Anda di halaman 1dari 7

HUKUM DAN KEKUASAAN

Oleh : Amelia Yogi Nur Diana (21302091)

1. PENDAHULUAN

Pembangunan yang terus dilakukan bangsa Indonesia hingga saat ini diantaranya adalah
pembangunan di bidang hukum. Sejak Indonesia merdeka, sistem hukum kolonial sudah tidak
berlaku lagi dan hukum yang berlaku sekarang adalah sistem hukum nasional Indonesia.
Adapun yang dimaksud dengan sistem hukum nasional adalah sebuah sistem hukum
(meliputi materiil dan formil; pokok dan sektoral) yang dibangun berdasarkan ideologi negara
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, serta berlaku diseluruh Indonesia.1 Hukum dan
kekuasaan selalu menarik untuk dikaji khususnya oleh para akademisi maupun politisi.
Dinamika hukum dan kekuasaan juga sering menjadi perbincangan dikalangan sebagian
masyarakat karena masyarakat merupakan salah satu bagian penting yang terkait langsung
dengannya. Masyarakat juga merasakan secara langsung berbagai aturan hukum, kebijakan
pemerintah atau penguasa berikut penerapannya. Masyarakat tentu berharap hukum yang
dibuat oleh penguasa merupakan hukum yang berpihak terhadap kepentingan masyarakat dan
ditegakkan sebagaimana mestinya sehingga masyarakat dapat merasakan keadilan.
Sebagaimana tertuang dalam UUD 1945, bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Hal
ini berarti semua kehidupan dalam bernegara selalu berdasarkan pada hukum. Tidak
dibenarkan seseorang bahkan pemegang kekuasaan sekalipun melakukan tindakan-tindakan
yang tidak sesuai dengan hukum. Tujuan berdirinya negara ini sangat jelas telah digariskan
dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yaitu Pemerintah Negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.3
Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil
serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.4 Namun dalam realitanya penegakan hukum
oleh aparat penegak hukum belum konsisten sebagaimana yang diharapkan, masih banyak
permasalahan yang dihadapi dalam penegakan hukum. Sebagai contoh terdapat pelaku tindak
pidana korupsi yang pelakunya pejabat atau orang yang memiliki tingkat ekonomi kuat
dihukum relatif rendah dan mendapatkan hak-hak khusus yang tidak didapatkan jika pelaku
kejahatan dari kalangan orang biasa, penegak hukum akan cepat memproses para pelaku dari
masyarakat biasa namun terkadang terasa lambat jika berhadapan dengan orang yang
memiliki kekuasaan dan masih banyak contoh lain dari permasalahan yang dihadapi dalam
penegakan hukum di negeri ini.
1. TUJUAN HUKUM

Tujuan hukum menurut teori etis ini adalah semata-mata untuk mencapai keadilan dan
memberikan haknya kepada setiap orang. Sedangkan tujuan hukum menurut teori
utilities adalah untuk memberikan manfaat atau faedah bagi setiap orang dalam
masyarakat. Pada hakikatnya, tujuan hukum ialah memberikan kebahagiaan ataupun
kenikmatan besar dan bermanfaat bagi seseorang atau kelompok dalam suatu
masyarakat dalam jumlah yang besar. Selain itu, ada beberapa pendapat yang meng
mengemukakan tentang beragam tujuan hukum yang berbeda-beda.

Tujuan Hukum Menurut Para Ahli

Adapun tujuan hukum menurut para ahli adalah sebagai berikut:

1. Aristoteles  (teori etis)

Menurutnya Aristoteles ialah semata-mata untuk mencapai keadilan. Maksudnya


adalah memberikan kepada setiap orang atau masyarakat, apa yang menjadi haknya.
Disebut dengan teori etis karena isi hukumnya semata-mata ditentukan oleh kesadaran
etis mengenai apa yang adil dan yang tidak adil.

2. Jeremy Bentham (teori utilitis)

Menurutnya hukum bertujuan untuk mencapai kefaedahan atau kemanfaatan. Artinya


hukum itu bertujuan untuk menjamin kebahagiaan bagi sebanyak-banyaknya orang
ataupun masyarakat.

3. Prof Subekti S.H.

Menurut pendapat beliau yaitu untuk menyelenggarakan sebuah keadilan dan


ketertiban sebagai syarat untuk mendatangkan kebahagiaan dan kemakmuran.

4. Van Apeldorn

Menurut pendapatnya yaitu untuk mengatur tata tertib dan pergaulan hidup manusia
secara damai dan adil, dan  hukum itu sendiri menghendaki perdamaian.

5. Purnadi dan Soerjono Soekanto

Mengatakan bahwa hukum bertujuan untuk kedamaian hidup setiap manusia yang
terdiri dari ketertiban ekstern antarpribadi dan ketenangan intern pribadi setiap
masyarakat.

Menurut pendapat beliau yaitu untuk mengadakan keselamatan dan kebahagian serta
tata tertib dalam lingkungan masyarakat.1

7. Geny (D.H.M. Meuvissen: 1994)

1
Thania Rasjidi, Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007), 74.
1
Menurut pendapat geny yaitu untuk mencapai sebuah keadilan dan sebagai unsur
keadilannya adalah kepentingan daya guna dan kemanfaatan.

8. Prof. Mr. J Van Kan

Menurut pendapatnya yaitu untuk menjaga kepentingan setiap manusia supaya


berbagai kepentingannya itu tidak dapat diganggu. Lebih jelasnya yaitu bertugas
untuk menjamin kepastian hukum di dalam sebuah masyarakat, juga menjaga dan
mencegah agar setiap orang dalam suatu masyarakat tidak menjadi hakim sendiri.

9. Roscoe Pound

Untuk merekayasa masyarakat artinya hukum sebagai alat perubahan sosial (as a tool
of social engeneering), Intinya adalah hukum disini sebagai sarana atau alat untuk
mengubah masyarakat ke arah yang lebih baik, baik secara pribadi maupun dalam
hidup masyarakat.

10. Bellefroid

Untuk menambah kesejahteraan umum atau kepentingan umum yaitu kesejahteraan


atau kepentingan semua anggota2 suatu masyarakat.

11. Prof. Mr Dr. LJ. Apeldoorn

Menurutnya yaitu untuk mengatur segala pergaulan hidup manusia dengan secara
damai. Hukum menghendaki adanya suatu perdamaian.

12. Suharjo (Mantan Menteri Kehakiman)

Menurut pendapat suharjo untuk mengayomi manusia baik secara aktif maupun secara
pasif. Secara aktif dimaksudkan sebagai upaya untuk menciptakan suatu kondisi
kemasyarakatan yang manusia dalam proses yang berlangsung secara wajar.
Sedangkan yang dimaksud secara pasif adalah mengupayakan pencegahan atas upaya
yang sewenang-wenang dan penyalahgunaan hak secara tidak adil.2

1. MORALITAS HUKUM

Moral adalah sesuai dengan ide-ide yang umum diterima tentang tindakan manusia, mana yang
baik dan mana yang wajar. Antara etika dan moral memang memiliki kesamaan. Namun, ada
2
Mochtar Kusumaatmadja, Hukum, Masyarakat dan Pembangunan, (Bandung: Binacipta, 1990), 10.
2
pula berbedaannya, yakni etika lebih banyak bersifat teori, sedangkan moral lebih banyak
bersifat praktis. Menurut pandangan ahli filsafat, etika memandang tingkah laku perbuatan
manusia secara universal (umum), sedangkan moral secara lokal. Moral menyatakan ukuran,
etika menjelaskan ukuran itu.

Namun demikian, dalam beberapa hal antara etika dan moral memiliki perbedaan. Pertama,
kalau dalam pembicaraan etika, untuk menentukan nilai perbutan manusia baik atau buruk
menggunakan tolak ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan dalam pembicaran moral tolak ukur
yang digunakan adalah norma-norma yang tumbuh dan berkembang dan berlangsung di
masyarakat.

Istilah moral senantiasa mengaku kepada baik buruknya perbuatan manusia sebagai manusia.
Inti pembicaraan tentang moral adalah menyangkut bidang kehidupan manusia dinilai dari baik
buruknya perbutaannya selaku manusia. Norma moral dijadikan sebagai tolak ukur untuk
menetapkan betul salahnya sikap dan tindakan manusia, baik buruknya sebagai manusia.

Pendidikan moral perlu ditanamkan sejak dini karena dapat mempengaruhi perilakunya kelak
ketika dewasa. Adanya panutan nilai, moral, dan morma dalam diri manusia akan sangat
menentukan totalitas diri atau individual. Oleh karena itu, pendidikan nilai yang mengarah pada
pembentukan moral yang sesuai dengan norma – norma kebenaran menjadi sesuatu yang
esensial bagi pengembangan manusia utuh dalam konteks sosialnya.

Pendidikan moral tidak hanya terbatas di sekolah oleh guru saja. Ini juga dapat dilakukan oleh
siapa saja, kapan saja, dan dimana saja. Tiga lingkungan yang amat kondusif untuk
melaksanakan pendidikan ini yaitu lingkungan keluarga, peendidikan, dan linkungan
masyarakat. Pada lingkungan masyarakat khususnya, kita harus melaksanakan dan berusaha juga
mengamalkan peratutran – peraturan yang telah di buat / yang telah diberlakukan. Agar kita
dapat menciptakan suasana kondusif pada lingkungan masyarakat dan saling bantu – membantu
jika timbul problema pada masyarakat. Sesuai dengan pengamalan pancasila yang menyerukan
kita untuk saling menghormati dan menghargai antar umat beragama dan orang lain, hendaknya
kita optimalkan hal tersebut mengingat komposisi warga masyarakat tidak hanya
seagama,sewatak, dan bersikap sama melainkan heterogen yang artinya bemacam – macam
suku, bermacam – macam agama dan berlainan sifat dan sikap. Hal ini dikarenakan tidak hanya
asli orang tersebut yang menetap dalam satu masyarakat saja tetapi orang lain yang berasal dari
kalangan manapun akan menetap pada masyarakat  yang kita diami, oleh karena itu bagai mana
pun norma dan morealitas kita haruslah kita bina dan kita pertahankan khususnya pada
pergaulan sehari – hari dengan masyarakat.

2. LAW AS A TOOL OF SOCIAL ENGINEERING

3
Pound menyatakan bahwa kontrol sosial diperlukan untuk menguatkan peradaban
masyarakat manusia karena mengendalikan perilaku antisosial yang bertentangan
dengan kaidah-kaidah ketertiban sosial. Hukum, sebagai mekanisme control sosial,
merupakan fungsi utama dari negara dan bekerja melalui penerapan kekuatan yang
dilaksanakan secara sistematis dan teratur oleh agen yang ditunjuk untuk melakukan
fungsi itu. Akan tetapi, Pound menambahkan bahwa hukum saja tidak cukup, ia
membutuhkan dukungan dari institusi keluarga, pendidikan, moral, dan agama.
Hukum adalah sistem ajaran dengan unsur ideal dan empiris, yang menggabungkan
teori hukum kodrat dan positivistic Hukum sebagai lembaga yang bekerja di dalam
masyarakat minimal memiliki 3 (tiga) perspektif dari fungsinya (fungsi hukum),
yaitu: Pertama, sebagai kontrol sosial dari hukum yang merupakan salah satu dari
konsep-konsep yang biasanya, paling banyak digunakan dalam studi-studi
kemasyarakatan. Dalam perspektif ini fungsi utama suatu sistem hukum bersifat
integratif karena dimaksudkan untuk mengatur dan memelihara regulasi sosial dalam
suatu sistem sosial. Oleh sebab itu dikatakan Bergers,24 bahwa tidak ada masyarakat
yang bisa hidup langgeng tanpa kontrol sosial dari hukum sebagai sarananya.
Selanjutnya menurut Parsons agar hukum dapat mengemban fungsi kontrol tersebut,
mengemukakan ada 4 (empat) prasyarat fungsional dari suatu sistem hukum, yaitu
masalah dasar legitimasi, yakni menyangkut ideologi yang menjadi dasar penataan
aturan hukum; masalah hak dan kewajiban masyarakat yang menjadi sasaran
regulasi hukum proses hukumnya; masalah sanksi dan lembaga yang menerapkan
sanksi tersebut; dan masalah kewenangan penegakan aturan hukum.3

PENUTUP

Kesimpulan

3
Raharjo, Membedah Hukum Progresif , (Jakarta: Kompas Media Nusantara. Cetakan III, 2008), 48.
4
Dalam pembahasan diatas dapat di simpulkan bahwa, hubungan hukum dan kekuasaan
ada dua macam. Pertama, hukum adalah kekuasaan itu sendiri. Menurut Lassalle dalam
pidatonya yang termashur Uber Verfassungswessen, “konstitusi sesuatu negara bukanlah
undang-undang dasar tertulis yang hanya merupakan “secarik kertas”, melainkan hubungan-
hubungan kekuasaan yang nyata dalam suatu negara”. Pendapat Lassalle ini memandang
konstitusi dari sudut kekuasaan. Ketika kamu melakukan suatu kesalahan atau pelanggaran,
hukum dapat bertindak sesuai dengan wewenangnya karena itu adalah tujuan hukum. Tujuan
utamanya adalah untuk mengatur tingkah laku manusia dalam menjaga ketertiban, keadilan,
serta mengantisipasi kekacauan di lingkungan. Setiap negara memiliki aturan hukumnya
sendiri, begitupun dengan Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

Rasjidi,Thania Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007, 74.
5
Kusumaatmadja,Mochtar, Hukum, Masyarakat dan Pembangunan, Bandung: Binacipta, 1990, 10.

Raharjo, Membedah Hukum Progresif , Jakarta: Kompas Media Nusantara. Cetakan III, 2008, 48.

Anda mungkin juga menyukai