Anda di halaman 1dari 16

Plagiasi_Andi Zafira Armelya

MAKALAH PANCASILA

SILA KE-5

“KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT


INDONESIA”

Di Susun Oleh:
Andi Zafira Armelya
M021221067
Kehutanan D & Rekayasa Kehutanan B

Fakultas Kehutanan
Program Studi Rekayasa Kehutanan
Universitas Hasanuddin
Makassar
2022

2
DAFTAR ISI

SAMPUL .......................................................................................................................1
DAFTAR ISI .................................................................................................................2
BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................................3
1.1 LATAR BELAKANG .........................................................................................3
1.2 RUMUSAN MASALAH .....................................................................................3
1.3 TUJUAN ..............................................................................................................4
BAB 2 PEMBAHASAN ...............................................................................................5
2.1 Keadilan ...............................................................................................................5
2.2 Keadilan Sosial ....................................................................................................6
2.3 Nilai dari Sila “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia” .......................7
2.4 Kasus yang belum terimplementasikan dengan baik dari “Keadilan Sosial bagi
Seluruh Rakyat Indonesia” .......................................................... ...........................10
2.5 Dampak dari sila “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia” ................12
BAB 3 PENUTUP .......................................................................................................14
3.1 Kesimpulan ........................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................15

3
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pancasila sebagai kepribadian bangsa Indonesia yang merupakan pembentuk jiwa


bangsa dalam sikap mental dan tingkah laku serta perbuatan. Pancasila sebagai falsafah
hidup, sekaligus sebagai ideologi dan moralitas bangsa, yang harus dikembangkan sesuai
dengan kodrat manusia. Tindakan yang menyimpang dari pancasila juga berarti
menyimpang dari kehidupan luhur bangsa Indonesia.

Kenyataannya, realisasi Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia masih jauh


dari harapan Pancasila itu sendiri. Masih banyak orang yang belum memahami sepenuhnya
arti dari perintah pertama dan kelima. Banyak orang yang hanya paham membaca peraturan
Pancasila, tetapi tidak memahami pokok-pokoknya, sehingga banyak terjadi penyimpangan
dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dan yang masih banyak disalahgunakan
adalah keadilan ganda di bangsa ini, antara pemerintah dan rakyatnya. Dan gambaran
kehidupan bangsa ini adalah yang kaya semakin berkuasa dan yang miskin semakin miskin.

1.2 RUMUSAN MASALAH

• Apa nilai dari Sila “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia” ?
• Apa dampak dari sila “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”?
• Apa kasus yang belum terimplementasikan dengan baik dari sila “Keadilan Sosial
bagi Seluruh Rakyat Indonesia”?

4
1.3 TUJUAN
• Untuk mengetahui nilai dari Sila “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”
• Untuk mengetahui dampak dari sila “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat
Indonesia”
• Untuk mengetahui Kasus yang belum terimplementasikan dengan baik dari sila
“Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”

5
BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Keadilan

Menurut Noor Ms. Bakry, istilah keadilan berasal dari kata adil yang artinya
memperlakukan dan memberikan rasa kewajiban yang sudah menjadi hak mereka terhadap
diri sendiri, terhadap manusia dan terhadap Tuhan. Keadilan dalam Perintah Keadilan
sosial itu istimewa karena merupakan keadilan terhadap sesama, penuh keadilan terhadap
diri sendiri dan keadilan terhadap Tuhan. Keadilan dalam urutan kelima ini diartikan
sebagai sifat-sifat dan syarat-syarat yang melekat pada keadilan untuk mengakui hak-hak
orang lain. Keadilan adalah suatu keadaan dimana seseorang menerima perlakuan yang
sesuai dengan Haknya dan sesuai dengan Harkat dan martabatnya sehingga tampak sama
derajadnya dimata orang lain.

Keadilan hak dilindungi oleh hukum untuk kepentingan umum. Tidak ada pilih
kasih atau pendapat, semua diperlakukan sesuai hak dan kewajibannya.

Dalam Pancasila sila ke-5 berbunyi “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”
yang artinya seluruh warga Indonesia berhak mendapatkan keadilan yang merata.

2.2 Keadilan Sosial

Keadilan sosial adalah keadilan yang berlaku dalam masyarakat dalam segala
bidang kehidupan, baik materiil maupun spiritual. Artinya keadilan tidak hanya berlaku
bagi orang kaya, tetapi juga bagi orang miskin, tidak hanya bagi pejabat, tetapi juga bagi
rakyat biasa, yaitu semua orang Indonesia, tanpa memandang apakah mereka berada di
wilayah negara Republik Indonesia Indonesia maupun berada di negara lain.

6
Sila Kelima yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang mengandung sebelas
makna, yaitu:

1. Mengembangkan perbuatan mulia yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan


dan gotong royong.

2. Bersikap adil.

3. Menyeimbangkan hak dan tanggung jawab.

4. Menghormati hak orang lain.

5. Saya suka membantu orang lain.

6. Jangan mengancam orang lain.

7. Saya tidak menginginkan gaya hidup yang mewah.

8 Kami tidak akan terlibat dalam tindakan yang merugikan kepentingan publik.

9. Suka bekerja keras.

10. Menghargai karya orang lain.

11. Bekerja sama untuk menghasilkan kemajuan yang adil dan konsisten.

2.3 Nilai dalam Sila “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”

Menurut Darmodihardjo (1979), yang dimaksud dengan “keadilan sosial” adalah


keadilan yang berlaku dalam masyarakat dalam bidang kehidupan material dan spiritual,
sedangkan “seluruh rakyat Indonesia” adalah semua warga negara Indonesia, tanpa
memandang apakah mereka tinggal di wilayah Republik Indonesia atau warga negara
Indonesia yang berada di luar negeri. Jadi “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”
berarti setiap orang Indonesia berhak atas perlakuan yang adil di bidang hukum, politik,
sosial, ekonomi dan budaya. Aturan keadilan sosial ini merupakan tujuan dari empat

7
perintah sebelumnya dan tujuan bangsa Indonesia dalam negara yang terwujud dalam
masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila (Darmodihardjo 1979).

Suryawasita (1989) mengemukakan tiga prinsip keadilan sosial, yaitu keadilan


berbasis hak, keadilan berbasis pelayanan, dan keadilan berbasis kebutuhan. Keadilan
berbasis hak adalah keadilan yang diperhitungkan atas dasar hak untuk diterima oleh
seseorang. Keadilan berbasis layanan adalah hak yang dihitung berdasarkan layanan yang
diberikan oleh seseorang. Keadilan berbasis kebutuhan, di sisi lain, adalah keadilan yang
dihitung berdasarkan apa yang dibutuhkan seseorang.

Nilai-nilai yang terkandung dalam semua peraturan keadilan sosial Indonesia


didasarkan dan dijiwai oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan
beradab, masyarakat dan warga negara Indonesia, berpedoman pada kebijaksanaan
penasehat atau perwakilan.

Dalam Sila ke-5 mengandung nilai-nilai yang menjadi tujuan negara sebagai tujuan hidup
bersama. Oleh karena itu, sila kelima memiliki nilai keadilan untuk dipahami dalam
kehidupan bermasyarakat. Keadilan didasarkan pada dan meresapi hakekat keadilan
manusia, yaitu keadilan dalam hubungan antara manusia dengan dirinya sendiri, manusia
dengan manusia lain, manusia dengan masyarakatnya, bangsa dan negara, serta manusia
dengan Tuhan.

1) Keadilan Distributif

Aristoteles mengklaim bahwa keadilan diwujudkan ketika hal-hal yang sama


digunakan secara sama dan hal-hal yang tidak sama digunakan secara berbeda. Keadilan
distributif sendiri merupakan hubungan keadilan antara negara dan warga negaranya dalam
arti negara memiliki kewajiban untuk mewujudkan keadilan berupa keadilan distributif,
kepedulian, pertolongan, dukungan dan kesempatan dalam kehidupan bersama. berdasarkan
hak dan kewajiban..

8
2) Keadilan Legal (Keadilan Bertaat)

Ini adalah hubungan hukum antara warga negara dengan negara, dan dalam hal ini
warga negara memiliki kewajiban untuk melaksanakan keadilan dengan memperhatikan
peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara tersebut. Plato berpendapat bahwa
keadilan dan hukum adalah substansi spiritual umum masyarakat, membentuk dan menjadi
kesatuannya. Dalam masyarakat yang adil, setiap orang melakukan pekerjaan yang paling
sesuai dengan kodratnya. Pendapat Plato disebut keadilan moral sedangkan yang lain
menyebutnya keadilan legal.

3) Keadilan Komulatif

Ini adalah hubungan yang adil antara satu warga negara dan warga negara lainnya,
berdasarkan timbal balik. Tujuan dari keadilan ini adalah untuk menjaga ketertiban umum
dan kebaikan bersama. Bagi Aristoteles, konsep keadilan ini merupakan asas kebersamaan
dan ketertiban dalam masyarakat. Semua tindakan yang ditujukan untuk tujuan ekstrim
menyebabkan ketidakadilan dan melemahkan atau bahkan menghancurkan ikatan dalam
masyarakat.

Nilai-nilai keadilan ini harus menjadi dasar yang harus dilaksanakan ketika hidup
bersama dengan negara untuk mewujudkan tujuan negara, yaitu mewujudkan kebaikan
semua warganya dan melindungi seluruh warga negara dan wilayahnya, mencerdaskan
semua warganya. Demikian pula nilai-nilai keadilan yang menjadi dasar persatuan bangsa-
bangsa dunia dan asas bahwa kita ingin menciptakan tatanan hidup berdampingan dalam
persatuan bangsa-bangsa sedunia, yang berlandaskan asas kemerdekaan setiap bangsa,
perdamaian abadi dan keadilan dalam hidup bersama (mutual justice).

9
2.4 Kasus yang belum terimplemtasikan dengan baik dari sila “Keadilan Sosial
bagi Seluruh Rakyat Indonesia”

KASUS PERTAMA

Ketika berbicara tentang keadilan sosial, dimensi yang menonjol adalah dimensi
struktural, atau “kesenjangan antara kelompok yang mendapat lebih banyak dan lebih
sedikit”. Dalam konteks ini, upaya mewujudkan keadilan sering dikaitkan dengan
pengurangan ketimpangan (Sujatmiko, 2006). Jika demikian, realitas Indonesia yang
menunjukkan kesenjangan sosial yang besar antara elit dan terpinggirkan, menunjukkan
adanya masalah ketidakadilan sosial di Indonesia.

Salah satu contoh konkret adalah kasus ketidakadilan yang terjadi di bumi Papua.
Berdasarkan hasil studi dan penelitian yang dilakukan LIPI pada 2008, wacana
pembangunan dalam perspektif rakyat Papua dimaknai sebagai upaya negara dalam
melakukan marjinalisasi rakyat Papua dan mengenalkan sistem kapitalisme yang bermuara
pada eksploitasi sumber alam di Tanah Papua. Selain itu, mereka yang relatif lebih
diuntungkan dari pembangunan di Tanah Papua adalah warga pendatang (Widjojo, dkk.,
2009).

Mantan Presiden DPRD Papua (1974-1977) dan Wakil Gubernur (1977-1982),


Ellyas Paprindey, secara gamblang mengungkapkan ketidakadilan sosial yang dirasakan
masyarakat adat. Menurutnya, rasa ketidakpuasan, ketidak adilan rakyat Papua dalam
pembangunan, khususnya dalam kaitannya dengan peningkatan kesejahteraan,
menyebabkan munculnya tuntutan kemerdekaan Papua (Maniagas, 2001). Hal ini juga
didukung oleh hasil penelitian dan survei yang dilakukan oleh Yayasan Penguatan
Partisipasi, Inisiatif dan Kemitraan Masyarakat Sipil Indonesia (YAPPIKA) bahwa
masyarakat Papua merasa pemerintah dan aparat keamanan mendukung pemerintah dan
aparat keamanan diperlakukan tidak adil. yang lebih mengunggulkan pemilik modal yang
merupakan masyarakat pendatang dibandingkan masyarakat asli Papua. Alat-alat produksi
juga dikuasai oleh para pendatang, sehingga penduduk lokal sangat bergantung pada
mereka. Selain itu, akses pasar yang sulit bagi masyarakat setempat, yang membatasi

10
pengembangan produk pertanian dan pengolahan hasil pertanian lainnya (Raweyai, 2002).
Daftar panjang ketidakadilan yang diderita oleh masyarakat Papua diperparah dengan
perlakuan terhadap konflik Papua yang biasanya diabaikan atau hanya diselesaikan secara
sepihak sehingga menimbulkan kebingungan, kecurigaan dan ketidakpedulian di kalangan
masyarakat Papua (Widjojo, dkk., 2009).

Realitas ketimpangan sosial, ekonomi, dan politik di Papua juga terbukti menjadi
sumber konflik kekerasan dan mendorong munculnya kelompok-kelompok identitas lokal,
baik berupa kelas atau kelompok bersenjata maupun kelompok ideologis (Widjojo, dkk.,
2009). Contoh kelompok identitas lokal tersebut adalah Organisasi Papua Merdeka (OPM),
yang seringkali anti pemerintah dan mengungkapkan keinginan sebagian masyarakat Papua
untuk memisahkan diri dari negara kesatuan Republik Indonesia. Jika ketidakadilan ini
terus berlanjut, diperkirakan Indonesia akan kehilangan Papua seperti Timor Timur sebagai
bagian dari negara kesatuan Republik Indonesia dalam beberapa tahun ke depan..

Dengan jatuhnya negara Papua, dapat dikatakan bahwa masalah ketidakadilan sosial
kini menjadi salah satu masalah utama yang dihadapi bangsa Indonesia, yang dapat
mengancam persatuan dan integrasi bangsa. Masalah ini berakar dari adanya ketimpangan
sosial akibat pelaksanaan keadilan sosial yang belum tuntas, menimbulkan kecemburuan di
antara mereka yang merasa tertindas dan membuat mereka kehilangan akal sehat dan tekad
bersama untuk berdiri sebagai bangsa, yaitu mempersatukan bangsa Indonesia. Ketika
muncul kelompok-kelompok identitas yang menunjukkan adanya gerakan separatisme,
maka integrasi nasional yang lebih merupakan ikatan moral terancam.

Ancaman terhadap integrasi nasional semacam itu tidak boleh berlanjut. Berawal
dari Suryawasita (1989), yang menurutnya fokus utama dari prinsip keadilan sosial adalah
kepedulian terhadap nasib anggota masyarakat terbelakang, justru anggota masyarakat
terbelakang ini yang harus lebih diperhatikan, mereka juga dapat merasakan keadilan sosial
sebagai bagian dari bangsa Indonesia (Suryawasita, 1989). Keadilan dan persatuan
Indonesia harus mengacu pada sikap peduli yang seimbang dan tidak hanya fokus pada
bagian dari Pancasila, keadilan sosial atau hanya daerah. Redistribusi sumber daya

11
kesejahteraan, yang didistribusikan secara merata oleh negara sebagai aktor publik, harus
lebih diperhatikan dan dilaksanakan sepenuhnya (Bagir, dkk., 2011).

KASUS KEDUA

Ketimpangan Dunia Pendidikan di Indonesia

Di tengah euforia 71 tahun kemerdekaan Indonesia, kita patut khawatir karena


banyak lembaga pendidikan yang kondisinya masih memprihatinkan. Bahkan, banyak
gedung sekolah di pelosok nusantara yang sudah reyot dan di ambang kehancuran. Tingkat
kemiskinan dan keterbelakangan yang tinggi juga merupakan tanda bahwa tidak semua
orang Indonesia memiliki akses ke pendidikan formal. Hal ini disebabkan oleh banyak
faktor seperti budaya lokal yang kuat tidak menjadikan sekolah sebagai kebutuhan penting
bagi anak dan kendala ekonomi.

Diberitakan oleh media massa baik cetak maupun elektronik setiap menjelang hari
kemerdekaan Republik Indonesia. Ketimpangan fasilitas penunjang sekolah di pelosok
negeri sangat memprihatinkan. Selain ruang belajar mengajar yang menjadi perhatian
utama, sekolah di pedesaan dan terpencil rata-rata masih belum memiliki fasilitas
perpustakaan yang memadai bagi siswanya, kecuali buku referensi. Tenaga pengajar yang
tersedia juga minim dan tidak sebanding dengan jumlah siswa.

Padahal, gaji para guru tersebut sangat rendah dan tidak masuk akal, yaitu sekitar
Rp200 ribu - Rp300 ribu. Ini jauh dari gaji guru PNS bersertifikat yang bisa Rp 5 juta per
bulan. Padahal, beban guru di daerah terpencil lebih besar tanpa dukungan layanan
pendidikan yang memadai. Keadaan lembaga pendidikan di pedesaan dan daerah terpencil
negara menjadi semakin sempurna, dan warga negara berhak untuk bebas pindah ke
sekolah yang tidak mendukungnya. Masalah ini dilaporkan oleh salah satu surat kabar cetak
lokal. Penduduk desa Purwojiwo, kecamatan kalikajar, Wonosobo dengan jumlah
penduduk 3.000 jiwa sebagian besar hanya tamat SD. Sebagian besar bekerja sebagai
petani. Mereka tidak mampu menyekolahkan anak mereka ke sekolah menengah atas dan
sulit untuk bersekolah.

12
Potret miris ini seharusnya menjadi tamparan bagi pemerintah. Di tengah usia
Republik Indonesia yang terbilang tua yakni 71 tahun, seharusnya tidak ada lagi
ketimpangan dalam dunia pendidikan. Jika negara lain, terutama negara tetangga
mengetahui situasi ini akan sangat memalukan, apalagi beberapa negara tetangga, seperti
Malaysia pernah mempelajari pedidikan di Indonesia. Sayangnya, Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan yang baru, Muhadjir Effendy sepertinya tidak memahami adanya ketimpangan
dalam dunia pendidikan kita. Setelah Presiden Joko Widodo mengangkatnya untuk
menggantikan Anies Basweda. Bahkan, Menteri Muhadjir langsung meluncurkan Full Day
School Scheme (FDS) dan berencana mengakhiri kebijakan sekolah gratis karena dianggap
mempersulit anggaran negara.

2.5 Dampak dari sila “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”

• Dampak Positif :
1. Perlakuan yang adil di kehidupan lain atau tidak ada diskriminasi
2. Penghapusan politik dinasti (kekuasaan turun temurun; dari orang tua ke anak)
3. Kesejahteraan masyarakat yang adil, keadilan yang setara tanpa memandang
status dan kepentingan
4. Keseimbangan yang tepat antara kehidupan pribadi dan sosial
5. Keseimbangan yang tepat antara kebutuhan fisik dan mental, material dan
spiritual
• Dampak Negatif :
1. Pemisahan ruang publik antara pejabat dan rakyat biasa.
2. Keadilan hanya untuk golongan tertentu dalam arti penyelesaian masalah selalu
selektif dan menguntungkan pihak yang seharusnya bersalah.
3. Diskriminasi antar suku.

13
2.6 Solusi dari masalah yang ditimbulkan sila “Keadilan Sosial bagi Seluruh
Rakyat Indonesia”

1. Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana


kekeluargaan dan kegotongroyongan.
2. Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
4. Menghormati hak orang lain.
5. Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap
orang lain.
6. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal bersifat pemborosan dan gaya hidup
mewah.
7. Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan
kepentingan umum.
8. Senang bekerja keras.
9. Selalu menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan
kesejahteraan bersama.
10. Senang melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan
berkeadilan sosial.

14
BAB 3 PENUTUP

3.1 Kesimpulan

a. Dari hasil pertimbangan di atas dapat disimpulkan bahwa masih banyak terjadi
ketimpangan peradilan di negeri ini.
b. Pemerintah seolah mengabaikan aturan yang telah ditetapkannya sendiri, kini
berangsur-angsur mengabaikan hukum dan pancasila dan lebih mementingkan
kepentingan partai atau kongres partai.
c. Melimpahnya sumber daya manusia dan alam tidak menjamin negara ini akan
membawa kemakmuran bagi seluruh rakyatnya, hanya segelintir penguasa yang
akan mencapai hasilnya.

15
DAFTAR PUSTAKA

Darmodiharjo, Darji, Prof.S.H., dkk. 1978. Santiaji Pancasila. Surabaya. Usaha


Nasional.http://aristasundari.blogspot.co.id/2016/12/makalah-pancasila-sila-
keadilan-sosial.html
Ms Bakry, Noor (1997), Orientasi Filsafat Pancasila , Liberty ,Yogyakarta.
http://hanifanrazikah.blogspot.co.id/2016/05/pancasila-solusi-dari-10-
permasalahan.html
Raweyai, Y. T. H. (2002). Mengapa Papua Ingin Merdeka. Jayapura: Presidium
Dewan Papua. https://ibelboyz.wordpress.com/2011/06/21/pancasila-menjadi-
solusi-dalam-permasalahan-bangsa-dan-negara/
Sujatmiko, I. G. (2006). Keadilan Sosial dalam Masyarakat Indonesia.
Irfan Nasution dan Ronny Agustinus (Eds.), Restorasi Pancasila. Bogor: Brighten
Press.http://miftadwi53.blogspot.co.id/2013/10/sila-ke-lima-keadilan-sosial
bagi.html
Suryawasita, A. (1989). Asas Keadilan Sosial. Yogyakarta: Kanisius.
Widjojo, M. S., Elisabeth, A., Al Rahab, A., Pamungkas, C., & Dewi R. (2009).
Papua Road Map: Negotiating the Past, Improving Present and Securing the
Future. Jakarta: LIPI.

16

Anda mungkin juga menyukai