) hukum. Isi hukum dapat menjadi peraturan
yang berlaku dalam pergaulan manusia, bila diberi bentuk tertentu. "Bentuk" atau
"kenyataan" yang oleh karenanya kita dapat menemukan hukum yang berlaku,
disebut sebagai sumber hukum formal. Sumber hukum formal adalah perwujudan
bentuk dari isi hukum material yang menentukan berlakunya hukum itu sendiri.
Macam-macam sumber hukum formal, antara lain: undang-undang, traktat,
kebiasaan (hukum tidak tertulis), doktrin dan yurisprudensi.
a. Undang-Undang
Pengertian undang-undang dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu
undang-undang dalam arti material dan undang-undang dalam arti formal.
Undang-undang dalam arti material, adalah setiap peraturan yang
dikeluarkan oleh pemerintah yang isinya mengikat secara umum. Di
dalam UUD 1945, dapat kita jumpai beberapa contoh seperti: Undang-
Undang Dasar, Ketetapan MPR, Undang-Undang, Perpu, Peraturan
Pemerintah, Keputusan Presiden, dan Peraturan Daerah.
Undang-undang dalam arti formal, adalah setiap peraturan yang
karena bentuknya dapat disebut undang-undang. Misalnya, ketentuan
pasal 5 ayat (1) UUD 1945 (amandemen) yang berbunyi "Presiden
memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat". Jadi, Undang-Undang yang dibentuk oleh
Presiden bersama DPR tersebut dapat diakui sebagai sumber hukum
formal, karena dibentuk oleh yang berwenang sehingga derajat
peraturan itu sah sebagai undang-undang.
c. Yurisprudensi
Yurisprudensi adalah keputusan hakim terdahulu terhadap suatu perkara
yang tidak diatur oleh undang-undang dan dijadikan pedoman oleh hakim lainnya
dalam memutuskan perkara yang serupa. Timbulnya yurisprudensi, karena adanya
peraturan perundang-undangan yang kurang atau tidak jelas pengertiannya
sehingga menyulitkan hakim dalam memutuskan suatu perkara. Untuk itulah
hakim membuat atau membentuk hukum baru dengan cara mempelajari putusan-
putusan hakim terdahulu, khususnya tentang perkara-perkara yang sedang
dihadapinya.
Dalam membuat yurisprudensi, biasanya seorang hakim akan
melaksanakan
sebagai berikut:
Penafsiran secara grammatikal (tata bahasa), yaitu penafsiran
berdasarkan arti kata;
Penafsiran secara historis, yaitu penafsiran berdasarkan sejarah
terbentuknya undang-undang;
Penafsiran sistematis, yaitu penafsiran dengan cara
menghubungkan pasal-pasal yang terdapat dalam undang-undang;
Penafsiran teleologis, yaitu penafsiran dengan jalan mempelajari
hakikat tujuan undang-undang yang disesuaikan dengan perkembangan
zaman; dan
Penafsiran otentik, yaitu penafsiran yang dilakukan oleh si
pembentuk undang-undang itu sendiri.
d. Traktat
Traktat adalah perjanjian yang dibuat oleh dua negara atau lebih mengenai
persoalan-persoalan tertentu yang menjadi kepentingan negara yang bersangkutan.
Dalam pelaksanaannya, traktat dapat dibedakan menjadi dua yaitu,
Traktat bilateral, adalah perjanjian yang dibuat oleh dua negara.
Traktat ini bersifat tertutup, karena hanya melibatkan dua negara yang
berkepentingan. Misalnya, masalah Perjanjian Dwi-Kewarganegaraan
antara Indonesia dan RRC.
Traktat multilateral, adalah perjanjian yang dibuat atau dibentuk
oleh lebih dari dua negara. Traktat ini bersifat terbuka bagi negara-
negara lainnya untuk mengikatkan diri (PBB, NATO, dan sebagainya).
Setelah diratifikasi oleh DPR dan kepala negara, traktat tersebut menjadi
undang-undang dan merupakan sumber hukum formal yang berlaku.
e. Doktrin
Doktrin adalah pendapat para ahli hukum terkemuka yang dijadikan dasar
atau asas- penting dalam hukum dan penerapannya. Doktrin sebagai sumber
hukum formal banyak digunakan para hakim memutuskan perkara melalui
yurisprudensi, bahkan punya pengaruh sangat besar dalam hubungan
internasional.
Dalam hukum ketatanegaraan, kita mengenal doktrin, seperti doktrin dari
Montesquieu, yaitu Trins politica yang membagi kekuasaan menjadi tiga bagian
yang terpisah, yakni:
Kekuasaan eksekutif (kekuasaan untuk melaksanakan undang-
undang)
Kekuasaan legislatif (kekuasaan untuk membuat undang-undang)
Kekuasaan yudikatif (kekuasaan untuk mengadili pelanggaran
undang-undang)
Info Kewarganegaraan
Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan (TAP MPR No. III/MPR/2003)
Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan, merupakan pedoman
pembuatan aturan hukum dibawahnya. Tata urutan peraturan perundang-undangan
Indonesia adalah sebagai berikut:
1). Undang-Undang Dasar L945; 5' Peraturan Pemerintah;
2). Ketetapan MPR-RI;
3). Undang-undang;
4). Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (perpu)
5). Peraturan pemerintah;
6). Keputusan Presiden; dan
7). Peraturan Daerah
4. Penggolongan Hukum
Tertulis
Wujud
Lokal
Tidak Tertulis
Ruang Nasional
Ius Constitutum
Hukum Internasional
Waktu
Ius Constituendum
Hukum Antarwaktu
Satu Golongan
Pribadi Semua
Antargolongan
Isi
Hukum Pidana
Hukum Acara
Privat/Perdata
Hukum Perorangan
Hukum Keluarga
Hukum Kekayaan
Hukum Waris
Material
5. Sanksi Hukum
Pada setiap negara, yang menerapkan supremasi hukum, setiap jenis
hukum, apapun pelanggarannya akan diberikan sanksi. Pemberian, saksi kepada
yang melanggar hukum, merupakan bentuk nyata pelaksanaan suatu produk
hukum baik tertulis maupun tidak tertulis oleh aparat penegak hukum. Hal ini juga
dimaksudkan agar para pelanggar hukum tidak mengulangi lagi perbuatannya.
Warga negara suatu negara dianggap telah melaksanakan hukum atau
peraturan-peraturan dengan baik, apabila mereka menunjukkan kesadaran untuk
berlalu lintas dengan tertib, rasa aman dan nyaman pada saat di ruang publik,
berbudaya antri di halte kendaraan dan sebagainya. Berikut ini adalah macam-
macam sanksi pidana sesuai dengan pasal 10 KUHP:
a. Hukuman pokok, yang terdiri dari:
1). Hukuman mati
2). Hukuman penjara, yang terdiri dari:
• Hukuman seumur hidup
• Hukuman sementara waktu (setinggi-tingginya 20 tahun dan
sekurang-kurangnya 1 tahun)
3). Hukuman kurungan (setinggi-tingginya 1 tahun dan sekurang-kurangnya 1
hari).
b. Hukuman tambahan, yang terdiri dari:
1). Pencabutan hak-hak tertentu.
2). Perampasan (penyitaan) barang-barang tertentu.
3). Pengumuman keputusan hakim.
Catatan: Bahwa KUHP yang berlaku, terlahir pada zaman Hindia Belanda
(1 Januari 1918) yang bersumber dari (Wetboek Van Strafrehf). Namun
pada KUHP tersebut telah banyak mengalami penyesuaian.
b. Hukum perdata
Pelanggaran terhadap norma hukum perdata baru dapat disikapi oleh
setelah ada pengaduan dari pihak yang merasa sangat dirugikan. Di
sini, ada yang mengadu (penggugat) dan pihak yang diadukan
(tergugat).
Sedangkan untuk perbedaan antara hukum acara pidana dan hukum acara
perdata dilihat pada matriks berikut ini:
Perbedaan Hukum Acara
Titik Perhatian
Hukum Acara Perdata Hukum Acara Pidana
Pelaksanaan Inisiatif datang dari pihak Inisiatif datang dari pihak
yang dirugikan (penggugat) penuntut umum (jaksa)
Penuntutan Penuntut adalah pihak yang Jaksa sebagai penuntut
dirugikan (penggugat), dan umum, yang memiliki
berhadapan dengan tergugat. wewenang atas nama negara
dan berhadapan dengan
pihak terdakwa.
Alat-alat Bukti 1. tulisan 1. tulisan
2. saksi 2. saksi
3. persangkaan 3. persangkaan
4. pengakuan 4. pengakuan
5. sumpah
Kedudukan para Semua pihak mempunyai Jaksa mempunyai keduduk-
pihak kedudukan yang sama, dan an yang lebih tinggi dari
hakim bertindak sebagai pada terdakwa. Hakim aktif.
wasit dan bersifat pasif.
Macam Hukuman Hukum dapat berupa denda Hukum berupa hukuman
atau hukuman kurungan mati, penjara, kurungan
sebagai pengganti hukuman denda dan hukuman
denda. tambahan.
7. Peradilan Nasional
Ketentuan Umum Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang
Kekuasaan Kehakiman menegaskan bahwa kekuasaan kehakiman adalah
kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya
Negara Hukum Republik Indonesia.
Berdasarkan pasal 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004, kekuasaan
kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya
dalam lingkungan sebagai berikut:
Peradilan Umum,
Peradilan Agama,
Peradilan Militer,
Peradilan Tata Usaha Negara, dan
Oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
Berikut adalah susunan badan atau lembaga peradilan yang ada di
Indonesia.
Mahkamah Agung
2. Pengadilan Agama
Adalah pengadilan yang memeriksa dan memutuskan perkara-perkara yang
timbul antara orang-orang Islam, yang berkaitan dengan nikah, rujuk, talak
(perceraian), nafkah, waris, lain-lain. Dalam hal yang dianggap perlu,
keputusan Pengadilan Agama dapat dinyatakan berlaku oleh Pengadilan
Negeri.
3. Pengadilan Militer
Adalah pengadilan yang mengadili hanya dalam lapangan pidana
khususnya bagi:
(1) Anggota TNI dan Polri,
(2) Seseorang yang menurut Undang-Undang dapat dipersamakan dengan
anggota TNI dan Polri,
(3) Anggota jawatan atau golongan yang dapat dipersamakan dengan TNI
dan Polri menurut Undang-Undang,
(4) Tidak termasuk a sampai dengan c tetapi menurut keputusan Menteri
pertahanan yang ditetapkan dengan persetujuan Menteri Kehakiman
harus diadili oleh pengadilan militer.
Tugas dan kewenangan lain (di luar lingkungan peradilan) dari Mahkamah
Agung, adalah sebagai berikut:
(1) Menyatakan tidak sah semua peraturan perundang-undangan dari
tingkat yang lebih rendah daripada undang-undang atas alasan
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi,
(2) Memutus dalam tingkat pertama dan terakhir semua sengketa yang
timbul karena perampasan kapal asing dan muatannya oleh kapal
perang Republik Indonesia berdasarkan peraturan yang berlaku,
(3) Memberikan nasihat hukum kepada Presiden selaku Kepala Negara
dalam rangka pemberian atau penolakan grasi,
(4) Bersama Pemerintah melakukan pengawasan atas Penasihat Hukum
dan Notaris,
(5) Memberikan pertimbangan-pertimbangan dalam bidang hukum baik
diminta maupun tidak kepada Lembaga Tinggi Negara yang lain.
Info Kewarganegaraan
Daerah hukum MA meliputi seluruh Indonesia dan kewajiban utamanya
adalah melakukan pengawasan tertinggi atas tindakan-tindakan segala pengadilan
lainnya di seluruh Indonesia, dan meniaga/menjamin agar hukum dilaksanakan
dengan sepatutnya. Di samping Mahkamah Agung, juga ada suatu Kejaksaan
Agung yang dikepalai oleh Jaksa Agung. Di bawah Jaksa Agung ada seorang atau
lebih Jaksa Agung Muda. Dalam hal memeriksa dan memutuskan perkara pidana
militer, ketua wakil ketua dan anggota-anggota Mahkamah Agung beserta jaksa
Agung diberi pangkat militer (tituler).
c. Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 yang
selanjutnya disahkan menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003, memiliki
wewenang dan kewajiban sebagai berikut:
Wewenang, yaitu mengadili pada tingkat pertama dan terakhir
yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang
terhadap Undang-Undang Dasar, memutuskan sengketa kewenangan
lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang
Dasar 1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus
perselisihan pemilihan umum.
Kewajiban, yaitu memberi putusan atas pendapat Dewan
Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden
dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar 1945.
Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh Hakim Konstitusi untuk
masa (tiga) tahun. Mahkamah Konstitusi mempunyai 9 (sembilan) Hakim
Konstitusi yang ditetapkan. Hakim Konstitusi diajukan masing-masing 3 (tiga)
orang oleh Mahkamah Agung, 3 (tiga) orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan
3 (tiga) orang oleh Presiden. Masa jabatan Hakim Konstitusi adalah 5 (lima)
tahun, dan dapat dipilih kembali untuk 1 kali masa berikutnya.
Info Kewarganegaraan
2. Sikap Objektif/Rasional
Bersikap objektif atau rasional merupakan sikap yang ditunjukkan oleh
seseorang dalam memahami ketentuan-ketentuan hukum dikembalikan pada data,
fakta, dan dapat diterima oleh akal sehat. Seseorang yang mengedepankan
objectivitias atau rasionalitas, akan memiliki pendirian kuat dan mampu berpikir
jernih dalam menghadapi berbagai persoalan sehingga tidak mudah difitnah atau
terombang-ambing oleh keadaan. Beberapa contoh sikap objektifyang dapat
ditunjukkan antara lain:
a. mampu menyatakan/menunjukkan bahwa
suatu ketentuan hukum benar atau salah dengan argumentasi yang
baik,
b. sanggup menyatakan ya atau tidak untuk
suatu pelaksanaan ketentuan hukum dengan segala konsekuensinya
c. mampu memberi penjelasan yang netral dan
dapat diterima akal sehat bahwa suatu pelaksanaan ketentuan hukum
benar atau salah,
d. sanggup menyatakan kekurangan atau
kelemahannya jika orang lain lebih baik,
e. menghargai orang lain sesuai dengan
kemampuan, keahlian atau profesinya.