Dalam konsep pelaksanaan Radd para ulama berbeda pandangan mengenai ahli waris
yang dapat menerima Radd tersebut. Sehingga muncullah dua pendapat yakni ulama’ yang
menentang ada Radd dan ulama yang menyetujui adanya Radd. Berikut adalah uraian
beberapa pendapat ulama tentang adanya Radd dalam kewarisan serta pihak yang
menerimanya:
1
Lia Mursila,“Ahli Waris Menrima Radd Menurut Kompilasi Hukum Islam dan Relevansinya dengan Sosial
Msayarakat” Jurnal Ilmiah Islam Futura,No. 2,(2015):289.
https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/islamfutura/article/view/334/313
2
Hafidz Taqiyuddin,“Argumen Keadilan Dalam Hukum Wais Islam”, Waratsah, No. 1 (2015):186.
3
Latifa Ratnawaty,“Pelaksanaan Radd dalam Hukum Waris Berdasarkan Hukum Waris Islam” Yustisi: Jurnal
Hukum& Islam, No.1(2018):65. http://ejournal.uika-bogor.ac.id/index.php/YUSTISI/article/view/4412/2458
2. Pendapat yang menyetujui adanya Radd
Para ulama’ yang mentujui adanya radd memegang dasar pada surah Al-Anfal
ayat 75. Mereka berpendapat bahwa kekerabatan sebab nasab lebih berpengaruh dari
pada hubungan agama dalam kewarisan. Kekerabatan berdasarkan nasab dianggap
lebih maslahah karena dangan adanya radd dapat dimanfaatan untuk membantu
kehidupan ekonomi keluarganya.4 Dalam hal ini para ulama juga perbeda pendapat
tentang siapa saja yang diperbolehkan mendapat radd, berikut pendapat yang
dimukakan oleh para fuqaha’:
a. Ali bin Abi Thalib berpedapat bahwa radd diberikan pada ahli waris (dhawil
furud) selain suami istri.5 Alasan suami istri tidak mendapat bagian radd sebab
mereka termasuk ahli waris sababiyah daan bukan ahli waris nasabiyah yang
memiliki hubungan darah dengan si pewaris.
b. Menurut Utsman bin Affan apabila ada harta warisan yang tersisa, tidak ada
ahli waris yang menerima sisa maka harta berlebih (radd) tersebut diberikan
kepada ahli waris tanpa terkecuali. Jadi suami istri juga mendapat bagian radd,
munculnya pendapat ini dengan petimbangan kerika ada aul bagian suami istri
dikurangi, maka wajar bila ada radd mereka juga berhak menrima bagian.6
c. Pendapat Abdullah bin Mas’ud, radd dikembalikan kepada ahli waris dhawil
furud kecuali 7, yaitu suami, istri, cucu perempuan dari garis laki-laki, jika ada
anak perempuan, saudaraperempuan seayah bila bersama saudara perempuan
sekandung, saudara-saudara seibu apabila bersama ibu,nenek jika ada dhawil
furud yang lebih berhak. Dalam mengemukakan pendapatnya ini Ibnu Mas’ud
berorientasi pada pendapat imam bin Hambal yang lebih mengutamakan ahli
waris yang paling dekat nasabnya.
4
Hasan Bahri dan Muhammad Azmi, “Asas Keadilan dan Ahli Waris Pengganti dalam Praktik Kewarisan
Masyarakat berdasarkan Hukum Islam di Kecamatan Bantan Kabupaten Bengkalis”, Persfektif Hukum,No.1
(2017):10
5
Iwan Setyo Utomo,” Kedudukan Kelebihan Harta Waris (radd) Untuk janda Dan Duda dalam Hukum Waris
Islam”, Arena Hukum, No.2 (2017): 272, http://dx.doi.org/10.21776/ub.arenahukum.2017.01002.6.
6
Latifa Ratnawaty,“Pelaksanaan Radd dalam Hukum Waris Berdasarkan Hukum Waris Islam” Yustisi: Jurnal
Hukum& Islam, No.1(2018):65.