2
DAFTAR ISI
3
BAB 1 PENDAHULUAN
Apa nilai dari Sila “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia” ?
Bagaimana realita dari sila “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”?
Apa dampak dari sila “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”
Bagaimana Solusi dari masalah yang ditimbulkan sila “Keadilan Sosial bagi
Seluruh Rakyat Indonesia”
1.3 TUJUAN
Untuk mengetahui nilai dari Sila “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat
Indonesia”
Untuk mengetahui realita dari sila “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat
Indonesia”
Untuk mengetahui dampak dari sila “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat
Indonesia”
Untuk mengetahui Solusi dari masalah yang ditimbulkan sila “Keadilan Sosial
bagi Seluruh Rakyat Indonesia”
4
5
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Keadilan
Menurut Plato keadilan adalah apapun yang ditentukan oleh si terkuat. Plato
dalam karyanya “Republik”, berpendapat bahwa sebuah negara ideal akan bersandar
pada empat sifat baik: kebijakan, keberanian, pantangan (atau keprihatinan), dan
keadilan. Plato menggunakan padanan keadilan dalam bahasa Yunani yaitu Dikaisyne
sebagai padanan yang artinya sangat dekat dengan moralitas atau keutamaan. Plato
berpendapat bahwa keadilan adalah kualitas jiwa, suatu keutamaan di mana manusia
menyingkirkan hasrat akan setiap kesenangan dan mendapatkan kepuasan sendiri.
Dalam Pancasila sila ke-5 berbunyi “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia” yang artinya seluruh warga Indonesia berhak mendapatkan keadilan yang
merata.
Konsep keadilan sosial telah menjadi salah satu pemikiran flosofs presiden
Soekarno : “Keadilan sosial ialah suatu masyarakat atau sifat suatu masyarakat adil
dan makmur, berbahagia buat semua orang, tidak ada penghinaan, tidak ada
penindasan, tidak ada penindasan, tidak ada penghisapan”. Pemikiran flosofs tersebut
mengandung pemahaman bahwa Soekarno sangat memprioritaskan nilai keadilan dan
menjunjung tinggi nilai hak-hak asasi manusia dalam konsep hidup berbangsa dan
bernegara. Lahirnya gagasan tentang defnisi keadilan sosial merupakan hasil refeksi
Soekarno tentang masa gelap sejarah bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia telah
mengalami penderitaan, penindasan, penghinaan dan penghisapan oleh penjajahan
Belanda dan Jepang. Pemikiran tersebut di atas membuktikan bahwa Soekarno ingin
mencanangkan keadilan sosial sebagai warisan dan etika bangsa Indonesia yang harus
diraih. Kita hendak mendirikan suatu negara “semua buat semua”. Bukan buat satu
6
orang, bukan buat satu golongan, baik golongan bangsawan, maupun golongan yang
kaya, - tetapi “semua buat semua”.
Sila ke-5 yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia mengandung
sebelasmakna, yaitu:
2. Bersikap adil.
2.3 Nilai dari Sila “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”
7
rakyat Indonesia’ berarti bahwa setiap orang Indonesia berhak mendapat perlakuan
adil dalam bidang hukum, politik, sosial, ekonomi, dan kebudayaan. Sila Keadilan
Sosial ini merupakan tujuan dari empat sila yang mendahuluinya dan merupakan
tujuan bangsa Indonesia dalam bernegara, yang perwujudannya ialah tata masyarakat
yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila (Darmodihardjo 1979).
Ada tiga prinsip keadilan sosial yang dikemukakan oleh Suryawasita (1989),
yaitu keadilan atas dasar hak, keadilan atas dasar jasa, dan keadilan atas dasar
kebutuhan. Keadilan atas dasar hak adalah keadilan yang diperhitungkan berdasarkan
hak untuk diterima oleh seseorang. Keadilan atas dasar jasa adalah keadilan yang
diperhitungkan berdasarkan seberapa besar jasa yang telah seseorang berikan.
Sedangkan keadilan atas dasar kebutuhan adalah keadilan yang diperhitungkan
berdasarkan yang seseorang butuhkan.
Nilai yang terkandung dalam sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat
Indonesia didasari dan dijiwai oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan
Yang Adil dan Beradab , Persatuan Indonesia, serta Kerakyatan yang Dipimpin oleh
Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan atau Perwakilan.
1) Keadilan Distributif
8
Aristoteles berpendapat bahwa keadilan akan terlaksana bilamana hal-hal
yang sama diperlukan secara sama dan hal-hal yang tidak sama diperlukan tidak
sama. Keadilan distributif sendiri yaitu suatu hubungan keadilan antara negara
terhadap warganya, dalam arti pihak negaralah yang wajib memenuhi keadilan dalam
bentuk keadilan membagi, dalam bentuk kesejahteraan, bantuan, subsidi serta
kesempatan dalam hidup bersama yang didasrkan atas hak dan kewajiban.
Yaitu suatu hubungan keadilan antara warga negara terhadap negara dan
dalam masalah ini pihak wargalah yang wajib memenuhi keadilan dalam bentuk
mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam negara. Plato
berpendapat bahwa keadilan dan hukum merupakan subtansi rohani umum dari
masyarakat yang membuat dan menjadi kesatuannya. Dalam masyarakat yang adil
setiap orang menjalankan pekerjaan menurut sifat dasarnya paling cocok baginya.
Pendapat Plato itu disebut keadilan moral, sedangkan untuk yang lainnya disebut
keadilan legal.
3) Keadilan Komulatif
Yaitu suatu hubungan keadilan antara warga satu dengan yang lainnya secara
timbal balik. Keadilan ini bertujuan untuk memelihara ketertiban masyarakat dan
kesejahteraan umum. Bagi Aristoteles pengertian keadilan ini merupakan asan
pertalian dan ketertiban dalam masyarakat. Semua tindakan yang bercorak ujung
ekstrem menjadikan ketidak adilan dan akan merusak atau bahkan menghancurkan
pertalian dalam masyarakat.
2.4 Realita dari sila “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”
9
ada yang sedikit.” Berkaitan dengan hal ini, upaya pencapaian keadilan sering kali
dikaitkan dengan pengurangan kesenjangan (Sujatmiko, 2006). Jika demikian, realitas
di Indonesia yang menunjukkan lebarnya jurang kesenjangan sosial yang mengantarai
kaum elite dan kaum yang termarjinalkan telah mengindikasikan adanya masalah
ketidakadilan sosial di Indonesia.
Salah satu contoh konkret adalah kasus ketidakadilan yang terjadi di bumi
Papua. Berdasarkan hasil studi dan penelitian yang dilakukan LIPI pada 2008,
wacana pembangunan dalam perspektif rakyat Papua dimaknai sebagai upaya negara
dalam melakukan marjinalisasi rakyat Papua dan mengenalkan sistem kapitalisme
yang bermuara pada eksploitasi sumber alam di Tanah Papua. Selain itu, mereka yang
relatif lebih diuntungkan dari pembangunan di Tanah Papua adalah warga pendatang
(Widjojo, dkk., 2009).
Ketidakadilan sosial yang dirasakan oleh para penduduk asli Papua ini secara
jelas dinyatakan oleh mantan Ketua DPRD Papua (1974-1977) dan Wakil Gubernur
(1977-1982) Ellyas Paprindey. Menurutnya, perasaan tidak puas, ketidakadilan bagi
rakyat Papua dalam pembangunan—khususnya untuk meningkatkan kesejahteraan—
mengakibatkan munculnya tuntutan kemerdekaan oleh masyarakat Papua (Maniagasi,
2001). Hal ini juga didukung oleh hasil studi dan penelitian yang dilakukan Yayasan
Penguatan Partisipasi, Inisiatif, dan Kemitraan Masyarakat Sipil Indonesia
(YAPPIKA) yang menyatakan bahwa para penduduk Papua merasa diperlakukan
secara tidak adil oleh pemerintah dan aparat keamanan yang dianggap lebih berpihak
kepada kaum pemilik modal yang merupakan masyarakat pendatang dibandingkan
dengan penduduk asli Papua. Alat-alat produksi juga dikuasai kaum pendatang,
sehingga penduduk lokal sangat tergantung kepada mereka. Selain itu, masyarakat
lokal juga sulit mencapai akses ke pasar, sehingga membatasi pengembangan produk
pertanian dan pengolahan hasil bumi lainnya (Raweyai, 2002). Daftar panjang
ketidakadilan yang diterima rakyat Papua itu ditambah lagi dengan penanganan
konflik di Papua yang cenderung diabaikan atau hanya diselesaikan secara sepihak,
sehingga tidak hanya menimbulkan kebingungan, kecurigaan serta apatisme di
kalangan masyarakat Papua (Widjojo, dkk., 2009).
Realitas ketimpangan sosial, ekonomi, dan politik yang terjadi di Papua juga
ternyata mendapat menimbulkan konflik kekerasan dan mendorong munculnya
kelompok identitas lokal, baik dalam bentuk kelas atau kelompok bersenjata maupun
kelompok ideologi (Widjojo, dkk., 2009). Salah satu contoh kelompok identitas lokal
tersebut adalah Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang sering kali bersikap
antipemerintah dan menyuarakan keinginan sebagian masyarakat Papua untuk
memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jika keadaan
10
ketidakadilan ini terus berlanjut, dapat diprediksi dalam beberapa tahun ke depan
Indonesia akan kehilangan Papua— sebagaimana telah terjadi dengan Timor Leste—
sebagai salah satu bagi an dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ancaman terhadap integrasi bangsa seperti ini tidak boleh dibiarkan terus
berlanjut. Berangkat dari Suryawasita (1989), bahwa fokus utama dari asas keadilan
sosial adalah perhatian pada nasib anggota masyarakat yang terbelakang, maka
terhadap anggota masyarakat yang terbelakang inilah fokus perhatian perlu lebih
diberikan, sehingga mereka juga tetap dapat merasakan keadilan social sebagai
bagian dari bangsa Indonesia (Suryawasita, 1989). Keadilan dan persatuan di
Indonesia haruslah mengacu pada sikap peduli yang berimbang, bukan hanya terfokus
pada salah satu bagian Pancasila, Keadilan Sosial atau wilayah saja. Redistribusi
sumber daya kesejahteraan yang merata oleh negara sebagai agensi publik perlu
diperhatikan dan diimplementasikan dengan lebih sempurna (Bagir, dkk., 2011).
2.5 Dampak dari sila “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”
• Dampak Positif :
1. Perlakuan yang adil dalam berbagai kehidupan atau tidak diskriminasi
11
2. Menghilangkan politik dinasti (kekuasaan turun menurun; dari orang tua
ke anaknya)
3. Kamakmuran masyarakat yang berkeadilan, meratakan keadilan tanpa
memandang status dan kepentingan
4. Keseimbangan yang adil dalam antara kehidpan pribadi dan masyarakat
5. Keseimbangan yang adil antara kebutuhan jasmani dan rohani, materi dan
spiritual
• Dampak Negatif :
1. Membedakan fasilitas umum antara pejabat dan rakyat biasa.
2. Keadilan hanya untuk golongan tertentu, dalam artian menindak suatu
permasalahan selalu tebang pilih dan menguntungkan pihak yang seharusnya
salah
3. Membeda-bedakan perhatian antar suku
2.6 Solusi dari masalah yang ditimbulkan sila “Keadilan Sosial bagi
Seluruh Rakyat Indonesia”
6. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal bersifat pemborosan dan gaya
hidup mewah.
9. Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan
kesejahteraan bersama.
10. Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan
berkeadilan sosial.
12
13
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan
a. Dari hasil pemikiran di atas dapat disimpulkan bahwa ketimpang tindihan keadilan
di negri ini masih banyak terjadi.
c. Melimpahnya sumber daya manusia dan alam tidak menjamin negri ini untuk
memakmurkan semua rakyatnya, yang mendapatkan hasilnya hanya segelintir rakyat
yang berkuasa saja.
3.2 Saran
14
DAFTAR PUSTAKA
15