PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kutipan sila ke-lima Pancasila ini agak jarang dibicarakan dengan serius. Jika kita
menyebut keadilan sosial, maka tak terbayangkan konsep seperti apa yang dimaksud
dibaliknya. Keadilan Pancasila yang dimaksud adalah suatu pemikiran yang bercita-cita
melaksanakan sila kelima yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Sehingga dengan keadilan sosial yang hendak dicapai akan terciptalah Negara hukum di
Indonesia.
kelompoknya,
golongannya
bahkan
Negara
lain
dibandingkan
Page 1
berinterospeksi diri untuk dikemudian bersatu, bahu-membahu membawa bangsa ini dari
keterpurukan.
Seandainya saja Bangsa Indonesia benar-benar meresapkan nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila, tentunya degradasi moral dan kebiadaban masyarakat kita
dapat diminimalisir dengan semua produk yang berbau orde baru. Sehingga terkesan
meninggalkannya begitu saja. Belum lagi, saat ini, jati diri Indonesia mulai goyah ketika
sekelompok pihak mulai mementingkan dirinya sendiri untuk kembali menjadikan negara
ini sebagai negara berideologi agama tertentu.
Bagaimana membuat nilai-nilai ini bisa kembali menjadi pedoman dan
pengalaman dalam keseharian kehidupan kita ? Saya rasa perlu suatu pemerintahan
otoriter di Indonesia untuk memprogram ulang otak bangsa kita dengan suatu dokrin
nilai-nilai sosial dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat di negara
Indinesiayang nyata-nyata sangat plural ini. Pemerintah otoriter, sangat diperlukan ketika
berhadapan dengan masyarakat yang tak bermoral, tak terkendali, tak mau diatur, dan
merasa dirinya adalah kebenaran itu sendiri tanpa sadar bahwa mereka hidup bersama
dengan orang lain. Semoga saja bangsa Indonesia tidak separah itu.
B. Tujuan
Tujuan makalah ini adalah untuk mengungkapkan latar belakang, ruang lingkup,
dan landasan filosofis tentang hakikat keadilan yang ada di Indonesia yang mengarah
kepada Pancasila
BAB II
ISI
Page 2
Tapi, menurut kebanyakan teori juga, keadilan belum lagi tercapai: "Kita tidak
hidup di dunia yang adil". Kebanyakan orang percaya bahwa ketidakadilan harus dilawan
dan dihukum, dan banyak gerakan sosial dan politis di seluruh dunia yang berjuang
menegakkan keadilan. Tapi, banyaknya jumlah dan variasi teori keadilan memberikan
pemikiran bahwa tidak jelas apa yang dituntut dari keadilan dan realita ketidakadilan,
karena definisi apakah keadilan itu sendiri tidak jelas. Keadilan intinya adalah meletakan
segala sesuatunya pada tempatnya.
Keadilan sosial
Keadilan sosial adalah sebuah konsep yang membuat para filsuf terkagum-kagum
sejak Plato membantah filsuf muda, Thrasymachus, karena ia menyatakan bahwa
Keadilan adalah apa pun yang ditentukan oleh si terkuat. Dalam Republik, Plato
meresmikan alasan bahwa sebuah negara ideal akan bersandar pada empat sifat baik:
kebijakan, keberanian, pantangan (atau keprihatinan), dan keadilan.
Penambahan kata sosial adalah untuk membedakan keadilan sosial dengan
konsep keadilan dalam hukum.
Page 3
Keadilan sosial juga merupakan salah satu butir dalam Pancasila. 45 butir
pengamalan Pancasila seperti yang tertuang dalam P4 (Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila) pada Tap MPR No. II/MPR/1978.
Page 4
Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya
hidup mewah.
Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan
kesejahteraan bersama
Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan
berkeadilan sosial.
Kemakmuran yang merata bagi seluruh rakyat dalam arti dinamis dan meningkat.
Melindungi yang lemah agar kelompok warga masyarakat dapat bekerja sesuai
dengan bidangnya.
(b) Keadilan restoratif, yaitu keadilan yang berlaku dalam proses penyelesaian
sengketa non litigasi (Alternative Dispute Resolution), di mana fokusnya bukan pada
pelaku, tetapi pada kepentingan victims (korban).
Page 8
Di Jepang, sekarang para remaja putri SMA berani terhadap para laki-laki yang
mereka rasa melakukan pelecehan seksual. Mereka menarik dasi pelaku dan
membawanya ke polisi. Kaum laki-laki takut sekali apabila berurusan dengan aparat
penegak hukum karena karier bisa tamat. Dampaknya, perempuan aman menggunakan
transportasi umum.
Di Sri Lanka yang sudah dan sedang dipimpin perempuan, untuk membuat
perempuan aman di kendaraan umum, pemerintah menyediakan bus khusus perempuan.
Namun, jumlahnya tidak memadai dan akibatnya waktu untuk menunggu terlalu lama.
Para penumpang perempuan pun naik bus umum biasa. Di sini mereka pun diejek karena
menumpangi bus yang dianggap bukan untuk perempuan dan tentu saja menjadi korban
pelecehan seksual lagi
BAGAIMANA di Indonesia? Dengan kepemimpinan Megawati Soekarnoputri,
terpikirkah dan tergerakkah Ibu Presiden membuat aman para perempuan di kendaraan
umum? Tentu bukan dengan melarang mereka keluar malam hari atau memakai pakaian
minim. Sebagai manusia, perempuan berhak melakukan mobilisasi dan mengekspresikan
diri dengan bebas. Cara berpakaian sangat bergantung pada konteks budaya, waktu,
suasana, tempat, dan zaman. Dalam konteks ini, peleceh dan pelaku yang harus dihukum,
bukannya menghukum korban. Kita membutuhkan peraturan antipelecehan seksual di
tempat publik.
Lalu bagaimana dengan Dinas Perhubungan dan para pemilik bus beserta para
sopir dan kernet? Tampaknya mereka perlu mendapat pencerahan tentang antipelecehan
seksual. Bagaimana berlaku sopan terhadap penumpang. Perlu juga secara internal
memberlakukan tindak disiplin terhadap sopir atau kernet yang melecehkan perempuan.
Artinya, ada sistem pengaduan penumpang terhadap perlakuan sopir dan kernet yang
merugikan.
Para penumpang laki-laki mulailah bersikap menghormati diri sendiri dan orang
lain. Tentu saja dengan tidak melakukan pelecehan seksual. Para penumpang perempuan
janganlah berdiam diri jika dilecehkan. Kita harus memprotes, mengatakan tidak. Apabila
kita diam saja, dianggap kita setuju.
Page 9
Jika semua pengguna jasa kendaraan umum menolak pelecehan seksual dan ada
perangkat hukum yang efektif ditunjang oleh budaya organisasi Departemen
Perhubungan dan perusahaan bus yang antipelecehan seksual, maka penumpang
perempuan mudah- mudahan akan merasa aman naik kendaraan umum.
Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia pada Saat Presiden Pertama
Indonesia
BUNG Karno termasuk orang yang akrab dengan kata sosial, berikut kata
turunannya. Tahun 1927-an, kata itu, sedikit banyak, menjadi tulang punggung dari
gerakan marhaenisme yang digagasnya. Iwa Kusuma Sumantri yang telat dinobatkan
jadi pahlawan menyebut, marhaenisme adalah satu asas yang menghendaki susunan
masyarakat dan susunan negeri yang di dalam segala halnya menyelamatkan kaum
marhaen yang terdiri dari kaum buruh atau proletar, kaum tani melarat, dan kaum melarat
lainnya.
Dalam pidato tanpa teksnya tanggal 1 Juni 1945, Bung Karno mengusulkan kata
sosial, tepatnya keadilan sosial, untuk dijadikan salah satu sila Pancasila. Ketika
diringkas jadi Trisila, kata sosial malah muncul dua kali di sila kedua dan ketiganya,
berbentuk sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi. Dalam pidatonya tanggal 17 Agustus
1959 yang berjudul "Menemukan Kembali Revolusi Kita", Soekarno kembali
menekankan bahwa sosialisme Indonesia berdasarkan Pancasila adalah salah satu arah
tujuan revolusi Indonesia. Pidato ini belakangan menjadi dasar Manifesto Politik
(Manipol) yang kemudian ditetapkan sebagai Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Kata sosial jelas kata serapan, bukan produk "asli" bumi pertiwi. Mungkin karena
itu bekas guru di Seminari Depok, E. Soetan Harahap tidak memasukkan kata sosial
Page 10
dalam Kamus Indonesia edisi ketujuh susunannya. Dalam edisi sebelumnya, kamus yang
terbit zaman Jepang dan dicetak Kantor Cetak Visser Bandoeng itu kerap mendapat
perlakuan kurang patut dari pembacanya. Utamanya terhadap edisi kelima dan keenam,
ketika judulnya masih Kitab Arti Logat Melajoe. Dalam edisi itu, isi kamus diprotes
karena dianggap terlalu banyak memasukkan kata-kata asing, mungkin termasuk kata
sosial juga. Saking banyaknya, kata-kata asing itu dikatakan sampai mau merebut bahasa
Indonesia.
Kata sosial juga banyak dipakai politikus sebagai bumbu penyedap pidato untuk
menunjukkan keberpihakannya pada rakyat. Ada kalanya kata itu membuat risi
pemerintah, misalnya ketika digunakan dalam bentuk sosialis atau sosialisme. Kata sosial
bisa bermakna sampingan dermawan atau suka menolong. Dinas Sosial terkenal sebagai
dinas yang suka menyumbang orang-orang yang terkena bencana, selain mengurusi
pekerja seks komersial. Sosial juga bisa berarti kekayaan. Status sosial misalnya, berarti
status kekayaan. Demikian halnya dengan kesenjangan sosial yang bermakna
kesenjangan kekayaan. Akan tetapi, lembaga, yayasan, dan dinas sosial bukan berarti
lembaga, yayasan, dan dinas kekayaan kendati pada praktiknya banyak pengurusnya yang
jadi kaya dari kerja sosialnya itu.
Sosial dalam arti kekayaan itulah yang menyebabkan kita bisa mengerti makna
sila kelima Pancasila "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia" (Bayangkan kalau
kata sosial di sana diartikan masyarakat). Dalam pidatonya tanggal 1 Juni itu, Bung
Karno dengan leluasa mempertukarkan kata keadilan sosial dengan keadilan
kesejahteraan dan kesejahteraan sosial sebagai pelengkap keadilan politik alias
demokrasi.
Kata sosial belakangan sering kita dengar dalam bentuknya yang lain, yaitu
sosialisasi. Sosialisasi yang ini maksudnya menyebarluaskan suatu informasi ke
masyarakat. Pada masa lalu, ketika revolusi dinyatakan belum selesai, bukanlah kata
Page 11
Kita kenal misalnya akronim Tubapin (tujuh bahan pokok indoktrinasi) dengan
bahan indoktrinasi berupa UUD 1945, Pancasila, termasuk pidato Soekarno tanggal 1
Juni 1945 dan 17 Agustus 1959. Pada era Orde Baru, pemerintah memasyarakatkan kata
penataran untuk kegiatan yang pada masa lalu dikenal sebagai indoktrinasi itu. Birokrat
adalah orang yang mula-mula mengalami penataran P4 sebelum kemudian merambah
unsur masyarakat lainnya.
Sementara itu, sebagian tahanan yang tidak sakit malah lebih suka belajar
kejahatan sehingga ketika dia kembali ke masyarakat malahan menjadi penjahat yang
lebih canggih. Akibatnya ia terpaksa berulang-ulang harus belajar bermasyarakat
walaupun pada praktiknya dia berulang-ulang belajar atau bahkan mengajar kejahatan.
Kecuali itu, kata pemasyarakatan atau sosialisasi sendiri kerap disalahartikan petugas.
Beberapa petugas berpikir, cara memasyarakatkan yang paling efektif adalah dengan
melepaskan langsung si tahanan, dengan atau tanpa persetujuan atasan, dan
membiarkannya berbaur dengan masyarakat di... luar negeri. Akibatnya, banyak petugas
yang terpeleset sehingga ia dan si tahanan akhirnya harus sama-sama belajar
bermasyarakat di lembaga pemasyarakatan.
Teror dan teroris di Indonesia saat ini semakin kental dan populer di telinga
masyarakat Indonesia. Bukan lagi sekedar wacana karena masyarakat bisa melihat secara
kongkrit aksi-aksi yang dilakukan oleh sekelompok orang-orang yang berjuang dengan
cara mengorbankan nyawa-nyawa yang bisa jadi tidak ada keterkaitan dengan ideologi
yang diperjuangkannya. Bisa jadi tuntutan-tuntutan itu tidaklah selalu identik dengan
Page 13
besaran korban, karena banyak juga langkah-langkah teror dilakukan semata-mata untuk
sebuah eksistensi diri dan kelompoknya di mata pemerintah lokal dan Internasional.
Secara geografis dan historis, Indonesia adalah salah satu negara yang sangat
rawan akan tumbuh dan berkembangnya terorisme. Luasnya wilayah Indonesia dengan
beragam suku, budaya, dan tradisi serta norma-norma yang ada jelas sangat rumit jika
ikatan-ikatan kebangsaan dan jiwa nasionalisme telah memudar. Dulu, kita masih bisa
bertahan dengan jargon kolonialisme seperti yang dilakukan oleh Soekarno dengan
program Ganyang Malaysia, keluar dari PBB dan Olimpiade. Namun saat ini sangatlah
tidak mungkin untuk melakukan langkah-langkah provokatif seperti itu.
Saat ini, yang paling diperlukan adalah bagaimana tumbuhnya pemerataan dan
kesempatan kepada semua kelompok, golongan, suku, agama, dan lain-lain.
Dulu, pada masa awal-awal kemerdekaan disaat semua orang masih disibukkan dengan
segala macam pembenahan, pendidikan masih terbatas, orang pintar belum banyak,
bahkan sarana dan prasarana semuanya masih memakai sisa-sisa peninggalan penjajah.
Pada kondisi seperti itu bisa dipastikan bahwa masyarakat tidak terlalu memikirkan imbal
balik dalam bekerja karena semua orang tahu jika negara belum memiliki apa-apa.
Munculah nilai sepi ing pamrih rame ing gawe, gotong royong, dan masih banyak
nilai-nilai kebersamaan yang muncul.
Kini, dikala orang pintar semakin banyak dengan jiwa individualisme yang
semakin meningkat yang didorong oleh pergaulan, arus informasi, serta jejaring baik di
tingkat lokal maupun internasional. Kesadaran akan ketidak adilan, tumbuh dan
berkembangnya keserakahan, serta ambisi-ambisi pribadi yang digulirkan dengan
kolektivitas kedaerahan maupun keagamaan seakan-akan menjadi daya tawar yang tinggi.
Ancaman-ancaman halus maupun kasar seolah-olah menjadi benar ketika ia meminta
jatah kekuasaan maupun kekayaan yang dihasilkan di daerahnya masing-masing. Kondisi
seperti ini semestinya bisa diminimalisir jika program pembangunan bisa dilakukan
secaras adil dan transparan.
Page 14
Adil karena kekayaan itu jelas-jelas dalam UUD 1945 pasal 33 disebutkan
digunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat namun pada kenyataanya kita
masih sering melihat digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan partai, kelompok
tertentu, atau para penguasa yang terus ingin mempertahankan kekuasaannya.Ketika
keadilan sosial tidak bisa diwujudkan, maka bersiap-siaplah akan datang ketidakpuasan.
Page 15
Page 16
Page 17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keadilan adalah keseimbangan antara menuntut hak dan menjalankan kewajiban tanpa
membeda-bedakan status sosial, agama, suku, ras, warna kulit. Keadilan sangatlah dibutuhkan di
dalam kehidupan bermasyarakat. Mari kita tegakkan keadilan mulai dari hal yang kecil, mulai
dari dalam keluarga sampai dalam kehidupan berbangsa dan negara. Keadilan Sosial bagi seluruh
rakyat indonesia adalah pedoman kita untuk menjalankan keadilan di negara kita ini.
B. Saran
Makalah yang disajikan ini, selain sebagai suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh
seorang mahasiswa dari dosen. Juga sebagai salah satu dari beberapa alternatif dalam proses
belajar nantinya.
Page 18
Daftar Pustaka
Safaat, M. A. (2008). Pemikiran Keadilan (Plato, Aristoteles, dan John Rawls.) Diakses dari
http://safaat.lecture.ub.ac.id/files/2013/03/keadilan.pdf pada Selasa, 02-07-2013.
http://ahmadapriyannto.blogspot.com/2013/07/keadilan-sosial-bagi-seluruh-rakyat.html
http://eliswijasmi.blogspot.com/2011/06/konsep-keadilan.html
Page 19