Anda di halaman 1dari 16

TUGAS MAKALAH

GENETIKA PETERNAKAN

“INTER ALELIK, EPISTASIS DOMINAN GANDA,


EPISTASIS RESESIF GANDA DAN EPISTASIS RESESIF”

OLEH:

NAMA : MALLOANGENG
NIM : I011 19 1250
KELAS : B2

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
BAB I
PENDAHULUAN

Hukum Mendel II menyatakan adanya pengelompokkan gen secara bebas. Seperti telah
diketahui, persilangan antara dua individu dengan satu sifat beda       ( monohibrid) akan
menghasilkan rasio genotipe 1:2:1 dan rasio fenotipe 3:1. Sementara itu, persilangan dengan dua
sifat beda ( dihibrid) menghasilkan rasio fenotipe 9:3:3:1, hanya berlaku apabila kedua pasang
gen yang mewarisi kedua pasang sifat tersebut masing-masing terletak pada 2 kromosom yang
berlainan, dan masing-masing mengekspresikan sifatnya sendiri. Beberapa cara penurunan tak
mengikuti hukum ini, mengingat bahwa pengawasan suatu sifat kadang – kadang tidak dilakukan
oleh suatu pasang gen saja, tetapi oleh dua pasang atau lebih gen yang mengadakan interaksi
( kerjasama ). Dan hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor.
Pada 1906, W.Batenson dan R.C Punnet menemukan bahwa pada persilangan F2
dihasilkan rasio fenotipe 14 : 1 : 1 : 3. Mereka menyilangkan kacang kapri berbunga ungu yang
serbuk sarinya lonjong dengan kacang kapri berbunga mearah yang serbuk sarinya bundar. Rasio
fenotipe dari keturunan ini menyimpang dari hukum mendel yang seharusnya pada keturunan
kedua (F2), perbandingan fenotipenya 9 : 3 : 3 : 1.
Pada 1910, seorang sarjana Amerika yang bernama T.H Morgan dapat memecahkan
misteri tersebut.Morgan menemukan bahwa kromosom mengandung banyak gen dan mekanisme
pewarisannya menyimpang dari hukum Mendel. Hingga saat ini, telah diketahui bahwa lalat
buah memiliki kira – kira 5000 gen,padahal lalat buah hanya memiliki 4 pasang kromosom saja.
Sepasang di antaranya memiliki ukuran kecil sekali, menyerupai dua buah titik. Jadi, dalam
sebuah kromosom tidak terdapat sebuah gen saja melainkan puluhan,bahkan ratusan gen.
Pada umumnya gen memiliki pekerjaan sendiri – sendiri untuk menumbuhkan
karakter, tetapi ada beberapa genyang berinteraksi atau menumbuhkan karakter. Gen tersebut
mungkin terdapat pada kromosom yang sama atau pada kromosom yang berbeda. Interaksi antar
gen akan menimbulkan perbandingan fenotipe keturunan yang menyimpang dari hukum Mendel,
keadaan ini disebut penyimpangan hukum Mendel.
Menurut mendel, perbandingan fenotipe F2 pada persilangan dihibrid adalah 9 : 3 : 3 : 1.
Apabila terjadi penyimpangan hukum Mendel, perbandingan fenotipe dapat menjadi 9 : 3 : 4, 9 :
7 atau 12 : 3 : 1. Perbandingan tersebut merupakan modifikasi dari 9 : 3 : 3 :1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1    Pengertian Interaksi Gen


Interaksi gen adalah penyimpangan semu terhadap hukum Mendel yang tidak melibatkan
modifikasi nisbah fenotipe, tetapi menimbulkan fenotipe-fenotipe yang merupakan hasil kerja
sama atau interaksi dua pasang gen nonalelik.
Selain terjadi interaksi antar alel, interaksi juga dapat terjadi secara genetik. Selain
mengalami berbagai modifikasi rasio fenotipe karena adanya peristiwa aksi gen tertentu, terdapat
pula penyimpangan semu terhadap hukum Mendel yang tidak melibatkan modifikasi rasio
fenotipe, tetapi menimbulkan fenotipe-fenotipe yang merupakan hasil kerja sama atau interaksi
dua pasang gen nonalelik. Peristiwa semacam ini dinamakan interaksi gen menurut ( Suryo:
2001). Peristiwa interaksi gen pertama kali dilaporkan oleh W. Bateson dan R.C.
Punnet setelah mereka mengamati pola pewarisan bentuk jengger ayam.
Menurut William D. Stansfield ( 1991 : 56 ) fenotipe adalah hasil produk gen yang
dibawa untuk diekspresikan ke dalam lingkungan tertentu. Lingkungan ini tidak hanya meliputi
berbagai faktor eksternal seperti: temperatur dan banyaknya suatu kualitas cahaya. Sedangkan
faktor internalnya meliputi: Hormon dan enzim. Gen merinci struktur protein. Semua enzim yang
diketahui adalah protein. Enzim melakukan fungsi katalis, yang menyebabkanpemecahan atau
penggabungan berbagai molekul. Semua reaksi kimiawi yang terjadi di dalam sel merupakan
persoalan metabolisma. Reaksi – reaksi ini merupakan reaksi pengubahan bertahap satu substansi
menjadi substansi lain, setiap langkah ( tahap) diperantarai oleh suatu enzim spesifik. Semua
langkah yang mengubah substansi pendahulu ( precursor ) menjadi produk akhir menyusun suatu
jalur biosintesis.Interaksi gen terjadi bila dua atau lebih gen mengekspresikan protein enzim
yang mengkatalis langkah – langkah dalam suatu jalur bersama.

2.2.  Modifikasi Nisbah Mendel

Percobaan-percobaan persilangan sering kali memberikan hasil yang seakan-akan


menyimpang dari hukum Mendel. Dalam hal ini tampak bahwa nisbah fenotipe yang diperoleh
mengalami modifikasi dari nisbah yang seharusnya sebagai akibat terjadinya aksi gen tertentu.
misal untuk monohibrida bukan 3:1 tapi 1:2:1. Dan pada dihibrida, mungkin kombinasi yang
mucul adalah, 9:6:1 atau 15:1. Munculnya perbandingan yang tidak sesuai dengan hukum
Mendel ini disebut “Penyimpangan Semu Hukum Mendel“, kenapa “Semu”, karena prinsip
segregasi bebas tetap berlaku atau karena masih mengikuti hukum Mendel, hal ini disebabkan
oleh gen-gen yang membawa sifat memiliki ciri tertentu.
Jadi Penyimpangan semu hukum Mendel adalah penyimpangan yang keluar dari aturan
hukum Mendel, karena terjadi perubahan rasio F 2-nya karena gen memiliki sifat berbeda-beda.
Jadi, rasio fenotipe tidak akan sama seperti yang telah diuraikan pada hukum Mendel.
Penyimpangan semu hukum Mendel : terjadinya suatu kerjasama berbagai sifat yang
memberikan fenotip berlainan namun masih mengikuti hukum-hukum perbandingan genotip dari
Mendel. Penyimpangan semu ini terjadi karena adanya 2 pasang gen atau lebih saling
mempengaruhi dalam memberikan fenotip baru pada suatu individu. Dengan demikian Peristiwa
pengaruh mempengaruhi antara 2 pasang gen atau lebih disebut Interaksi Gen. Dengan kata lain
bahwa Interaksi Gen adalah apabila 2 pasang gen atau lebih bekerjasama sehingga membentuk
suatu fenotipe baru.Gen memiliki peran tersendiri dalam menumbuhkan karakter, tetapi ada
beberapa gen yang saling berinteraksi dengan gen lain dalam menumbuhkan karakter. Gen-gen
tersebut terdapat pada kromosom yang sama atau pada kromosom yang berbeda.
Secara garis besar modifikasi nisbah Mendel dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu
modifikasi nisbah 3 : 1 dan modifikasi nisbah 9 : 3 : 3 : 1.

2.2.1. Modifikasi Nisbah  3 : 1 (Monohybrid)


Ada tiga peristiwa yang menyebabkan terjadinya modifikasi nisbah 3 : 1, yaitu semi
dominansi, kodominansi, dan gen letal.
(1)    Semi dominansi  /Intermedier/Dominansi Tidak Sempurna
Peristiwa semi dominansi terjadi apabila suatu gen dominan tidak menutupi pengaruh alel
resesifnya dengan sempurna, sehingga pada individu heterozigot akan muncul sifat
antara (intermedier). Dengan demikian, individu heterozigot akan memiliki fenotipe yang
berbeda dengan fenotipe individu homozigot dominan. Akibatnya, pada generasi F 2 tidak
didapatkan nisbah fenotipe 3 : 1, tetapi menjadi 1 : 2 : 1 seperti halnya nisbah genotipe. Contoh
peristiwa semi dominansi dapat dilihat pada pewarisan warna bunga pada tanaman bunga pukul
empat (Mirabilis jalapa). Gen yang mengatur warna bunga pada tanaman ini adalah M, yang
menyebabkan bunga berwarna merah, dan gen m, yang menyebabkan bunga berwarna putih.
Gen M tidak dominan sempurna terhadap gen m, sehingga warna bunga pada individu Mm
bukannya merah, melainkan merah muda. Oleh karena itu, hasil persilangan sesama genotipe
Mm akan menghasilkan generasi F2 dengan nisbah fenotipe merah:merah muda:putih = 1 : 2 : 1.
(2)     Kodominansi
Seperti halnya semi dominansi, peristiwa kodominansi akan menghasilkan nisbah fenotipe 1 : 2 :
1 pada generasi F2. Bedanya, kodominansi tidak memunculkan sifat antara pada individu
heterozigot, tetapi menghasilkan sifat yang merupakan hasil ekspresi masing-masing alel.
Dengan perkataan lain, kedua alel akan sama-sama diekspresikan dan tidak saling menutupi.
Peristiwa kodominansi dapat dilihat misalnya pada pewarisan golongan darah sistem ABO
pada manusia (lihat juga bagian pada bab ini tentang beberapa contoh alel ganda).  Gen IA dan
IB masing-masing menyebabkan terbentuknya antigen A dan antigen B di dalam eritrosit individu
yang memilikinya. Pada individu dengan golongan darah AB (bergenotipe I AIB) akan terdapat
baik antigen A maupun antigen B di dalam eritrositnya. Artinya, gen IA dan IB sama-sama
diekspresikan pada individu heterozigot tersebut.
Perkawinan antara laki-laki dan perempuan yang masing-masing memiliki golongan darah
AB dapat digambarkan seperti pada diagram berikut ini.
(3)    Gen letal
Gen letal atau Gen Kematian ialah gen yang dalam keadaan homozigot dapat mengakibatkan
kematian pada individu yang dimilikinya. Kematian ini dapat terjadi pada masa embrio atau
beberapa saat setelah kelahiran. Akan tetapi, adakalanya pula terdapat sifat subletal, yang
menyebabkan kematian pada waktu individu yang bersangkutan menjelang dewasa.
Ada dua macam gen letal, yaitu gen letal dominan dan gen letal resesif. Gen letal dominan
dalam keadaan heterozigot dapat menimbulkan efek subletal atau kelainan fenotipe, sedang gen
letal resesif cenderung menghasilkan fenotipe normal pada individu heterozigot.
Peristiwa letal dominan antara lain dapat dilihat pada ayam redep (creeper), yaitu ayam
dengan kaki dan sayap yang pendek serta mempunyai genotipe heterozigot (Cpcp). Ayam
dengan genotipe CpCp mengalami kematian pada masa embrio. Apabila sesama ayam redep
dikawinkan, akan diperoleh keturunan dengan nisbah fenotipe ayam redep (Cpcp) : ayam normal
(cpcp) =  2 : 1.  Hal ini karena ayam dengan genotipe CpCp tidak pernah ada.
Sementara itu, gen letal resesif misalnya adalah gen penyebab albino pada tanaman jagung.
Tanaman jagung dengan genotipe gg akan mengalami kematian setelah cadangan makanan di
dalam biji habis, karena tanaman ini tidak mampu melakukan fotosintesis sehubungan dengan
tidak adanya khlorofil. Tanaman Gg memiliki warna hijau kekuningan, sedang tanaman GG
adalah hijau normal. Persilangan antara sesama tanaman Gg akan menghasilkan keturunan
dengan nisbah fenotipe normal (GG) : kekuningan (Gg) = 1 : 2.
a)      Gen letal dominan
Beberapa contoh dapat dikemukakan disini.
1. Pada ayam dikenal gen dominan C yang bila homozigotik akan bersifat letal dan
menyebabkan kematian. Alelnya resesip c mengatur pertumbuhan tulang normal. Ayam
heterozigot Cc dapat hidup, tetapi memperlihatkan cacat, yaitu memiliki kaki pendek. Ayam
demikian disebut ayam redep (Creeper). Meskipun ayam ini Nampak biasa, tetapi ia
sesungguhnya menderita penyakit keturunan yang disebut achondroplasia. Ayam homozigot CC
tidak pernahdikenal, sebab sudah mati waktu embryo. Banyak kelainan terdapat padanya, sepeti
kepala rusak, rangka tidak mengalami penulangan, mata kecil dan rusak. Perkawinan antara dua
ayam redep meghasilkan keturunan dengan perbandingan 2 ayam redep:1 ayam normal. Ayam
redep Cc itu sebenarnya berasal dari ayam normal (homozigot cc), tetapi salah satu gen resesip c
mengalami mutasi gen (perubahan gen) dan berubah menjadi gen dominan C.
2. Pada manusia dikenal Brakhifalangi, adalah keadaan bahwa orang yan berjari pendek dan
tumbub menjadi satu. Cacat ini disebabkan oleh gen dominan B dan merupakan cacat keturunan.
Penderita Brakhtifalangi adalah heterozigot Bb, sedang orang berjari normal adalah homozigot
bb. Jika gen dominan gomozigotik (BB) akan memperlihatkan sifat letal. Jika ada dua orang
brakhtifalaangi kawin, maka anak-anaknya kemungkinan memperlihatkan perbandingan 2
Brakhtifalangi: 1 Normal.
3. Pada tikus dikenal gen letal dominan Y (Yellow) yang dalam keadaan heterozigotik
menyebabkan kulit tikus berpigmen kuning. Tikus homozigot YY tidak dikenal,sebab letal.
Tikus homozigot yy normal dan berpigmen kelabu. Perkawinan 2 tikus kuning akan
menghasilkan anak dengan perbandingan 2 tikus kuning:1 tikus kelabu (normal). Dari ke tiga
contoh dimuka dapat diketahui bahwa gen dminan letal baru akan nampak pengaruhnya letal
apabila homozigotik. Dalam keadaan heterozigotik gen dominan letal itu tidak mengakibatkan
kematian, namun biasanya menimbulkan cacat.
b)      Gen Letal resesif
Beberapa contoh dapat dikemukakan disini:
1. Pada jagung (Zea mays) dikenal gen dominan G yang bila homozigotik menyebabkan
tanaman dapat membentuk klorofil (zat hijau daun) secara normal, sehingga daun berwarna hijau
benar. Alelnya resesif g bila homozigotik (gg) akan memperlihatkan pengaruhnya letal, sebab
klorofil tidak akan berbentuk sama sekali pada daun lembaga, sehingga kecambah akan segera
mati. Tanaman heterozigot Gg akan mempunyai daun hijau kekuningan, tetapi dapat hidup terus
sampai menghasilkan buah dan biji, jadi tergolong normal. Jika 2 tanaman yangdaunnya hijau
kekuninan dikawinkan maka keturunannya akan memperlihatkan perbandingan 1 berdaun hijau
normal: 2 berdaun hijau kekuningan.
2. Pada manusia dikenal gen letal resesif I yang bila homozigotik akan memperlihatkan
pengaruhnya letal, yaitu timbulnya penyakit Ichytosis congenita. Kulit menjadi kering dan
betanduk. Pada permukaan tubuh terdapat bendar-bendar berdarah. Biasanya bayi telah mati
dalam kandungan.
3. Pada sapi dikenal gen resesif am, yang bila homozigotik (amam) akan memperlihatkan
pengaruhnya letal. Anak sapi yang lahir, tidak mempunyai kaki sama sekali. Walaupun anak sapi
ini hidup, tetapi karena cacatnya amat berat, maka kejadian ini tergolong sebagai letal. Sapi
homozigot dominan AmAm dan heterozigot Amam adalah nomal. Cara menurunnya gen letal
resesif ini sama seperti pada contoh dimuka. andaikan ada sapi jantan heterozigot Amam kawin
dengan sapi betina homozigot dominan AmAm, maka anak-anaknya akan terdiri dari sapi
homozigot AmAm dan heterozigot Amam, di kemudian hari anak-anak sapi ini dibiarkan kawin
secara acakan (random).
Karena sapi F1 terdiri dari 2 macam genotif, yaitu AmAm dan Amam, maka ada 4
kemungkinan perkawinan, ialah:
a)  1 kemungkinan AmAm X AmAm, jantan betina bolak-balik
b)  1 kemungkinan betina AmAm X jantan Amam
c)  1 kemungkinan jantan AmAm X betina Amam
d)  1 kemungkinan Amam X Amam, jantan betina bolak-balik.
Oleh Karena sapi homozigot resesif amam letal, maka sapi-sapi F 2 akan memperlihatkan
perbandingan genotip 9 AmAm : 6 Amam. Dari berbagai keterangan di muka dapat diambil
kesimpulan bahwa hadirnya gen letal menyebabkan keturunan menyimpang dai hukum mendel,
sebab perkawinan monohybrid tidak menunjukan perbandingan 3:1 dalam keturunan, melainkan
2:1.
Mendeteksi dan mengeliminir gen-gen letal, Dari keterangan dimuka dapat diketahui,
bahwa gen letal dominan dalam keadaan heterozigotik akan memperlihatkan sifat cacat, tetapi
gen letal resesip tidak demikian halnya. Berhubung dengan itu lebih mudah kiranya untuk
mendeteksi hadirnya gen letal dominan pada satu individu daripada gen letal resesif.
Gen-gen letal dapat dihilangkan (dieliminir) dengan jalan mengadakan perkawinan
berulang kali pada individu yang menderita cacat akibat adanya gen letal. Tentu saja hal ini
mudah dapat dilakukan pada hewan dan tumbuh-tumbuhan tetapi tidak pada manusia.
2.2.2.   Modifikasi Nisbah  9 : 3 : 3 : 1 (Dihybrid)
Modifikasi nisbah 9 : 3 : 3 : 1 disebabkan oleh peristiwa interaksi gen misalnya yang
dinamakan epistasis, yaitu penutupan ekspresi suatu gen nonalelik. Jadi, dalam hal ini suatu gen
bersifat dominan terhadap gen lain yang bukan alelnya.
Interaksi antara gen akan menimbulkan perbandingan fenotipe keturunan yang
menyimpang dari hukum Mendel. Menurut hukum Mendel pada perbandingan fenotipe (F 2) pada
persilangan dihibrid adalah 9 : 3 : 3 :1, apabila terjadi penyimpangan dari hukum Mendel
perbandingan tersebut akan berubah menjadi 9 : 3 : 4, atau 9 : 7, atau 12 : 3 : 1 atau 15:1, dll.
Bila diteliti betul-betul angka-angka perbandingan di atas, ternyata juga merupakan
penggabungan angka-angka perbandingan Mendel. 9:7 = 9:(3+3+1), 12:3:1 = (9+3):3:1, 15:1 =
(9+3+3):1, 9:3:4 = 9:3:(3+1).
Kejadian Interaksi gen yang menyebabkan terjadinya Modifikasi Nisbah
Dihybrid/Peyimpangan Semu Hukum Mendel Dihybrid terbagi menjadi 4 macam
yaitu : Kriptomer (9:3:4), Komplementer (9:7), Epistasis-Hipostasis (12:3:1)  dan Polimer (15:1)
A.        Kriptomer
Kriptomeri merupakan suatu peristiwa dimana suatu faktor tidak tampak pengaruhnya bila
berdiri sendiri, tetapi baru tampak pengaruhnya bila ada faktor lain yang menyertainya. Dengan
kata lain bahwa kriptomer adalah peristiwa dimana suatu faktor dominan baru nampak
pengaruhnya bila bertemu dengan faktor dominan lain yang bukan alelanya. Kriptomeri memiliki
ciri khas: ada karakter baru muncul bila ada 2 gen dominan bukan alel berada bersama.Faktor
dominan ini seolah-olah sembunyi (kriptos). Jadi Faktor yang tersebunyi tersebut adalah Faktor
Kriptomer. Interaksi bentuk kriptomeri sifatnya menyembunyikan karakter yang terdapat pada
leluhur (=atavisme).
Contoh karakter yang dipengaruhi oleh gen kriptomer antara lain :
a) Bentuk Jengger ayam
b) Warna bulu mencit
c) Warna bunga Linaria maroccana

Correns (1913) menyilangkan Bunga Linaria marrocana berbunga Merah dengan


berbunga Putih, dimana masing-masing berasal dari keturunan murni. Warna pada bunga hanya
akan muncul, jika kedua gen penghasil pigmen warna, yaitu A dan B muncul. Jika salah satu dari
kegua gen tersebut tidak muncul maka bunga menjadi tidak berwarna (putih) karena enzim
penghasil pigmen tidak aktif
Dimna : A   = ada pigmen warna anthosianin           B     = Enzim protoplasma basa a   =
tak ada pigmen warna anthosianin     b     = Enzim protoplasma tidak basa.

Berdasarkan hasil persilangan di atas. F2 menghasilkan perbandingan fenitope Ungu :


Merah : putih sebesar 9 : 3 : 4. Jika dilihat sepintas, hal tersebut tampak tidak sesuai dengan
hukum Mendel. Sebenarnya, perbandingan 9 : 3 : 4 tersebut hanya merupakan modifikasi dari
perbandingan 9 : 3 + (3 + 1).
Contoh lain :
Misalnya Linaria maroccana biru (AaBb) disilangkan dengan Linaria maroccana
merah (Aabb), sedangkan gen A untuk antosianin dan gen B untuk sifat basa.
Jika  2 gen dominan A dan B maka berwarna biru,
1 gen dominan A maka berwarna merah
1 gen dominan B atau A dan B tidak ada maka berwarna putih

Berdasarkan hasil persilangan di atas. F2 menghasilkan perbandingan fenitope Biru : Merah


: putih sebesar 6 : 6 : 4 Jika dilihat sepintas, hal tersebut tampak tidak sesuai dengan hukum
Mendel. Sebenarnya, perbandingan 6 : 6 : 4 tersebut hanya merupakan modifikasi dari
perbandingan (9 -3) : (3 + 3 ) : (3 + 1).
Kriptomer Pada Tikus/Mencit:
Persilangan Tikus berwarna Hitam dengan Tikus berwarna Putih menghasilkan Keturunan
F1 berwarna Krem, Sedangkan F2 diperoleh Nisbah Fenotip Krem:Hitam:Putih = 9 : 3 : 4.
Dari perbandingan tersebut dapat disimpulkan bahwa disini terdapat dua sifat beda.
1. Pada Tikus, Sifat warna putih adalah Resesif dengan Simbol a, sedangkan Hitam
merupakan Sifat Dominan dengan Simbol A.
2. Timbulnya Sifat Warna Krem disini disebabkan oleh adanya factor yang tersembunyi
dimana Faktor ini merupakan Faktor Dominan (hal ini dapat dilihat dari timbulnya sifat krem
yang imbangannya lebih banyak).
3. Pada Tikus yang berwarna putih juga disebabkan oleh Faktor yang tersebunyi yaitu
Faktor Resesif.
4. Ilustrasinya adalah sebagai berikut :
 Misalnya Faktor yang tersembunyi Dominan diberi Simbol K, maka yang resesif diberi
symbol k (Kebalikan dari K).
 Bila sifat warna Hitam A bertemu dengan factor tersembunyi dominan maka hasilnya
menjadi warna Krem.
 Sebaliknya Bila sifat warna Hitam A bertemu dengan factor tersembunyi resesif maka
hasilnya menjadi Warna Hitam.
 Bila Gen aa bertemu dengan factor tersembunyi dominan maupun resesif maka hasilnya
menjadi warna Putih

Dari hasil persilangan tersebut dapat dilihat bahwa timbulnya sifat/warna lain yang
disebabkan oleh Faktor tersembunyi jumlahnya lebih banyak sehingga disini dapat disimpulkan
bahwa Faktor tersembunyi yang menimbulkan warna Krem = dominan
B. Komplementer
Komplementer adalah peristiwa dimana 2 gen dominan saling mempengaruhi atau
melengkapi dalam mengekspresikan suatu sifat. Dengan kata lain bahwa Komplementer
merupakan bentuk kerjasama dua gen dominan yang saling melengkapi untuk memunculkan
suatu karakter. Gen Komplementer adalah interaksi antara dua gen dominan, jika terdapat
bersama-sama akan saling melengkapi sehingga muncul fenotipe alelnya. Bila salah satu gen
tidak ada, maka pemunculan sifat terhalang.
Contoh karakter yang dipengaruhi oleh gen komplementer antara lain :
 Warna bunga kacang Lathyrus odoratus
 Warna kulit biji jagung
 Bentuk buah labu summer squash (Cucurbita pepo)
 Tuli (“Deaf mutism”) pada manusia
Melihat angka perbandingan F2 yang hampir sama, yaitu 9 : 7, maka bila  suatu perkawinan
hanya menghasilkan anak sedikit (misalnya 1 atau 2) dimungkinkan semua normal atau semua
bisu tuli.
Kunci pemahamam gen-gen komplementer adalah :
 rr epistasis (menutupi) B dan b
 bb epistasis (menutupi) A dan a

C. Polimer (15 : 1)
Polimer adalah Pola penurunan sifat yang berdasarkan banyak gen sehingga disebut
juga Multiple Gen Heredity = Quantitatif Heredity atau Poymeri.
Polimer adalah peristiwa dimana beberapa sifat beda yang berdiri sendiri-sendiri
mempengaruhi bagian yang sama dari suatu individu. Polimer adalah bentuk interaksi gen yang
bersifat kumulatif (saling menambah). Perbedaan dengan komplementer adalah tanpa kehadiran
salah satu gen (alel dominan) karakter yang disebabkannya tetap muncul, hanya mutu /
derajatnya yang kurang dibandingkan dengan kehadirannya. Gen yang menumbuh kan karakter
polimeri biasanya lebih dari 2 gen sehingga disebut “karakter gen ganda (polygenic
inheritance)”.
Seperti telah dijelaskan pada Bab Monohybrid terdahulu bahwa sifat Kuantitatif ini peka
terhadap pengaruh lingkungan, variasinya bertingkat-tingkat dan biasanya dipengaruhi oleh
banyak gen. Penurunan sifat Kuantitatif ini banyak terdapat pada sifat-sifat penting yang
mempengaruhi nilai ekonomis seekor ternak, misalnya : Produksi Susu, Produksi Telur,
Pertambahan Berat Badan pada ternak, penimbunan lemak dsb. Dengan kata lain bahwa sifat
Kuantitatif berkaitan erat dengan Produksi dan Produktivitas seekor ternak.
Hipotesa tentang Polimer atau Multiple Gen Heredity ini pertama kali dikemukakan oleh
Nilson-Ehla, yaitu pada tahun 1908 dengan materi tanaman Gandum yaitu Gandum berbiji
Merah disilangkan dengan Gandum berbiji Putih.
Dari persilangan yang dilakukan oleh Nelson Ehla pada gandum berbiji merah dengan gen
berbiji putih, pada F1 didapatkan gandum berbiji Merah tetapi warna bijinya tidak merah tua
seperti Parentalnya. Sedangkan pada F2 didapatkan perbandingan Gandum berbiji Merah dengan
Putih yaitu 15 : 1.
Namun ia menemukan variasi warna yang bertingkat-tingkat dari hasil  keturunan nya,
yaitu Merah Tua (Dark Red), Merah agak tua (Medium Dark Red), Merah Muda (Medium Red),
Kemerahan (Light Red) dan Putih. Apabila dilihat dari warna biji maka orang mengira bahwa
sifat tersebut ditentukan oleh sepasang gen saja, namun apabila melihat hasil perbandingan pada
F2 yaitu 15 : 1, maka dapat disimpulkan bahwa sifat ini ditentukan oleh lebih dari satu pasang
gen.
Peristiwa tersebut mirip dengan persilangan dihibrid tidak dominan sempurna ulang
menghasilkan warna peralihan seperti merah muda. Warna yang dihasilkan ini tidak hanya
dikontrol oleh satu pasangan gen saja melainkan oleh dua gen yang berbeda lokus, namun masih
berpengharuh terhadap sifat yang sama, peristiwa ini disebut polimeri.  Jadi Polimeri adalah dua
gen atau lebih yang menempati lokus berbeda, tetapi  memiliki sifat yang sama.
Berdasarkan hasil generasi F2 dapat diketahui, bahwa fenotipe merah akan  selalu muncul
jika mendapatkan gen dominan M berapapun jumlahnya. Fenotipe putih hanya akan muncul, jika
tidak terdapat gen dominan M. Semakin banyak jumlah gen dominan, maka sifat yang muncul
akan semakin kuat. Jadi, satu ciri dipengaruhi oleh banyak gen dan terjadi secara akumulatif
(Cumulative=Additive)
Contoh polimeri yang lain adalah :
1. Warna kulit dan warna iris pada mata manusia.
2. Sifat Ketebalan Lemak Punggung (Back Fat) pada Ternak babi.
 Sifat ketebalan lemak punggung (back fat) pada ternak babi merupakan sifat yang
penurunannya secara kuantitatif.
 Misalnya Babi yang mempunyai ketebalan lemak punggung 0,8 inch mempunyai
genotype bbff (Simbol B atau b = Back dan F atau f = Fat), berarti gen b dan f merupakan gen
netral yang menentukan tidak adanya pertambahan ketebalan lemak punggung.
 Sedangkan Gen B dan F merupakan gen aktif yang menentukan adanya pertambahan
ketebalan lemak punggung sebesar 0,2 inch.
 Bila Babi dengan Back Fat 0,8 inch dikawinkan dengan Babi Back fat 1,6 inch, maka F1
diperoleh Babi dengan Back Fat 1,2 inch dan F2 hasil intersemating diperoleh Fenotipe Babi
dengan Back Fat yaitu : 1,6; 1,4; 1,2; 1,0 dan 0,8
9. Sifat-Sifat Produksi yang lain dalam bidang peternakan yang pola penurunannya
termasuk Kuantitatif dan Frekuensinya mengikuti Kurve Distribusi Normal adalah Produksi
Susu, PBB, Produksi telur dll. Jadi Individu-Individu yang mempunyai produksi Medium/rata-
rata terdapat dalam

2.3.  Epistasis
Epistasis adalah interaksi di mana sebuah gen mengalahkan pengaruh gen lain yang bukan
alelnya. Gen yang mengalahkan disebut ”epistasis” dan gen yang dikalahkan disebut
”hypostasis”. Pada peristiwa epistasis, paling sedikit harus ada 2 pasang gen yang terlibat. Gen
pada lokus yang satu berinteraksi dengan gen pada lokus lain. Dari hasil interaksi tersbut
diperoleh fenotip yang tidak akan diperoleh jika gen-gen tersebut bekerja sendiri-sendiri.
Interaksi epistasis sama sifatnya dengan kondisi dominan resesif, perbedaannya adalah kondisi
dominan-resesif berlaku bagi gen sealel. Ada 6 tipe ratio epistasis dari induk dihibrida yang
umum dikenal, yaitu:
1.   Epistasis resesif (9:3:4); misal: warna bulu mencit, warna biji buncis
2.   Epistasis dominan ganda (15:1)
3.   Epistasis resesif ganda (9:7)
2.3.1.  Epistasis Resesif
Peristiwa epistasis resesif terjadi apabila suatu gen resesif menutupi ekspresi gen lain
yang bukan alelnya.  Akibat peristiwa ini,  pada generasi F2  akan diperoleh nisbah fenotipe 9 : 3 :
4.
Contoh epistasis resesif dapat dilihat pada pewarisan warna bulu mencit (Mus
musculus).  Ada dua pasang gen nonalelik yang mengatur warna bulu pada mencit, yaitu gen A
menyebabkan bulu berwarna kelabu, gen a menyebabkan bulu berwarna hitam, gen C
menyebabkan pigmentasi normal, dan gen c menyebabkan tidak ada pigmentasi. Persilangan
antara mencit berbulu kelabu (AACC) dan albino (aacc) dapat digambarkan seperti pada diagram
berikut ini.
                                           P :   AACC   x   aacc
                                                   kelabu       albino
                                                               
                                            F1 :            AaCc
                                                             kelabu

                                            F2 :  9   A-C-    kelabu
3        A-cc    albino              kelabu : hitam : albino
3        aaC-    hitam                     9    :     3    :      4
1    aacc     albino      
Gambar 2.7. Diagram persilangan epistasis resesif
Contoh lain dari epistasis resesif, yaitu :
Pewarisan warna bulu mencit (Mus musculus). Ada dua pasang gen nonalelik yang
mengatur warna bulu pada mencit, yaitu gen A menyebabkan bulu berwarna kelabu, gen a
menyebabkan bulu berwarna hitam, gen C menyebabkan pigmentasi normal, dan gen c
menyebabkan tidak ada pigmentasi. Persilangan antara mencit berbulu kelabu (AACC) dan
albino (aacc) dapat digambarkan seperti pada diagram berikut ini.
Pada Rhodentia, dilakukan perkawinan antara Hewan yang berwarna Hitam dengan
Genotipe AABB dengan Hewan Albino dengan Genotipe aabb. Gen A menampakkan warna
Hitam sedangkan aa menampakkan warna Kream. Gene B menampakkan timbulnya warna,
sedangkan bb menutupi timbulnya warna, dalam hal ini bb menutupi gen A.
2.3.2.  Epistasis Resesif Duplikat

Apabila gen resesif dari suatu pasangan gen, katakanlah gen I, epistatis terhadap pasangan
gen lain, katakanlah gen II, yang bukan alelnya, sementara gen resesif dari pasangan gen II ini
juga epistatis terhadap pasangan gen I, maka epistasis yang terjadi dinamakan epistasis resesif
ganda.  Epistasis ini menghasilkan nisbah fenotipe 9 : 7 pada generasi F2.
Sebagai contoh peristiwa epistasis resesif ganda dapat dikemukakan pewarisan kandungan
HCN pada tanaman Trifolium repens. Terbentuknya HCN pada tanaman ini dapat dilukiskan
secara skema sebagai berikut.
                                              gen L                                                   gen H
                                                                                                         
                  Bahan dasar       enzim L       glukosida
sianogenik      enzim H       HCN                                 
Gen L menyebabkan terbentuknya enzim L yang mengatalisis perubahan bahan dasar menjadi
bahan antara berupa glukosida sianogenik. Alelnya, l, menghalangi pembentukan enzim L. Gen
H menyebabkan terbentuknya enzim H yang mengatalisis perubahan glukosida sianogenik
menjadi HCN, sedangkan gen h menghalangi pembentukan enzim H. Dengan demikian, l
epistatis terhadap H dan h, sementara h epistatis terhadap L dan l.  Persilangan dua tanaman
dengan kandungan HCN sama-sama rendah tetapi genotipenya berbeda (LLhh dengan llHH)
dapat digambarkan sebagai berikut:
                                 P :          LLhh          x         llHH
                                                 HCN rendah           HCN rendah
                                                                                      
                                  F1 :                      LlHh
                                                                HCN tinggi

                                  F2 :   9  L-H-   HCN tinggi
                                           3  L-hh  HCN rendah        HCN tinggi : HCN rendah
                                           3  llH-   HCN rendah                    9       :        7
                                           1  llhh   HCN rendah      
Gambar 2.8. Diagram persilangan epistasis resesif ganda
Contoh epistasis resesif ganda lainnya, yaitu :
Perkawinan Ayam Silky Putih (White Silky) dengan Ayam Dorking Putih (White
Dorking). Apabila Genotipe Ayam Silky Putih = AAbb dan Ayam Dorking Putih = aaBB. Gen A
menyebabkan timbulnya warna, aa menekan sifat B, sedangkan Gen B menimbulkan Warna dan
bb menekan Sifat A.
2.3.3.  Epistasis Dominan Duplikat
Apabila gen dominan dari pasangan gen I epistatis terhadap pasangan gen II yang bukan
alelnya, sementara gen dominan dari pasangan gen II ini juga epistatis terhadap pasangan gen I,
maka epistasis yang terjadi dinamakan epistasis dominan ganda.  Epistasis ini menghasilkan
nisbah fenotipe 15 : 1 pada generasi F2.
Contoh peristiwa epistasis dominan ganda dapat dilihat pada pewarisan bentuk
buah Capsella. Ada dua macam bentuk buah Capsella, yaitu segitiga dan oval. Bentuk segitiga
disebabkan oleh gen dominan C dan D, sedang bentuk oval disebabkan oleh gen resesif c dan d.
Dalam hal ini C dominan terhadap D dan d, sedangkan D dominan terhadap  C dan c.
                                      P :    CCDD      x        ccdd
                                               segitiga              oval
                                                               
                                                 F1 :               CcDd
                                                                    segitiga

                                                 F2 :  9 C-D-      segitiga
                                                         3 C-dd      segitiga             segitiga : oval
                                                         3 ccD-       segitiga                     15 : 1 
                                                         1 ccdd        oval         
Gambar 2.9. Diagram persilangan epistasis dominan ganda
Contoh lainnya yaitu :
Pada Sifat Penurunan Bulu Kaki Ayam. Apabila ayam yang kakinya berbulu dikawinkan
dengan ayam yang kakinya tidak berbulu, maka F1 akan didapatkan ayam yang kakinya berbulu.
Kemudian pada F2 didapatkan Ratio Fenotipe antara yang Kaki Berbulu dengan Kaki Tidak
Berbulu = 15:1.
Ilustrasinya adalah sebagai berikut : Apabila ayam yang kakinya berbulu memiliki
genotype AABB dan yang tidak berbulu memiliki genotype aabb, gen A akan menimbulkan bulu
pada Kaki dan aa menimbulkan sifat tidak berbulu. Sedangkan Gen B menimbulkan sifat berbulu
dan bb menimbulkan sifat tidak berbulu pada kaki.

2.4.6.  Gen Duplikat dengan Efek Kumulatif


Pada Cucurbita pepo  dikenal tiga macam bentuk buah, yaitu cakram, bulat, dan lonjong.
Gen yang mengatur pemunculan fenotipe tersebut ada dua pasang, masing-masing B dan b serta
L dan l.  Apabila pada suatu individu terdapat sebuah atau dua buah gen dominan dari salah satu
pasangan gen tersebut, maka fenotipe yang muncul adalah bentuk buah bulat (B-ll atau bbL-).
Sementara itu, apabila sebuah atau dua buah gen dominan dari kedua pasangan gen tersebut
berada pada suatu individu, maka fenotipe yang dihasilkan adalah bentuk buah cakram (B-L-).
Adapun fenotipe tanpa gen dominan (bbll) akan berupa buah berbentuk lonjong. Pewarisan sifat
semacam ini dinamakan epistasis gen duplikat dengan efek kumulatif.
                                 P :     BBLL        x        bbll
                                          cakram              lonjong
                                                                
                                           F1 :               BbLl
                                                             cakram
           F2 :  9 B-L-    cakram
                                                      3 B-ll    bulat                 cakram : bulat : lonjong  
                                                   3  bbL-    bulat                           9   :    6    :   1
                                                   1  bbll      lonjong

Gambar 2.11. Diagram persilangan epistasis gen duplikat dengan efek kumulatif


Contoh lain dari epistasis gen duplikat dengan efek kumulatif, yaitu :

Pada Tanaman Cucurbita pepo:


Pada Cucurbita pepo  dikenal tiga macam bentuk buah, yaitu cakram, bulat, dan lonjong.
Gen yang mengatur pemunculan fenotipe tersebut ada dua pasang, masing-masing B dan b serta
L dan l.  Apabila pada suatu individu terdapat sebuah atau dua buah gen dominan dari salah satu
pasangan gen tersebut, maka fenotipe yang muncul adalah bentuk buah bulat (B-ll atau bbL-).
Sementara itu, apabila sebuah atau dua buah gen dominan dari kedua pasangan gen tersebut
berada pada suatu individu, maka fenotipe yang dihasilkan adalah bentuk buah cakram (B-L-).
Adapun fenotipe tanpa gen dominan (bbll) akan berupa buah berbentuk lonjong. Pewarisan sifat
semacam ini dinamakan epistasis gen duplikat dengan efek kumulatif.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Persilangan dengan dua sifat beda ( dihibrid) menghasilkan rasio fenotipe 9:3:3:1, hanya
berlaku apabila kedua pasang gen yang mewarisi kedua pasang sifat tersebut masing- masing
terletak pada 2 kromosom yang berlainan, dan masing-masing mengekspresikan sifatnya sendiri,
beberapa cara penurunan tak mengikuti hukum ini, mengingat bahwa pengawasan suatu sifat
kadang – kadang tidak dilakukan oleh suatu pasang gen saja, tetapi oleh dua pasang atau lebih
gen yang mengadakan interaksi ( kerjasama ).Dan hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor.
Interaksi gen ini terjadi karena adanya 2 pasang gen atau lebih saling mempengaruhi
dalam memberikan fenotip pada suatu individu, terdapat pula penyimpangan semu terhadap
hukum Mendel yang tidak melibatkan modifikasi rasio fenotipe, tetapi menimbulkan fenotipe-
fenotipe yang merupakan hasil kerja sama atau interaksi dua pasang gen nonalelik. Interaksi gen
terjadi bila dua atau lebih gen mengekspresikan protein enzim yang membawa sifat yang baru
dari sifat induknya.
Contoh dari interaksi gen adalah Avatisme yang terjadi pada ayam berjengger rose yang
dikawinkan dengan ayam yang berjengger pea, akan menghasilkan sifat baru yang tidak ada pada
induknya, yaitu walnut : rose : pea : single = 9 : 3 : 3 : 1.
DAFTAR PUSTAKA
Stansfield, D. William .1991.,G enetika . PT. Gelora Aksara Pratama , Erlangga.

Suryo . 1986 ., Genetika Manusia. Gadjahmada University Press ,Yogyakarta.

Tim Dosen Genetika Dasar . 2010 ., Genetika Dasar . Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, UNIMED ,Medan.

Anonymous., 2009. Variasi Genetik. http:// I:\blog-Variasi-dan-genetiks.php.htm. 

 Anonymous.2010.,G enetika.http://w ikip edia.co m/evo lus i.

Bojonegoro,Isharmanto.2010.,InteraksiGen.http://biologigonz.blogspot.com/2010/05.interaks i-
gen .html.  

Anda mungkin juga menyukai