Anda di halaman 1dari 18

MODUL PENGANTAR ILMU HUKUM

(LAW 101)

MODUL 1
PROSES LAHIRNYA KAIDAH HUKUM

DISUSUN OLEH
NIN YASMINE LISASIH S.H., M.H.

UNIVERSITAS ESA UNGGUL


2020

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
0 / 18
PROSES LAHIRNYA KAAIDAH HUKUM

A. Kemampuan Akhir Yang Diharapkan


Setelah mempelajari modul ini, diharapkan mahasiswa mampu :
1. Mahasiswa mampu memberikan pengertian dan pemahaman mengenai
kaedah hukum.
2. Menguraikan dari proses/lahirnya kaidah hukum serta unsur sanksi
dalam kaidah hukum

B. Uraian dan Contoh

Dalam sesi sebelumnya kita sudah mepelajari mengenai apa itu kaidah
hukum. Untuk menyegarkan ingatan serta memudahkan dalam usaha memperoleh
pemahaman dalam pembahsan kali ini maka, terlebih dahulu kita bahas kembali
beberapa poin penting mengenai kaidah hukum.
Jimly Asshiddiqie mengemukakan mengenai pengertian norma bahwa
norma atau kaidah merupakan pelembagaan nilai-nilai, baik dan buruk, dalam
bentuk tata aturan yang berisi kebolehan, anjuran atau perintah.1
Kaidah hukum merupakan segala peraturan yang ada yang telah dibuat
secara resmi oleh pemegang kekuasaan , yang sifatnya mengikat setiap orang dan
pemberlakuannya merupakan paksaan yang harus ditaati dan apabila telah terjadi
pelanggaran akan dikenakan sanksi tertentu.
Berbeda dengan norma-norma yang lain, norma hukum (legal norm,
rechtrnormen) mengatur secara nyata internal kehidupan pribadi (internal life)
dalam berperadaban dan humanis dan juga mengatur hubungan antar pribadi
dalam proses sosial, baik secara langsung maupun secara tidak langsung.
Norma hukum ditujukan untuk kebahagiaan pribadi dan sekaligus
kedamaian hidup bersama, baik melalui keamanan dan ketertiban maupun dalam
memperbaharui perilaku.
Berlakunya norma hukum negara bersifat mutlak, artinya bahwa setiap
norma hukum negara berlaku bagi seluruh masyarakat yang berada di Negara

1
Jimly Asshiddiqie, 2006,Perihal Undang-Undang, Konstitusi Press, Jakarta, hlm.1.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
1 / 18
tersebut. Norma hukum negara mengatasi norma-norma lain yang berkembang di
masayarakat seperti norma agama, norma etika, norma-norma adat sehinga
kadangkala norma hukum tidak selalu sesuai dengan rasa keadilan/pendapat
masyarakat.2
Norma hukum dibentuk oleh lembaga-lembaga yang berwenang
membentuknya baik dalam bentuk yang tertulis maupun tidak tertulis. Norma adat,
norma agama, dan norma moral berbentuk tidak tertulis, tumbuh, dan berkembang
seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat.
Kaidah hukum merupakan perumusan yang bersifat general dari subsub
bagian hukum atau peristiwa yang dengan rumusannya tersebut dapat digunakan
sebagai pedoman dalam menyelesaikan peristiwa hukum yang terjadi secara
parsial. Kaidah hukum tersebut bersumber dari perundangundangan yang tertulis
ataupun tidak tertulis melalui proses yang sah yang harus ditaati oleh warga
masyarakat. Dalam pengertian sederhana atau sempit, kaidah hukum merupakan
asas-asas, nilai-nilai atau norma yang terkandung dalam suatu hukum konkret.
Salah satu contoh kaidah hukum adalah “apabila gugur perkara pokok, maka
gugur pula perkara assesornya”
Berlakunya kaidah hukum secara yuridis, apabila kaidah hukum itu
terbentuk sesuai dengan tata cara atau prosedur yang berlaku. Sementara
Logemann berpendapat bahwa kaidah hukum berlaku secara yuridis apabila pada
kaidah hukum terdapat hubungan kausalitas, yakni adanya kondisi dan
konsekuensi.
Suatu noma/ aturan hukum (rechtsregel) memiliki isi yang jauh lebih
konkret, yang dapat diterapkan secara langsung. Berbeda dengan asas hukum
yang daya kerjanya secara tidak langsung (indirect werking), yakni menjalankan
pengaruh pada interpretasi terhadap aturan hukum.
Hukum tidak akan lepas dari kehidupan manusia. Karena adanya hukum
disebabkan karena adanya manusia. Maka untuk membicarakan tentang hukum
kita tidak dapat lepas membicarakannya dari kehidupan manusia.
Pada hampir setiap kehidupan sekarang ini kita jumpai peraturan-peraturan
hukum. Melalui penormaan terhadap tingkah laku manusia ini hukum menjelajahi
2
Aziz Syamsudin, 2011, Proses Dan Teknik Penyusunan Undang-Undang, Sinar Grafika,
Jakarta, hlm. 14.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
2 / 18
hampir semua bidang kehidupan manusia. Apabila kita meninjaunya dari sudut
perspektif perkembangan masyarakat dan negara maka kita dapar mengatakan,
bahwa kejadian masuknya hukum itu ke dalam bidang-bidang kehidupan
masyarakat menjadi semakin meningkat bersamaan dengan meningkatnya peranan
yang dimainkan oleh negara di dalam masyarakat. Perkembangan atau perubahan
yang sangat besar dalam penetrasi hukum ke dalam masyarakat itu terjadi pada
satu aatau dua abad terkakhir ini, di mana peranan dari kemajuan teknologi dan
industri telah menarik kegiatan negara itu smekai jauh ke dalam bidang-bidang
kehidupan masyarakat.
Dari pengantar di atas maka dalam mebahas mengenai peroses lahirnya
kaidah hukum terlebih dahulu kita akan membahas mengenai lahirnya kaidah. Hal
tersebut agar kita mendapatkan pemahaman yang runut menuju pembahasan
mengenai lahirnya kaidah hukum.

C. Proses Lahirnya Kaidah

Mula kaidah senantiasa berangkat dari pembahasan tentang manusia, karena


manusia lah yang menyepakti kaidah ,ada banyak tesis/pendapat tentang manusia
tersebut diatara nya sebagai berikut:
 Sebagai mahluk berfikir (homo sapiens);
 Sebagai mahluk yang berdiri tegak(homo erectus);
 Sebagai mahluk yang senantiasa memerlukan materi untuk
menunjang kehidupannya(homo economicus);
 Sebagai mahluk yang senang bermain (homo indens);
 Sebagai mahluk yang beragama (homo religosus);
 Sebagai mahluk yang berperasaan (homo recentis);
 Sebagai mahluk yang selalu mencari jati diri (homo victor);
 Sebagai mahluk yang terdidik (homo acadendum);
 Sebagai mahluk yang pandai menggunakan symbol-simbol (homo
symbolicus); dan jelas pula
 Sebagai mahluk yang tidak dapat terlepas dari manusia lain (homo
socius).

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
3 / 18
Berkaitan dengan manusia sebagi makhluk sosial, maka perlu diungkapkan
kembali pendapat dikemukakan pendapat Aristoteles yang mengemukakan bahwa
manusia merupakan makhluk sosial (zoon politicon). Untuk dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya manusia tidak mungin terlepas dari peran manusialainnya.
Sebagai contoh, seorang manusia yang baru lahir merupakan mahluk yang tidak
berdaya, ia membutuhkan bantuan manusia lain yang sudah berdaya untuk bisa
mempertahankan hidupnya. Penggambaran lain dapat kita ambil dalam kehidupan
kita sehari-hari. Dari sesendok nasi yang kita makan terdapat peran begitu banyak
manusia lain dari Para petani yang menanam benih dan merawat sehingga
bertumbuh menjadi tanaman padi. Dari Tanaman padi kemudian dipanen yang
melibatkan peran banyak manusia. Setelah dipanen maka butuh peran manusia
dalam fungsi distribusi, membawa hasil panen kepada penjual-penjual beras. Dari
penjual beras barulah kita bisa mendapatkan beras untuk kita masak menjadi nasi
untuk dimakan. Peran manusia dalam peristiwa kita makan sesendok nasi bisa
leibh panjang saat kita tidak langsung menanak nasi sendiri melainkan membeli
dari penjual-penjual nasi dan seterusnya.
Sebagai mana kita pahami bahwa manusia pada dasar nya terjadi atas unsur
jiwa dan unsur raga. Jiwa bersemayam pada raga, dan semetara raga di gerakan
oleh jiwa. Untuk memenuhi kodrat jiwa dan raga tadi, maka manusia senantiasa
berhadapan dengan kebutuhan dasar. Ada pun cakupan kebutuhan dasar tersebut
menurut maslow, adalah sebagai berikut :
 Makanan,pakaian,dan tempat berlindung(food,clothing,and shelter);
 Pengembangan diri (self actualization)
 Jaminan terhadap keamanan diri dari harta kekayaannya ( safety of
self and proferty);
 Harga diri (self esteem)
 Cinta kasih (love)
Berpijak pada kebutuhan dasar yang sedemikian, jelas seorang manusia
akan dilekati dengan beberapa hasrat dalam hal:
 Untuk memenuhi kebutuhan ekonomi;
 Untuk memunuhi kebutuhan psikis; dan
 Untuk mengadakan keturunan.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
4 / 18
Dengan hasrat yang beragkat dari kebutuhan dasar tersebut, maka manusia
mau tidak mau harus berhubungan dengan manusia lain atau herus memerankan
dirinya sebagai mahluk yang bermasyarakat/mahluk sosial (zoon politicoon/ homo
socius).
PROSES TERJADINYA KAIDAH

MANUSIA

MEMERLUKAN
BASIC NEED :
-FOOD, CLOTHING,SHELTER
- SAFETY OF SELF AND PEROFERTY
-SELF ACTUALIZATION
-SELF ESTEEM
-LOVE MEMERLUKAN

HASRAT :
- untuk memenuhi kebutuhan ekonomis
- untuk memenuhi kebutuhan psikis
- untuk mengadakan keturunan
MEMERLUKAN

MENJADI MAHLUK SOSIAL


MEMERLUKAN

MEMUNCULKAN PERBEDAAN PERSEPSI/KONFLIK


MEMERLUKAN

PEDOMAN YANG BERUPA KAIDAH

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
5 / 18
Dari bagan proses lahirnya kaidah dapat kita lihat bahwa mepunyai
keubtuhan-kebutuhan dasar seperti pangan, sandang dan tempat untuk tinggal
sebagai tempat perlindungan danlam menjalani kehidupan sebagai manusia dan
sebagainya.
Oleh karena manusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan maka akan timbul
hasarat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi
kebutuhannya maka manusia membutuhkan manusia lainnya, sehingga manusia
menjadi makhluk sosial.
Hanya dalam kehidupan bersama, manusia dimungkinkan memenuhi
panggilan hidupnya, memenuhi kebutuhan atau kepentingannya. Apabila saat ini
ada seorang manusia yang bertapa menjauihi orang banyak, atau mengembara
seorang diri. Ia tidak akan lepas dari kontak atau pengaruh, baik langsung maupun
tidak langsung dari masyarakat.
Di dalam masyarakat, manusia manusia selalu berhubungan satu dengan
yang lainnya. kehidupan bersama itu menyebabkan adanya interaksi, kontak atau
hubungan satu dengan yang lainnya. interaksi atau kontak tersebut dapat berarti
hubungan yang menyenangkan atau bahkan menimbulkan pertentangan atau
konflik.
Dua pola hubungan yang telah disebutkan di atas didasari bahwa masing-
masing manusia mempunyai kepentingan. Pola hubungan yang menyenangkan
dapat terjadi saat interaksi manusia yang satu dengan lainnya didasari oleh
kepentingan yang sama. Kepentingan yang sama dapat menimbulkan kerjasama
untuk mengusahakan kepentingan tersebut. Tapi sebaliknya juga kepentingan atas
suatu yang sama dapat juga menimbulkan konflik apabila kepentingan atas
sesuatu yang sama tersedia dalam jumlah yang terbatas sehingga dapat
menimbulkan persaingan untuk menggapai kepentingan tersebut.
Di atas dapat terlihat bahwa kepentingan yang sama tidak selalu menjamin
hubungan yang menyenangkan. Oleh karena itu maka saat ada kepentingan yang
berbeda dapat dipastikan akan timbul pertentnagan atau konflik. Konflik terjadi
karena kalau terdapat persinggungan antara kepentingan-kepentingan yang
berbeda-beda. Konflik kepentingan terjadi apaila dalam melaksanakan atau

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
6 / 18
mengejar kepentingannya satu manusia merugikan manusia yang lainnya. di
dalam kehidupan bermasyarakat konflik tidak dapat dihindarkan.
Gangguan kepentingan atau konflik haruslah dicegah atau tidak dibiarkan
berlangsung terus menerus. Konflik yang dibiarkan terus menerus akan
menggganggu keseimbangan tatanan masyarakat. Yang paling parah,
ketidakseimbangan tatanan masyarakat akan berujung pada kekacauan, sehingga
hidup yang damai dan aman tidak akan terwujud.
Manusia akan selalu berusaha agar tatanan masyarakat dalam keadaan
seimbang. Dalam keadaan tatanan masyarakat yang seimban inilah akan tercipta
suasana yang tertib, damai, dan aman yang merupakan jaminan bagi manusia
unuk kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu, keseimbangan tatanan masyarakat
yang terganggu haruslah dipulihkan ke keadaan semula (restitutio in
integrum=kembali ke keadaan semula).
Dari penggambaran-penggambaran di atas dapat disimpulkan bahwa
manusia di dalam masyarakat memerlukan perlindungan kepentingan.
Perlindungan kepentingan itu dapat tercapai dengan terciptanya pedoman atau
peraturan hidup yang menentukan bagaimana manusia harus bertingkah laku
dalam masyarakat agar tidak merugikan orang lain dan dirinya sendiri. Pedoman,
patokan atau ukuran untuk berperilaku atau bersikap dalam kehidupan bersama ini
disebut norma atau kaidah sosial.
Secara umum, norma atau kaidah dapat dibedakan antara norma etika dan
norma hukum. Norma etika meliputi norma susila, norma agama, dan norma
kesopanan, yang lahir dari dalam diri manusia sendiri, yaitu berupa hasrat untuk
hidup pantas, untuk hidup sepatutnya. Walaupun demikian, tidak jarang norma
etika merupakan norma yang datang dari luar diri manusia, misalnya dari Tuhan
Yang Maha Esa, yaitu norma agama. Dalam kondisi yang lain norma lahir karena
hubungan manusia dengan manusia, karena hidup manusia mempunyai dua
dimensi yaitu dimensi hidup pribadi dan dimensi hidup antar pribadi. Kedua
dimensi tersebut yang kemudian melahirkan hukum sebagai sarana membangun
dan memperkokoh peradaban.3

3
Ibid., hlm. 23.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
7 / 18
Pengelompokan norma dapat juga berdasarkan hakikat kehidupan manusia,
yaitu kehidupan pribadi (kehidupan internal) dan kehidupan antar pribadi
(kehidupan eksternal) dihubungkan dengan keberadaan norma sebagai bagian dari
kehidupan manusia itu sendiri, yaitu:
1.Kehidupan internal sangat melekat dengan norma kepercayaan atau agama
dan norma kesusilaan; dan
2.Kehidupan eksternal sangat melekat dengan norma susila, norma
kesopanan, sebagian norma agama dan norma hukum. 4
Berdasarkan hal-hal di atas, keseluruhan norma yang ada dapat digolongkan
dalam:
1. Norma kepercayaan atau disebut juga kaidah agama, yaitu untuk
mencapai kesucian, keberimanan, dan ketaqwaan;
2. Norma kesusilaan atau moral yang tertuju pada kebaikan hidup pribadi
atau keberhasilan hati nurani dan akhlak;
3. Norma sopan santun, yang maksudnya adanya untuk kenikmatan hidup
bersama;
4. Norma hukum yang tertuju kepada kemaslahatan pribadi manusia dan
kedamaian hidup bersama.5
Norma agama atau kepercayaan bertujuan untuk mengatur kehidupan
pribadi (diri sendiri) di dalam mempercayai atau meyakini keberadaan alam gaib,
khususnya kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa. Tujuan dari norma agama adalah
untuk mencapai kesucian hidup pribadi. Tujuan dari norma kesusilaan juga lebih
tertuju kepada pengaturan kehidupan pribadi, karena menyangkut hati nurani dan
perasaan secara pribadi. Melalui norma kesusilaan diharapkan agar setiap pribadi
terhindar dari perasaan-perasaan yang tidak baik yang pada akhirnya akan
terbentuk kebaikan akhlak pribadi. Norma kesopanan bertujuan untuk mencapai
kenikmatan hidup antar pribadi. Dalam norma kesopanan terdapat kaitan dengan
pribadi lain yang lebih nyata, meskipun tidak secara tegas mengatur hubungan
antar pribadi yang satu dengan pribadi yang lainnya. Dalam norma kesopanan

4
Rosjidi Ranggawijaya, 1998, Pengantar Ilmu Perundang-undangan Indonesia, Mandar
Maju. Jakarta, hlm. 22.
5
Purnadi Purbacaraka, Soerjono Soekanto, 1978, Perihal Kaidah Hukum, Alumni. Bandung,
hlm.16.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
8 / 18
terkait kepentingan tata nilai pribadi lain, karena hakikat sopan santun ditujukan
kepada orang lain.6
Setelah kita memahami proses terbentuknya kaidah, maka ada bagian yang
selanjutnya akan dibahas mengenai proses lahirnya kaidah hukum. Pembahasan
mengani proses lahirnya kaidah hukum menjadi bagian yang khsus dibahas
tersendiri karena kita ketahui bahwa kaidah hukum mempunyai karakteristik yang
berbeda dengan kaidah-kaidah lainnya.

D. Proses Lahirnya Kaidah Hukum

Berbeda dengan kaidah agama, kaidah hukum dilihat sebagai karya manusia,
maka pembicaraanya juga harus dimulai sejak dari pembuatan hukum. Jika
masalah pembuatan hukum itu hendak dilihat dalam hubungan dengan bekerjanya
hukum sebagai suatu lembaga sosial, maka pembuatan hukum itu dilihat sebagai
fungsi masyarakatnya.
Di dalam hubungan dengan masyarakat di mana pembuatan hukum itu
dilakukan, orang membedakannya dalam beberapa model sedangkan pembuatan
hukumnya merupakan pencerminan dari model-model masyarakat. Hal tersebut
lebih lanjut dijelaskan sebagai berikut:

1. Model masayarakat yang berdasarkan pada kesepakatan akan nilai-nilai


(Value Consensus)
Pada model masyarakat ini akan sedikit sekali mengenal adanya
onflik-konflik atau tegangan di dalamnya sebagai akibat dari adanya
kesepakatan mengenai nilai-nilai yang menjadi landasan kehidupannya.
Tidak terdapat perbedaan di antara para anggota masyarakat mengenai
apa yang seharusnya diterima sebagai nilai-nilai yang harus
dipertahankan di dalam masyarakat.
Di dalam hubungan di atas maka berdirinya masyarakat bertumpu
pada kesepakatan diantara warganya. Unsur-unsur yang menjadi
pendukung kehidupan sosial di situ dapat terangkum dalam satu
kesatuan yang selaras (well integrated). Di dalam model masyarakat

6
I Gde Pantja Astawa, Suprin Na’a. Op. cit. hlm. 25.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
9 / 18
yang demikian itu maka masalah yang dihadapi oeleh pembuatan
hukum hanyalah menetapkan nilai-nilai apakah yang berlaku di dalam
masyarakat itu. Pembuatan hukum di situ merupakan pencerminan yang
disepakati oleh warga masyarakat.
2. Model masyarakat dengan konflik
Berlainan dengan model yang pertama, pada model ini bukanlah
kemantapan dan kelestarian yang menjadi tanda ciri masyarakat,
melainkan perubahan serta konflik-konflik sosial. Berlainan dengan
model masyarakat yang pertama, di mana berdirinya masyarakat
bertumpu pada kesepakatan para warganya, maka pada model yang
kedua ini masayarakat dilihat sebagai suatu perhubungan di mana
sebagian warganya mengalami tekanan-tekanan oleh sementara warga
lainnya. Perubahan dan konflik-konflik di sini merupakan kejdaian
yang umum.
Berbeda denagan pembuatan hukum pada model yang pertama,
maka pada model yang kedua ini kita tidak dapat mengatakan, bahwa
pembuatan hukum adalah penetapan nilai-nilai yang disepakati oleh
masyarakat. Pada model yang kedua ini nilai-nilai yang berlaku di
dalam masyarakat berada dalam situasi konflik satu sama lain, sehingga
keadaan ini juga akan tercermin pada pembuatan hukumnya.

Masyarakat dengan model tanpa konflik atau masyarakat dengan


kesepakatan nilai-nilai adalah masyarakat dengan tingkat perkembangan yang
sederhana. Dalam konteks Indonesia keadaannya dapat dihubungkan dengan
masyarakat-masyarakat yang menjadi pendukung Hukum Adat dalam
pengertiannya yang tradisional. Tingkat perkembangan yang masih sederhana itu
antara lain nampak dalam pembagian kerja (division of labor) yang masih belum
kompleks. Sebaliknya masayarakat dengan landasan konflik nilai-nilai adalah
suatu masyarakat dengan tingkat perkembangan yang lebih maju yang telah
mengalami pembagian kerja secara lebih lanjut. Kedaaan ini menungkinkan
terjadinya pembentukan kelompok-kelompok terbatas di dalam masyarakatyang
menghidupkan kesadaran kelompok dengan ilai-nilainya sendiri. Dengan
demikian maka kesepakatan nilai-nilai di dalam masyarakat tidak mudah terjadi.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
10 / 18
Sebagai kelanjutannya, maka dalam pembentukan hukum masalah pilihan-pilihan
nilai tidak dapat terhindarkan. Beberapa kemungkinan yang dapat terjadi dalam
pembentukan hukum yang demikian yaitu:
1. Pembentukan hukum akan dilihat sebagai suatu proses adu kekuatan, di
mana negara merupakan senjata di tangan lapisan yang berkuasa.
2. Sekalipun terdapat pertentangan nilai-nilai di dalam masyarakat, namun
negara tetap berdiri sebagai badan yang tidak memihak (value-neutral),
di dalam mana nilai-nilai dan kepentingan-kepentingan yang
bertentangan dapat diselesaikan tanpa mengganggu kehidupan
masyarakat.

Lebih lanjut, di dalam pembentukan hukum, di mana dijumpai pertentangan


nilai-nilai serta kepentingan, ada dua kemungkinan yang dapat timbul yaitu:
1. Sebagai sarana mencairkan pertentangan (conflictoplossing);
2. Sebagai tindakan yang memperkuat terjadinya pertentangan lebih lanjut
(conflictversterking).
Kedua-duanya menunjukkan, bahwa di dalam suatu masyarakt yang tidak
berlandsakan kesepakatan ilai-nilai itu, pembuatan hukum selalu akan merupakan
semacam endapan pertentangan-pertentangan yang terdapat di dalam masyarakat.
Pada kemungkinan yang pertama, maka pemnuatan hukum merupakan suatu jalan
untuk melakukan pencairan pertentangan yang sedemikian itu.
Kemungkinan yang kedua lebih menjelaskan tentang apa yang dapat timbul
apanila masyarakat merasa tertipu oleh janji-janji atau penyelesaian yang
dilakukan melalui pembuatan hukum itu. Suatu peraturan misalnya, yang
dianggap oleh suatu golongan yang berkepentingan sebagai pemberian janji
tertentu tetapi kemudian ternyata, bahwa hal itu hanya merupakan bagian dari
“teknik agar peraturan itu pada akhirnya dapat dikeluarkan”, banyak
kemungkinannya bahkan akan memperkuat pertentangan kepentingan yang
semula menjadi sebab dikeluarkannya peraturan tersebut.
Kita dapat melihat, bahwa terdapatnya pertentangan nilai-nilai dan
kepentingan-kepentingan di dalam masyarakat akan cenderung untuk mendorong
pembuatan hukum dengan jalan membuat kompromi di antara hal-hal yang
bertentangan itu. Kopromi ini memungkinkan pihak-pihak yang bertentangan

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
11 / 18
menerima suatu penyelesaian sehingga peraturan yang mengakhiri pertentangan
itu dapat dibuat. Tetapi apabila di kemudian hari salah satu pihak merasa tertipu
dan menyadari bahwa peraturan itu sesungguhnya hanya merupakan penyelesaian
semu saja, maka pertentangan yang semula akan timbul kembali dan bahkan akan
menjadi lebih tajam.
Di dalam kenyataanya, kita melihat bahwa ada kaidah yang dituangkan
dalam wujud yang tertulis dan ada kaidah hukum dalam bentuk yang tidak
tertulis.kadiah-kaidah yang tertulis itu tidak selamanya tercakup dalam pengertian
hukum tertulis, apabila terhadap kaidah-kaidah yang tidak tertulis. Pengujian
mengenai asal-usul hukum dapat digunakan untuk membedakan antar aturan-
aturan hukum hukum yang valid dengan aturan-aturan hukum yang palsu.7
Mengenai asal-usul kaidah hukum, pada pokoknya dapat dibedakan menjadi
dua jenis yaitu:
1. Kaidah hukum yang berasal dari kaidah-kaidah sosial yang lain di dalam
masayarakat, yang dalam istilah Paul Bohannan dinamakan: “kaidah
hukum yang berasal dari proses double legitimacy atau pemberian ulang
legitimasi dari suatu kaidah sosial nono hukum (maral agama, kesopanan)
menjadi suatu kaidah hukum.
Contohnya: larangan membenuh telah dikenal sebelumnya dalam kaidah
agama dan kaidah moral, kemudian melalui proses pelembagaan kembali
diubah menjadi kaidah hukum yang dituangkan dalam Pasal 338 KUHP.
2. Kaidah hukum yang diturunkan oleh otoritas yang lebih tinggi, sesuai
dengan kebutuhan masyarakat pada waktu itu, dan langsung terwujud
dalam kaidah hukum, serta sama sekali tidak berasal dari kaidah sosial
lainnya.
Contohnya: Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Selain dari hal-hal yang diuraikan sebelumnya, lahirnya hukum dapat


dibedakan dari penggoleongan sistem hukumnya. Berdasarkan sistem hukum,
lahirnya kaidah hukum dapat dibedakan menjadi dua yaitu dalam Common law

7
Achmad Ali, 2015, Menguak Tabir Hukum, Kencana, Jakarta, hlm 57.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
12 / 18
system dan Statute Law System. Terhadap hal tersebut dijelasan lenih lanjut
sebagai berikut:8
1. Lahirnya Kaidah Hukum dalam Common Law System
a. Hukum adalah bagian dari kultur masyarakat
Dalam Common Law System, hukum tidak terpisah dari kehidupan
masyarakat manusia. Hukum dipandang sebagai sub-sistem dari
kebudayaan masyarakat (Law is a Sub-system cultural institution). Hukum
lahir dan berkembang seiring dengan tingkat tahap perkembangan
kecerdasan, kemajuan, dan kebudayaan masayarakat tertentu, yang
dipelihara dan diwariskan secara tak tertulis dari generasi ke generasi
sebagai tata kehidupan yang mengatur ketertiban kehidupan masyarakat.

b. Hukum adalah cipataan masyarakat


Pandangan bahwa hukum sebabagai sub-sistem budaya manusia,
maka akan membawa konsekuensi lahirnya kaidah hukum bahwa hukum
lahir dan dicipta sebagai budaya kecerdasan masyarakat (Law is an
invention of people).
Masyarakat yang sejatinya mencipta hukum sesuai dengan kebutuhan
tata tertib yang mereka perlukan pada tempat dan waktu tertentu, dengan
tetap mempertimabanhkan bahwa hukum mengikuti perubahan dan
perkembangan tempat dan waktu “ Tagbayyarul ahkami bi-tagbayyaril
azmani wal-imkani’. Tempat dan waktu atau locus dan tempus sangat
berperan dalam mencipatakan kaidah hukum yang berlaku. Elastisitas
kelenturan dan keaktualannya ditentukan oleh situs dan tempus, oleh
karena itu para hakim yang ditangannya terletak kewenangan untuk
mencipta hukum terapan dalam kasus aktual, maka kaidah hukum tersebut
sangat perlu diperhatikan dengan sungguh-sungguh, agar putusannya
mencerminkan bahwa hukum berkembang mengikuti perkembangan
zaman.
Makna kaidah yang terpenting untuk dperhatikan oleh para penegak
hukum, khususnya para hakim adalah bahwa Common law system

8
M Fauzan, 2014, Kaidah Penemuan Hukum Yurisprudensi Bidang Hukum Perdata, Kencana,
Jakarta, hlm. 27-34.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
13 / 18
berpendirian bahwa hukum tidak terikat pada bentuk dan prosedur formil
dlam menciptakan hukum. Daya lenturnya sangat potensial mengikuti dan
mensejajari laju pertumbuhan dan perkembangan masyarakat.

c. Hukum tidak memerlukan proses kodifikasi


Hukum dalam Common law system selalu diidentikan dengan
hukumtidak tertulis. Memang demikian historis keberadaan dan
kelahirannya. Dia hidup dan berkembang dalam kesadaran kehidupan
masyarakat, seolah-olah dalam bentuk abstrak. dia disebut seolah-olah
abstrak, karena tidak dikodifikasi dalam bentuk pranata yang terumus
secara tertulis.Putusan hakim dalam Common law system merupakan
sumber hukum yang “resmi” sebagai bukti pengakuan asas dalam kaidah
hukum bahwa: hakim memiliki kewenangan untuk mencipta hukum (judge
made law).

2. Lahirnya Kaidah hukum dalam Statute Law System


Statute law system memiliki pandangan bertolak belakang 180 derajat
dari Common law system. Kelahian hukum dalam sudut yang lebih formil.
Formalitas prosedural pembentukan hukum menjadi unsur terpenting
dalam menilai legalitas hukum bagi statute law system. Meskipun sistem
ini beranjak dari pemahaman bahwa hukum merupakan “Is a cultural
institution” serta kelahirannya di tengah masyarakat sebagai hasil ciptaan
masyarakat (an invention of people), tetapi proses kelahiran merupakan
hasil produk yang diproses melalui jalur formil.
kaidah-kaidah hukum yang dipertahankan sebagai pendirian dalam
statute law system adalah sebagai berikut:
a. Hukum hanya ada dala peraturan perundang-undangan formil
Hanya hukum yang lahir dari kandungan proses formil yang memiliki
legalitas sebagai prasarana hukum ang mengikat, huum yang lahir di luar
kandungan formil tersebut, dianggap sebagai hukum anak haram yang tida
memiliki validitas atau otoritas hukum terapan yang mengikat. Dalam
sistem ini, berlaku kaidah hukum bahwa hukum yang diakui direferensikan
pada “kodifikasi hukum” yang dibuat oleh lembaga formil legislatif.
Akibat ndirian tersebut, maka nilai-nilai hukum yang hidup di tengah-

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
14 / 18
tengah masyarakat yang dihormati dan dihargai secara kolektif dari
generasi ke generasi, selama belum masuk dalam rumusan kodifikasi
hukum, maka dianggap tidak mempunyai daya normatif yagn dapat
dipaksakan penerapannya.

b. Hukum bersifat konservatif


Lahirnya suatu norma kaidah hukum bertujuan untuk
mempertahankan dan memantapkan suatu posisi keadaan dan suasan
peristiwa tertentu pada suatu tempat dan waktu. Setelah keadaan itu
dipertahankan dan dimantapkan oleh hukum maka akan langsung
membeku dan konservatif. Seolah-olah dia tidak mau bergeser dari
kemantapan dan kemapanan tersebut. Sementara pada saat itu pula,
masyarakat dan nilai-nilai kesadaran terus bergerak dan bergeser
mengalami perubahan. Pergeseran perubahan itu, tidak pernah berhenti,
tetapi berlangsung dari waktu ke waktu. Akibatnya hukum yang
dikodifikasi, membeku tertinggal dimakan waktu dan masa. Akan tetapi,
oleh karena dia telah diakui sebagai satu-satunya alternatif sumber hukum
yang memiliki legalitas konservatif yang memkasa perubahan nilai mesti
tunfuk kepada kemantapan dan kemapanan yang tidak sesuai lagi dengan
kebutuhan dan kesaran masyarakat.

c. Hakim hanyalah corong peraturan perunddang-undangan


Mekaniseme Statute law system yang mutlak memberikan
kewenangan penciptaan hukum dalam bentuk perundang-undangan kepada
legislative power, telah menempatkan fungsi dan kewenangan hakimpada
tataran:
- Hakim hanya sebagai corong undang-undang atau juru bicara
undang-undang;
- Oleh karena itu, hakim dalam menjalankan kewenangan fungsi
kekuasaan kehakiman tidak berhak dan tidak berwenang untuk
menafsirkan undang-undang;
- Adil atau tidak adil suatu ketentuan perundang-undangan mesti
diterapkan hakim, meskipun bertentangan dengan keyakinan dan hati
nuraninya, karena yang berhak dan berwenang menilai adil atau

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
15 / 18
tidaknya suatu hukum sepenuhnya menjadi tanggung jawab
legislative power.

E. Latihan True or False


1. Norma yang dibentuk oleh lembaga-lembaga yang berwenang
membentuknya baik dalam bentuk yang tertulis adalah Norma agama
2. homo sapiens adalah manusia sebagai mahluk yang berdiri tegak
3. Yang dimaksud dengan zoon politicon adalah manusia merupakan
makhluk sosial
4. Cinta kasih bukan merupakan cakupan kebutuhan dasar manusia
5. Pada model masyarakat ini akan sedikit sekali mengenal adanya
konflik-konflik atau tegangan di dalamnya sebagai akibat dari adanya
kesepakatan mengenai nilai-nilai yang menjadi landasan kehidupannya
merupakan model Model masyarakat dengan konflik

F. Kunci Jawaban
1. F
2. F
3. T
4. F
5. F

G. DAFTAR PUSTAKA

Achmad Ali, 2015, Menguak Tabir Hukum, Kencana, Jakarta.

Aziz Syamsudin, 2011, Proses Dan Teknik Penyusunan Undang-Undang,


Sinar Grafika, Jakarta.

Jimly Asshiddiqie, 2006,Perihal Undang-Undang, Konstitusi Press, Jakarta.

M Fauzan, 2014, Kaidah Penemuan Hukum Yurisprudensi Bidang Hukum


Perdata, Kencana, Jakarta.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
16 / 18
Purnadi Purbacaraka, Soerjono Soekanto, 1978, Perihal Kaidah Hukum,
Alumni. Bandung.

Rosjidi Ranggawijaya, 1998, Pengantar Ilmu Perundang-undangan


Indonesia, Mandar Maju. Jakarta.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
17 / 18

Anda mungkin juga menyukai