Nim : 041890011
MODUL I
Kaidah Sosial
MODUL II
Tujuan Hukum Menurut teori utilitis adalah menjamin tercapainya kebahagian sebesar-besarnya
untuk jumlah orang yang sebanyak-banyaknya. Penganut teori utilitis antara lain adalah jeremy
bentham.
2. Hubungan hukum dengan keadilan dan kekuasaan
A. Hubungan hukum dengan keadilan
Hukum adalah apa yang benar-benar berlaku atau apa yang seharusnya berlaku atau apa
yang seharusnya berlaku sesuai dengan isi kaidah hukum, dan tidak dipersonalkan apakah
baik atau buruk, sedangkan keadilan adalah suatu cita-cita yang didasarkan pada sifat moral
manusia. Walaupun antar hukum dan keadilan dapat dibedakan, tetapi salahlah untuk
beranggapan bahwa hukum dan keadilan sama sekali tidak berhubungan. Dengan demikian
keadilan yang tidak memihak dan persamaan perlakuan. Konsep bahwa hukum mengarah
kepada keadilan, dapat kita lihat pada dua hal, yaitu :
Undang-undang selalu memberikan ketentuan yang bersifat umum, artinya berlaku
sama setiap orang (equality before the law)
Di dalam suatu proses peradilan berlaku asas bahwa para pihak didengar dan
diperilaku sama dihadapan hakim (audi et alteram parten).
B. Hubungan hukum dengan kekuasaan
Kekuasaan pada hakekatnya merupakan kemampuan untuk kemampuan untuk
mempengaruhi pihak lain guna menuruti kehendak dari pemegang kekuasaan. Dengan
perkataan lain tidak dapat juga dikatakan bahwa kekuasaan adalah suatu kemapuan untuk
memaksakan kehendaknya kepada orang lain.
C. Hubungan hukum dengan sanksi
Kekuasaan untuk memaksakan berlakunya hukum dalam masyarakat dapat juga diujudkan
dalam bentuk sanksi. Dalam hal tersebut, sangsi bukan merupakan unsur pokok atau essensiil
dari hukum, tetapi hanyalah sebagai unsur tambahan atau perlengkapan. Sebagai unsur
tambahan, sanksi baru diperlukan apabila hukum dilanggar dan oleh karenanya maka harus
ditegakan.
D. Penyimpangan kaidah hukum
Fungsi khusus kaidah hukum dalam hubungannya dengan ketiga kaidah sosial yang lain dan
sekaligus juga merupakan keistemewaan kaidah hukum yaitu terletak pada sanksinya yang
tegas dan dapat dipaksakan oleh intansi yang berwenang. Sedangkan penyimpangan terhadap
kaidah hukum dapat dibedakan menjadi dua : (1) yang dikualifikasikan sebagai pelanggaran
hukum, dan (2) yang dikualifikasikan sebagai pengecualian atau dispensasi (uitzonderings
geallen).
Pengecualian atau dispensasi pada hakekatnya juga termasuk pelanggaran hukum, tetapi si
pelaku tidak dihukum sebab perbuatannya dibenarkan atau ada dasar pembenaran
(rechtvaardiginsrond) , atau si pelaku dibebaskan dari kesalahan (schuldopheffingsgrond).
Berarti perbuatan yang pada hakekatnya melanggar hukum, tetapi undang-undang
membenarkan atau memaafkan. Sebagai contoh-contohnya dapat dilihat dalam beberapa pasal
kitab undang-undang hukum pidana (KHUP) buku pertama Bab III tentang “hal-hal yang
menghapuskan, mengurangkan atau memberatkan pengenaan pidana. (untuk alasan pemaaf
diatur dalam pasal 44 s/d pasal 48, sedangkan untuknalasan pembenar diatur dalam pasal 48
s/d pasal 51 (soesilo, 1976 : 51-57).
Alasan pemaaf
Pasal 45 KUHP mengatur perbuatan pidana yang dilakukan oleh anak yang belum
dewasa, yaitu perbuatan pidana yang dilakukan pada saat si pelaku belum berumur 16
tahun. Dalam hal ini, hakim dapat menetapkan :
Yang bersalah dikembalikan pada orangtuanya, walinya atau pemeliharannya
tanpa hukuman.
Yang bersalah diserahkan kepada pemerintah untuk dimasukkan ke lembaga
pendidikan khusus dan tanpa dikenai hukuman
Yang bersalah dihukum, tetapi maksimun hukuman pokok yang akan
dijatuhkan dikurangi dengan sepertinganya, atau pidana penjara maksimun
15 tahun apabila ancaman pidana atas perbuatan yang dituduhkan adalah
pidana mati atau pidana seumur hidu[.
Alasan pemaaf
Termasuk perbuatan yang pada hakekatnya melanggar hukum, tetapi dikecualikan
dan si pelaku tidak dihukum karena ada dasar pembenar, adalah :
Perbuatan yang dilakukan dalam keadaan darurat (noodtoestand)
Pembelaan terpaksa (nooddweer)
Melaksanakan ketentuan undang-undang
Melaksanakan perintah jabatan
MODUL III
Sumber hukum
1. Pengertian Sumber Hukum, 2 (Dua) Arti Sumber Hukum Dan Undang-Undang Sebagai Bentuk
Sumber Hukum Formal
A. Pengertian sumber hukum
Sumber hukum diartikan juga sebagai sumber pengenal (kenbron) dan sumber asal (webron).
Sumber pengenal adalah bahan-bahan yang dapat dipergunakan untuk meneukan hukum atau
merupakan tempat di mana suatu perundangan-undamgan diundangkan.
Senada dengan pendapat L.J van Apeldoorn adalah G.W.Paton, yang menyatakan bahwa istilah
sumber-sumber hukum (the source of low) mempunyai banyak arti dan seringkali menyebapkan
kesalahan, kecuali jika kita menyelidiki dengan hati-hati arti khusus yang diberikan dalam suatu
buku pelajaran tertentu. Dalam uraian selanjutnya G.W.Paton mengemukakan pendapat salmond
yang membagi sumber hukum menjadi dua, yaitu (paton, 1953 : 140) :
Sumber hukum nmaterial (a material source of law), adalah sumber diperolehnya bahan
atau materi hukum, dan berkaitan dengan kekuatan berlakunya.
Sumber hukum formal (a formal souurce of law), adalah sebagai sumber dari sumber
mana suatu peraturan hukum memperoleh kekuatan dan sah berlakunya.
B. Sumber hukum material dan formal
Sumber hukum material, karena dilihat dari segi isinya, sumber hukum adalah merupakan
tempat diambilnya bahan atau materi hukum. Menurut L.J. van apeldoorn sumber hukum
material dapat dilihat dalam arti sejarah, dalam kemasyarakatan atau sosiologis, dan dalam arti
filsafat (apeldoorn, 1971 : 87-89). Atas dasar uraian ersebut, sumber hukum material dapat dilihat
dari 4 sudut pandangan. Alasan pembagian menjadi 4 sudut pandang adalah karena sumber
hukum dalam arti ekonomis dan dalam arti sosiologis, sehingga pembagiannya menjadi : dari
sudut sejarah (historis) atau sudut pandangan seorang ahli sejarah dari, dari sudut sosiologi
(kemasyarakatan) atau sudut pandangan seorang sosiologi, dari sudut ekonomi atau sudut
pandangan seorang ekonomi dan dari sudut filsafat atau sudut pandangan.
C. Bentuk-bentuk sumber hukum formal
L.J. van apeldoorn membagi sumber hukum formal menjadi : (1) undang-undang, (2) kebiasaan,
(3) traktat. Ketiga bentuk tersebut sebagai sumber hukum formal, karena hanya dalam bentuk-
bentuk tersebut terjadi peraturan hukum yang mengikat secara umum. Undang-undang dan
kebiasaan sebagai sumber hukum berhubung dengan kesadaran hukum yang berlaku menetukan
bahwa kita harus tunduk kepada pembentuk undang-undang dan kebiasaan harus ditaati. Traktat
sebagai sumber hukum berhubung dengan kesadaran hukum yang berlaku menetukan bahwa
perjanjian harus dihormati atau dipenuhi berlaku asas pacta servanda sunt (apeldoorn, 1971 : 90-
91).
D. Undang-undang
T.J Buys berpendapat bahwa undang-undang sebagai sumber hukum formal mempunyai dua
arti, yaitu : undang-undang dalam arti formal dan undang-undang dalam arti material (utrecht,
1971 : 91).
Undang-undang dalam arti formal, adalah setiap keputusan atau ketetapan dari
pemerintah dari pemerintahan yang disebut sebagai undang-undang karena dilihat dari
bentuk dan cara terjadinya atau dilihat dari cara pembentukkannya.
Undang-undang dalam arti material, atau istilah yang tepat peraturan perundang-
undangan, adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang
berwenang dan mengikat secara umum.
Sedangkan, tata urutan peraturan perundangan-undangan sebagaimana diatur dalam pasal 7 ayat
(1) UU No. 10 tahun 2004 secara berturut-turut adalah :
UUD Negara RI Tahun 1945 (atau baiasa disebut UUD 1945)
Undang-undang/peraturan pemerintahan pengganti undang-undang
Peraturan pemerintahan
Peraturan presiden
Peraturan daerah
E. Pengundangan
Pengundangan undang-undang pada masa berlakunya UUD 1945 (periode 1945-1950) adalah
berdasarkan peraturan presiden No.1 tahun 1945 (berita republik indonesia tahun 1 No. 1,
halaman 1 kolom 1) tentang “cara mengundangkan dan berlakunya undang-undang dan peraturan-
peraturan”.
F. Asas-asas peraturan perundang-undangan
Dalam pembahasan atau uraian tentang asas-asas peraturan perundang-undangan (atau dapat
disingkat per-uu-an), banyak digunakan istilah undang-undang. Penggunaan istilah undang-
undang tidak hanya dimaksud untuk menyebutkan bentuk peraturan perundang-undangan yang
dibuat oleh DPR bersama-sama presiden (undang-undang dalam arti sempit), tetapi juga yang
dikeluarkan oleh lembaga-lembaga lain (khususnya lembaga-lembaga yang lebih rendah). Dengan
perkataan lain, kata “undang-undang” digunakan dalam arti luas.
Peraturan perundang-undangan tidak berlaku surat
Sistem peraturan perundang-undangan mengenal adanya tingkatan-tingkatan atau
kewerdaan atau tata urutan (hierarchie).
Undang-undang yang bersifat khusus mengesampinkan undang-undang yang bersifat
umum.
Peraturan perundangan-undangan yang baru mengesampingkan peraturan perundang-
undangan yang lama.
Undang-undang dapat diuji oleh mahkamah konstitusi.
2. Kebiasaan, treaty, yurisprudensi, doktrin, dan perjanjian.
A. Kebiasaan
Dilihat dari sejarah perkembangan hukum, diperoleh gambaran bahwa kebiasaan
merupakan sumber hukum yang paling tua. Kebiasaan sebagai perilaku yang secara ulang
dilakukan dalam garis yang sama telah lahir sejak manusia hidup bermasyarakat. Kebiasaan-
kebiasaan dalam masyarakat menjadi hukum kebiasaan, apabila telah memenuhi syarat-syarat
tertentu, yaitu :
Syarat material, yaitu adanya perilaku yang secara terus menerus dilakukan dalam hal
yang sama atau menerut garis tingkah laku yang tetap.
Syarat psikologis atau intelektual, kebiasaan tersebut menimubulkan kesadaran atau
keyakinan umum bahwa seharusnya memang demikian (opinio necessitatis) dan
diterima sebagai suatu kewajiban hukum.
Adanya akibat hukum, artinya ada sanksinya kalau kebiasaan dilanggar.
Antara undang-undang dan hukum kebiasaan, itu ada persamaanya yaitu : sama-sama sebagai
penegasan dari gambaran hukum, pandangan hukum atau kesadaran hukum masyarakat, dan
juga sama-sama sebagai sumber hukum formal. Adapun perbedaannya dapat dilihat dari 3
(tiga) segi, yaitu :
Undang-undang bentuknya tertulis, sedangkan hukum kebiasaan bentuknya tidak
tertulis.
Undang-undang merupakan peraturan yang sengaja dibuat dari masyarakat oleh
pemerintah.
Undang-undang memberikan kepastian hukum yang lebih besar, sebab bentuknya
tertulis dan perumusannya jelas, berbeda halnya dengan kebiasaan.
B. Treaty
Dasar hukum mengikatnya treaty adalah berlakunya asas “PACTA SUNT SERVANDA”
yang artinya bahwa perjanjian mengikat para pihak yang mengadakan perjanjian, setiap
perjanjian harus ditaati dan dilaksanakan.
Berdasarkan banyaknya negara yang mengadakan perjanjian antar negara, tractaat dapat
dibedakan menjadi :
Tractaat Bilateraal, yaitu yang diadakan hanya oleh dua negara. Kedua negara satu
dengan yang lain saking terikat melaksanakan kewajiban secara resiprositas (bound to
fulfill obligations reciprocally)
Tract Multilateraal, yaitu yang diadakan lebih dari dua negara.
C. Yurisprudensi
Yurisprudensi atau putusan hakim, atau ada yang menyebut pula dengan istilah peradilan.
Peradilan adalah suatu pelaksanaan hukum dalam hal konkrit adanya tuntan hak, fungsi mana
dijalankan oleh suatu badan yang berdiri sendiri dan diadakan oleh negara, serta bebas dari
pengaruh apa/siapapun dengan cara memberikan putusan yang bersifat mengikat dan
berwibawa serta bertujuan mencegah eigenricthing (mertofokusuma, 1990 : 89-90).
Kata “yurisprudensi” dalam ilmu pengetahuan hukum mengandung 3 (tiga) pengertian,
yaitu sebagai :
Putusan hakim
Kumpulan putusan-putusan hakim yang disusun secara sistematis dan diberi anotasi
(catatan)
Ajaran hukum yang diciptakan oleh peradilan dan dipertahankan dengan putusan
hakim.