Anda di halaman 1dari 23

HADIST TENTANG KERJA SAMA DAN TOLONG MENOLONG

Makalah ini Ditujukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hadist

Dosen Pengampu : Fauzun Jamal, M. A

Disusun Oleh:

Ade dinda sawitri 11180510000111

Puspa Sari 111805100000005

Arya Rizki Ramadhan 11180510000309

Muhammad bhakti raihan arief 11180510000174

KPI 4/H

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERISYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas penulisan
makalah mata kuliah Hadist yang berjudul “kerja sama dan tolong menolong”.

Dengan ini kami menyadari bahwa makalah ini tidak akan tersusun
dengan baik tanpa adanya bantuan dari pihak-pihak terkait. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini tidak lupa juga kami mengucapkan banyak terimakasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini. Khususnya
Bapak Fauzan Jamal, M.A selaku dosen pengampu mata kuliah Hadist yang telah
membimbing kami dalam penyusunan makalah ini.

Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat di masa mendatang


dalam meningkatkan pengetahuan sekaligus wawasan bagi pembaca terkait Hadist
tentang Menghargai Waktu serta mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-
hari.

Tangerang , 27 April 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...............................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Terjemahan dan Pembahasan Kosa Kata....................................................2
B. Asbab Al-Wurud Hadits..............................................................4
C. Syarah Hadits................................................................................7
D. Hikmah-Hikmah Hadits Dengan Pendekatan Ilmu
Komunikasi........................................................................................14
BAB III PENUTUPAN
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagai makhluk sosial manusia tidak mampu hidup sendiri dan akan
selalu membutuhkan bantuan orang lain. Sudah menjadi kodratnya bahwa
manusia diciptakan untuk bisa saling tolong menolong dan membantu satu sama
lain yang sedang mengalami kesulitan. Islam sebagai rahmatan lil allamin,tidak
dapat dipisahkan dari ajaran untuk saling tolong menolong. Islam juga
mewajibkan seluruh umatnya untuk saling tolong menolong.

islam juga memberikan batasan terhadap  apa yang menjadi ajarannya


tersebut. Karenanya umat islam harus mengerti betul bagaimana ajaran tolong
menolong yang dianjurkan dalam islam. Bahwa setiap umat islam.m diwajibkan
hanya melakukan tolong menolong dalam kebaikan dan taqwa dan larangan
tolong menolong dalam hal dosa bedar dalam islam.

aktivitas tolong menolong yang dilandasi oleh kebaikan dan taqwa tentu
akan samgat membawa kebaikan. Tidak hanya bagi individu atau kelompok yang
bersangkutan,  tetapi juga bagi semua umat muslim. Kondisi ini kemudian akan
menyebar kepada individu atau kelompok lain untuk kemudian saling berlomba-
lomba melakukan kebaikan melalui jalan tolong menolong antar sesama umat
muslim.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Terjemah dan Pembahasan Kosa Kata dala Hadits kerja sama dan
tolong menolong?
2. Bagaimana Sanad dan Rijal Hadits dalam Hadits kerja sama dan tolong
menolong?
3. Bagaimana Asbab Al – Wurud dalam Hadits kerja sama dan tolong
menolong?

1
4. Apa Hikmah – Hikmah Hadist dengan Pendekatan Ilmu Komunikasi?

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Terjemahan dan Pembahasan Kosa Kata


a. Seorang muslim adalah saudara muslim yang lainnya
(HR. Bukhari no. 2442, dari abdullah bin ‘umar
radiyallahu’anhuma.)

Dari salim, dari ayahnya bahwasanya Rasulullah SAW


bersabda:
ْ‫ َو َمن‬،ِ‫اج ِت ه‬ َ ‫اج ِة أَخِي ِه َك‬
َ ‫ان هللاُ فِي َح‬ َ ‫ان فِي َح‬ َ ‫ َو َمنْ َك‬،ُ‫ْالمُسْ لِ ُم أَ ُخو ْالمُسْ ل ِِم اَل َي ْظلِ ُم ُه َواَل يُسْ لِ ُمه‬
ِ ‫َفرَّ َج َعنْ مُسْ ل ٍِم ُكرْ َب ًة َفرَّ َج هللاُ َع ْن ُه ُكرْ َب ًة مِنْ ُك ُر َبا‬
ُ‫ َو َمنْ َس َت َر م ُْس لِمًا َس َت َرهُ هللا‬،ِ‫ت َي ْو ِم ْالقِ َيا َم ة‬
‫ َي ْو َم ْالقِ َيا َم ِة‬.
“Seorang muslim itu saudara bagi muslim yang lainnya. Tidak boleh
mendhaliminya dan tidak boleh pula menyerahkan kepada orang yang
hendak menyakitinya. Barangsiapa yang memperhatikan kebutuhan
saudaranya, maka Allah akan memperhatikan kebutuhannya.
Barangsiapa yang melapangkan kesulitan seorang muslim, niscaya
Allah akan melapangkan kesulitan-kesulitannya di hari kiamat. Dan
barangsiapa yang menutupi kesalahan seorang muslim, niscaya Allah
akan menutupi kesalahannya kelak di hari kiamat”.
Kosa kata :
ْ ‫ = ْال ُم ْسلِ ُم أَ ُخ‬Seorang muslim saudara terhadap sesama
1. ‫وال ُم ْسلِ ِم‬
muslim
ْ َ‫ = اَل ي‬tidak menganiyayanya
2. ُ‫ظلِ ُمه‬
3. ُ‫ = َوالَ يُ ْسلِ ُمه‬dan tidak akan dibiarkan dianiaya orang lain
4. ‫ = َحا َجتِ ِه‬hajatnya
5. ً‫ = َو َم ْن فَ َّر َج ع َْن ُم ْسلِ ٍم ُكرْ بَة‬dan siapa yang melapangkan
kesusahannya seorang muslim

3
6. ‫ = َستَ َرهُ هللاُ يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة‬maka Allah akan menutupinya di hari
qiyamat
b. Menolong yang zalim yang di zalimi
(HR. Bukhari no. 2264, dari Anas)
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Rasulullah
‫ﷺ‬ bersabda:

َ‫ف‬f‫ا فَ َك ْي‬ff‫ظلُو ًم‬ ْ ‫ ُرهُ َم‬f‫ص‬


ُ ‫ُول هَّللا ِ هَ َذا نَ ْن‬ ْ ‫ أَوْ َم‬f‫خَاك ظَالِ ًما‬
َ ‫ظلُو ًما قَالُوا يَا َرس‬ fَ َ‫ا ْنصُرْ أ‬
َ ْ‫ال تَأْ ُخ ُذ فَو‬
‫ق يَ َد ْي ِه‬ َ َ‫ص ُرهُ ظَالِ ًما ق‬ُ ‫نَ ْن‬.
'Tolonglah saudaramu yang berbuat zhalim (aniaya) dan yang
dizhalimi". Mereka bertanya: "Wahai Rasulullah, jelas kami faham
menolong orang yang dizhalimi tapi bagaimana kami harus menolong
orang yang berbuat zhalim?" Beliau bersabda: "Dengan
menghalanginya melakukan kezhaliman. Itulah bentuk bantuanmu
kepadanya."
Kosa kata :
1. ‫رْ أَ َخاكَ ظَالِ ًما‬ff‫ص‬
ُ ‫ = ا ْن‬tolong lah saudaramu yang berbuat
zhalim
2. ْ ‫ = أَوْ َم‬dan yang dizhalimi
‫ظلُو ًما‬
3. ‫ظلُو ًما‬ْ ‫ص ُرهُ َم‬ُ ‫ = نَ ْن‬menolong orang yang dizhalimi
َ ْ‫ = تَأْ ُخ ُذ فَو‬menghalangi melakukan kezhaliman
4. ‫ق يَ َديْه‬

c. Perumpaan seorang mukmin bagaikan tubuh


(HR. Muslim, dari nu’man ibdu basyir)
Dari nu’man ibnu basyir berkata: bahwa rasulullah SAW bersabda:
‫دَاعَى‬fَ‫ ٌو ت‬f‫ُض‬ ْ ‫هُ ع‬f‫تَ َكى ِم ْن‬f‫اش‬ ْ ‫ إِ َذا‬،‫ ِد‬f‫ َمثَ ُل ْال َج َس‬،‫ َوت ََرا ُح ِم ِه ْم‬،‫ َوتَ َعاطُفِ ِه ْم‬،‫َمثَ ُل ْال ُم ْؤ ِمنِينَ فِي تَ َوا ِّد ِه ْم‬
‫ َسائِ ُر ْال َج َس ِد بِال َّسهَ ِر َو ْال ُح َّمى‬.
“Perumpamaan kaum mukmin dalam sikap saling mencintai, mengasihi
dan menyayangi, seumpama tubuh, jika satu anggota tubuh sakit, maka
anggota tubuh yang lain akan susah tidur atau merasakan demam.”
Kosa kata :
1. َ‫ = َمثَ ُل ْال ُم ْؤ ِمنِين‬perumpamaan kaum mukminin
2. ‫ =ت ََوا ِّد ِه ْم‬saling mencintai
3. ‫ = َوتَ َعاطُفِ ِه ْم‬mengasihi
4. ‫ = َوتَ َرا ُح ِم ِه ْم‬dan menyayangi
5. ‫ = ْل َج َس ِد‬tubuh
6. َ‫ = ْال ُح َّمى‬demam

d. Perumpaan seorang mukmin sebagai bangunan


(shahih muslim no. 4684, Dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu)

Dari abi musa al-asy’ari berkata, Rasulullah SAW bersabda:

ُ ‫ْال ُم ْؤ ِمنُ لِ ْل ُم ْؤ ِم ِن َك ْالبُ ْنيَا ِن يَ ُش ُّد بَ ْع‬


‫ضهُ بَ ْعضًا‬
“Seorang mukmin yang satu dengan mukmin yang lain bagaikan
satu bangunan, satu dengan yang lainnya saling mengokohkan.’ Kemudian
beliau menganyam jari-jemarinya.”
Kosa kata :
1. ‫ = َك ْالبُ ْنيَان‬bagaikan satu bangunan
2. ‫ =يَ ُش ّد‬mengokohkan
3. ‫ضهُ بَ ْعضًا‬
ُ ‫ = بَ ْع‬menganyam jari-jemarinya

B. Asbab Al-Wurud Hadits


Secara etimologis ” asbab al wurud ” merupakan susunan idlofah,
yang berasal dari kata asbab dan wurud. Kata ” asbab adalah bentuk jama’
dari kata “sababu”, yang berarti tali,1 segala sesuatu yang dapat
mehubungkan pada sesuatu yang lain, atau penyebab terjadinya sesuatu.
Sedangkan kata “wurud” merupakan bentuk isim masdar dari warada,
yaridu, wuruudan yang berarti datang atau sampai, wurud berarti
kedatangan2. Berarti asba al wurud secara bahasa berarti sebab-sebab
datangnya sesuatu.
1
Ahmad Warson Munawwir, Op.Cit., hlm. 602
2
Ibid., hlm.1551

5
Secara terminologi dalam diskursus ilmu hadits menurut As-Suyuti
asbabul wurud diartikan sebagai berikut: sesuatu yang menjadi metode
untuk menentukan maksud suatu hadits yang bersifat umum atau khusus,
mutlak atau muqoyyad, dan untuk menentukan ada dan tidaknya naskh
(pembatalan) dalam suatu hadits. Menurut Muhamad ibn Muhamad ibn
Suwailim Abu Syu’bah, “asba al wurud” merupakan ilmu yang membahas
sebab-sebab permulaan nabi Muhammad menyampaikan hadits, sebab-
sebab tersebut dapat berupa pertanyaan, cerita, atau suatu kejadian.. 3
Sedangkan menurut Hasbi Ash Shidiqie “asba al wurud” adalah ilmu yang
menerangkan sebab-sebab Nabi menuturkan sabdanya dan masa-masanya
Nabi menuturkannya4. Kedudukan asbab al wurud al hadits sama seperti
asbab al nuzul al Qur’an al Karim, ia merupakan jalan yang baik untuk
memahaminya, karena dengan mengetahui sebab maka akan diketahui
pula musababnya.5

Jadi “asba al wurud” adalah salah satu cabang ulum al hadits pada
kajian matan yang membahas sebab-sebab Nabi Muhammad SAW
menuturkan hadits. Sebab-sebab yang dimaksud dapat berupa pertanyaan
sahabat, cerita atau suatu kejadian atau bahkan kondisi masyarakat saat itu
meliputi sosial, budaya dan politik. Ia dapat berfungsi sebagai kacamata
analisis untuk menentukan apakah hadits itu bersifat umum atau khusus,
mutlak atau muqoyyad dan naskh atau mansukh.

Namun demikian dalam diskursus ilmu hadits dikenal bahwa hadits


itu ada yang memiliki asbab al wurud dan ada pula yang tidak memiliki
asbab al wurud.6 Terhadap hadits yang mempunyai asbab al wurud khusus,
kita akan lebih mudah dalam memahami makna hadits. Sedangkan

3
Muhamad ibn Muhamad ibn Suwailim Abu Syu’bah, Al Wasith fi al Ulumi Hadits
wa al Mustholakhuh, Saudi Arabia, Daar al Fikr, 1403 H, hlm. 467
4
TM. Hasbi ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, Semarang, PT. Pustaka Rizki
Putra, 1999, cet. Ke 4, edisi ke 2, hlm. 142
5
Nuruddin Muhammad Atr al Khalbi, Manhaj al Naqd fi al Ulum al Hadits, Syuria, Daar al
Fikr, 1997, cet. Ke 3, hlm. 334
6
Ibnu Hamzah Al-Husaini al-Hanafi Ad-Damsyiqi, Al Bayan wa al Ta’rif fi Asbab al Wurud al
Hadits al Syarif, Beirut, Daar al Kitab al Arabi, tt., juz I, hlm.3
terhadap hadits yang tidak mempunyai asbab al wurud khusus
alternatifnya dapat menggunakan pendekatan historis, sosiologis,
antropologis atau psikologis. Dengan asumsi dasar bahwa ketika Nabi
bersabda tidak mungkin dalam ruang hampa sejarah (vakum historis), pasti
beliau tidak lepas dari situasi kondisi yang melingkupi masyarakat pada
waktu itu.7

1. Bentuk-Bentuk Asbab al Wurud al Hadits


a. Mempunyai sebab secara khusus
b. Tidak mempunyai sebab secara khusus.8
c. Pertanyaan sahabat, cerita, dan berkaitan dengan keadaan yang
sedang terjadi.9

Asbab al-Wurud Hadits 1

‫ َو َم ْن َستَ َر ُم ْسلِ ًما َستَ َرهُ هَّللا ُ يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة‬،‫ت يَوْ ِم القِيَا َم ِة‬
ِ ‫ فَ َّر َج هللاُ َع ْنهُ ُكرْ بَةً ِم ْن ُك ُربَا‬،ً‫ ُم ْسلِ ٍم ُكرْ بَة‬.

“Seorang muslim itu saudara bagi muslim lainnya. Dia tidak menzhaliminya dan
tidak membiarkannya berbuat zhalim. Barangsiapa memenuhi kebutuhan
saudaranya niscaya Allah akan memenuhi kebutuhannya. Barangsiapa
melapangkan satu kesusahan saudaranya niscaya Allah akan melapangkan
baginya satu kesulitan dari kesulitan-kesulitan pada hari kiamat. Dan barangsiapa
yang menutupi aib saudaranya, maka Allah akan tutupi aibnya pada hari kiamat.”
[HR. Bukhari Muslim]

Adapun latar belakang yang menyebabkan lahirnya hadis tersebut di atas adalah
sebagaimana diriwayatkan Ibnu Majah dan Ahmad yang bersumber dari Suwaid
ibn Hanzhalah, katanya: “Kami keluar mencari dan ingin menemui Rasulullah
Saw. Kami membawa Wail ibn Hujr, lalu ia diserang oleh musuhnya. Dan tidak
7
Prof. Dr. H. Said Agil Husin Munawwar, MA dan Abdul Mustaqim, M.Ag, Op.Cit., hlm. 25
8
Ibnu Hamzah Al-Husaini al-Hanafi Ad-Damsyiqi, Op.Cit. Ada asbab al wurud khas dan ‘am.
Terhadap hadits yang tidak mempunyai asbab al wurud khusus untuk memahaminya kita dapat
menganalisis dari sudut pandang historis, politis atau sosio-kultural masyarakat saat itu sebagai
asbab al wurud ‘am. (Jalaluddin Rahmat dan Said Agil Husin Munawwar dalam Pengembangan
Pemikiran terhadap Hadis, editor Yunahar Ilyas dan M. Mas’udi
9
Muhamad ibn Muhamad ibn Suwailim Abu Syu’bah, Op.cit.

7
seorangpun yangh berani bersumpah untuk membantu dan membelanya, maka
akulah yang bersumpah bahwa bahwa Wail ibn hujr itu adalah saudaraku,
sehingga orang yang menyerangnya itu meninggalkannya. Kemudian setelah itu,
datanglah Rasulullah Saw. Dan aku menceritakan kronologi itu kepada beliau.
Mendengar apa yang saya ceritakan itu, maka Rasulullah Saw. Bersabda, engkau
benar, seorang muslim itu adalah bersaudara dengan sesame muslim lainnya.”

Asbab al-Wurud Hadits 2

َ ْ‫ص ُرهُ ظَالِ ًما قَا َل تَأْ ُخ ُذ فَو‬


‫ق يَ َد ْي ِه‬ ْ ‫ًُُرهُ َم‬fً ‫ص‬
ُ ‫ظلُو ًما فَ َك ْيفَ نَ ْن‬ ُ ‫ك ظَالِ ًما أَوْ َمظلُو ًما قَالُوا يَا َرسُو َل هَّللا ِ هَ َذا نَن‬
َ ‫ا ْنصُر أَ َخا‬

“Bantulah saudaramu, baik dalam keadaan sedang berbuat zhalim atau sedang
teraniaya. Ada yang bertanya: “Wahai Rasulullah, kami akan menolong orang
yang teraniaya. Bagaimana menolong orang yang sedang berbuat zhalim?” Beliau
menjawab: “Dengan menghalanginya melakukan kezhaliman. Itulah bentuk
bantuanmu kepadanya.” [HR. al-Bukhâri]10

Owaida menambahkan, dalam menanggapi pertanyaan publik melalui siaran


langsung di halaman Dar Al Ifta, bahwa kemenangan penindas.

Artinya: Dia mencegahnya dari sistem dan menjauhkannya dari penindas. Ini
adalah kemenangannya. Jika dia ingin memukul seseorang, dia berkata:

Tidak, berdiri dan pegang dia, jika dia ingin mengambil uang seseorang,
(kedzaliman yg lain ) maka kemelekatan ini adalah kemenangannya, jika kamu
memiliki kemampuan untuk mencegahnya dari itu, maka cegahlah, jangan biarkan
penindas ini mendapatkan kemenangan

Asbab al-Wurud Hadits 3

‫ إِ َذا ا ْشتَ َكى ِم ْنهُ عُضْ ٌو تَدَاعَى‬،‫ َمثَ ُل ْال َج َس ِد‬،‫ َوت ََرا ُح ِم ِه ْم‬،‫ َوتَ َعاطُفِ ِه ْم‬،‫َمثَ ُل ْال ُم ْؤ ِمنِينَ فِي تَ َوا ِّد ِه ْم‬
‫َسائِ ُر ْال َج َس ِد بِال َّسهَ ِر َو ْال ُح َّمى‬
“Perumpamaan kaum mukmin dalam sikap saling mencintai, mengasihi dan
menyayangi, seumpama tubuh, jika satu anggota tubuh sakit, maka anggota tubuh
yang lain akan susah tidur atau merasakan demam.” [HR. Muslim]

10
HR. Bukhari, no. 6952; Muslim, no. 2584
Betapa kuatnya korelasi antara ukhuwwah Islamiyah dan ‘iman’. Sehingga
Rasulullah saw. mensyaratkan kecintaan kepada saudara sesama muslim sebagai
salah satu unsur pembentuk iman. Iman sejati menghajatkan suatu rajutan
persaudaraan yang kokoh di jalan Allah.
Karena itu eksistensi ukhuwwah berbanding lurus dengan kondisi iman seseorang
atau sekelompok jamaah. Semakin solid suatu ikatan persaudaraan fillah, makin
besar peluang untuk anggotanya dikategorikan sebagai mukmin sejati (mu’min al
haq). Sebaliknya ikatan bersaudara di jalan Allah ini bila rapuh, akan
mengindikasikan suatu hakikat keimanan yang juga masih rendah tingkatnya.
Ketika nabi muhammad saw naik keledainya pergi menuju rumah abdullah bin
ubay. Berkatalah abdullah bin ubay "enyahlah engkau dariku! Demi allah aku
telah terganggu dengan bau keledaimu" Seorang anshar berkata, demi allah,
keledainya lebih harum baunya daripada engkau. Marahlah anak buah abdullah
bin ubay kepadanya sehingga timbullah kemarahan kedua belah pihak, dan
terjadilah perkelahian dengan menggunakan pelepah kurma, tangan, dan sandal.
Maka turunlah QS al hujurat/49:9-10 yang memerintahkan agar menghentikan
peperangan dan menciptakan perdamaian
Asbab al-Wurud Hadits 4

ِ َ‫ْال ُم ْؤ ِمنُ لِ ْل ُم ْؤ ِم ِن َك ْالبُ ْني‬


ُ ‫ان يَ ُش ُّد بَ ْع‬
‫ضهُ بَ ْعضًا‬

“Seorang mukmin yang satu dengan mukmin yang lain bagaikan satu bangunan,
satu dengan yang lainnya saling mengokohkan.’ Kemudian beliau menganyam
jari-jemarinya.” [HR. Al Bukhari & Muslim. Dari Abu Musa radhiyallahu
‘anhu]11

Sebagian mukmin atas sebagian mukmin lainnya, ‫ كالبنيان‬adalah seperti bangunan.

ً ‫ا‬ff‫ه بعض‬ff‫د بعض‬ff‫ يش‬Sisi kesamaannya dengan bangunan adalah pada sikap saling
menopang. ‫بك بين أصابعه‬ff‫ ثم ش‬Inilah penjelasan tentang kemiripan keadaan kaum
mukminin yang saling menguatkan.

Dari penjelasan ini dapat disimpulkan bahwa siapapun yang ingin memberi
penjelasan lebih detail dalam berbicara dapat menggunakan gerakan atau
peragaan, agar lebih mudah dipahami dan berkesan dalam hati. Ketika itu Nabi
Muhammad duduk, tiba-tiba datang seorang lelaki meminta bantuan.(fathahatain).

11
Shahih Muslim No.4684

9
Rasulullah saw menghadapkan wajah mulianya kepada kami, lalu bersabda: ‫اشفعوا‬
tolonglah keperluan orang yang meminta bantuan ini, dengan kebaikan, maka
‫ تؤجروا‬kalian akan mendapatkan balasan.

C. Syarah Hadits
1. Pengertian Syarah Hadits
Kata syarah (syarh) berasal dari bahasa Arab ‫ شرحا‬- ‫ شرح – يشرح‬yang artinya
menerangkan, membukakan, dan melapangkan.12 Istilah syarh (pemahaman)
biasanya digunakan untuk hadits, sedangkan tafsir untuk kajian Al-Qur’an.
Dengan kata lain, secara substansial keduanya sama (sama-sama menjelaskan
maksud, arti atau pesan), tetapi secara istilah, keduanya berbeda. Istilah tafsir
spesifik bagi Al-Qur’an (menjelaskan maksud, arti, kandungan, atau pesan ayat
Al-Qur’an), sedangkan istilah syarah (syarh) meliputi hadits (menjelaskan
maksud, arti, kandungan, atau pesan hadis) dan disiplin ilmu lain.13
Sedangkan secara istilah definisi syarah hadis adalah sebagai berikut:

ِ ‫ث هُ َو بَيَانُ َم َعانِي ْال َح ِد ْي‬


‫ث َوا ْستِ ْخ َرا ُج فَ َوائِ ِد ِه ِم ْن ُح ْك ٍم َو ِح ْك َم ٍة‬ ِ ‫شَرْ ُح ْال َح ِد ْي‬
“Syarah hadis adalah menjelaskan makna-makna hadis dan mengeluarkan seluruh
kandungannya, baik hukum maupun hikmah.”
Definisi ini hanya menyangkut syarah terhadap matan hadis, sedangkan
definisi syarah yang mencakup semua komponen hadis itu, baik sanad maupun
matannya, adalah sebagai berikut:

‫ ِه‬f‫انُ َم َعانِ ْي‬ffَ‫ص َّح ٍة َو ِعلَّ ٍة َوبَي‬ ِ ‫ ِد ْي‬f‫ق بِ ْال َح‬


ِ ‫نَدًا ِم ْن‬f‫ث َم ْتنًا َو َس‬ ِ ‫شَرْ ُح ْال َح ِد ْي‬
fُ َّ‫ايَتَ َعل‬f‫انُ َم‬ffَ‫ َو بَي‬fُ‫ث ه‬
‫ج اَحْ َكا ِم ِه َو ِح َك ِم ِه‬fُ ‫َوا ْستِ ْخ َرا‬
“Syarah hadis adalah menjelaskan keshahihan dan kecacatan sanad dan matan
hadis, menjelaskan makna-maknanya, dan mengeluarkan hukum dan
hikmahnya.”14
Dengan definisi di atas, maka kegiatan syarah hadis secara garis besar
meliputi tiga langkah, sebagai berikut,

12
Muhammad bin Mukarram bin al-Manzhur al-Afriqi al-Mishri, Lisan al-‘Arab, (Beirut: Dar Shadir,
t.t), Jilid II, hlm. 497-498
13
Nizar Ali, (Ringkasan Desertasi) Kontribusi Imam Nawawi dalam Penulisan Syarh Hadis,
(Yogyakarta, 2007), h. 4
14
Mujiono Nurkholis, Metodologi Syarah Hadist, (Bandung: Fasygil Grup, 2003), h. 3
a. Menjelaskan kuantitas dan kualitas hadis, baik dari sisi sanad maupun dari
sisi matan, dan baik global maupun rinci. Hal ini meliputi penjelasan
tentang jalur-jalur periwayatannya, penjelasan identitas dan karakteristik
para periwayatnya, serta analisis matan dari sisi kaidah-kaidah
kebahasaan.
b. Menguraikan makna dan maksud hadits. Hal ini meliputi penjelasan cara
baca lafal-lafal tertentu, penjelasan struktur kalimat, penjelasan makna
leksikal dan gramatikal serta makna yang dimaksudkan.
c. Mengungkap hukum dan hikmah yang terkandung di dalamnya. Hal ini
meliputi istinbat terhadap hukum dan hikmah yang terkandung dalam
matan hadits, baik yang tersurat maupun yang tersirat.15
Syarah hadits juga berarti meneliti, kemudian menjelaskan setiap komponen
yang terdapat pada sebuah hadits. Secara umum, para ulama hadits menjelaskan
ada dua komponen yang terdapat pada sebuah hadits yakni sanad dan matan.
Sanad adalah rangkaian perawi yang memindahkan matan dari sumber primernya.
Sedangkan matan adalah redaksi hadits yang menjadi unsur pendukung
pengertiannya.16
2. Sejarah Perkembangan Syarah Hadits
Sejarah perkembangan syarah hadis, tentu sangat mengikuti perkembangan
hadits. Artinya, perkembangan syarah muncul setelah perkembangan hadits sudah
mengalami beberapa dekade perjalanan. Dengan dasar ini sehingga para ulama
terkadang berbeda dalam menentukan lahirnya syarah hadits. Di antaranya Hasbi
al-Shiddieqy yang memposisikan perkembangan syarah hadits pada periode
ketujuh, periode terakhir dari periodisasi sejarah perkembangan hadits dan ilmu
hadits yang dibuatnya.
Ketujuh periode yang dibuat Hasbi al-Shiddieqy adalah sebagai berikut:
a. Kelahiran hadits hingga Rasulullah wafat
b. Pembatasan riwayat
c. Perkembangan periwayatan dan perlawatan mencari hadits, sejak 41 H
sampai akhir abad ke-1 H
d. Pembukuan hadits, selama abad ke-2 H
e. Penyaringan dan seleksi hadits, selama abad ke-3 H
f. Penghimpunan hadits-hadits yang terlewatkan, sejak awal abad ke-4 H,
sampai tahun 656 H
g. Penulisan kitab-kitab syarah, kitab-kitab takhrij, dan sebagainya, sejak
pertengahan abad ketujuh Hijriah.17
15
Mujiono Nurkholis, Metodologi Syarah Hadist, h. 4
16
Ajaj al-Khatib, Ushul al-Hadits, (Jakarta: GMP, 2007), h. 12
17
Hasbi al-Shiddieqy, sejarah Pengantar Ilmu Hadits, Jakarta: Bulan Bintang , 1980, hlm. 46-47.
Akan tetapi berdaskan fakta yang ada kitab syarah sudah ditulis sejak abad ke-4 dengan
tersusunnya kitab Ma’alim al-Sunan Syarah Sunan Abi Dawud yang ditulis oleh Imam Abu

11
Selain Hasbi al-Shiddieqy, terdapat ulama lain yang relatif objektif dalam
memposisikan syarah hadits dalam preodisasi perkembangan hadits dan ilmu
hadits, yaitu Muhammad ‘Abd al-‘Aziz al-Khuli. Ia membaginya menjadi lima
periode, dan periode terakhir adalah sistematisasi, penggabungan, dan penulisan
kitab syarah sejak abad ke-4 Hijriah.18
Sedangkan penulis yang melakukan periodisasi sejarah perkembangan ilmu
hadits adalah Nuruddin ‘Itr. Ia membagi sejarah perkembangan ilmu hadits
menjadi tujuh tahap, yaitu:
a. Kelahiran ilmu hadits, sejak masa sahabat hingga tahun 100 H
b. Penyempurnaan, sejak awal abad kedua hingga awal abad ketiga Hijriah
c. Pembukuan ilmu hadits secara terpisah, sejak abad ketiga sampai
pertengahan abad keempat Hijriah
d. Penyusunan kitab-kitab induk ilmu hadits, sejak pertengahan abad
keempat sampai abad ketujuh Hijriah
e. Pematangan dan penyempurnaan pembukuan ilmu hadits, sejak akhir
abad ketujuh sampai abad kesepuluh Hijriah
f. Kebekuan dan kejumudan, abad kesepuluh sampai abad keempat belas
Hijriah
g. Kebangkitan kedua, abad keempat belas dan seterusnya.19
Akan tetapi karena kegiatan mensyarah hadits sebenarnya secara praktis
telah terjadi pada saat kelahiran hadits itu sendiri, yaitu oleh Rasulullah secara
lisan dan dilanjutkan pada masa sahabat oleh para ulama mereka, maka
periodisasi sejarah perkembangan syarah hadits tampaknya perlu dibedakan
dengan periodisasi sejarah perkembangan hadits dan ilmu hadits. Banyak fakta
yang menunjukkan bahwa syarah hadits secara lisan sering dilakukan Rasulullah
Saw. dan para sahabat. Bila demikian, periode sejarah perkembangan syarah
hadits secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga, yaitu syarah hadits pada masa
kelahiran hadits (fi ‘ashr al-risalah), syarah hadits pada masa periwayatan dan
pembukuan hadits (fi ‘ashr al-riwayah wa al-tadwin), dan syarah hadits setelah
pembukuan hadits (ba’da al-tadwin).
a. Syarah Hadits pada Masa Kelahirannnya (Fi ‘Ashr al-Risalah)
Masa kelahiran hadits sama dengan masa turunnya al-Qur’an, atau
selama Nabi Muhammad mengemban risalah yaitu sejak diangkat menjadi
nabi dan rasul hingga ia wafat. Segala ucapan, perbuatan, dan ketetapan
Nabi merupakan bayan kepada umatnya. Akan tetapi tidak semua sahabat
mampu memahami setiap ucapan Nabi dengan baik, sehingga mereka
menanyakan makna kata-kata tertentu secara langsung kepada Nabi atau

Sulaiman Hamd bin Muhammad al-Khaththabi al-Busti (319-388 H).


18
Muhammad ‘Abd al-‘Aziz al-Khulli, Tarikh Funun al-Hadits, Jakarta: Dinamika Berkah Utama, t.t,
hlm. 12
19
Nuruddin ‘Itr, Manhaj al-Naqd fi ‘Ulum al-Hadits, (Beirut: Dar al-Fikr, 1979) h. 36-72
kepada sahabat yang lain. Hal ini menunjukkan syarah hadits telah terjadi
pada masa kelahiran hadits itu sendiri, dan pensyarahnya adalah
Rasulullah.20
b. Syarah Hadits pada Masa Periwayatan dan Pembukuan Hadits (Fi ‘Ashr
Al-Riwayah wa al-Tadwin)
Yang dimaksud dengan hadits pada masa periwayatan dan pembukuan
hadits adalah kegiatan syarah hadits yang dilakukan secara lisan atau
tulisan sejak masa sahabat hingga memasuki masa penulisan kitab-kitab
syarah, yaitu dari dasawarsa kedua abad pertama Hijriah hingga akhir abad
ketiga Hijriah. Periode ini dinamai masa periwayatan dan pembukuan
hadits karena kedua kegiatan tersebut tidak pernah dapat dipisahkan,
setidaknya selama batas waktu tersebut periwayatan dan pembukuan
hadits berjalan seiring, karena periwayatan hadits juga berlangsung
berdasarkan hafalan dan tulisan. Apabila periode ini diakhiri dengan
munculnya kitab syarah, maka periode ini dapat berakhir pada akhir
pertengahan abad keempat Hijriah, yaitu dengan lahirnya kitab syarah
Shahih al-Bukhari yang tertua berjudul A’lam al-Sunan karya al-
Khaththabi (w. 388 H).21
c. Syarah Hadits Pasca Pembukuan Hadits (Ba’da al-Tadwin)
Yang dimaksud dengan periode pasca pembukuan adalah berakhirnya
penulisan-penulisan kitab-kitab hadits yang termasuk kategori al-Mashadir
al-Ashliyyah, yaitu kitab-kitab yang disusun berdasarkan hasil pencarian
dan penelusuran hadits oleh penulisnya dengan sanad-nya sendiri, bukan
kumpulan kutipan-kutipan hadits dari berbagai kitab, bukan himpunan di
antara dua kitab atau lebih, dan bukan pula ringkasan dari kitab-kitab yang
lain. Dasar pemikiran dari pembatasan awal periode ini adalah karena
berakhirnya pembukuan hadits, maka penulisan syarah terhadap hadits
tidak lagi tercakup dan menyatu dengan matan hadits seperti pada masa-
masa sebelumnya. Oleh karena itu, apabila dilihat dari kitab hadits yang
terakhir disusun, maka periode ini berawal pada pertengahan –bahkan
mungkin awal− abad kelima Hijriah, yaitu dengan disusunnya al-Sunan al-
Kubra karya al-Baihaqiy (w. 458 H). Namun, apabila dilihat dari
munculnya kitab syarah, boleh jadi periode ini berawal sejak pertama kali
munculnya kitab syarah yang dikenal dengan sebagai kitab syarah tertua
yaitu A’lam al-Sunan karya al-Khaththabi (w. 388 H), yaitu syarah
terhadap shahih al-Bukhari. Hal ini sesuai dengan periodisasi menurut al-
Khuli di atas.22
Syarah Hadits 1

20
Mujiyo Nurkholis, Metode Syarah Hadits, h. 35-36
21
Mujiyo Nurkholis, Metode Syarah Hadits, h. 40
22
Mujiyo Nurkholis, Metode Syarah Hadits, h. 45

13
‫ َو َم ْن‬،‫ ِه‬fِ‫اجت‬ َ ‫انَ هللاُ فِي َح‬ff‫ ِه َك‬f‫ ِة أَ ِخي‬f‫اج‬ َ ‫انَ فِي َح‬ff‫ َو َم ْن َك‬،ُ‫لِ ُمه‬f‫ظلِ ُمهُ َوالَ ي ُْس‬ ْ َ‫ال ُم ْسلِ ُم أَ ُخو ال ُم ْسلِ ِم الَ ي‬
ُ ‫ت ََرهُ هَّللا‬f‫لِ ًما َس‬f ‫ت ََر ُم ْس‬f‫ َو َم ْن َس‬،‫ ِة‬f‫ت يَوْ ِم القِيَا َم‬
ِ ‫ فَ َّر َج هللاُ َع ْنهُ ُكرْ بَةً ِم ْن ُك ُربَا‬،ً‫فَ َّر َج ع َْن ُم ْسلِ ٍم ُكرْ بَة‬
‫يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة‬.

“Seorang muslim itu saudara bagi muslim lainnya. Dia tidak menzhaliminya dan
tidak membiarkannya berbuat zhalim. Barangsiapa memenuhi kebutuhan
saudaranya niscaya Allah akan memenuhi kebutuhannya. Barangsiapa
melapangkan satu kesusahan saudaranya niscaya Allah akan melapangkan
baginya satu kesulitan dari kesulitan-kesulitan pada hari kiamat. Dan barangsiapa
yang menutupi aib saudaranya, maka Allah akan tutupi aibnya pada hari kiamat.”
[HR. Bukhari Muslim]
Al-Hafidz Ibn Hajar al-Asqalani mengatakan, “Di dalam hadits ini ada
anjuran, motivasi, dorongan untuk saling melakukan kerjasama atau ta'awun.
Disamping itu juga ada anjuran agar selalu menampakkan pergaulan yang baik
dan dorongan agar menjaga persatuan dan kesatuan.”
Allah SWT memperlakukan orang Mukmin sebagaimana seorang Mukmin
memperlakukan kawannya. Jika ia berlaku lemah lembut, maka Allah
memperlakukannya dengan lemah lembut pula. Jika tidak, maka Allah tidak akan
memperlakukan dia dengan lemah lembut. Rasulullah SAW menerangkan, bahwa
orang yang membantu kawannya dalam mengatasi kesulitan hidupnya, maka
Allah akan meringankan beban penderitaannya kelak di hari kiamat. Siapa yang
mengikhlaskan hutang kawannya, baik dengan cara dihibahkan, disedekahkan,
atau ditangguhkan sampai dia bisa membayar, maka Allah akan memudahkan
urusannya di dunia ini dengan diberinya kekayaan sehingga dia sendiri tidak
berhutang, atau dengan diringankan penderitaannya.
Siapa yang mengetahui cacat saudaranya, baik kehormatan dirinya atau
hartanya, lalu ia rahasiakan, maka Allah akan menutupi cacatnya itu di dunia dan
akhirat. Selama seorang mukmin siap membantu kawannya, maka Allah akan
memberinya pertolongan untuk mengatasi kebutuhannya dan mewujudkan
keinginan hatinya.

Syarah Hadits 2

‫ال‬َ َ‫ص ُرهُ ظَالِ ًما ق‬ ْ ‫ًُُرهُ َم‬fً ‫ص‬


fَ ‫ظلُو ًما فَ َكي‬
ُ ‫ْف نَ ْن‬ َ ‫ك ظَالِ ًما أَوْ َمظلُو ًما قَالُوا يَا َرس‬
ُ ‫ُول هَّللا ِ هَ َذا نَن‬ َ ‫ا ْنصُر أَخَا‬
َ ْ‫تَأْ ُخ ُذ فَو‬
‫ق يَ َد ْي ِه‬
“Bantulah saudaramu, baik dalam keadaan sedang berbuat zhalim atau sedang
teraniaya. Ada yang bertanya: “Wahai Rasulullah, kami akan menolong orang
yang teraniaya. Bagaimana menolong orang yang sedang berbuat zhalim?” Beliau
menjawab: “Dengan menghalanginya melakukan kezhaliman. Itulah bentuk
bantuanmu kepadanya.” [HR. al-Bukhâri]23
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz, mufti Kerajaan Saudi Arabia di
masa silam berkata, “Jika ada saudaramu yang menzalimi lainnya, maka
katakanlah pada orang yang ingin berbuat zalim, “Jangan perbuat seperti itu,
berhentilah!”
Jika ada yang ingin menzalimi dengan mengambil harta orang lain, maka
tahanlah atau cegahlah dia. Itu termasuk menolongnya jika memang engkau punya
kemampuan untuk mencegahnya. Bentuk menolong orang yang berbuat zalim
adalah mencegahnya dari kejahatan dirinya dan dari kejahatan setannya. Itu
termasuk pula mencegah setannya berbuat jahat dan mencegahnya dari hawa
nafsu yang batil.
Kalau direnungi, memang banyak sekali faedah mencegah kezaliman.
Antara lain, akan menyelamatkan pelakunya dari berbuat dosa dan mendapat
azab. Apalagi doa-doa orang-orang yang terzalimi atau teraniaya mudah
dikabulkan Allah. Faedah lain ialah menyelamatkan orang dari kezaliman.
Akhirnya, bila yang suka berbuat zalim sudah berkurang atau tiada lagi, maka
akan semakin damai dunia ini.
Syarah Hadits 3

‫دَاعَى‬fَ‫ ٌو ت‬f‫ُض‬ ْ ‫هُ ع‬f‫تَ َكى ِم ْن‬f‫اش‬ ْ ‫ إِ َذا‬،‫ ِد‬f‫ َمثَ ُل ْال َج َس‬،‫ َوت ََرا ُح ِم ِه ْم‬،‫ َوتَ َعاطُفِ ِه ْم‬،‫َمثَ ُل ْال ُم ْؤ ِمنِينَ فِي تَ َوا ِّد ِه ْم‬
‫َسائِ ُر ْال َج َس ِد بِال َّسهَ ِر َو ْال ُح َّمى‬
“Perumpamaan kaum mukmin dalam sikap saling mencintai, mengasihi dan
menyayangi, seumpama tubuh, jika satu anggota tubuh sakit, maka anggota tubuh
yang lain akan susah tidur atau merasakan demam.” [HR. Muslim]
Bila seorang atau sekelompok mukmin menderita kesulitan, maka yang
lainnya juga seharusnya merasakan itu. Itulah makna ukhuwah sesungguhnya.
Islam mendorong Umatnya untuk menerjemahkan ukhuwah dalam kehidupan
sehari-hari. Agar mereka dapat merasakan apa yang diderita saudaranya se-agama,
untuk selanjutnya memberikan bantuan apapun bentuknya yang dapat
meringankan beban dan penderitaan saudaranya itu.
Betapa banyak Kaum Muslimin di penjuru bumi yang masih belum
merasakan ketenangan dan ketentraman hidup. Apakah lantaran musibah.
Ataukah lantara belum bisa menjalani kehidupan beragama dengan aman, karena
berbagai faktor yang mendeskreditkan Islam dan Umatnya. Atau lantaran belum
bebas dari penjajahan. Dalam masyarakat kita juga, betapa banyak orang yang
sangat membutuhkan uluran tangan dari siapa yang mampu memberikan

23
HR. Bukhari, no. 6952; Muslim, no. 2584

15
pertolongan. Membutuhkan sesuap nasi yang bisa mengganjal perut mereka.
Membutuhkan sedikit uang untuk membiayai anak-anak mereka.
Hadis tersebut mengajarkan dua hal. Pertama, kaum mukmin merupakan
satu tubuh yang saling terkait dan menyatu. Penyakit yang terdapat pada sebagian
mereka akan dapat berpengaruh kepada bagian lainnya bila tidak ada pencegahan
dan sebaliknya. Kedua, karena satu tubuh, kaum mukmin semestinya secara
otomatis dapat merasakan penderitaan dan kesulitan yang dirasakan saudaranya
yang lain. Seraya ia berupaya agar penderitaan dan kesulitannya itu berkurang
hingga hilang sama sekali. Suka-duka dilalui bersama. Ringan sama dijinjing,
ringan sama dipikul. Sikap saling memiliki merupakan lambang persaudaraan
sejati.

Syarah Hadits 4

ُ ‫ْال ُم ْؤ ِمنُ لِ ْل ُم ْؤ ِم ِن َك ْالبُ ْنيَا ِن يَ ُش ُّد بَ ْع‬


‫ضهُ بَ ْعضًا‬
“Seorang mukmin yang satu dengan mukmin yang lain bagaikan satu bangunan,
satu dengan yang lainnya saling mengokohkan.’ Kemudian beliau menganyam
jari-jemarinya.” [HR. Al Bukhari & Muslim. Dari Abu Musa radhiyallahu
‘anhu]24
Berkata Imam Ibnu Baththol rahimahullah, “Ta'awunnya kaum mukminin
antara sebagiannya dengan sebagian yang lain dalam urusan dunia dan urusan
akhirat disyariatkan berdasarkan hadits ini.” Ibnul Jauzi rahimahullah
mengatakan, “Kalau melihat secara zhahir (hadits) itu hanya sekedar khobar akan
tetapi sesungguhnya maknanya adalah perintah, dorongan untuk melakukan
kerjasama dan ta'awun antar kaum mukminin.”
Hadist ini adalah suatu hadist yang pertama yang berbicara tentang
kehormatan orang muslim dan hal-hal yang wajib di pahami dan di agungkan
setiap muslim yang satu kepada muslim lainnya. Kita lihat bahasa hadist yang
pertama ‫ المؤمن للمؤمن‬orang mukmin yang satu dengan yang lainnya . Saya kepada
anda, anda kepada saya, kita kepada tetangga kita yang muslim, ini di kasih suatu
gambaran oleh baginda Rasul perumpamaan.
Perumpamaan disini ‫ كالبنيان‬seperti bangunan. Bangunan yang terdiri isinya
dari batu, pasir, tanah, semen, besi, atau apapun sehingga bisa menjadi bentuk
bangunan. Ini kita di beri contoh oleh Rasul agar otak kita mudah menangkapnya.
Muslim satu atau mukmin satu dengan yang lainnya seperti bangunan. Yang mana
bangunan tadi kalau sudah kokoh sulit untuk di robohkan.
Gambaran ini saudara namanya gambaran yang terlihat oleh kasat mata kita,
yang bisa di ketahui oleh nalar pikiran kita. Tapi yang di maksud Rasul muslim
24
Shahih Muslim No.4684
satu dengan lainnya bukan bangunan. Tapi yang di maksud hubungan antara kita
dengan lainnya sesama muslim, orang yang beriman wajib saling mencintai,
saling memberi, saling menasehati, saling mengagungkan. Kerjasama adalah
kunci merajut kebersamaan. Tidak egois dan merasa diri paling penting dan
berjasa. Gotong royong dan tenggang rasa merupakan sikap mukmin yang harus
dibangun dalam diri.

D. Hikmah-Hikmah Hadits Dengan Pendekatan Ilmu Komunikasi

1. Hadist Pertama
Hikmah yang bisa kita ambil di dalam hadist pertama bahwa kita sesame
muslim satu dengan yang lainnya tidak boleh menganiaya dan juga
mendeskriminasikannya. Bahkan di dalam hadist tersebut, Rosul berkata
bahwasanya barang syapa yang memerhatikan kepentingan saudaranya,
maka Allah akan memperhatikan kepentingannya.

Hubungan hadist dengan pendekatan Ilmu Komunikasi tersebut


bahwasanya sesama muslim kita harus saling tolong menolong dan bekerja
sama dalam melakukan banyak kegiatan. Sangat relevan jika kita sebagai
mahasiswa Komunikasi melakukan tolong menolong dan bekerja sama
melalui pendekatan hubungan manusia. Dimana pesan dikemas
sedemikian rupa dan disampaikan kepada masyarakat dengan menekankan
pada aspek psikologis dan dilakukan secara tatap muka untuk membantu
sesama muslim dalam kesulitan.

2. Hadist Kedua
Hikmah dalam hadist kedua adalah jika kita memberikan ajakan kepada
sesama muslim untuk tidak melakukan perbuatan zalim. Maka, kita telah
menolongnya. Bahkan jika sesama muslim kita juga sangat tidak
dianjurkan untuk tidak menzolimi satu sama lain.

Hubungan hadist ini dengan pendekatan ilmu komunikasi bisa saja kita
ambil melalui mendekatan persuasif, yang digunakan untuk
menyampaikan pesan kepada orang lain secara halus dan tanpa adanya
paksaan, sehingga pesan yang kita berikan untuk sesame muslin agar
terhindar dari sifat Zalim itu tersampaikan.

3. Hadist Ketiga

17
Hikmah yang dapat kita ambil dari hadist ketiga ini adalah jika melihat
muslim lain merasakan sakit, maka baiknya kita turut serta membantu agar
mereka (muslim) sehat kembali dengan berbagai cara yang ada. Seperti
memberi obat, membelikan buah, memberi makanan, atau bisa juga
menjenguknya.

Jika kita mengambil hikmah dalam hadist ini, maka hubungannya dalam
ilmu komunikasi adalah melalui komunikasi verbal yang mana terjalin
secara langsung tanpa adanya jarak yang berarti. Sangat memungkinkan
kita sebagai makhluk hidup untuk saling membantu satu sama lain.

4. Hadist Keempat
Hikmah dari hadist ini adalah kita sebagai sesame muslim diibaratkan
bagaikan gedung yang saling memperkuat antara bagian satu dengan
bagian yang lainnya. Maka untuk tetap memperkokoh gedung itu, kita
harus saling bekerja sama dan melakukan banyak hal untuk bersama.

Kaitannya dengan ilmu komunikasi adalah kita sebagai mahasiswa


komunikasi melakukan fungsi komunikasi itu sendiri seperti sebagai
informasi, kendali, dan motivasi agar gedung yang kita bangun selalu
kokoh dengan adanya komunikasi sesame umat muslim.
BAB III

PENUTUPAN
Kesimpulan
Dengan melakukan kegiatan gotong royong dan kerja sama
terhadap umat muslim maka baiknya kita tidak boleh menganiaya dan
medikriminasikan satu sama lain. Bahkan kita sebagai umat muslim juga
turut serta memperhatikan kepentingan sesame saudara kita, bahkan kita
juga dianjurkan untuk saling membantu jika ada kesulitan yang dihadapi
oleh sesame umat.

Rosul juga telah mengajarkan kita untuk melakukan hal-hal


preventif untuk tidak melakukan perbuatan zalim, disamping itu rosul juga
menganjurkan kita sebagai umat muslim untuk mencintai dan memberikan
kasih saying terhadap sesama.

19
DAFTAR PUSTAKA

https://www.google.com/amp/s/pakarkomunikasi.com/pendekatan-komunikasi-
dalam-perubahan-sosial/amp
https://www.hidayatullah.com/kajian/oase-iman/read/2014/12/14/35062/tujuh-
perumpamaan-orang-mukmin.html
Ahmad Warson Munawwir, Op.Cit., hlm. 602\
Ibid., hlm.1551
Prof. Dr. H. Said Agil Husin Munawwar, MA dan Abdul Mustaqim, M.Ag,
Op.Cit., hlm. 25
Ibnu Hamzah Al-Husaini al-Hanafi Ad-Damsyiqi, Op.Cit. Ada asbab al wurud
khas dan ‘am. Terhadap hadits yang tidak mempunyai asbab al wurud khusus
untuk memahaminya kita dapat menganalisis dari sudut pandang historis,
politis atau sosio-kultural masyarakat saat itu sebagai asbab al wurud ‘am.
(Jalaluddin Rahmat dan Said Agil Husin Munawwar dalam Pengembangan
Pemikiran terhadap Hadis, editor Yunahar Ilyas dan M. Mas’udi
ibn Muhamad ibn Suwailim Abu Syu’bah, Op.cit.
http://www.salamdakwah.com/hadist/388-sesama-muslim-bersaudara
https://www.hadits.id/hadits/bukhari/6952
https://www.hadits.id/hadits/muslim/2584
https://www.hadits.id/hadits/muslim/4684
https://www.hadits.id/hadits/bukhari/2264
https://www.hadits.id/hadits/bukhari/2264

20

Anda mungkin juga menyukai