Pendahuluan
pasangan antara laki-laki dan perempuan agar terpenuhi apa yang menjadi
kebutuhannya, yaitu kebutuhan untuk saling mencintai, kebutuhan untuk hidup secara
membawa suatu aturan agar kehidupan manusia yang berlainan jenis dapat dilegalkan,
yang salah satu tujuannya antara lain adalah dihalalkannya penyaluran hasrat seksual
sesuai nalurinya. Demikian pentingnya penyaluran ini, sehingga perlu ditata agar
harkat kemanusiaan tetap terpelihara. Penataan tersebut sudah ada sejak manusia
Sistem yang melengkapi kehidupan pria dan wanita ini tentu saja tidak
antara dua orang yang berlainan jenis dengan cinta dan kasih saying, supaya keduanya
dapat mengutamakan maksud yang hendak dicapai oleh peradaban dan kebudayaan
perkawinan merupakan konsep cinta dan kasih sayang antar manusia yang berlainan
jenis untuk saling berpasangan.2 Allah Swt. tidak mau menjadikan manusia seperti
makhluk lainnya yang hidup bebas mengikuti nalurinya yang berhubungan antara
jantan dan betinanya secara bebas, tanpa adanya suatu aturan apapun. Namun demi
1
Al-Maududi, Pedoman Perkawinan dalam Islam, (Jakarta: Dar al-Ulum, 1987),h. 7-9.
2
Lihat al-Quran surat al-Rum [30]:21.
2
menjaga kehormatan dan martabat kemuliaan manusia, Allah siapkan hukum sesuai
dengan martabatnya.
ibadah kepada Allah Swt. yang merupakan sunnah Rasul-Nya. Sebagai hak asasi
kemanusiaan kebutuhan rohani dan jasmani, perkawinan harus dilakukan dengan niat
yang suci dan luhur, niat mengikuti sunah Rasul agar mempunyai nilai ibadah.3
Menurut Syaria’t Islam pergaulan pria dan wanita sebagai sepasang suami
isteri harus diawali dengan perkawinan yang memenuhi syarat-syarat serta rukunnya.
Perkawinan adalah salah satu syari’at Allah untuk manusia. Al-Quran telah mengatur
bagaimana perkawinan itu dan apa yang hendak dicapai dari suatu perkawinan.
Pengertian Nikah
atau bahasa, kedua menurut istilah. Nikah menurut bahasa ialah : bergabung ( (
ضم
ّ atau hubungan kelamin ( ) وطءdan juga berarti akad ()عقد.4
ٍSedangkan menurut ahli ushul fiqh makna nikah secara bahasa yaitu :
adalah aqad yang dengannya menjadi halal hubungan kelamin antara pria dan
2. Nikah menurut arti aslinya adalah aqad yang dengannya menjadi halal
hubungan kelamin antara pria dan wanita, sedangkan menurut arti majazinya
adalah bersetubuh. Demikian menurut ulama ahli ushul dalam madzhab Syafi’i.5
Dasar hukum nikah adalah al-Quran dan as-Sunnah. Adapun dalil al-Quran
يا معشر الشباب من استطاع منكم الباءة فليتزوج فانه اغض للبصر واحصن للفرج فمن لللم
Hukum Perkawinan
Dalam hal menetapkan hukum asal suatu perkawinan sangat berkaitan denga situasi
1. Sunah, bagi orang yang syahwatnya telah mendesak dan mampu untuk kawin,
2. Wajib, bagi yang sudah mampu kawin, syahwatnya telah mendesak dan takut
terjerumus dalam perzinahan, maka dia wajib kawin. Karena hal tersebut dapat
3. Haram, bagi orang yang tidak mampu memberikan nafkah lahir dan batin
kepada isterinya.
5. Mubah, bagi orang yang tidak terdesak oleh alasan-alasan untuk segera
kawin.8
Asas-asas Perkawinan
1. Asas perkawinan yang utama ialah dalam rangka ibadah kepada Allah Swt.
Bila suami isteri menjadikan ibadah sebagai landasan atau asas yang paling utama
dalam suatu perkawinan, maka mereka menikah hanya karena Allah, sehingga
mereka akan saling mengerti cara untuk mencapai tujuan perkawinan serta
kesucian, sebagaimana yang tertuang dalam firman Allah QS. al-Nisa [4] : 24-
25.10
3. Cinta dan kasih sayang, cinta dan kasih sayang tidak hanya memungkinkan
suami isteri membentuk kehidupan keluarga yang damai dan bahagia, tetapi juga
kebudayaan yang lebih tinggi, hal ini sebagimana terdapat dalam kandungan QS.
4. Kerelaan dan persetujuan. Asas ini adalah salah satu yang harus dipenuhi oleh
pihak yang hendak melangsungkan perkawinan, sehingga tidak ada paksaaan bagi
kepada Allah. Kesemua hal tersebut hanya akan dapat dicapai hanya dengan
6. Asas monogami, asas perkawina dalam islam adalah monogamy, hal ini untuk
menjaga dari perbuatan tidak adil dan aniaya kepada yang lainny, hal ini
9
Abdul Rahman Doi, Perkawinan dalam Syari’at Islam, (Jakarta : Rineka Cipta, 1996), h. 4.
10
Al-Maududi, op.cit., h. 7.
11
Ibid., h. 10.
12
Hasan Yunus, Fiqh Munakahat, (Bandung : Inayat Press, 1999), h. 52.
13
Ibid.
14
Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, (Jakarta : UI Press,tt), h. 55.
6
Adapun yang termasuk dalam kriteria kafaah atau kesetaraan adalah : kesetaraan
kebangsaan.15 Namun yang paling penting adalah kafa’ah dalam hal agama, dalam
antara laki-laki dan wanita yang sama keyakinannya, sebagaimana firman Allah
UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, maka dimulai suatu babak baru dalam
membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Untuk itu suami isteri saling
kepercayaannya itu dan dismaping itu tiap-tiap perkawinan harus dicatat menurut
hanya apabila dikehendaki oleh yang bersangkutan, karena hokum dan agama
seorang dan hanya dapat dilakukan jika berbagai persyaratannya dipenuhi dan
15
Amir Syarifudin, op.cit.,140.
16
Sayuti Thalib, op.cit., h. 55.
7
perkawinan dapat tercapai. Sehingga usia calon suami minimal 19 Tahun dan
6. Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan
suami, baik dalam kehidupan rumah tangga maupun dalam pergaulan masyarakat,
sehingga dengan demikian segala sesuatu dalam keluarga dapat dirundingkan dan
Setiap aturan hukum dalam Islam memeliki rahasia (asrar al-Hukm), rahasia
hukum tersebut adalah makna-makna yang terkandung dalam setiap perintah Allah
Swt yang hanya bisa digali dengan melalui suatu perenungan dan pemikiran yang
mendalam. Memang adakalanya bahwa aturan hukum dalam Islam tidak dibarengi
suatu perbuatan atau menjauhi suatu larangan, seperti halnya kenapa harus sholat lima
waktu, kenapa harus puasa satu bulan penuh dalam satu tahun, kenapa poligami
dibatasi empat saja, dan sebaginya yang kesemuanya itu hanya dapat digali melalui
suatu perenungan yang mendalam. Dengan mengetahui asrar al-Hukm, maka hal
tersebut akan lebih menambah kecintaan dan ketaatan kepada Allah Swt.18
17
Sudarsono, Hukum Perkawinan Nasional, (Jakarta : Rineka Cipta, 1991), h. 6.
18
Hasbi ash-Shidiqy, Filasafat Hukum Islam, (Semarang : Pustaka Rizki Putra, 2001), h. 365.
8
sah.
bumi.
keluarga, karena akad perkawinan tidaklah sama dengan akd-akad yang lainnya,
ghalidza.19
Maka untuk mencapai suatu perkawinan yang baik, Islam telah menjelaskan
beberapa aturan yang harus diperhatikan. Islam menganjurkan bahwa calon yang akan
kekayaan dan kecantikan atau nasab si calon. Artinya Islam mengajarkan bahwa
kerukunan rumah tangga hanya bisa digapai melalui kesalehan, bukan terletak pada
تنكح المرأة لربع لمالها ولحسبها ولجمالها ولدينها فظفزبذات الدين تربت يداك
“Dinikahi wanita karena empat hal ; karena nasab, kecantikan, harta dan agama, maka
carilah yang beragama, kamu akan selamat”. Selain itu aspek kafaah (kesederajatan)
merupakan hal yang sangat penting, hal ini untuk menjaga agar kedua belah pihak
bisa saling menghormati, tidak saling merendahkan satu sama lainnya, karena salah
khalayak umum, hal ini tiada lain adalah dalam rangka untuk membedakan nikah
yang disyari’atkan oleh Islam dengan perzinahan, juga untuk menjaga kehormatan
kedua belah pihak dari persangkaan tidak baik yang muncul dari masyarakat.21
19
Ibid., h. 406.
20
Ibid., h. 408
21
Ibid.,.
9
Aspek lain yang diajarkan dalam Islam adalah solusi yamg diberikan jika
terjadi ketidak harmonisan dalam rumah tangga, yaitu dengan adanya ketentuan
hukum talak. adanya talak tiada lain adalah agar wanita tidak menjadi permainan di
Kesimpulan
isteri. Dalam Islam hokum perkawinan diatur sedemikian rupa agar perkawinan yang
dilakukan benar-benar mencapai tujuan yang hakiki, yakni selain untuk memenuhi
kebutuhan biologis manusia, tetapi juga adalah untuk ibadah kepada Allah Swt. aturan
yang ada dalam Islam bukanlah untuk mempersulit perkawinan, tetapi adalah untuk
kebahagiaan manusia itu sendiri. Karena prinsip hokum islam itu sendiri secara
keseluruhan adalah suatu kemaslahatan untuk segala tempat dan waktu (shalihun
DAFTAR PUSTAKA
22
Ibid., h. 410
10
Abdul Rahman Doi, Perkawinan dalam Syari’at Islam, Jakarta : Rineka Cipta, 1996.
Ahmad Ichsan, Hukum Perkawinan Bagi Yang Beragama Islam, Jakarta: CV. Mulia
Sari, 1987.
Al-Qur’an
Hasbi ash-Shidiqy, Filasafat Hukum Islam, Semarang : Pustaka Rizki Putra, 2001.
Mahmud Yunus, Hukum Perkawinan dalam Islam, Jakarta : PT: Hida Karya Agung,
1989.
Makalah
(Revisi)
Oleh :
Achmad Syalabi
NIM . 076.1230
Dosen Pembimbing :
Prof. DR. Juhaya S. Praja