Alkhasan,+1 +hasbi+ok
Alkhasan,+1 +hasbi+ok
Abstrak
Penelitian ini bertujuan memaparkan pandangan al-Qaradawi tentang hukum nikah
misyar Kajian Analisis Kritis Prepektif Dhawabith Al-Maslahah Syekh Ramadhan Al-
Buti. Rumusan masalah dalam penelitian ini, Pertama, Bagaimanakah al-Qaradawi
menghukumi (berfatwa) tentang nikah misyar? Kedua, Bagaimanakah hukum nikah
misyar menurut al-Qaradawi ditinjau dari perpektif dhawabith al-maslahah Ramadhan
al-buti?. Implementasi dari penelitian ini adalah: pertama, Untuk mengetahui hukum
nikah misyar menurut Yusuf al-Qaradawi, dan landasan fatwa hukum nikah misyar.
Kedua, Untuk mengetahui dhawabith al-maslahah dalam syariat Islam dan aplikasinya
terhadap problematika kontemporer, dalam hal ini problematika nikah misyar yang
masuk dalam kategori problematika kontemporer. Ketiga, Kritik ilmiah terhadap fatwa
al-qaradawi seputar hukum nikah misyar dengan menggunakan “dhawabith al-
maslahah” perspektif Ramadhan al-Buti sebagai pisau analisa. Hasil penelitian ini,
pertama, Hukum nikah misyar menurut al-qaradawi adalah boleh akan tetapi makruh
karena beberapa hal, salah satunya karena terpenuhinya syarat dan rukun dalam
pernikahan. Kedua, Pandangan al-qaradawi ditinjau dari “dhawabith al-maslahah”
dalam syariat Islam tidak bertentangan dengan hukum legal (fiqh) karena sempurnanya
syarat dan rukun. Apabila ditinjau dari tujuan-tujuan syariat (maqosid syari’ah) terdapat
pertentangan karena tidak adanya sakinah, mawaddah dan rahmat yang tidak bisa
digapai kecuali dengan pernikahan syar’i dan umum. Ditinjau dari dhawabith (kriteria)
ke lima dari dhawabith al-maslahah,yaitu “tidak adanya pertentantangan dengan
maslahat yang lebih besar atau sejajar”, pandangan al-Qaradawi masih menjadi ranah
perdebatan. Karena al-Qaradawi kurang memperhatikan masa depan anak-anak yang
lahir dari pernikahan misyar berupa pendidikan, pengasuhan, arahan dan nasehat-
nasehat bagi mereka.
sedangkan pernikahan yang umum tidak pernikahan. Ini sesuai dengan konsep
mungkin mereka tempuh. Sehingga maqosid syariah pada ranah hifd al-
mereka terdesak untuk melakukan nikah nafs pada tingkat hajiyyat (Tobari
misyar, pandangan ini menemukan Turki, 13).
relevansinya pada ranah hifdh ad-din
tingkat hajiyyat. Dalam keadaan Kelima, istri yang kaya bisa
tertentu ketentuan pernikahan dalam membantu ekonomi suami yang
mungkin lemah, ini sejalan dengan hifd
Islam dapat diperingan, diantaranya
diperbolehkannya istri merelakan al- nafs pada tingkat tahsinat. Selain itu
sebagian haknya dari suami (Tobari dengan pernikahan misyar, istri
beruntuing karena memiliki seorang
Turki, 13).
yang bisa melindungi diri dan hartanya
Ketiga, mereka yang dari kerusakan dan gangguan pihak lain.
membolehkan nikah misyar Ini sejalan dengan konsep hifdh al-mal
berpendapat bahwa jika ditinjau dari pada tingkatan dhoruriyyat (Tobari
perwujudan tujuan-tujuan besar sebuah Turki, 13).
pernikahan, memang benar bahwa nikah
misyar bukan bentuk pernikahan yang
ideal, akan tetapi bukan berarti kosong
dari pembentukan tujuan-tujuan
utamanya secara keseluruhan. Bahkan
tidak sedikit tujuan-tujuan tersebut bisa
ditemukan di dalamnya. Hanya saja,
keduanya saling meridhoi dan sepakat
bahwa tidak ada hak nafkah dari suami
untuk istrinya. Juga tidak ada berbagi
giliran. Karena adanya hak-hak
pernikahan tersebut, maka pendapat ini
apabila dihubungkan dengan maqosid
syariah maka akan tampak relevan
dengan hifd al-nafs pada tingkat
dhoruriyyat. Yakni terpeliharanya
keberlangsungan reproduksi keturunan,
serta terpeliharanya kehormatan,
terutama kehormatan kaum wanita yang
tidak diperolehnya kecuali dengan
pernikahan. Selain itu sang istri yang
dinikahi secara misyar juga ikut
merasakan kebahagiaan dan kepuasan
batin karena dalam pernikahan tersebut
ia mendapatkan sesuatu yang tidak ia
dapatkan kecuali dengan melakukan
Tabel 1
Pembahasan Misyar dan Relevansinya dengan Maqosid Syari’ah
4 Hifd al- Dhoruriyyat Pemeliharaan keluarga dari pengaruh Pendapat yang melarang lebih kuat
Aql buruk zaman tidak terlaksana
Hajiyyat Sedikitnya waktu suami untuk keluarga,
pendidikan dan akhlak anak jadi tidak
terurus
Tahsinat Sedikitnya waktu untuk keluarga
membuat peran suami tidak berfungsi
5 Hifd al- Dhoruriyyat Istri memiliki seseorang yang bisa Pendapat yang membolehkan yang
mal melindungi diri dan hartanya dari lebih kuat dalam tingkat dharuriyyat,
kerusakan dan gangguan pihak lain tetapi pendapat yang melarang lebih
Hajiyyat Tidak ada nafkah untuk istri (dan anak- kuat dalam tingkat hajiyyat dan
anaknya) tahsinat.
Tahsinat Karena hakekatnya kekayaan adalah
milik istri, maka penggunaan harta lebih
bergantuing kehendak istri
سكَىتُم ِ ّمه َُ ۡج ِد ُك ۡم ََ ََل ُ أ َ ۡس ِكىُُ ٌُ َّه ِم ۡه َد ۡي ََ ِك ۡس َُت ُ ٍُ َّه ِز ۡشقُ ٍُ َّه ًُنَ ۥ عهَّ ۡٱن َم ُۡنُُ ِد َ ََ
َ ث
ِ َعهَ ۡي ٍِ َّه ََإِن ُك َّه أ ُ َْ َٰن
َف ِ ِي ۡٱن َمعۡ ُس
ت َ ْض ِيّقُُا َ ُ ضا ٓ ُّزَ ٌُ َّه ِنت
َ ُت
ض ۡعهَ َد ۡمهَ ٍُ َّه فَإِ ۡن َ َْدمۡ ٖم فَأَو ِفقُُا
َ َعهَ ۡي ٍِ َّه َدت َّ َّٰ ي Dan kewajiban ayah memberi makan
ُز ٌُ َّه ََ ۡأت َِم ُسَاْ يَ ۡيىَ ُكم َ ضعۡ هَ نَ ُك ۡم فَاتُُ ٌُ َّه أ ُ ُج َ أ َ ۡز dan pakaian kepada para ibu dengan
َِٰ ض ُع نَ ٓۥًُ أ ُ ۡخ َس
cara ma´ruf.(al-Baqarah:233)
ِ ست ُ ۡس
َ َس ۡست ُ ۡم ف
َ َف ََإِن تَعَا ٖٖۖ يِ َمعۡ ُس
Ayat –ayat tersebut mewajibkan
Tempatkanlah mereka (para isteri) di pemberian nafkah bagi istri yang dicerai
mana kamu bertempat tinggal menurut
pada masa iddah, jika istri yang sudah
skemampuanmu dan janganlah kamu
menyusahkan mereka untuk dicerai saja tetap wajib diberi nafkah,
menyempitkan (hati) mereka. Dan jika maka istri yang belum dicerai lebih
mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) utama kewajibannya dalam hal ini
itu sedang hamil, maka berikanlah (Albarri, Hukum-hukum Dasar
kepada mereka nafkahnya hingga Keluarga Islam n.d., 133).
mereka bersalin, kemudian jika mereka
menyusukan (anak-anak)mu untukmu Dan firman allah swt:
maka berikanlah kepada mereka
upahnya, dan musyawarahkanlah di َّ َسا ٓ ِء ِي َما ف
ض َم َ ّعهَّ ٱن ِى َ َٱنس َجا ُل قَ َٰ َُّ ُمُن ِّ
antara kamu (segala sesuatu) dengan
baik; dan jika kamu menemui kesulitan ض ََ ِي َما ٓ أَوفَقُُاْ ِم ۡه ٖ ۡعهَ َّٰ يَع
َ ض ٍُ ۡمَ ۡٱّللُ يَع َّ
maka perempuan lain boleh أَمۡ َٰ َُ ِن ٍِ ۡم
menyusukan (anak itu) untuknya( al-
Talaq: 6). Kaum laki-laki itu adalah pemimpin
Dan firman allah swt, perihal bagi kaum wanita, oleh karena Allah
telah melebihkan sebahagian mereka
wanita yang dicerai: (laki-laki) atas sebahagian yang lain
(wanita), dan karena mereka (laki-laki)
telah menafkahkan sebagian dari harta
mereka. ( al-nisa’: 34).
Dan masih banyak lagi dalil- wanita dengan arahan dan pengayoman,
dalil yang mewajibkan pemberian sebagaimana pemerintah terhadap
nafkah bagi istri (al-Jaziri 2015, jilid 4, rakyatnya, karena lelaki diberi
523). keistimewaan kekuatan fisik dan akal
dan diwajibkan kepadanya kewajiban
Pandangan al-Qaradawi tentang al- maliyah (mencari materi). Allah
Nisa’ 34 dan Bantahannya. berfirman :
Al-Qaradawi berkata: “sebagian
yang kontra terhadap misyar
َّ ض َم
ُٱّلل َّ َسا ٓ ِء يِ َما ف َ ّعهَّ ٱن ِى َ َٱنس َجا ُل قَ َٰ َُّ ُمُن
ِّ
beranggapan bahwa misyar telah ۚض ََ ِي َما ٓ أَوفَقُُاْ ِم ۡه أ َ ۡم َٰ َُ ِن ٍِ ۡمٖ ۡعهَ َّٰ يَعَ ض ٍُ ۡم
َ ۡيَع
menciderai ketetapan allah swt bahwa Al-Baidhowi berkata dalam
laki-laki adalah pemimpin bagi wanita, menafsirkan ayat ini: laki-laki
bertanggung jawab terhadap keluarga, bertanggung jawab kepada istri mereka
dan disini laki-laki tidak menafkahi dan sebagaimana tanggung jawab pemimpin
tidak menyediakan tempat tinggal bagi terhadap rakyatnya. Yang demikian
istrinya”. Al-Qaradawi berkata lagi: “ karena lelaki memiliki dua hal: wahbiy
sesungguhnya allah menjadikan al- (kemampuan bawaan) dan kasbiy
qowamah (kepatutan memimpin) bagi (kemampuan usaha), kemudian berkata:
laki-laki dengan dua hal: pertama,
(ض ٖ ۡعهَ َّٰ يَع
َ ض ٍُ ۡم
َ ۡٱّللُ يَع َّ َ ) ِي َما فkarena
َّ ض َم
karena keutamaan yang diberikan Allah
keutamaan yang Allah berikan kepada
kepadanya dan tidak untuk yang
laki-laki atas perempuan berupa
lainnya. Kedua, dengan apa yang telah
sempurnanya akal, cerdas dalam
dikeluarkan untuk nafkah dari hartanya
berstrategi, kekuatan yang lebih, dan
sendiri. Adapun maksud dari yang
kemampuan untuk menikahi prempuan
pertama adalah apa yang telah Allah
dengan membayar mahar dan nafkah,
berikan khusus untuk laki-laki berupa
maka wajib bagi bagi istri mentaati
kemampuan menanggung beban dan
suami kecuali dalam perkara maksiat
sabar akan letihnya memimpin dan
(at-Thobari n.d.).
tanggung jawabnya lebih besar
dibanding perempuan. Dan maksud dari Jadi, mayoritas ahli tafsir
hal yang kedua adalah bahwa cukup berpendapat wajibnya nafkah bagi istri
bagi lelaki hanya dengan membayar dengan dalil-dalil yang sudah
mahar dari apa yang dia punya dari disebutkan diatas.
hartanya, maka ia berhak menyandang
predikat qowamah dengan sebatas duhul Adapun dalil sunnahnya,
(senggama) sebelum si suami memulai sebagaimana sabda Rasulullah saw
kewajiban nafkah sehari-sehari (Al- dalam khotbahnya pada haji wada’.
Qaradawi n.d., 15-16). Nabi bersabda: "Takutlah akan Allah
pada wanita, maka kamu telah
Mungkin bisa dibantah membawa mereka dengan amanah dari
pandangan tersebut, bahwa Allah Allah, dan kalian telah menghalalkan
menjadikan lelaki pemimpin bagi kemaluannya dengan kalimat Allah dan
ُۡ َسا ٓ ِء ََن َ ََّنَه ت َۡست َِطيعُ ُٓاْ أَن ت َعۡ ِدنُُاْ يَ ۡيهَ ٱن ِى dibawah lindungan Rosul SAW.
َد َسصۡ ت ُ ٖۡۖم فَ ََل ت َِميهُُاْ ُك َّم ۡٱن َم ۡي ِم فَتَرَ ُزٌََا ك َۡٱن ُمعَهَّقَ ِت Sebagaimana difirmankan allah SWT:
ُزا ٗ ُغف َ َٱّللَ َكان َّ ََإِن تُصۡ ِه ُذُاْ ََتَتَّقُُاْ فَإِ َّن ُشا أ َ َۡ ِإ ۡع َساضٗ ا ُ ََُ ِإ ِن ٱمۡ َسأَة خَافَ ۡت ِم ۢه يَعۡ ِه ٍَا و
ً ش
َّز ِد ٗيما ص ۡه ٗذا
ُ عهَ ۡي ٍِ َما ٓ أَن يُصۡ ِه َذا يَ ۡيىَ ٍُ َما
َ فَ ََل ُجىَا َح
Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat سٞۗ ص ۡه ُخ خ َۡي
ُّ ََٱن
berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), Dan jika seorang wanita khawatir akan
walaupun kamu sangat ingin berbuat nusyuz atau sikap tidak acuh dari
demikian, karena itu janganlah kamu suaminya, maka tidak mengapa bagi
terlalu cenderung (kepada yang kamu keduanya mengadakan perdamaian
cintai), sehingga kamu biarkan yang yang sebenar-benarnya, dan
lain terkatung-katung. Dan jika kamu perdamaian itu lebih baik (bagi mereka)
mengadakan perbaikan dan memelihara (Al-Nisa’ : 128).
diri (dari kecurangan), maka Hadis ini tidak bisa dijadikan
sesungguhnya Allah Maha Pengampun landasan, karena hak bermalam adalah
lagi Maha Penyayang. (al-Nisa’ :129). milik Saudah RA. Rasul telah membagi
Yang dimaksud disini adalah hak untuk Saudah dan tidak
tidak adanya kemampuan yang bukan mensyaratkan gugurnya hak tersebut
merupakan usaha manusia berupa sebelum pernikahan atau saat
kecintaan hati, dan yang berimplikasi berlangsungnya akad, selagi hak
terhadap hasrat bersenang-senang (al- tersebut sudah menjadi milik Saudah,
Jaziri 2015, jilid 4, 229). maka ia boleh memberikannya atau
melepaskannya, seperti mahar yang
Bantahan Terhadap al-Qaradawi boleh diberikan kepada suami meskipun
tentang Bolehnya Perempuan sebagian oleh si istri sebagaimana
Merelakan Hak-haknya Berupa firman allah swt:
ُ عه ش َۡي ٖء ِ ّم ۡىً ُ و َۡف ٗسا فَ ُكهُُي
Nafkah dan Tempat Tinggal.
Al-Qaradawi berdalil tentang َ فَإِن ِط ۡبهَ نَ ُك ۡم
kebolehan perempuan yang merelakan ٌَىِ ٗيٓا َّم ِس ٗ ٓيا
sebagian haknya dengan hadis tentang Kemudian jika mereka menyerahkan
kisah Saudah binti Zam’ah istri kepada kamu sebagian dari maskawin
rosululllah SAW, setelah Khadijah RA. itu dengan senang hati, maka makanlah
(ambillah) pemberian itu (sebagai
Disaat saudah tua dan merasa perilaku
makanan) yang sedap lagi baik
Rosul berubah dan tidak seperti akibatnya( Al-Nisa’:4).
sebelumnya, kemudian khawatir dicerai
oleh rosulullah SAW dan tidak lagi Penjelasan Singkat tentang Kafa’ah
menyandang gelar ummul mukminin dan Sudah lumrah diketahui dalam
tidak menjadi istri Rosul kelak di surga, pernikahan misyar terdapat satu unsur
maka dengan segera ia memberikan yang hilang yaitu kafa’ah. Status istri
informasi kepada Rosul SAW yang dalam misyar lebih tinggi dari suami.
berisi tentang kerelaan jatah hari Ulama yang pro terhadap aplikasi dari
untuknya untuk Aisyah RA. Kemudia konsep kafa’ah memberikan hak
Rosul memujinya, dan saudah tetap menolak lamaran lelaki yang tidak
sekufu’ bagi si perempuan atau walinya.
Bagi mereka, ini tidak bertentangan konsep hifd al-nasl pada tingkatan
dengan prinsip Islam dalam musawah dharuriyyat (Yusuf 1423, 154).
(kesetaraan) antar manusia baik kaya Kedua, membentengi
maupun miskin. Mulia atau biasa-biasa diri (al-ihson) di sini tidak terbatas
saja, karena bagi mereka musawah hanya kepada pihak perempuan saja,
hanya dalam hal hak-hak dan kewajiban tetapi juga bagi lelaki. seorang lelaki
dan aplikasi hukuman (uqubah), adapun apabila istrinya sakit atau tidak mampu
konsep musawah dalam perkara memenuhi hasrat biologisnya dan suami
duniawi pangkat dan kedudukan membutuhkan perempuan lain yang
bukanlah tujuan agama Islam. mampu memenuhi hasratnya dan
mampu membentengi dari jatuh
Kaedah Maslahat Tidak Boleh kedalam jurang kehinaan, akan tetapi
Bertentangan dengan Maslahat yang khawatir akan hancurnya rumah tangga,
Lebih Besar atau Sejajar dan atau seorang laki-laki yang tidak
Aplikasinya dalam Pernikahan mampu mencukupi modal untuk
Misyar. menikah sebagaimana wajarnya Maka
Sebelum kita fokus pada Ia cenderung melaksanakan pernikahan
pembahasan akhir ini dari dhawabith ini untuk melindungi dirinya, lebih lebih
maslahah dalam syari’ah Islam, ketika dia selalu dalam keadaan
seyogjanya kita mengetahui beberapa perjalanan (Safar) dan jauh dari
kemaslahatan dari nikah misyar. Dalam keluarga dan rumahnya. ini selaras
hal ini penulis menyebutkan maslahah: dengan hifd al-nafs pada tingkatan
Pertama, pernikahan ini dharuriyah (Yusuf 1423, 154).
mampu mengentaskan permasalahan
perawan-perawan tua, janda-janda, dan Ketiga, pernikahan model ini
perempuan dengan keadaan khusus. mampu membantu para janda yang
ditinggal mati suaminya atau karena
Mereka semua memiliki keterbatasan
gerak, atau bisa jadi mereka cerai, dan memiliki beberapa anak
bertanggung jawab mengasuh orang tua, dengan harapan agar bisa dididik anak-
anak mereka dan mendapatkan
dan anak-anak yatim. Mereka
mendambakan seorang lelaki perhatian. Perlu diperhatikan bahwa
sebagaimana perempuan lainnya adanya laki-laki dan perempuan atau
suami istri dalam satu rumah meskipun
membutuhkan lelaki sebagai tempat
bersandar dan memenuhi hasrat hanya beberapa saat saja telah mampu
nalurinya. Tetapi kondisi tidak membantu istri dalam mendidik anak-
anaknya dan mampu membantu
memungkinkan untuk itu semua, dan
para lelaki tidak sanggup menikahinya. problematika kemasyarakatan di
Maka perempuan atau walinya sekitarnya. bahkan anak-anak tadi
terpaut hatinya dengan siapa yang telah
mengajukan agar sebagian hak-haknya
sebagai istri gugur demi menjaga diri memotivasi mereka dan mereka terhibur
dari perbuatan nista dan mengharapkan dengan keyatimannya. Hal ini selaras
keturunan. Hal ini selaras dengan
dengan konsep hifd al-aql pada belaka. Berpindah dari satu istri ke istri
tingkatan dharuriyat (Yusuf 1423, 154). yang lain, menikah di sini dan
menceraikan yang disana, selagi dia
Keempat, pernikahan model ini merasa tidak memiliki tanggung jawab
mampu membantu pemuda-pemuda apa-apa.
yang ingin menikah tetapi tidak
memiliki modal untuk menjalaninya. Keempat, wanita merasa terhina
Seperti yang terjadi di Saudi Arabia dengan jenis model pernikahan ini
yang mana harga mahar mencapai terlebih ketika suami hanya
100.000 Real bahkan lebih. Hal ini menginginkan hasrat seksual saja dan
selaras dengan konsep hifd al-nasl pada tidak mengindahkan tuntutan-tuntutan
tingkatan hajiyyat. istri berupa ketenangan dan kasih
sayang.
Meskipun terdapat beberapa
kelebihan pada pernikahan ini tetapi Al-Qaradawi tidak mendetail
juga terdapat beberapa implikasi negatif membahas implikasi-implikasi buruk
pada individu, keluarga, dan dari pernikahan ini. Dia hanya
masyarakat. Terdapat beberapa dampak memfokuskan pandangannya dengan
negatif pada pernikahan misyar, yaitu: landasan dasar-dasar hukum fiqih dan
kemaslahatan- kemaslahatan semu saja.
Pertama, perempuan terkadang Padahal terdapat implikasi-implikasi
merasa bahwa dia berada di posisi buruk dibalik pernikahan ini.
terendah dalam mendapatkan hak-
haknya sebagai seorang istri. Konsep maslahat sebagai
Pernikahan ini tidak menjadikan istri landasan pokok dalam memproduksi
merasa bahwa dia adalah ibu rumah hukum harus mempertimbangkan bobot
tangga, lebih-lebih ketika dia pertama antara maslahat dan mudharat dengan
kali melangsungkan pernikahan, dan prinsip skala prioritas, seperti
suaminya adalah suami pertamanya. dharuriyat harus diutamakan daripada
atau bisa jadi karena pernikahan ini, istri hajiyyat dan tahsinat. Kemudian
tidak bisa memiliki keturunan dan tidak bertingkat sesuai urutan tingkatnya
bisa memenuhi kebutuhan jiwanya. seperti hifd al-din harus diutamakan
daripada hifd- al-nafs dan seterusnya.
Kedua, pernikahan jenis ini Melindungi diri dari jatuh ke dalam
berimplikasi buruk terhadap jiwa atau jurang kehinaan bagi kedua belah pihak
psikologi perempuan, karena membuat
baik suami maupun istri masuk dalam
istri merasa bahwa dia bukan istri kategori hifd al-nasl pada tingkat
seutuhnya dan merasa bahwa dia berada dharuriyat karena keharaman zina telah
di ambang perceraian dan hancurnya maklum diketahui dalam agama secara
rumah tangga. dhoruri, akan tetapi masa depan anak-
Ketiga, sebagian laki-laki anak yang lahir dari pernikahan misyar
melaksanakan pernikahan jenis ini berupa pendidikan, arahan, dan
hanya karena ingin bersenang-senang pengasuhan kita tidak boleh
DAFTAR PUSTAKA
Albarri, Zakariya. Hukum-hukum Dasar Keluarga Islam . Ma'had Dirosat Islam, n.d.
al-Jaziri, Abdurrahman. Kitab Fiqh Empat Madzhab. Maktabah Taufiqiyah, 2015, jilid
4.
Tobari, Hamim. "Fatwa Ulama Kontemporer tentang Hukum Nikah Misyar." Islamic
Law Marmara, Turki: 13.
Umar, Muhammad Ali. Pernikahan Misyar dalam Pandangan Syariat, Kelebihan dan
Kekurangannya. Malang: UIM, 2013.
Yusuf, Abdul Malik bin. Pernikahan Misyar, Studi Kritis Fiqh Kemasyarakatan.
Riyadh: Dar ibnu La'bun, 1423.