Anda di halaman 1dari 9

Hukum Adat di Indonesia dan Sosiologi Hukum

A. Pengertian Hukum Adat


1. Istilah hukum adat adalah merupakan terjemahaan dari istilah (bahasa) Belanda “Adat
Recht” yang awalnya dikemukakan oleh Prof. Dr. Christian Snouck Hurgronje
nama Muslimnya H. Abdul Ghafar di dalam bukunya berjudul “De
Atjehers” menyatakan bahwa:
“Hukum adat adalah adat yang mempunyai sanksi, sedangkan adat yang tidak
mempunyai sanksi adalah merupakan kebiasaan normatif, yaitu kebiasaan yang
terujud sebagai tingkah laku dan berlaku di dalam masyarakat. Pada kenyataan
antara hukum adat dengan adat kebiasaan itu batasnya tidak jelas.”

2. Menurut Prof. Dr. Cornellis Van Vollenhoven:


Hukum adat adalah aturan-aturan perilaku yang berlaku bagi orang pribumi dan
orang-orang timur asing yang disatu pihak mempunyai sanksi (maka dikatakan
sebagai hukum) dan dilain pihak tidak dikodifikasikan
3. Menurut Soerjono Soekanto:
Hukum adat pada hakikatnya merupakan hukum kebiasaan, artinya kebiasaan-
kebiasaan yang mempunyai akibat hukum. Kebiasaan yang merupakan hukum adat
adalah perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama
4. Hukum Adat merupakan hukum tradisional masyrakat yang merupakan perwujudan
dari suatu kebutuhan hidup yang nyata serta merupakan salah satu cara pandangan
hidup yang secara keseluruhannya merupakan kebudayaan masyarakat tempat hukum
adat tersebut berlaku.

B. Unsur-unsur Pembentukan Hukum Adat


Hasil seminar Hukum adat dan pembinaan hukum nasional diselenggarakan di
Yogyakarta oleh pakar-pakar hukum adat di Indonesia, maka dapatlah dinyatakan bahwa
terwujudnya hukum adat itu dipengaruhi oleh agama.
1. Prof. Dr. Mr. Soekanto unsur-unsur adat yaitu:
“Jika kita mengeluarkan pertanyaan hukum apakah menurut kebenaran, keadaan yang
bagian terbesar terdapat di dalam hukum adat, maka jawabanya adalah hukum Melayu
Polinesia yang asli itu dengan di sana sini sebagai bahagian yang sangat kecil adalah
hukum agama”
2. Prof. Djojodigoeno mengemukakan batasan yang sama, yakni
“Unsur lainya yang tidak begitu besar artinya atau luas pengaruhnya adalah unsur-
unsur keagamaan, teristimewa unsur-unsur dibawa oleh agama Islam, pengaruh
agama Kristen, dan agama Hindu”

C. Corak dan Sistem Hukum Adat


Corak Hukum Adat menurut Prof. Hilman Hadikusumah, SH sebagai berikut:
1. Tradisional
Hukum adat itu pada umumnya bercorak tradisional, artinya bersifat turun temurun
dari zaman nenek moyang sampai ke anak-anak cicit sekarang dimana keadaannya
masih tetap berlaku dan tetap dipertahankan oleh masyarakat yang bersangkutan
2. Keagamaan
Hukum adat itu pada umumnya bersifat keagamaan (Magis Relegius) artinya perilaku
hukum atau kaidah-kaidah hukumnya berkaitan dengan kepercayaan terhadap yang
Ghaib atau berdasarkan ajaran ke-Tuhanan Yang Maha Esa
Menurut kepercayaan bangsa Indonesia, bahwa di alam semesta ini benda-benda itu
serba berjiwa (Animisme), benda-benda itu punya daya bergerak (dinanisme) disekitar
kehidupan manusia itu ada roh-roh halus yang mengawasi kehidupan manusia
(Malaikat, Jin dan lain-lainya), dan alam sejagat ini ada kerena ada yang mengadakan
yaitu Yang Maha Pencipta. Oleh karenanya apabila manusia akan memutuskan atau
menetapkan, mengatur, menyelesaikan hajat biasanya berdo’a dan memohon
keridhoan yang Maha Pencipta.
3. Kebersamaan
Hukum adat mempunyai corak yang bersifat kebersamaan (komunal), artinya dia lebih
mengutamakan kepentingan bersama dimana kepentingan pribadi itu diliputi oleh
kepentingan bersama (satu untuk semua, semua untuk satu) (one for all, all for one).
Hubungan hukum antara anggota masyarakat yang satu dengan yang lainya
didasarkan oleh rasa kebersamaan kekeluargaan, gotong royong, tolong menolong
4. Konkret dan Visual
Corak hukum adat adalah konkrit, artinya jelas, nyata, tidak berujud, Visual artinya
dapat terlihat, tampak, terbuka, tidak sembunyi. Jadi sifat hubungan hukum yang
berlaku dalam hukum adat itu adalah terang dan tunai, tidak samar-sama, diketahui,
dan didengar orang lain, dan nampak terjadi ijab kabul (serah terima).
5. Terbuka dan Sederhana
Corak hukum adat terbuka artinya dapat menerima masuknya unsur-unsur yang
datang dari luar asal saja tidak bertentangan dengan hukum adat sendiri. Sederhana
artinya bersahaja, tidak rumit, tidak tertulis, mudah dimengerti dan dilaksanakan
berdasarkan saling percaya mempercayai.
Keterbukaanya misalnya dapat dilihat dari masuknya agama Hindu dalam hukum
perkawinan adat yang disebut Kawin Anggau yaitu jika suami wafat maka si istri
kawin lagi dengan saudara suami. Atau masuknya agama Islam di dalam hukum waris
adat yang disebut “pembagian segendong sapikul” (bagian warisan bagi ahli waris
pria dan wanita 2:1).
Keserdahanaanya, dapat dilihat dari contoh sebagai berikut:
Terjadinya transaksi-transaksi yang berlaku tanpa surat menyura. Misalnya di dalam
perjanjian bagi hasil antara pemilik tanah dengan penggarap cukup adanya
kesepakatan keduanya secara lisan.
6. Dapat Berubah dan Menyesuaikan
Menurut Prof. Dr. Soepomo, SH sebagaimana yang telah ditegaskan oleh Van
Vollenhoven dinyatakan sebagai berikut:
Hukum adat terus menerus dalam keadaan tumbuh dan berkembang seperti hidup itu
sendiri. Hukum adat pada waktu yang telah lampau agak berbeda isinya, hukum adat
menunjukan perkembangan”.
7. Tidak Dikodifikasi
Hukum adat kebanyakan tidak ditulis walaupun ada juga di antaranya yang dicatat,
bahkan ada yang dibukukan dengan cara yang sistematis, namun hanya sekedar
sebagai pedoman dan bukan mutlak harus dilaksanakan oleh anggota masyarakat,
kecuali yang bersifat perintah Tuhan.
8. Musyawarah dan Mufakat
Hukum adat mengutamakan adanya musyawarah dan mufakat di dalam keluarga, di
dalam hubungan kekerabatan dan ketetanggaan baik untuk memulai sesuatu pekerjaan
maupun di dalam mengakhiri pekerjaan apalagi yang bersifat peradilan di dalam
menyelesaikan penyelisihan antara satu dengan lainya
D. Sistem Hukum Adat

Hukum Barat Hukum Adat


Mengenal hak suatu barang dan hak orang Tidak mengenal dua pembagian hak
seorang atas sesuatu objek yang hanya tersebut, perlindungan hak ditangan hakim
berlaku terhadap sesuatu orang lain yang
tertentu
Mengenal Hukum Umum dan Hukum Privat Berlainan daripada batas antara lapangan
public dan lapangan privat pada Hukum
Barat
Ada Hakim Pidana dan Hakim Perdata Pembetulan hukum kembali kepada hakim
(kepala adat) dan upaya adat (adat reaksi)

E. Beberapa Alasan Dan Pendekatan Dalam Sosiologi Hukum


Tindakan sosial merupakan realitas mutlak, sementara relevansinya dengan ketaatan
terhadap norma sosial atau hukum merupakan realita relatif. Pemahaman tersebut dibangun
oleh tiga alasan:
1. Segala yang sesuatu yang terjadi dalam masyarakat secara empiris terlihat dan terasa
adalah realita absolut, karena apapun yang terjadi secra lahiriyah, begitulah hukum
tentang kejadian. Menurut hukum Islam Fahkum Bidhawahiri (hukum ada karena
lahiriyahnya). Maksudnya apa yang terlihat dan terasa merupakan ketentuan mutlak
adanya keberlakuan hukum Islam.
2. Pemahaman terhadap segala yang terjadi dan dilakukan oleh masyarakat bukan
merupakan kejadianya. Dengan demikian, pemahaman atas segala sosial adalah
realita relatif yang sangat dekat dengan seribu macam kemungkinan. Setiap ilmu
pengetahuan dengan netral dapat melakukan penafsiran hukmiah terhadap tindak
tanduk manusia dan masyarakat.
3. Kompromisasi antara segala hal yang terjadi di masyarakat dengan corak
pemahaman hukmiah merupakan salah satu bentuk sintesis antara realita mutlak dan
realita relatif.
Berangkat dari tiga alasan di atas, secara filosofi ada tiga pendekatan yang digunakan
dalam sosiologi hukum untuk memahami hukum yang berlaku, hukum yang diterapkan, dan
hukum yang dilaksanakan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yaitu
sebagai berikut:
a. Pendekatan Ontologis
Pendekatan Ontologis adalah pendekatan yang mengkaji secara mendalam tentang
hakikat kehidupan sosial dan hukum yang diterapkan dan berlaku dalam masyarakat.
Teori hakikat dalam konteks sosiologi hukum menitik beratkan pada prinsip-prinsip
dasar tujuan hidup masyarakat dan berbagai upaya mencapainya.
b. Pendekatan Epistemologis
Sutardjo Wiramihardja mengatakan bahwa epistemologis adalah filsafat ilmu yang
mempersoalkan kebenaran pengetahuan, kebenaran ilmu atau keilmuan pengetahuan,
kebenaran epistemologis dirinci ke dalam hal yang mendasar, adalah
kebenaran religius, yaitu kebenaran yang dibangun oleh kaidah-kaidah agama dan
keyakinan tertentu yang bersifat mutlak dan tidak dapat dibantah.
c. Pendekatan Aksiologis
Pendekatan Aksiologis adalah pendekatan filosofis yang dapat diterapkan ke dalam
sosiologi hukum untuk mengkaji gejala sosial dan eksitensi hukum dan urgensinya
bagi masyarakat atau hukum. Menurut Juhaya S. Pradja mengatakan bahwa
pendekatan aksiologis peling tidak mempertanyakan hal-hal yang berkaitan secara
langsung pragmatis tentang etika, manfaat dan faedah dari setiap perilaku dan
tindakan manusia atau masyarakat umum.
F. Hukum adat di Indonesia dan Sosiologi Hukum
1. Hukum Adat dalam Pembangunan
Hukum tidak tertulis atau hukum adat didasarkan pada proses interaksi dalam
masyarakat, dan kemudian berfungsi sebagai pola untuk mengorganisasikan serta
mempelancar proses interaksi tersebut. Oleh sebab itu dapat dikatakan, bahwa manfaat
hukum adat bagi pembangunan atau pembangunan hukum Khususnya adalah sebagai
berikut:
a. Adat kecenderungan di dalam hukum adat untuk merumuskan keteraturan perilaku
mengenai peranan dan fungsi
b. Di dalam hukum adat biasanya perilaku-perilaku dengan gejala akibat-akibatnya
dirumuskan secara menyeluruh, terutama untuk perilaku menyimpang dengan
sanksinya yang negatif.
c. Biasanya di dalam hukum adat dirumuskan perihal pola penyelesaian sengketa yang
mungkin terjadi.
2. Sistem Pegendalian Sosial
Pengendalian sosial adalah segenap cara dan proses yang di tempuh kelompok
atau orang masyarakat, sehingga para anggotanya dapat bertindak sesuai denagn harapan
kelompok atau masyarakat. Hukum adat sebagai sistem pengendalian sosial telah
memberikan perananya dalam rangka terciptanya keteraturan masyarakat. Di sinilah
pentingnya keberadaan hukum adat sebagai sistem pengendalian sosial yang diharapkan
agar anggota masyarakat mematuhi norma-norma sosial sehingga terciptanya keselarasan
dalam kehidupan sosial.Beberapa jenis pengendalian sosial adalah:
a. Pengendalian Preventif
Merupakan kontrol sosial yang dilakukan sebelum terjadinya pelanggaran atau dalam
versi “mengancam sanksi” atau usaha pengcegahan terhadap terjadinya
penyimpangan terhadap norma dan nilai. Jadi usaha pengendalian sosial yang bersifat
prefentif dilakukan sebelum terjadinya penyimpangan.
b. Pengendalian Represif
Kontrol sosial yang dilakukan setelah terjadinya pelanggaran dengan masksud
hendak bertujuan untuk mengembalikan keserasian yang pernah mengalami
gangguan.
c. Pengedalian Sosial Gabungan
merupakan usaha mencegah terjadinya preventive, sekaligus mengembalikan
penyimpangan yang tidak sesuai dengan norma-norma sosial.

3. Jenis-jenis Pengendalian Sosial:


a. Cemoohan, yaitu kritikan secara langsung terhadap seseorang atau kelompok jika
di anggap menyimpang dari nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat
tersebut.
b. Gossip, yaitu bentuk pengendalian social atau kritik social yang di lontarkan
secara tertutup oleh masyarakat terhadap warga masyarakat yang menyimpang
perilakunya.
c. Pendidikan, dapat membina dan mengarahkan seseorang pada pembentukan sikap
dan tindakan yang baik
d. Ajaran agama, merupakan salah satu saran pengendalian social yang efektif.
Akan menjadikan ajaran agamanya sebagai pedoman hidup dalam bersikap dan
berprilaku
e. Teguran, yaitu kritik social yang di sampaikan secara terbuka oleh masyarakat
terhadap warga masyarakat yang menyimpang perilakunya
f. Ostraisisme, adalah suatu bentuk pengucilan.tujuannya adalah agar seseorang
atau kelompok yang bersangkutan tidak lagi mengulangi pelanggaran yang
pernah di alami
g. Hukuman, yaitu alat pengendalian social yang paling tegas dan nyata
sanksinya.sanksinya berupa hukuman fisik, pidana, denda dan lain-lain
h. Intimidasi, adalah pengendalian social yang dilakukan dengan cara menekan ,
memaksa, meneror atau menakut-nakuti,dll
i. Fraundules , adalah pengendalian social dengan jalan meminta bantuan pihak lain
yang di anggap dapat menyelesaikan masalah yang di hadapi.

4. Pendekatan Sosiologis Serta Hukum Adat dalam Pembangunan


Hukum pasa hakekatnya merupakan suatu realitas sosial, karena mempunyai
karakteristik yang selalu merujuk pada realitas sosial. Pertama, hukum menghendaki
adanya stabilitas dalam masyarakat. Kedua, hukum sebagai kaedah-kaedah yang mengatur
hubungan antar manusia. Ketiga, hukum cenderung untuk mementingkan ketertiban.
Hukum tidak tertulis atau hukum adat didasarkan pada proses interaksi dalam masyarakat,
dan kemudian berfungsi sebagai pola untuk mengorganisasikan serta memperlancar proses
interaksi tersebut. Sehingga, seringkali hukum adat dinamakan “ a system of stabilized
interactional expentacies”. Dengan demikian dapatlah dikatakan, bahwa manfaat hukum
adat bagi pembangunan hukum, adalah
Suatu pendekatan sosiologis, biasanya bersifat Pragmatis yang artinya
menganalisis gejala-gejala sosial dengan agak mengabaikan konteks kebudayaannya
secara menyeluruh. Pendekatan sosiologis sifatnya lebih pada orientasi permasalahan.
Sehingga pendekatan sosiologis memusatkan perhatian terhadap bagian tertentu dari
masyarakat atau kebudayaan:
a. Adanya kecenderungan didalam hukum adat untuk merumuskan keteraturan perilaku
mengenai peranan atau fungsi
b. Merumuskan secara menyeluruh terhadap prilaku-prilaku serta segala akibatnya
c. Merumuskan perihal pola penyelesaian sengketa yang mungkin terjadi
5. Dasar Hukum Adat dari Sudut Pandang Sosiologis
Dari sudut pandang sosiologi masyarakat, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam pendasaran Hukum Adat yang bersifat mengikat, yaitu di
antaranya sebagai berikut:
a. Masyarakat
Selo Soemardjan menyatakan sebagai berikut:
Apabila hendak dibicarakan gejala hukum dengan segala aspeknya,maka mau tak
mau harus juga disinggung perihal masyarakat yang menjadi wadah dari hukum
tersebut. Hukum adalah masyarakat juga, yang ditelaah dari suatu sudut tertentu,
sebagaimana juga halnya dengan politik, ekonomi, dan lain sebagainya.
b. Kebudayaan
Masyarakat itu sendiri dapat diartikan sebagai manusia yang hidup bersama, yang
secara teoritis berjumlah dua orang dalam ukuran minimalnya. Jadi masyarakat
merupakan suatu sistem, yakni sistem sosial. Selo Soemardjan lebih menitikberatkan
suatu kemajemukan masyarakat itu pada “Culture”. Karena kebudayaan dapat
menjadi suatu ciri (khas) dari suatu masyarakat:
1) Super Culture, yaitu satu kebudayaan untuk seluruh masyarakat Indonesia.
Misalnya satu bahasa Indonesia, satu Ideologi
2) Culture, yaitu kebudayaan yang sejak dahulu dimiliki oleh tiap-tiap suku bangsa
3) Sub-Culture, yaitu variasi dari culture yang dimiliki oleh tiap-tiap kelompok atau
golongan dalam suatu suku bangsa, misalnya dialek bahasa.
c. Hukum Adat
Unsur-unsur yang menjadi dasar bagi hukum adat biasanya
dinamakan “gegevens van het Recht”, mencangkup unsur idil dan unsur ril. Menurut
Dr. Soepomo, “tiap-tiap hukum merupakan suatu sistem, yaitu peraturan-
peraturannya merupakan suatu kebulatan berdasarkan atas kesatuan alam pikiran.
Begitupun hukum adat”. Sistem hukum adat bersendi atas dasar-dasar alam pikiran
bangsa Indonesia, yang tidak sama dengan alam pikiran yang menguasai sistem
hukum barat. Untuk dapat sadar akan sistem hukum adat, orang harus menyelami
dasar-dasar alam pikiran yang hidup dalam masyarakat Indonesia.
1) Unsur Idil terdiri dari rasa susila, rasa keadilan dan rasio manusia. Rasa susila
merupakan suatu hasrat dalam diri manusia, untuk hidup dengan hati yang bersih.
Rasa keadilan manusia bersumber pada kenyataan, dimana setiap pribadi maupun
golongan tidak merasa dirugikan karena perbuatan atau kegian golongan lain
Hukum adat merupakan konkritisasi daripada kesadaran hukum, khususnya pada
masyarakat-masyarakat dengan struktur dan kebudayaan sederhana. Kesadran
hukum sebenarnya merupakan inti daripada sistem budaya suatu masyarakat,
kesadaran hukum itulah yang menimbulkan berbagai norma-norma, oleh karena
inti dari kesadaran hukum adalah hasrat yang kuat untuk senantiasa hidup secara
teratur
2) Unsur Riil mencakup manusia, lingkungan alam, dan kebudayaan. Manusia
senantiasa dipengaruhi oleh unsur pribadi maupun lingkungan sosialnya.
Lingkungan alam merupakan lingkungan diluar lingkungan sosial yang dapat
mempengaruhi kehidupan manusia. Kebudayaan merupakan hasil ciptaan manusia
dalam pergaulan hidup, yang terwuud dalam hasil karya, rasa, dan cipta

Anda mungkin juga menyukai