Anda di halaman 1dari 8

20 Prinsip Memahami Islam

(Ushul Isyrin)
Ditulis pada 8 Juni 2011

20 Prinsip Memahami Islam (Ushul Isyrin)

Arti Penting Ushul Isyirin (20


Prinsip dalam Memahami Islam)
Hassan Al~Banna Dalam
Kehidupan Muslim di Masa
Kontemporer
undefined undefined, undefined by Rizki Hernanda
(By: Rizki Hernanda)

Ushul Isyirin merupakan 20 prinsip yang dihimpun oleh Syaikh Hassan AlBanna rahimanullah. Prinsip ini bukanlah hal yang baru dalam Islam, akan tetapi
merupakan perspektif Hassan Al-Banna mengenai bingkai pemahaman Islam yang
komprehensif dan keluasan khazanah intelektual peradaban Islam itu sendiri.
Meskipun belum memahami secara mendalam mengenai prinsip-prinsip tersebut
namun ana telah mendapat gambaran yang luar biasa dalam memahami Islam dan
segala persoalan yang berkaitan dengan penerapan ajaran Islam di dalam kehidupan
bermasyarakat. Oleh karena itu menurut ana pribadi sebenarnya prinsip-prinsip hasil
rangkuman Ustadz Hassan Al-Banna sangat penting sekali untuk dipelajari oleh
setiap muslim agar kelak memiliki pengetahuan yang luas mengenai Islam secara
utuh.
Jika dikaitkan problematika Ummat Islam yang sering terjadi di sekitar kita
tentunya banyak sekali contoh-contoh perilaku ataupun ajaran-ajaran yang secara
kasat mata dianggap biasa namun bila kita kaji lebih teliti berdasarkan ajaran islam
yang menyeluruh ternyata dalam perilaku dan ajaran tersebut banyak sekali
kesalahan-kesalahan atau hal yang menyimpang dari Islam. Terkadang kesalahan ini
tidak disadari oleh para pelaku dan kadang pula mereka mengetahui itu salah namun
tetap melakukannya karena dianggap sudah menjadi tradisi sejak zaman nenek
moyang. Selain adanya tradisi lampau juga diikuti dengan perkembangan zaman,
sehingga dapat dikatakan bahwa dalam pola kehidupan masyarakat Tradisional dan

kehidupan masyarakat modern sering menjadi problem di dalam kehidupan


beragama.
Seiring perkembangan zaman, maka ummat Islam pun turut mengalami
perkembangan. Tidak hanya ummat Islam di suatu negara namun perkembangan juga
terjadi secara global termasuk di negeri Indonesia tercinta.
Indonesia memang merupakan salah satu negeri yang memiliki jumlah
penduduk muslim terbesar di dunia dan dengan jumlah yang banyak itu ternyata
tidak seluruhnya dapat mengamalkan Islam sesuai dengan prinsip-prinsp yang ada.
Sistem Islam pun belum dapat menyeluruh dan menyentuh seluruh kehidupan segi
kehidupan, dikarenakan adanya pluralisme dalam kehidupan masyarakat. Adapun
penyebab utama memudarnya nilai-nilai Islam di negeri ini antara lain yaitu,
terbatasya ilmu tentang Islam, pola pemikiran yang beragam antar kelompok, dan
kebudayaan masyarakat setempat.
Keterbatasan ilmu mengenai ajaran Islam seringkali disebabkan karena
kurangnya kesadaran serta keinginan masyarakat untuk mendalami ajaran Islam.
Padahal untuk mempelajari Islam, kita tidak harus mengelurakan banyak waktu dan
biaya karena Islam itu dapat dipelajari dimana dan kapan saja. Salah satunya kita
dapat mendalami Islam melalui tafsir Al-Quran, Sunnah Rasulullah dan buku-buku
Islam. Selain itu kita juga dapat mendalami prinsip-prinsip atau hukum-hukum Islam
melalui majelis taklim ataupun forum-forum kajian Islam namun diharapkan jangan
sampai salah tempat mengingat saat ini telah banyak berkembang aliran-aliran sesat
yang mengatasnamakan Islam.
Keterbatasan ilmu tentang Islam juga seringkali menjerumuskan masyarakat
ke dalam pandangan-pandangan Islam keliru karena mereka terpedaya dengan pola
pemikiran-pemikiran yang berkembang di sekitar mereka. Adakalanya mereka hanya
immaah (ikut-ikutan) dalam memahami pemikiran yang mereka adopsi tersebut.
Hal ini juga sering menjadi penyebab perselisihan antar kelompok karena masingmasing menganggap bahwa pemikiran serta ajaran mereka telah mutlak
kebenarannya.
Oleh karena itu sangat penting sekali bagi setiap muslim untuk hendaknya
mengetahui hakekat Islam yang sebenarnya dengan memahami prinsip-prinsip
mengenai nilai-nilai Islam agar dapat melindungi kita dari pemikiran yang keliru dan
menjaga kita kesatuan umat. Selain itu prinsip-prinsip ushul isyirin ini juga dapat
membimbing serta memberikan petunjuk bagi kita dalam menghadapi kontroversi
pendapat yang terjadi dalam jemaah cara utamanya dengan berpedoman pada AlQuran dan Sunnah Rasulullah.
Adanya pola pemikiran yang beragam antar kelompok juga tidak dapat
terlepas dari pengaruh budaya masyarakat setempat. Kita memang tidak dapat
memungkiri bahwa negeri kita tercinta merupakan negeri yang penuh dengan
kemajemukan serta keaneragaman suku bangsa dan budaya. Bahkan tidak sedikit
masyarakat di setiap daerah tetap berusaha mempertahankan ciri khas suku
bangsanya dengan melestarikan adat istiadat yang mereka miliki meski mereka kini
hidup di era globalisasi dan modernisasi. Namun hal itu tetap menjadi keharusan bagi
mereka karena telah menjadi warisan budaya suku bangsa mereka dari masa ke masa.
Masyarakat Indonesia juga sejak dahulu memang dikenal akan warisan
budayanya. Kebudayaan yang diwariskan merupakan hasil akulturasi dari berbagai

budaya yang pernah ada yakni antara budaya Islam, Hindu-Buddha, bahkan dari
masa Pra Aksara (Animisme dan Dinamisme). Semua unsur budaya tersebut kini
menyatu dan dapat kita lihat secara nyata bukti-bukti dari akulturasi budaya tersebut
misalnya seperti tradisi pemakaman, tradisi upacara adat pernikahan, upacara sekaten
di Yogyakarta, tadisi ziarah kubur dan pemujaan terhadap makam raja atau tokoh
masyarakat, tradisi upacara, pengistimewaan terhadap benda-benda yang dianggap
keramat dan sebagainya. Meskipun ada yang menganggap bahwa ritual-ritual
tersebut dilaksanakan dengan tujuan yang baik, tetapi seringkali tata cara dalam
pelaksanaan dinilai menyalahi nilai-nilai ajaran Islam bahkan dapat dikategorikan
termasuk perbuatan syirik sebab diantaranya ada yang sampai menyekutukan Allah
sebagai satu-satunya yang Maha pemberi pertolongan dengan benda-benda pusaka
(jimat) atau bertawassul dengan berdoa kepada arwah tokoh-tokoh yang dianggap
suci dan kepercayaan-kepercayaan lainnya yang menyimpang dari aqidah Islam.
Permasalahan ini tentunya dapat diatasi dengan kita berpegang teguh kembali pada
prinsip-prinsip Islam.
Dilihat dari berbagai problematika ummat Islam yang sering terjadi di masa
kontemporer, maka sudah jelas bahwa kita sangat dianjurkan untuk memahami
kembali nilai-nilai Islam melalui prinsip-prinsip ajaran Islam sebagaimana yang telah
dikemukan oleh Ustadz Syaikh Hassan Al-Banna. Jika orang-orang Islam di luar
sana belum ada keinginan untuk mempelajarinya sendiri secara langsung maka ini
pun menjadi tugas kita bersama sebagai pengemban dakwah dengan secara perlahan
menanamkan prinsip-prinsip Ushul Isyirin tersebut di dalam kehidupan mereka. Hal
ini tentu harus dimulai dari kehidupan kita secara pribadi agar nantinya kita juga
dapat mengajak saudara-saudara kita yang lain dalam mengamalkan prinsip-prinsip
Ushul Isyirin. Semoga Allah meridhoi dan memudahkan ^__^ (kiki)

20 Prinsip Memahami Islam


(Ushul Isyrin)
Berikut ini adalah teks dari 20 prinsip yang dihimpun oleh Syaikh
Hassan Al-Banna rahimahullah. Prinsip ini bukanlah hal yang baru
dalam Islam, akan tetapi merupakan perspektif Hassan Al-Banna
mengenai bingkai bagi pemahaman Islam yang komprehensif dan
keluasan khazanah intelektual dan peradaban islam itu sendiri. Bila
kita selami kedalamannya maka ia menghasilkan syarah yang sangat
panjang (telah terdapat berbagai buku yang mensyarah 20 prinsip
tersebut) dan terasa mewakili berbagai pembahasan tentang islam
dari berbagai macam pemikiran yang telah berkembang. Dr Yusuf
Qardhawy bahkan menempatkan 20 prinsip ini sebagai prinsip yang
bisa diterima bersama dan hendaknya dijadikan titik tolak oleh
berbagai macam gerakan islam (baca : Menuju Kesatuan Fikrah Aktivis

Islam, buku yang ditulis Dr. Yusuf Qardhawy).


Adapun dalam risalah taalim untuk aktivis gerakan Ikhwanul Muslimin
(ataupun yang mengadopsi prinsip-prinsipnya), 20 prinsip ini menjadi
bingkai yang wajib dipahami oleh setiap kadernya. Ia merupakan
bagian dari penjelasan rukun al-fahmu(pemahaman), sehingga
adalah suatu kesalahan memahami al-fahmu tanpa memahami 20
prinsip ini, sebagaimana yang dijadikan alasan oleh sebagian aktivis
untuk menolak sesuatu tugas/amanah dakwah, seolah sekarang alfahmu berarti : dapat ia terima menurut akalnya sendiri, padahal tidak
hanya demikian. Prinsip inilah yang menjadi ruh dari pilar komitmen
pertama seorang aktivis dakwah sebelum memahami permasalahan
lain secara lebih detail dan juga sebelum melangkah menuju pilar-pilar
komitmen berikutnya.
Silakan membaca isi dari 20 prinsip ini.
Berkata Imam Hasan Al Banna dalam Risalah Talim mengenai rukun
al-fahmu :
Wahai saudarau yang tulus .!
Yang saya maksud dengan fahm (pemahaman) adalah bahwa engkau
yakin bahwa fikrah (pemikiran) kita adalah fikrah Islamiyah
(pemikiran islami) yang bersih. Hendaknya engkau memahami Islam
sebagaimana kami memahami dalam batas-batas ushul al-isyrin
(20 prinsip) yang sangat ringkas ini :
1.

Islam adalah sistem yang menyeluruh, yang menyentuh seluruh


segi kehidupan. Ia adalah negara dan tanah air, pemerintah dari
umat, akhlak dan kekuatan, kasih sayang dan keadilan,
peradaban dan undang-undang, ilmu dan peradilan, materi dan
kekayaan alam, penghasilan dan kekayaan, jihad dan dakwah,
pasukan dan pemikiran, sebagaimana juga ia adalah aqidah yang
lurus dan ibadah yang benar, tidak kurang dan tidak lebih.
2. Al-Ouran yang mulia dan Sunah Rasul yang suci adalah tempat
kembali setiap muslim untuk memahami hukum-hukum Islam. Ia
harus memahami Al-Quran sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa
Arab,
tanpa takalluf (memaksakan
diri)
dan taassuf (serampangan). Selanjutnya ia memahami Sunah
yang suci melalui rijalul hadits (perawi hadits) yang terpercaya.
3. Iman yang tulus, ibadah yang benar, dan mujahadah
(kesungguhan dalam beribadah) adalah cahaya dan kenikmatan
yang ditanamkan Allah di hati hamba-Nya yang Dia kehendaki.
Sedangkan ilham, lintasan perasaan, ketersingkapan (rahasia
alam), dan mimpi, ia bukanlah bagian dari dalil hukum-hukum

4.

5.

6.

7.

8.

9.

syariat. Ia bisa juga dianggap dalil dengan syarat tidak


bertentangan dengan hukum-hukum agama dan teks-teksnya.
Jimat, mantera, guna-guna, ramalan, perdukunan, penyingkapan
perkara ghaib, dan semisalnya, adalah kemunkaran yang harus
diperangi, kecuali mantera dari ayat Quran atau ada riwayat dari
Rasulullah saw.
Pendapat imam atau wakilnya tentang sesuatu yang tidak ada
teks hukumnya, tentang sesuatu yang mengandung ragam
interpretasi, dan tentang sesuatu yang membawa kemaslahatan
umum, bisa diamalkan sepanjang tidak bertentangan dengan
kaidah-kaidah umum syariat. Ia mungkin berubah seiring dengan
perubahan situasi, kondisi, dan tradisi setempat. Yang prinsip,
ibadah itu diamalkan dengan kepasrahan total tanpa
mempertimbangkan makna. Sedangkan dalam urusan selain
ibadah (adat-istiadat), maka harus mempertimbangkan maksud
dan tujuannya.
Setiap orang boleh diambil atau ditolak kata-katanya, kecuali AlMashum (Rasulullah) saw. Setiap yang datang dari kalangan
salaf dan sesuai dengan Kitab dan Sunah, kita terima. Jika tidak
sesuai dengannya, maka Kitabullah dan Sunnah RasulNya lebih
utama untuk diikuti. Namun demikian, kita tidak boleh
melontarkan kepada orang-orang -oleh sebab sesuatu yang
diperselisihkan dengannya- kata-kata caci maki dan celaan. Kita
serahkan saja kepada niat mereka, dan mereka telah berlalu
dengan amal-amalnya.
Setiap muslim yang belum mencapai kemampuan telaah
terhadap dalil-dalil hukum furu (cabang), hendaklah mengikuti
pemimpin agama. Meskipun demikian, alangkah baiknya jika
-bersamaan dengan sikap mengikutnya ini- ia berusaha
semampu yang ia lakukan untuk mempelajari dalil-dalilnya.
Hendaknya ia menerima setiap masukan yang disertai dengan
dalil selama ia percaya dengan kapasitas orang yang memberi
masukan
itu.
Dan
hendaknya
ia
menyempurnakan
kekurangannya dalam hal ilmu pengetahuan Jika ia termasuk
orang pandai, hingga mencapai derajat pentelaah.
Khilaf (perbedaan) dalam masalah fiqih furu (cabang)
hendaknya tidak menjadi faktor pemecah belah dalam agama,
tidak menyebabkan permusuhan dan tidak juga kebencian.
Setiap mujtahid mendapatkan pahalanya. Sementara itu, tidak
ada larangan melakukan studi ilmiah yang jujur terhadap
persoalan khilafiyah dalam naungan kasih sayang dan saling
membantu karena Allah untuk menuju kepada kebenaran. Semua
itu tanpa melahirkan sikap egois dan fanatik.
Setiap masalah yang amal tidak dibangun di atasnya -sehingga
menimbulkan perbincangan yang tidak perlu- adalah kegiatan
yang dilarang secara syari. Misalnya memperbincangkan
berbagai hukum tentang masalah yang tidak benar-benar terjadi,

atau memperbincangkan makna ayat-ayat Al-Quran yang


kandungan maknanya tidak dipahami oleh akal pikiran, atau
memperbincangkan perihal perbandingan keutamaan dan
perselisihan yang terjadi di antara para sahabat (padahal masingmasing dari mereka memiliki keutamaannya sebagai sahabat
Nabi dan pahala niatnya) Dengan tawil (menafsiri baik perilaku
para sahabat) kita terlepas dari persoalan.
10. Marifah kepada Allah dengan sikap tauhid dan penyucian
(dzat)-Nya adalah setinggi-tinggi tingkatan aqidah Islam.
Sedangkan mengenai ayat-ayat sifat dan hadits-hadits shahih
tentangnya, serta berbagai keterangan mutasyabihat yang
berhubungan
dengannya,
kita
cukup
mengimaninya
sebagaimana adanya tanpa tawil dan tathil, serta tidak
memperuncing perbedaan yang terjadi di antara para ulama. Kita
mencukupkan diri dengan keterangan yang ada, sebagaimana
Rasulullah saw. dan para sahabatnya mencukupkan diri
dengannya. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata,
Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya
itu dari sisi Tuhan kami. (Ali lmran: 7)
11. Setiap bidah dalam agama Allah yang tidak ada pijakannya
tetapi dianggap baik oleh hawa nafsu manusia, baik berupa
penambahan maupun pengurangan, adalah kesesatan yang wajib
diperangi dan dihancurkan dengan menggunakan cara yang
sebaik-baiknya, yang tidak justru menimbulkan bidah lain yang
lebih parah.
12. Perbedaan pendapat dalam masalah bidah (idhafiyah , bidah
(tarkiyah , daniltizam terhadap ibadah mutlaqah (yang tidak
diterapkan, baik cara maupun waktunya) adalah perbedaan
dalam. masalah fiqih. Setiap orang mempunyai pendapat sendiri.
Namun tidaklah mengapa jika. dilakukan penelitian untuk
mendapatkan hakekatnya dengan dalil dan bukti-bukti.
13. Cinta
kepada
orang-orang
yang
shalih,
memberikan
penghormatan kepadanya, dan memuji karena perilaku baiknya
adalah bagian dari taqarrub kepada Allah swt. Sedangkan para
wali adalah mereka yang disebut dalam firman-Nya, Yaitu orangorang yang beriman dan mereka itu bertaqwa.Karamah pada
mereka itu benar terjadi jika memenuhi syarat-syarat syarinya.
itu semua dengan suatu keyakinan bahwa mereka -semoga Allah
meridhai mereka- tidak memiliki madharat dan manfaat bagi
dirinya, baik ketika masih hidup maupun setelah mati, apalagi
bagi orang lain.
14. Ziarah kubur -kubur siapa pun- adalah sunah yang disyariatkan
dengan cara-cara yang diajarkan Rasulullah saw. Akan tetapi,
meminta pertolongan kepada penghuni kubur siapa pun mereka,
berdoa kepadanya, memohon pemenuhan hajat (baik dari jarak
dekat maupun dari kejauhan), bernadzar untuknya, membangun
kuburnya, menutupinya dengan satir, memberikan penerangan,
)

mengusapnya (untuk mendapatkan barakah), bersumpah dengan


selain Allah dan segala sesuatu yang serupa dengannya adalah
bidah besar yang wajib diperangi. juga janganlah mencari tawil
(baca: pembenaran) terhadap berbagai perilaku itu, demi
menutup pintu fitnah yang lebih parah lagi.
15. Doa, apabila diiringi tawasul kepada Allah dengan salah satu
makhluk-Nya adalah perselisihan furumenyangkut tata cara
berdoa, bukan termasuk masalah aqidah.
16. Istilah (keliru) yang sudah mentradisi tidak mengubah hakekat
hukum syarinya. Akan tetapi, ia harus disesuaikan dengan
maksud dan tujuan syariat itu, dan kita berpedoman dengannya.
Di samping itu, kita harus berhati-hati terhadap berbagai istilah
yang menipu , yang sering digunakan dalam pembahasan
masalah dunia dan agama. lbrah itu ada pada esensi di balik
suatu nama, bukan pada nama itu sendiri.
17. Aqidah adalah pondasi aktivitas; aktivitas hati lebih penting
daripada aktivitas fisik Namun, usaha untuk menyempurnakan
keduanya merupakan tuntutan syariat, meskipun kadar tuntutan
masing-masingnya berbeda.
18. Islam itu membebaskan akal pikiran, menghimbaunya untuk
melakukan telaah terhadap alam, mengangkat derajat ilmu dan
ulamanya sekaligus, dan menyambut hadirnya segala sesuatu
yang melahirkan maslahat dan manfaat.Hikmah adalah barang
yang hilang milik orang yang beriman (mukmin). Barangsiapa
mendapatkannya, ia adalah orang yang paling berhak atasnya.
19. Pandangan syari dan pandangan logika memiliki wilayahnya
masing-masing yang tidak dapat saling memasuki secara
sempurna. Namun demikian, keduanya tidak pernah berbeda
(selalu beririsan) dalam masalah yang qathi (absolut) Hakikat
ilmiah yang benar tidak mungkin bertentangan dengan kaidahkaidah
syariat
yang tsabitah (jelas).
Sesuatu
yang zhanni(interpretable) harus ditafsirkan agar sesuai dengan
yang qathi. Jika yang berhadapan adalah dua hal yang samasama zhanni, maka pandangan yang syari lebih utama untuk
diikuti sampai logika mendapatkan legalitas kebenarannya, atau
gugur sama sekali.
20. Kita tidak mengkafirkan seorang muslim, yang telah
mengikrarkan dua kalimat syahadat, mengamalkan
kandungannya, dan menunaikan kewajiban-kewajibannya, baik
karena lontaran pendapat maupun karena kemaksiatannya,
kecuali jika ia mengatakan kata-kata kufur, mengingkari sesuatu
yang telah diakui sebagai bagian penting dari agama,
mendustakan secara terang-terangan Al-Quran, menafsirkannya
dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan kaidah bahasa Arab,
atau berbuat sesuatu yang tidak mungkin diinterpretasikan
kecuali dengan tindakan kufur
)

Apabila seorang muslim memahami ajaran agamanya dengan batasan


kaidah-kaidah di atas, berarti ia telah mengetahui makna syiarnya :
Al-Quran adalah dustur (undang-undang) kami dan Rasul adalah
qudwah (teladan) kami.

Anda mungkin juga menyukai