Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kutipan sila ke-lima Pancasila ini agak jarang dibicarakan dengan serius. Jika kita
menyebut keadilan sosial, maka tak terbayangkan konsep seperti apa yang dimaksud
dibaliknya. Keadilan Pancasila yang dimaksud adalah suatu pemikiran yang bercita-cita
melaksanakan sila kelima yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Sehingga dengan keadilan sosial yang hendak dicapai akan terciptalah Negara hukum di
Indonesia.

Karena keadilan dalam Pancasila mengandung prinsip bahwa setiap orang di


Indonesia akan mendapatkan perlakuan yang adil, baik dibidang hukum, politik, sosial,
ekonomi, dan kebudayaan. Filsafat hukum yang dimaksud adalah kajian filosofis tentang
hakikat hukum, terutama tentang makna hukum dalam menciptakan keadilan yang
berlaku di Indonesia.
Kadang beberapa orang menganggap yang namanya keadilan itu adalah
kesamaan. Semua dibagi sama semua dibagi rata. Seperti grup lawak Bagito, yang konon
artinya adalah bagi roto akhirnya tidak bertahan lama karena harus pecah akibat yang
kononnya juga karena tidak bagi rata.
Disaat Negara membutuhkan solidaritas dan persatuan sehingga sikap gotong
royong sebagian kecil masyarakat terutama justru yang ada di perkotaan justru lebih
mengutamakan

kelompoknya,

golongannya

bahkan

Negara

lain

dibandingkan

kepentingan negaranya. Untuk itu, sebaiknya setiap komponen masyarakat saling

Page 1

berinterospeksi diri untuk dikemudian bersatu, bahu-membahu membawa bangsa ini dari
keterpurukan.
Seandainya saja Bangsa Indonesia benar-benar meresapkan nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila, tentunya degradasi moral dan kebiadaban masyarakat kita
dapat diminimalisir dengan semua produk yang berbau orde baru. Sehingga terkesan
meninggalkannya begitu saja. Belum lagi, saat ini, jati diri Indonesia mulai goyah ketika
sekelompok pihak mulai mementingkan dirinya sendiri untuk kembali menjadikan negara
ini sebagai negara berideologi agama tertentu.
Bagaimana membuat nilai-nilai ini bisa kembali menjadi pedoman dan
pengalaman dalam keseharian kehidupan kita ? Saya rasa perlu suatu pemerintahan
otoriter di Indonesia untuk memprogram ulang otak bangsa kita dengan suatu dokrin
nilai-nilai sosial dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat di negara
Indinesiayang nyata-nyata sangat plural ini. Pemerintah otoriter, sangat diperlukan ketika
berhadapan dengan masyarakat yang tak bermoral, tak terkendali, tak mau diatur, dan
merasa dirinya adalah kebenaran itu sendiri tanpa sadar bahwa mereka hidup bersama
dengan orang lain. Semoga saja bangsa Indonesia tidak separah itu.

B. Tujuan
Tujuan makalah ini adalah untuk mengungkapkan latar belakang, ruang lingkup,
dan landasan filosofis tentang hakikat keadilan yang ada di Indonesia yang mengarah
kepada Pancasila

BAB II
ISI
Page 2

A. Arti Keadilan Bagi Seluruh Rakyat Indonesia


Keadilan
Keadilan adalah kondisi kebenaran ideal secara moral mengenai sesuatu hal, baik
menyangkut benda atau orang. Menurut sebagian besar teori, keadilan memiliki tingkat
kepentingan yang besar. John Rawls, filsuf Amerika Serikat yang dianggap salah satu
filsuf politik terkemuka abad ke-20, menyatakan bahwa "Keadilan adalah kelebihan
(virtue) pertama dari institusi sosial, sebagaimana halnya kebenaran pada sistem
pemikiran.

Tapi, menurut kebanyakan teori juga, keadilan belum lagi tercapai: "Kita tidak
hidup di dunia yang adil". Kebanyakan orang percaya bahwa ketidakadilan harus dilawan
dan dihukum, dan banyak gerakan sosial dan politis di seluruh dunia yang berjuang
menegakkan keadilan. Tapi, banyaknya jumlah dan variasi teori keadilan memberikan
pemikiran bahwa tidak jelas apa yang dituntut dari keadilan dan realita ketidakadilan,
karena definisi apakah keadilan itu sendiri tidak jelas. Keadilan intinya adalah meletakan
segala sesuatunya pada tempatnya.
Keadilan sosial
Keadilan sosial adalah sebuah konsep yang membuat para filsuf terkagum-kagum
sejak Plato membantah filsuf muda, Thrasymachus, karena ia menyatakan bahwa
Keadilan adalah apa pun yang ditentukan oleh si terkuat. Dalam Republik, Plato
meresmikan alasan bahwa sebuah negara ideal akan bersandar pada empat sifat baik:
kebijakan, keberanian, pantangan (atau keprihatinan), dan keadilan.
Penambahan kata sosial adalah untuk membedakan keadilan sosial dengan
konsep keadilan dalam hukum.

Page 3

Konsep keadilan menurut saya, bukan kesamarataan. Kesetaraan jender juga


bukan berarti wanita duduk sama rendah berdiri sama tinggi. Keadilan adalah
menempatkan segala sesuatu pada tempatnya.
Begitu juga untuk rakyat Indonesia. Keadilan bukan berarti semua mendapatkan
hal yang sama. Sesuai saja dengan tempatnya. Yang di desa dapat berbeda dengan yang di
kota. Yang kaya dapat lebih baik kalau mau bayar lebih mahal. Yang miskin, ya dapat
seadanya aja juga ga apa-apa, yang penting masih dapat.
Adil juga bukan berarti memberikan sesuatu tanpa ada sesuatu dibelakangnya.
Misalnya, beberapa lembaga pemberi beasiswa lebih memprioritaskan siswa dari sekolah
tertentu untuk mendapatkan beasiswa, dengan harapan suatu saat nanti kalau siswa itu
sudah berhasil dia akan menjadi penyumbang lembaga beasiswa tersebut. Bukan tidak
adil kalau siswa dari sekolah lain cuma dapat jatah sedikit.
Cukup adil, kalau pembangunan hanya berlaku cepat di beberapa bagian tertentu
sedangkan di tempat lain seperti jalan di tempat atau malah mundur ke belakang.
Kenapa? Ya karena ada kepentingan tertentu tadi, ada sesuatu di belakangnya.
Kenapa bisa disebut adil? Namanya juga manusia, wajar saja dong punya
kecenderungan tertentu walaupun sudah berusaha adil. Ada anak kesayangan, ada murid
kesayangan, juga ada rakyat kesayangan. Dan dalam suatu negara, biasanya yang jadi
kesayangan adalah warga partainya.

Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Keadilan sosial juga merupakan salah satu butir dalam Pancasila. 45 butir
pengamalan Pancasila seperti yang tertuang dalam P4 (Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila) pada Tap MPR No. II/MPR/1978.
Page 4

B. Ciri Ciri Manusia yang Berkeadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat


Indonesia
Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia yaitu :

Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana


kekeluargaan dan kegotongroyongan.

Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.

Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.

Menghormati hak orang lain.

Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.

Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan


terhadap orang lain

Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya
hidup mewah.

Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan

Suka bekerja keras.


Page 5

Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan
kesejahteraan bersama

Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan
berkeadilan sosial.

Kemakmuran yang merata bagi seluruh rakyat dalam arti dinamis dan meningkat.

Seluruh kekayaan alam dan sebagainya dipergunakan bagi kebahagiaan bersama


menurut potensi masing-masing.

Melindungi yang lemah agar kelompok warga masyarakat dapat bekerja sesuai
dengan bidangnya.

C. Jenis Jenis Keadilan


Aristoteles membedakan tiga jenis keadilan, yaitu :
(a) Keadilan distributif, yaitu memberikan sama yang sama, dan memberikan tidak
sama yang tidak sama. Jadi PNS Gol. III di instansi A mendapat lungsum perhari
sejumlah X, maka seluruh PNS yang bergolongan III di instansi manapun di seluruh
Indonesia, harus mendapatkan lungsum perhari juga sejumlah X.
(b) Keadilan commutatif, yaitu penerapan asas proporsional. Biasanya digunakan
dalam Hukum Bisnis
(c) Keadilan remedial, yaitu memulihkan sesuatu ke keadaan semula, biasanya
digunakan dalam perkara gugatan ganti kerugian.
Keadilan juga dapat dibedakan ke dalam dua jenis :
(a) Keadilan restitutif, yaitu keadilan yang berlaku dalam proses litigasi di pengadilan,
di mana fokusnya adalah pada pelaku. Bagaimana menghukum atau membebaskan
pelaku.
Page 6

(b) Keadilan restoratif, yaitu keadilan yang berlaku dalam proses penyelesaian
sengketa non litigasi (Alternative Dispute Resolution), di mana fokusnya bukan pada
pelaku, tetapi pada kepentingan victims (korban).

D. Pemaparan Masalah Keadilan Sosial


Masalah dalam DPR
Ketidakadilan yang nyata terjadi di DPR. Dengan masa kerja yang hanya 5 tahun,
mereka mendapat pensiun seumur hidup. Pantas saja banyak orang berlomba-lomba
duduk menjadi anggota dewan. Sedangkan BUMN saja sudah banyak yang tidak
menerapkan pensiun seumur hidup. Ini suatu ketidakadilan yang nyata, dimana harapan
keadilan rakyat terletak di tangan mereka.
Kontroversi gaji DPR dengan segala tunjangan dan fasilitasnya selalu terjadi tiap
tahun. Mereka bukannya mengurusi persoalan rakyat malah mementingkan berapa besar
uang yang masuk rekening mereka. Sebuah ironi di tengah masyarakat yang hidup susah,
mengantri minyak tanah, hidup di jalanan, kemiskinan merata di seantero negeri ini.
Sedangkan mereka anggota dewan dengan gagahnya berpidato tanpa tindakan
yang jelas. Kerja mereka hanya menulis, berpidato, sedangkan kenyataan dilapangan
berbanding terbalik dengan coretan di atas kertas. Begitu banyak undang-undang dibuat,
banyak pula yang melanggarnya.
Mereka sepertinya hanya memikirkan dirinya sendiri saja. Tidak pantas mendapat
pensiun seumur hidup. Gedung dewan sekarang menjadi ajang mencari uang saja.
Ketidakamanan dan Ketidakadilan yang Dialami Perempuan di Kendaraan Umum
SERING kali apabila saya naik kendaraan umum, tatkala mau turun dari bus, bus
tidak sungguh stop. Kenek pun menyuruh penumpang menggunakan kaki kiri dulu untuk
meloncat turun dari bus sambil memegang salah satu tangan atau anggota tubuh lain,
kadang pinggang atau bahu, untuk "melindungi" atau "menolong" perempuan.
Pernah saya cermati, ternyata yang ditolong tidak semua perempuan, melainkan
yang dianggap menarik, artinya masih muda. Yang nenek-nenek yang membutuhkan
bantuan malah tidak ditolong, kecuali apabila minta tolong. Jadi, jika saya bersama anak
yang masih berusia batita, maka mestilah minta tolong agar dibantu untuk menurunkan
Page 7

dan menaikkan anak batita itu.


Sudah beberapa kali protes saya lontarkan untuk tidak perlu dibantu untuk turun
dan naik bus. Argumentasi dari para kenek adalah menolong perempuan agar tidak jatuh.
Tentu saja penumpang akan jatuh apabila bus tidak sungguh-sungguh berhenti, masih
setengah dan cepat-cepat mau ngebut lagi.
Apabila duduk di sebelah sopir persis, karena dekat dengan urusan mengganti
persneling, sopir pun entah sengaja atau tidak sengaja punya kesempatan untuk
melakukan pelecehan seksual. Di sini penumpang sulit mengeluh karena sopir punya
alasan kuat dia sedang menjalankan tugas menyopir. Jadi, jika kena paha penumpang, itu
tidak disengaja.
Setelah di dalam bus pun, di antara para penumpang pelecehan seksual banyak
terjadi. Terutama ketika bus penuh sesak. Para peleceh, kebanyakan laki-laki, akan
menggunakan banyak cara, mulai dari mengimpitkan tubuhnya ke tubuh perempuan lain,
memegang tangan, mencolek pinggang/panggul, dan menyentuh bahkan meremas
payudara. Di Jepang, dengan telepon seluler berkamera, peleceh memfoto celana dalam
perempuan.
Dominasi laki-laki di kendaraan umum juga tampak dalam cara duduk. Umumnya
laki-laki duduk dengan membuka lebar-lebar pahanya sehingga ruang yang dipakai
menjadi lebih banyak. Artinya, penumpang di sebelahnya mendapatkan tempat sempit.
Cara duduk ini mencerminkan ketidakpedulian terhadap penumpang lain. Jika diminta
untuk mengubah cara duduknya, mereka tidak mengubak posisinya. Seolah-olah
kendaraan publik menjadi miliknya seorang.
Arti dari semua ini adalah perempuan mengalami ketidakamanan dan
ketidakadilan di kendaraan umum. Mayoritas pengguna jasa kendaraan umum adalah
perempuan kelas menengah ke bawah, para perempuan miskin. Ketidakamanan jelas
tampak dalam pelecehan seksual, serangan seksual, dan bahkan pemerkosaan. Sedangkan
ketidakadilan tercermin dalam soal dominasi dari cara duduk laki-laki yang seenaknya
membuka lebar-lebar kakinya dan tidak tersedianya perangkat hukum yang bisa menjerat
dan membuat kapok para laki-laki yang melakukan pelecehan seksual.

Page 8

Di Jepang, sekarang para remaja putri SMA berani terhadap para laki-laki yang
mereka rasa melakukan pelecehan seksual. Mereka menarik dasi pelaku dan
membawanya ke polisi. Kaum laki-laki takut sekali apabila berurusan dengan aparat
penegak hukum karena karier bisa tamat. Dampaknya, perempuan aman menggunakan
transportasi umum.
Di Sri Lanka yang sudah dan sedang dipimpin perempuan, untuk membuat
perempuan aman di kendaraan umum, pemerintah menyediakan bus khusus perempuan.
Namun, jumlahnya tidak memadai dan akibatnya waktu untuk menunggu terlalu lama.
Para penumpang perempuan pun naik bus umum biasa. Di sini mereka pun diejek karena
menumpangi bus yang dianggap bukan untuk perempuan dan tentu saja menjadi korban
pelecehan seksual lagi
BAGAIMANA di Indonesia? Dengan kepemimpinan Megawati Soekarnoputri,
terpikirkah dan tergerakkah Ibu Presiden membuat aman para perempuan di kendaraan
umum? Tentu bukan dengan melarang mereka keluar malam hari atau memakai pakaian
minim. Sebagai manusia, perempuan berhak melakukan mobilisasi dan mengekspresikan
diri dengan bebas. Cara berpakaian sangat bergantung pada konteks budaya, waktu,
suasana, tempat, dan zaman. Dalam konteks ini, peleceh dan pelaku yang harus dihukum,
bukannya menghukum korban. Kita membutuhkan peraturan antipelecehan seksual di
tempat publik.
Lalu bagaimana dengan Dinas Perhubungan dan para pemilik bus beserta para
sopir dan kernet? Tampaknya mereka perlu mendapat pencerahan tentang antipelecehan
seksual. Bagaimana berlaku sopan terhadap penumpang. Perlu juga secara internal
memberlakukan tindak disiplin terhadap sopir atau kernet yang melecehkan perempuan.
Artinya, ada sistem pengaduan penumpang terhadap perlakuan sopir dan kernet yang
merugikan.
Para penumpang laki-laki mulailah bersikap menghormati diri sendiri dan orang
lain. Tentu saja dengan tidak melakukan pelecehan seksual. Para penumpang perempuan
janganlah berdiam diri jika dilecehkan. Kita harus memprotes, mengatakan tidak. Apabila
kita diam saja, dianggap kita setuju.

Page 9

Jika semua pengguna jasa kendaraan umum menolak pelecehan seksual dan ada
perangkat hukum yang efektif ditunjang oleh budaya organisasi Departemen
Perhubungan dan perusahaan bus yang antipelecehan seksual, maka penumpang
perempuan mudah- mudahan akan merasa aman naik kendaraan umum.

Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia pada Saat Presiden Pertama
Indonesia

BUNG Karno termasuk orang yang akrab dengan kata sosial, berikut kata
turunannya. Tahun 1927-an, kata itu, sedikit banyak, menjadi tulang punggung dari
gerakan marhaenisme yang digagasnya. Iwa Kusuma Sumantri yang telat dinobatkan
jadi pahlawan menyebut, marhaenisme adalah satu asas yang menghendaki susunan
masyarakat dan susunan negeri yang di dalam segala halnya menyelamatkan kaum
marhaen yang terdiri dari kaum buruh atau proletar, kaum tani melarat, dan kaum melarat
lainnya.

Dalam pidato tanpa teksnya tanggal 1 Juni 1945, Bung Karno mengusulkan kata
sosial, tepatnya keadilan sosial, untuk dijadikan salah satu sila Pancasila. Ketika
diringkas jadi Trisila, kata sosial malah muncul dua kali di sila kedua dan ketiganya,
berbentuk sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi. Dalam pidatonya tanggal 17 Agustus
1959 yang berjudul "Menemukan Kembali Revolusi Kita", Soekarno kembali
menekankan bahwa sosialisme Indonesia berdasarkan Pancasila adalah salah satu arah
tujuan revolusi Indonesia. Pidato ini belakangan menjadi dasar Manifesto Politik
(Manipol) yang kemudian ditetapkan sebagai Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).

Kata sosial jelas kata serapan, bukan produk "asli" bumi pertiwi. Mungkin karena
itu bekas guru di Seminari Depok, E. Soetan Harahap tidak memasukkan kata sosial
Page 10

dalam Kamus Indonesia edisi ketujuh susunannya. Dalam edisi sebelumnya, kamus yang
terbit zaman Jepang dan dicetak Kantor Cetak Visser Bandoeng itu kerap mendapat
perlakuan kurang patut dari pembacanya. Utamanya terhadap edisi kelima dan keenam,
ketika judulnya masih Kitab Arti Logat Melajoe. Dalam edisi itu, isi kamus diprotes
karena dianggap terlalu banyak memasukkan kata-kata asing, mungkin termasuk kata
sosial juga. Saking banyaknya, kata-kata asing itu dikatakan sampai mau merebut bahasa
Indonesia.

Kata sosial juga banyak dipakai politikus sebagai bumbu penyedap pidato untuk
menunjukkan keberpihakannya pada rakyat. Ada kalanya kata itu membuat risi
pemerintah, misalnya ketika digunakan dalam bentuk sosialis atau sosialisme. Kata sosial
bisa bermakna sampingan dermawan atau suka menolong. Dinas Sosial terkenal sebagai
dinas yang suka menyumbang orang-orang yang terkena bencana, selain mengurusi
pekerja seks komersial. Sosial juga bisa berarti kekayaan. Status sosial misalnya, berarti
status kekayaan. Demikian halnya dengan kesenjangan sosial yang bermakna
kesenjangan kekayaan. Akan tetapi, lembaga, yayasan, dan dinas sosial bukan berarti
lembaga, yayasan, dan dinas kekayaan kendati pada praktiknya banyak pengurusnya yang
jadi kaya dari kerja sosialnya itu.

Sosial dalam arti kekayaan itulah yang menyebabkan kita bisa mengerti makna
sila kelima Pancasila "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia" (Bayangkan kalau
kata sosial di sana diartikan masyarakat). Dalam pidatonya tanggal 1 Juni itu, Bung
Karno dengan leluasa mempertukarkan kata keadilan sosial dengan keadilan
kesejahteraan dan kesejahteraan sosial sebagai pelengkap keadilan politik alias
demokrasi.

Kata sosial belakangan sering kita dengar dalam bentuknya yang lain, yaitu
sosialisasi. Sosialisasi yang ini maksudnya menyebarluaskan suatu informasi ke
masyarakat. Pada masa lalu, ketika revolusi dinyatakan belum selesai, bukanlah kata
Page 11

sosialisasi yang digunakan untuk menyebarluaskan apa yang dipandang pemerintah


penting, melainkan indoktrinasi.

Kita kenal misalnya akronim Tubapin (tujuh bahan pokok indoktrinasi) dengan
bahan indoktrinasi berupa UUD 1945, Pancasila, termasuk pidato Soekarno tanggal 1
Juni 1945 dan 17 Agustus 1959. Pada era Orde Baru, pemerintah memasyarakatkan kata
penataran untuk kegiatan yang pada masa lalu dikenal sebagai indoktrinasi itu. Birokrat
adalah orang yang mula-mula mengalami penataran P4 sebelum kemudian merambah
unsur masyarakat lainnya.

Tahun 1990-an peserta penataran P4 mencapai 70 juta orang dewasa. Tampaknya,


bahan-bahan yang ditatarkan jauh dari hasil yang diinginkan terutama kalau kita
bandingkan dengan istimewanya peringkat kitadalam bidang korupsi di dunia ini. Sejak
reformasi, belum lagi kita dengar ada kegiatan serupa indoktrinasi dan penataran untuk
memasyarakatkan Pancasila dan UUD. Mungkin karena pemerintah sekarang tidak
menganggap lagi program semacam itu penting. Mungkin karena UUD-nya sendiri masih
belum meyakinkan untuk disebarluaskan karena banyak yang tidak tahu, proses
amendemennya sudah selesai atau belum. Atau mungkin kapok karena hasilnya tidak
menggembirakan. Kata sosial diartikan kamus berkenaan dengan masyarakat.

Sosialisasi dengan demikian adalah pemasyarakatan, penyebarluasan ke


masyarakat. Kata kerjanya memasyarakatkan. Lembaga pemasyarakatan merupakan
tempat bagi penghuninya untuk belajar bagaimana hidup bermasyarakat. Di sana
diajarkan aneka keterampilan, bukan kejahatan, sehingga ketika para tahanan dilepaskan
ke masyarakat, mereka bisa menyesuaikan dirinya dengan kehidupan masyarakat.
Konsep pemasyarakatan ini sama dengan arti sosialisasi yang diajarkan sosiologi yaitu
proses belajar bermasyarakatnya seorang individu.

Anehnya, dalam kasus sosialisasi UU No. 22 Tahun 1999, ternyata bukan


individu, melainkan masyarakatlah yang harus menyesuaikan dirinya terhadap isi UU itu.
Padahal belakangan ketahuan, UU yang harus "digaulinya" itu ternyata tidak sempurna.
Page 12

Adakalanya orang enggan menggunakan kata memasyarakatkan. Banyak orang yang


lebih suka menggunakan kata menyosialisasikan sebagai gantinya. Tetapi kata itu
sebetulnya mubazir dan rancu.

Kalau sosialisasi adalah pemasyarakatan, maka memasyarakatkan seharusnya


menyosialkan. Bukannya menyosialisasikan yang berarti men-pemasyarakatan-kan. Dan
disosialkan, bukan disosialisasikan yang berarti di-pemasyarakatan-kan. Sialnya,
menyosialkan bukanlah pekerjaan mudah. Dalam kasus di lembaga pemasyarakatan,
petugas sering harus berhadapan dengan tahanan yang mudah sakit. Akibatnya, boro-boro
bisa mengajari tahanan hidup bermasyarakat karena waktu si tahanan habis tersita untuk
berobat pulang-pergi Nusakambangan-Jakarta.

Sementara itu, sebagian tahanan yang tidak sakit malah lebih suka belajar
kejahatan sehingga ketika dia kembali ke masyarakat malahan menjadi penjahat yang
lebih canggih. Akibatnya ia terpaksa berulang-ulang harus belajar bermasyarakat
walaupun pada praktiknya dia berulang-ulang belajar atau bahkan mengajar kejahatan.
Kecuali itu, kata pemasyarakatan atau sosialisasi sendiri kerap disalahartikan petugas.
Beberapa petugas berpikir, cara memasyarakatkan yang paling efektif adalah dengan
melepaskan langsung si tahanan, dengan atau tanpa persetujuan atasan, dan
membiarkannya berbaur dengan masyarakat di... luar negeri. Akibatnya, banyak petugas
yang terpeleset sehingga ia dan si tahanan akhirnya harus sama-sama belajar
bermasyarakat di lembaga pemasyarakatan.

Ideologi itu Bernama Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Teror dan teroris di Indonesia saat ini semakin kental dan populer di telinga
masyarakat Indonesia. Bukan lagi sekedar wacana karena masyarakat bisa melihat secara
kongkrit aksi-aksi yang dilakukan oleh sekelompok orang-orang yang berjuang dengan
cara mengorbankan nyawa-nyawa yang bisa jadi tidak ada keterkaitan dengan ideologi
yang diperjuangkannya. Bisa jadi tuntutan-tuntutan itu tidaklah selalu identik dengan

Page 13

besaran korban, karena banyak juga langkah-langkah teror dilakukan semata-mata untuk
sebuah eksistensi diri dan kelompoknya di mata pemerintah lokal dan Internasional.
Secara geografis dan historis, Indonesia adalah salah satu negara yang sangat
rawan akan tumbuh dan berkembangnya terorisme. Luasnya wilayah Indonesia dengan
beragam suku, budaya, dan tradisi serta norma-norma yang ada jelas sangat rumit jika
ikatan-ikatan kebangsaan dan jiwa nasionalisme telah memudar. Dulu, kita masih bisa
bertahan dengan jargon kolonialisme seperti yang dilakukan oleh Soekarno dengan
program Ganyang Malaysia, keluar dari PBB dan Olimpiade. Namun saat ini sangatlah
tidak mungkin untuk melakukan langkah-langkah provokatif seperti itu.
Saat ini, yang paling diperlukan adalah bagaimana tumbuhnya pemerataan dan
kesempatan kepada semua kelompok, golongan, suku, agama, dan lain-lain.
Dulu, pada masa awal-awal kemerdekaan disaat semua orang masih disibukkan dengan
segala macam pembenahan, pendidikan masih terbatas, orang pintar belum banyak,
bahkan sarana dan prasarana semuanya masih memakai sisa-sisa peninggalan penjajah.
Pada kondisi seperti itu bisa dipastikan bahwa masyarakat tidak terlalu memikirkan imbal
balik dalam bekerja karena semua orang tahu jika negara belum memiliki apa-apa.
Munculah nilai sepi ing pamrih rame ing gawe, gotong royong, dan masih banyak
nilai-nilai kebersamaan yang muncul.
Kini, dikala orang pintar semakin banyak dengan jiwa individualisme yang
semakin meningkat yang didorong oleh pergaulan, arus informasi, serta jejaring baik di
tingkat lokal maupun internasional. Kesadaran akan ketidak adilan, tumbuh dan
berkembangnya keserakahan, serta ambisi-ambisi pribadi yang digulirkan dengan
kolektivitas kedaerahan maupun keagamaan seakan-akan menjadi daya tawar yang tinggi.
Ancaman-ancaman halus maupun kasar seolah-olah menjadi benar ketika ia meminta
jatah kekuasaan maupun kekayaan yang dihasilkan di daerahnya masing-masing. Kondisi
seperti ini semestinya bisa diminimalisir jika program pembangunan bisa dilakukan
secaras adil dan transparan.

Page 14

Adil karena kekayaan itu jelas-jelas dalam UUD 1945 pasal 33 disebutkan
digunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat namun pada kenyataanya kita
masih sering melihat digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan partai, kelompok
tertentu, atau para penguasa yang terus ingin mempertahankan kekuasaannya.Ketika
keadilan sosial tidak bisa diwujudkan, maka bersiap-siaplah akan datang ketidakpuasan.

Page 15

Pemerintah sebenarnya sudah melakukan langkah antisipasi untuk model


pemerataan sosial dengan program otonomi daerah. Permasalahannya adalah sejauh mana
otonomi daerah bisa efektif dalam mewujukan itu semua. Selain itu, otonomi daerah yang
ada saat ini malah memunculkan kerakusan-kerakusan yang justru memperparah
terwujudnya cita-cita keadilan sosial. Jelas ini tidak berlaku di semua tempat, namun ini
seolah menjadi suatu hal yang kasat mata di berbagai daerah.
Lihatlah, jalan-jalan di berbagai tempat masih saja berlobang dan tidak nyaman
untuk pengguna kendaraan dan pejalan kaki. Para gelandangan dari hari kehari masih
tetap banyak berkeliaran. Preman-preman yang dikenal dengan polisi cepek semakin
menjamur dan tidak bisa diantisipasi oleh polisi. Pedagang kaki lima semakin jumawa
dan mengabaikan hak-hak pejalan kaki. Ini lucu sekali, mereka teriak-teriak agar hak-hak
usahanya dipernuhi namun ia melanggar hak-hak keselamatan orang lain.
Seandainya saja masyarakat sudah tahu dan berani untuk melakukan langkah
dramatis untuk memberhentikan para Bupati, Walikota, Gubernur, DPR, DPRD I, DPRD
II, bahkan Presiden, mungkin saja sudah banyak dari mereka semua turun dengan muka
malu dan terhinakan.
Contoh aktual saat ini terjadi di Pematang Siantar, Sumatra Utara. Kepongahan
dan arogansi kekuasaan itu ia tunjukkan dengan tidak peduli terhadap nasib anak-anak di
sekolah hanya demi mendapatkan uang miliaran rupiah. Betapa murahnya harga dari
kesejahteraan rakyat ini untuk dijual dan diabaikan. Presiden? Kenapa tidak
menggunakan otoritasnya sebagai kepala negara? Densus 88 layak untuk dikirimkan ke
setiap walikota/Bupati dan Gubernur yang menelantarkan rakyatnya.

Page 16

Jangan salahkan rakyat kalau timbul kekecewaan dan pemberontakan. Walau


sebaiknya mereka mencari celah hukum untuk melakukan tindakan konstitusional dengan
mengadukan para pejabat atas kesewenang-wenangan tersebut ke Peradilan Tata Usaha
Negara. Hindari kekerasan, masih banyak jalan untuk menegakkan keadilan yang kita
impikan.

Sebenarnya, pemerintah bisa mereduksi terorisme dengan cara-cara pencegahan


yang efektif. Permasalahannya adalah apakah pemerintah memiliki keinginan untuk
melakukannya dan langkah-langkah yang tidak hanya sekedar program sesaat. Ini adalah
program nasional yang harus secepatnya dilaksanakan atau negara ini akan semakin
terpuruk.

Page 17

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keadilan adalah keseimbangan antara menuntut hak dan menjalankan kewajiban tanpa
membeda-bedakan status sosial, agama, suku, ras, warna kulit. Keadilan sangatlah dibutuhkan di
dalam kehidupan bermasyarakat. Mari kita tegakkan keadilan mulai dari hal yang kecil, mulai
dari dalam keluarga sampai dalam kehidupan berbangsa dan negara. Keadilan Sosial bagi seluruh
rakyat indonesia adalah pedoman kita untuk menjalankan keadilan di negara kita ini.

B. Saran
Makalah yang disajikan ini, selain sebagai suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh
seorang mahasiswa dari dosen. Juga sebagai salah satu dari beberapa alternatif dalam proses
belajar nantinya.

Mahasiswa dapat mengembangkan diri dengan menggunakan media yang tersedia.


Sehingga kegiatan dan tugas yang ada didalamnya tidak saja membantu mahasiswa dalam
memahami materi. Melainkan juga dalam rangka memperluas wawasan mahasiswa. Serta
melatih kepekaan mahasiswa terhadap keadilan sosial yang terjadi di Indonesia.

Page 18

Daftar Pustaka
Safaat, M. A. (2008). Pemikiran Keadilan (Plato, Aristoteles, dan John Rawls.) Diakses dari
http://safaat.lecture.ub.ac.id/files/2013/03/keadilan.pdf pada Selasa, 02-07-2013.
http://ahmadapriyannto.blogspot.com/2013/07/keadilan-sosial-bagi-seluruh-rakyat.html
http://eliswijasmi.blogspot.com/2011/06/konsep-keadilan.html

Page 19

Anda mungkin juga menyukai