GENETIKA PETERNAKAN
OLEH:
NAMA : MALLOANGENG
NIM : I011 19 1250
KELAS : B2
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
BAB I
PENDAHULUAN
Hukum Mendel II menyatakan adanya pengelompokkan gen secara bebas. Seperti telah
diketahui, persilangan antara dua individu dengan satu sifat beda ( monohibrid) akan
menghasilkan rasio genotipe 1:2:1 dan rasio fenotipe 3:1. Sementara itu, persilangan dengan dua
sifat beda ( dihibrid) menghasilkan rasio fenotipe 9:3:3:1, hanya berlaku apabila kedua pasang
gen yang mewarisi kedua pasang sifat tersebut masing-masing terletak pada 2 kromosom yang
berlainan, dan masing-masing mengekspresikan sifatnya sendiri. Beberapa cara penurunan tak
mengikuti hukum ini, mengingat bahwa pengawasan suatu sifat kadang – kadang tidak dilakukan
oleh suatu pasang gen saja, tetapi oleh dua pasang atau lebih gen yang mengadakan interaksi
( kerjasama ). Dan hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor.
Pada 1906, W.Batenson dan R.C Punnet menemukan bahwa pada persilangan F2
dihasilkan rasio fenotipe 14 : 1 : 1 : 3. Mereka menyilangkan kacang kapri berbunga ungu yang
serbuk sarinya lonjong dengan kacang kapri berbunga mearah yang serbuk sarinya bundar. Rasio
fenotipe dari keturunan ini menyimpang dari hukum mendel yang seharusnya pada keturunan
kedua (F2), perbandingan fenotipenya 9 : 3 : 3 : 1.
Pada 1910, seorang sarjana Amerika yang bernama T.H Morgan dapat memecahkan
misteri tersebut.Morgan menemukan bahwa kromosom mengandung banyak gen dan mekanisme
pewarisannya menyimpang dari hukum Mendel. Hingga saat ini, telah diketahui bahwa lalat
buah memiliki kira – kira 5000 gen,padahal lalat buah hanya memiliki 4 pasang kromosom saja.
Sepasang di antaranya memiliki ukuran kecil sekali, menyerupai dua buah titik. Jadi, dalam
sebuah kromosom tidak terdapat sebuah gen saja melainkan puluhan,bahkan ratusan gen.
Pada umumnya gen memiliki pekerjaan sendiri – sendiri untuk menumbuhkan
karakter, tetapi ada beberapa genyang berinteraksi atau menumbuhkan karakter. Gen tersebut
mungkin terdapat pada kromosom yang sama atau pada kromosom yang berbeda. Interaksi antar
gen akan menimbulkan perbandingan fenotipe keturunan yang menyimpang dari hukum Mendel,
keadaan ini disebut penyimpangan hukum Mendel.
Menurut mendel, perbandingan fenotipe F2 pada persilangan dihibrid adalah 9 : 3 : 3 : 1.
Apabila terjadi penyimpangan hukum Mendel, perbandingan fenotipe dapat menjadi 9 : 3 : 4, 9 :
7 atau 12 : 3 : 1. Perbandingan tersebut merupakan modifikasi dari 9 : 3 : 3 :1
BAB II
PEMBAHASAN
Dari hasil persilangan tersebut dapat dilihat bahwa timbulnya sifat/warna lain yang
disebabkan oleh Faktor tersembunyi jumlahnya lebih banyak sehingga disini dapat disimpulkan
bahwa Faktor tersembunyi yang menimbulkan warna Krem = dominan
B. Komplementer
Komplementer adalah peristiwa dimana 2 gen dominan saling mempengaruhi atau
melengkapi dalam mengekspresikan suatu sifat. Dengan kata lain bahwa Komplementer
merupakan bentuk kerjasama dua gen dominan yang saling melengkapi untuk memunculkan
suatu karakter. Gen Komplementer adalah interaksi antara dua gen dominan, jika terdapat
bersama-sama akan saling melengkapi sehingga muncul fenotipe alelnya. Bila salah satu gen
tidak ada, maka pemunculan sifat terhalang.
Contoh karakter yang dipengaruhi oleh gen komplementer antara lain :
Warna bunga kacang Lathyrus odoratus
Warna kulit biji jagung
Bentuk buah labu summer squash (Cucurbita pepo)
Tuli (“Deaf mutism”) pada manusia
Melihat angka perbandingan F2 yang hampir sama, yaitu 9 : 7, maka bila suatu perkawinan
hanya menghasilkan anak sedikit (misalnya 1 atau 2) dimungkinkan semua normal atau semua
bisu tuli.
Kunci pemahamam gen-gen komplementer adalah :
rr epistasis (menutupi) B dan b
bb epistasis (menutupi) A dan a
C. Polimer (15 : 1)
Polimer adalah Pola penurunan sifat yang berdasarkan banyak gen sehingga disebut
juga Multiple Gen Heredity = Quantitatif Heredity atau Poymeri.
Polimer adalah peristiwa dimana beberapa sifat beda yang berdiri sendiri-sendiri
mempengaruhi bagian yang sama dari suatu individu. Polimer adalah bentuk interaksi gen yang
bersifat kumulatif (saling menambah). Perbedaan dengan komplementer adalah tanpa kehadiran
salah satu gen (alel dominan) karakter yang disebabkannya tetap muncul, hanya mutu /
derajatnya yang kurang dibandingkan dengan kehadirannya. Gen yang menumbuh kan karakter
polimeri biasanya lebih dari 2 gen sehingga disebut “karakter gen ganda (polygenic
inheritance)”.
Seperti telah dijelaskan pada Bab Monohybrid terdahulu bahwa sifat Kuantitatif ini peka
terhadap pengaruh lingkungan, variasinya bertingkat-tingkat dan biasanya dipengaruhi oleh
banyak gen. Penurunan sifat Kuantitatif ini banyak terdapat pada sifat-sifat penting yang
mempengaruhi nilai ekonomis seekor ternak, misalnya : Produksi Susu, Produksi Telur,
Pertambahan Berat Badan pada ternak, penimbunan lemak dsb. Dengan kata lain bahwa sifat
Kuantitatif berkaitan erat dengan Produksi dan Produktivitas seekor ternak.
Hipotesa tentang Polimer atau Multiple Gen Heredity ini pertama kali dikemukakan oleh
Nilson-Ehla, yaitu pada tahun 1908 dengan materi tanaman Gandum yaitu Gandum berbiji
Merah disilangkan dengan Gandum berbiji Putih.
Dari persilangan yang dilakukan oleh Nelson Ehla pada gandum berbiji merah dengan gen
berbiji putih, pada F1 didapatkan gandum berbiji Merah tetapi warna bijinya tidak merah tua
seperti Parentalnya. Sedangkan pada F2 didapatkan perbandingan Gandum berbiji Merah dengan
Putih yaitu 15 : 1.
Namun ia menemukan variasi warna yang bertingkat-tingkat dari hasil keturunan nya,
yaitu Merah Tua (Dark Red), Merah agak tua (Medium Dark Red), Merah Muda (Medium Red),
Kemerahan (Light Red) dan Putih. Apabila dilihat dari warna biji maka orang mengira bahwa
sifat tersebut ditentukan oleh sepasang gen saja, namun apabila melihat hasil perbandingan pada
F2 yaitu 15 : 1, maka dapat disimpulkan bahwa sifat ini ditentukan oleh lebih dari satu pasang
gen.
Peristiwa tersebut mirip dengan persilangan dihibrid tidak dominan sempurna ulang
menghasilkan warna peralihan seperti merah muda. Warna yang dihasilkan ini tidak hanya
dikontrol oleh satu pasangan gen saja melainkan oleh dua gen yang berbeda lokus, namun masih
berpengharuh terhadap sifat yang sama, peristiwa ini disebut polimeri. Jadi Polimeri adalah dua
gen atau lebih yang menempati lokus berbeda, tetapi memiliki sifat yang sama.
Berdasarkan hasil generasi F2 dapat diketahui, bahwa fenotipe merah akan selalu muncul
jika mendapatkan gen dominan M berapapun jumlahnya. Fenotipe putih hanya akan muncul, jika
tidak terdapat gen dominan M. Semakin banyak jumlah gen dominan, maka sifat yang muncul
akan semakin kuat. Jadi, satu ciri dipengaruhi oleh banyak gen dan terjadi secara akumulatif
(Cumulative=Additive)
Contoh polimeri yang lain adalah :
1. Warna kulit dan warna iris pada mata manusia.
2. Sifat Ketebalan Lemak Punggung (Back Fat) pada Ternak babi.
Sifat ketebalan lemak punggung (back fat) pada ternak babi merupakan sifat yang
penurunannya secara kuantitatif.
Misalnya Babi yang mempunyai ketebalan lemak punggung 0,8 inch mempunyai
genotype bbff (Simbol B atau b = Back dan F atau f = Fat), berarti gen b dan f merupakan gen
netral yang menentukan tidak adanya pertambahan ketebalan lemak punggung.
Sedangkan Gen B dan F merupakan gen aktif yang menentukan adanya pertambahan
ketebalan lemak punggung sebesar 0,2 inch.
Bila Babi dengan Back Fat 0,8 inch dikawinkan dengan Babi Back fat 1,6 inch, maka F1
diperoleh Babi dengan Back Fat 1,2 inch dan F2 hasil intersemating diperoleh Fenotipe Babi
dengan Back Fat yaitu : 1,6; 1,4; 1,2; 1,0 dan 0,8
9. Sifat-Sifat Produksi yang lain dalam bidang peternakan yang pola penurunannya
termasuk Kuantitatif dan Frekuensinya mengikuti Kurve Distribusi Normal adalah Produksi
Susu, PBB, Produksi telur dll. Jadi Individu-Individu yang mempunyai produksi Medium/rata-
rata terdapat dalam
2.3. Epistasis
Epistasis adalah interaksi di mana sebuah gen mengalahkan pengaruh gen lain yang bukan
alelnya. Gen yang mengalahkan disebut ”epistasis” dan gen yang dikalahkan disebut
”hypostasis”. Pada peristiwa epistasis, paling sedikit harus ada 2 pasang gen yang terlibat. Gen
pada lokus yang satu berinteraksi dengan gen pada lokus lain. Dari hasil interaksi tersbut
diperoleh fenotip yang tidak akan diperoleh jika gen-gen tersebut bekerja sendiri-sendiri.
Interaksi epistasis sama sifatnya dengan kondisi dominan resesif, perbedaannya adalah kondisi
dominan-resesif berlaku bagi gen sealel. Ada 6 tipe ratio epistasis dari induk dihibrida yang
umum dikenal, yaitu:
1. Epistasis resesif (9:3:4); misal: warna bulu mencit, warna biji buncis
2. Epistasis dominan ganda (15:1)
3. Epistasis resesif ganda (9:7)
2.3.1. Epistasis Resesif
Peristiwa epistasis resesif terjadi apabila suatu gen resesif menutupi ekspresi gen lain
yang bukan alelnya. Akibat peristiwa ini, pada generasi F2 akan diperoleh nisbah fenotipe 9 : 3 :
4.
Contoh epistasis resesif dapat dilihat pada pewarisan warna bulu mencit (Mus
musculus). Ada dua pasang gen nonalelik yang mengatur warna bulu pada mencit, yaitu gen A
menyebabkan bulu berwarna kelabu, gen a menyebabkan bulu berwarna hitam, gen C
menyebabkan pigmentasi normal, dan gen c menyebabkan tidak ada pigmentasi. Persilangan
antara mencit berbulu kelabu (AACC) dan albino (aacc) dapat digambarkan seperti pada diagram
berikut ini.
P : AACC x aacc
kelabu albino
F1 : AaCc
kelabu
F2 : 9 A-C- kelabu
3 A-cc albino kelabu : hitam : albino
3 aaC- hitam 9 : 3 : 4
1 aacc albino
Gambar 2.7. Diagram persilangan epistasis resesif
Contoh lain dari epistasis resesif, yaitu :
Pewarisan warna bulu mencit (Mus musculus). Ada dua pasang gen nonalelik yang
mengatur warna bulu pada mencit, yaitu gen A menyebabkan bulu berwarna kelabu, gen a
menyebabkan bulu berwarna hitam, gen C menyebabkan pigmentasi normal, dan gen c
menyebabkan tidak ada pigmentasi. Persilangan antara mencit berbulu kelabu (AACC) dan
albino (aacc) dapat digambarkan seperti pada diagram berikut ini.
Pada Rhodentia, dilakukan perkawinan antara Hewan yang berwarna Hitam dengan
Genotipe AABB dengan Hewan Albino dengan Genotipe aabb. Gen A menampakkan warna
Hitam sedangkan aa menampakkan warna Kream. Gene B menampakkan timbulnya warna,
sedangkan bb menutupi timbulnya warna, dalam hal ini bb menutupi gen A.
2.3.2. Epistasis Resesif Duplikat
Apabila gen resesif dari suatu pasangan gen, katakanlah gen I, epistatis terhadap pasangan
gen lain, katakanlah gen II, yang bukan alelnya, sementara gen resesif dari pasangan gen II ini
juga epistatis terhadap pasangan gen I, maka epistasis yang terjadi dinamakan epistasis resesif
ganda. Epistasis ini menghasilkan nisbah fenotipe 9 : 7 pada generasi F2.
Sebagai contoh peristiwa epistasis resesif ganda dapat dikemukakan pewarisan kandungan
HCN pada tanaman Trifolium repens. Terbentuknya HCN pada tanaman ini dapat dilukiskan
secara skema sebagai berikut.
gen L gen H
Bahan dasar enzim L glukosida
sianogenik enzim H HCN
Gen L menyebabkan terbentuknya enzim L yang mengatalisis perubahan bahan dasar menjadi
bahan antara berupa glukosida sianogenik. Alelnya, l, menghalangi pembentukan enzim L. Gen
H menyebabkan terbentuknya enzim H yang mengatalisis perubahan glukosida sianogenik
menjadi HCN, sedangkan gen h menghalangi pembentukan enzim H. Dengan demikian, l
epistatis terhadap H dan h, sementara h epistatis terhadap L dan l. Persilangan dua tanaman
dengan kandungan HCN sama-sama rendah tetapi genotipenya berbeda (LLhh dengan llHH)
dapat digambarkan sebagai berikut:
P : LLhh x llHH
HCN rendah HCN rendah
F1 : LlHh
HCN tinggi
F2 : 9 L-H- HCN tinggi
3 L-hh HCN rendah HCN tinggi : HCN rendah
3 llH- HCN rendah 9 : 7
1 llhh HCN rendah
Gambar 2.8. Diagram persilangan epistasis resesif ganda
Contoh epistasis resesif ganda lainnya, yaitu :
Perkawinan Ayam Silky Putih (White Silky) dengan Ayam Dorking Putih (White
Dorking). Apabila Genotipe Ayam Silky Putih = AAbb dan Ayam Dorking Putih = aaBB. Gen A
menyebabkan timbulnya warna, aa menekan sifat B, sedangkan Gen B menimbulkan Warna dan
bb menekan Sifat A.
2.3.3. Epistasis Dominan Duplikat
Apabila gen dominan dari pasangan gen I epistatis terhadap pasangan gen II yang bukan
alelnya, sementara gen dominan dari pasangan gen II ini juga epistatis terhadap pasangan gen I,
maka epistasis yang terjadi dinamakan epistasis dominan ganda. Epistasis ini menghasilkan
nisbah fenotipe 15 : 1 pada generasi F2.
Contoh peristiwa epistasis dominan ganda dapat dilihat pada pewarisan bentuk
buah Capsella. Ada dua macam bentuk buah Capsella, yaitu segitiga dan oval. Bentuk segitiga
disebabkan oleh gen dominan C dan D, sedang bentuk oval disebabkan oleh gen resesif c dan d.
Dalam hal ini C dominan terhadap D dan d, sedangkan D dominan terhadap C dan c.
P : CCDD x ccdd
segitiga oval
F1 : CcDd
segitiga
F2 : 9 C-D- segitiga
3 C-dd segitiga segitiga : oval
3 ccD- segitiga 15 : 1
1 ccdd oval
Gambar 2.9. Diagram persilangan epistasis dominan ganda
Contoh lainnya yaitu :
Pada Sifat Penurunan Bulu Kaki Ayam. Apabila ayam yang kakinya berbulu dikawinkan
dengan ayam yang kakinya tidak berbulu, maka F1 akan didapatkan ayam yang kakinya berbulu.
Kemudian pada F2 didapatkan Ratio Fenotipe antara yang Kaki Berbulu dengan Kaki Tidak
Berbulu = 15:1.
Ilustrasinya adalah sebagai berikut : Apabila ayam yang kakinya berbulu memiliki
genotype AABB dan yang tidak berbulu memiliki genotype aabb, gen A akan menimbulkan bulu
pada Kaki dan aa menimbulkan sifat tidak berbulu. Sedangkan Gen B menimbulkan sifat berbulu
dan bb menimbulkan sifat tidak berbulu pada kaki.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Persilangan dengan dua sifat beda ( dihibrid) menghasilkan rasio fenotipe 9:3:3:1, hanya
berlaku apabila kedua pasang gen yang mewarisi kedua pasang sifat tersebut masing- masing
terletak pada 2 kromosom yang berlainan, dan masing-masing mengekspresikan sifatnya sendiri,
beberapa cara penurunan tak mengikuti hukum ini, mengingat bahwa pengawasan suatu sifat
kadang – kadang tidak dilakukan oleh suatu pasang gen saja, tetapi oleh dua pasang atau lebih
gen yang mengadakan interaksi ( kerjasama ).Dan hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor.
Interaksi gen ini terjadi karena adanya 2 pasang gen atau lebih saling mempengaruhi
dalam memberikan fenotip pada suatu individu, terdapat pula penyimpangan semu terhadap
hukum Mendel yang tidak melibatkan modifikasi rasio fenotipe, tetapi menimbulkan fenotipe-
fenotipe yang merupakan hasil kerja sama atau interaksi dua pasang gen nonalelik. Interaksi gen
terjadi bila dua atau lebih gen mengekspresikan protein enzim yang membawa sifat yang baru
dari sifat induknya.
Contoh dari interaksi gen adalah Avatisme yang terjadi pada ayam berjengger rose yang
dikawinkan dengan ayam yang berjengger pea, akan menghasilkan sifat baru yang tidak ada pada
induknya, yaitu walnut : rose : pea : single = 9 : 3 : 3 : 1.
DAFTAR PUSTAKA
Stansfield, D. William .1991.,G enetika . PT. Gelora Aksara Pratama , Erlangga.
Tim Dosen Genetika Dasar . 2010 ., Genetika Dasar . Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, UNIMED ,Medan.
Bojonegoro,Isharmanto.2010.,InteraksiGen.http://biologigonz.blogspot.com/2010/05.interaks i-
gen .html.