Anda di halaman 1dari 6

B.

SANAD DAN RIJALUL HADIS

Salah satu komponen dalam kesahihan sebuah hadits adalah sanadnya, baik secara
ketersambungan antara satu perawi dan yang lain maupun kualitas dari perawi-perawi
yang ada dalam sanad tersebut. Namun penelitian sebuah sanad tentu tidak semudah
membalikkan tangan karena biasanya membutuhkan kemampuan khusus dan waktu yang
cukup lama. Para ulama dan peneliti hadits yang terbiasa meneliti sanad akan hafal dan
menandai sanad mana saja yang sudah bisa dipastikan kesahihannya dan sanad mana saja
yang sudah bisa dipastikan kedhaifannya bahkan kebohongannya. Para ulama hadits
membaginya menjadi dua kategori, yakni silsilatudz dzahab dan silsilatul kadzib. Adapun
silsilah dzahab atau silsilah emas, yang disebut Mahmud Thahan dalam Taysir Musthalah
Hadits sebagai ashahhul asanid (sanad-sanad yang paling sahih) adalah sebagai berikut.
Pertama, silsilah sanad sahih yang paling tinggi derajatnya adalah sanad Salamah dari
Tsabit dari Anas bin Malik.1Malik dari Nafi’ dari Ibnu Umar. Silsilah sanad inilah yang
disebut para ulama sebagai silsilatudz dzahab karena kualitas perawi dan
ketersambungannya tidak dapat diragukan lagi. Kedua, silsilah sanad sahih yang
kualitasnya di bawah silsilah dzahab di atas, yaitu riwayat Hammad bin
Sebelum masuk ke pembahasan utama, perlu diketahui apa itu ilmu hadits dirayah. Ilmu
hadits dirayah adalah ilmu yang diketahuinya hakikat riwayat, syarat-syaratnya, hukum-
hukumnya, keadaan perawi dan syarat-syarat mereka, maacam-macam apa yang
diriwayatkan dan, apa yang berkaitan dengannya.  Atau secara ringkas : “Kaidah-kaidah
yang diketahui dengannya keadaan perawidan yang diriwayatkan”.  Dan perawi adalah
orang yang meriwayatkan hadits dari orang yang ia mengambil darinya.
Adapun marwiy adalah hadits yang disampaikan dengan cara periwayatan, dan yang
diriwayatkan ini secara istilah dinamakan dengan matan. Adapun orang-orang yang
meriwayatkannya dinamakan dengan perawi atau Rijal Al-Isnad.Maka apabila Imam
Bukhari berkata misalnya,”Telah menceritakan kepada kami Sa’id bin Yahya bin Sa’id
Al-Quraisyi, dia telah berkata : Telah menceritakan kepadakami bapakku, dia berkata :
Telah menceritakan kepada kami Abu Burdah bin Andillah bin Abi Burdah, dari Abi
Burdah, dari Abu Musa radliyallaahu ‘anhu, dia berkata,”(Para shahabat) bertanya :
‘Wahai Rasulullah, Islam apakah yang paling utama?’. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wasallam bersabda :

1
Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/84120/ini-sanad-sanad-yang-sahih-dan-lemah-dalam-hadits
”Barangsiapa yang kaum muslimin selamat dari lisannya dan tangannya”.

Orang-orang yang telah disebutkan Imam Bukhari ini – mulai dari Sa’id bin Yahya bin
Sa’id Al-Quraisyi sampai yang paling terakhir yaitu Abu Musa – mereka ini disebut
periwayat hadits. Dan rangkaian mereka disebut sanad, atau rijalul-hadits.  Sedangkan
sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam :”Barangsiapa yang kaum muslimin selamat
dari lisannya dan tangannya” adalah yang diriwayatkan atau hadits; dinamakan matan.
Dan orang yang meriwayatkan hadits dengan smua rijalnya yang disebutkan tadi
disebut musnid. Sedangkan perbuatannya ini dinamakan isnad (penyandaran
periwayatan).

Dari penjelasan di atas dapat kita kenal istilah-istilah yang sering dipakai sebagai berikut :

–  As-Sanad, dalam bahasa artinya menjadikannya sandaran atau penopang yang dia
menyandarkan kepadanya.

–  Sanad dalam istilah para ahli hadits yaitu : “jalan yang menghubungkan kepada
matan”, atau “susunan para perawi yang menghubungkan ke matan”. Dinamakan sanad
karena para huffadh bergantung kepadanya dalam penshahihan hadits dan pendla’ifannya.

–  Al-Isnad adalah mengangkat hadits kepada yang mengatakannya. Ibnu Hajar


mendefiniskannya dengan : “menyebutkan jalan matan”. Disebut juga : Rangkaian
para rijaalul-hadiits yang menghubungkan ke matan. Dengan demikian maknanya
menjadi sama dengan sanad.

–  Musnid adalah orang yang meriwayatkan hadits dengan sanadnya.

–  Matan menurut bahasa adalah “apa yang keras dan meninggi dari permukaan bumi”.

–  Matan menurut para ahli hadits adalah perkataan yang terakhir pada penghujung sanad.
Dinamakan matan karena seorang musnid menguatkannya dengan sanad dan
mengangkatnya kepada yang mengatakannya, atau karena seorang musnid menguatkan
sebuah hadits dengan sanadnya. Tadriibur-Raawi halaman 5-6 dan Nudhatun-
Nadhar halaman 19).

–  Ilmu Rijaalul-Hadiits, dinamakan juga dengan Ilmu Tarikh Ar-Ruwwat (Ilmu Sejarah


Perawi) adalah ilmu yang diketahui dengannya keadaan setiap perawi hadits, dari segi
kelahirannya, wafatnya, guru-gurunya, orang yang meriwayatkan darinya, negeri dan
tanah air mereka, dan yang selain dari itu yang ada hubungannya dengan sejarah perawi
dan keadaan mereka.

 
ILMU RIJAALUL-HADIITS

Ilmu ini berkaitan dengan perkembangan riwayat. Para ulama sangat perhatian
terhadap ilmu ini dengan tujuan mengetahui para perawi dan meneliti keadaan mereka.
Karena dari situlah mereka menimba ilmu agama. Muhammad bin Sirin pernah
mengatakan : ”Sesungguhnya ilmu ini adalah agama, maka lihatlah dari siapa kamu
mengambil agamamu” (Muqaddimah Shahih Muslim).

Maka dengan ilmu Tarikh Rijaalil-Hadiits ini akan sangat membantu untuk mengetahui


derajat hadits dan sanad (apakah sanadnya muttashil atau munqathi’ ).

Dari Abu Ishaq Ibrahim bin ‘Isa Ath-Thalaqani dia berkata,”Aku telah berkata kepada
Abdullah bin Al-Mubarak : Wahai Abu Abdirrahman, hadits yang
menyebutkan : Sesungguhnya termasuk kebaikan hendaknya engkau mendoakan untuk
kedua orang tuamu bersama doamu, dan engkau berpuasa untuk mereka berdua
bersamaan dengan puasamu”, Maka Abdullah (bin Al-Mubarak) berkata,”Wahai Abu
Ishaq, dari siapakah hadits ini?”. Maka aku katakan : “Ini dari Syihab bin Khurasy”.
Maka dia berkata,”Dia itu tsiqah, lalu dari siapa?”. Aku katakan,”Dari Al-Hajjaj bin
Dinar”. Ia punberkata,”Dia pun tsiqah. Lalu dari siapa?”. Aku katakan,”Dari Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda….”. Dia (Abdullahbin Al-Mubarak) berkata :
“Wahai AbuIshaq, sesungguhnya antara Al-Hajjaj bin Dinar dan Bai shallallaahu ‘alaihi
wasallam terdapat jarak yang sangat jauh. Akan tetapi tidak ada perselisihan dalam
masalah keutamaan sedekah”.

Demikianlah keistimewaan umat kita dan kaum muslimin. Ibnu Hazm berkata,”Riwayat
orang yang tsiqah dari orangtsiqah yang sampai kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wasallam secara bersambung merupakan kekhususan kaum muslimin yang tidak dimiliki
oleh semua agama”.

Dan Tarikh Ar-Rijal (sejaran para perawi) adalah yang membuka kedok para perawi
pendusta. Sufyan Ats-Tsauri berkata,”Ketika menghadapi para perawi berdusta, maka kita
menggunakan ilmu tarikh untuk menghadapi mereka”.
Dari Hafsh bin Ghiyats bahwasannya dia berkata,”Apabila kalian mencurigai atau
menuduh seorang Syaikh, maka hitunglah dia dengan tahun ( = maksudnya : gunakanlah
ilmu tarikh). Yaitu hitunhlah oleh kalian umurnya dan umur orang yang mneulis darinya”.

Telah meriwayatkan ‘Ufair bin Mi’dan dan Al-Kula’i, dia berkata,”Datang kepada kami
Umar bin Musa di Himsh, lalu kami bergabung kepadanya di dalam masjid, kemudian dia
berkata : “Telah menceritakan kepada kami Syaikh kalian yang shalih”. Aku katakan
kepadanya,”Siapakah Syaikh kami yang shalih ini, sebutkanlah namanya supaya kami
mengenalnya!”. Lalu dia menjawab,”Khalid bin Mi’dan”. Aku tanyakan
kepadanya,”Tahun berapa engkau bertemu dengannya?”. “Aku bertemu dengannya tahun
108”,jawabnya. “Dimana negkau menemuinya?”,tanyaku. “Dalam peperangan
Armenia”,jawabnya. Maka aku katakan kepadanya,”Takutlah kepada Allah, wahai
Syaikh!! Jangan engkau berdusta, Khalid bin Mi’dan meninggal pada tahun 104, lalu
negkau mengatakan bertemu dengannya 4 tahun setelah kematiannya?. Dan aku
tambahkan lagi kepadamu, dia tidak pernah ikut perang di Armenia, dia hanya ikut
memerangi Romawi”.

Dari Al-Hakim bin Abdillah dia berkata,”Ketika datang kepada kami Abu Ja’far
Muhammad bin Abdillah Al-Kusysyi dan menceritakan hadits dari Abd bin Humaid, aku
menanyakan kepadanya tentang kelahirannya, lalu dia menyebutkan bahwasannya dia
dilahirkan pada tahun 260. Maka aku katakan kepada para murid kami,”Syaikh ini telah
mendengar dari ‘Abd bin Humaid 13 tahun setekah kematiannya”.

Contoh seperti ini sudah banyak terkumpul dan dibukukan oleh para ulama dalam kitab-
kitab karya mereka. Danberbagai macam buku karya tentang hal itu banyak bermunculan
dengan berbagai tujuan.

C. ASBAB WURUD HADIS

Surat dan ayat Al-Qur’an memiliki sebab-sebab turunnya, atau biasa disebut asbab
nuzulil ayat. Demikian juga dengan hadits yang biasa disebut asbab wurudil hadits. Tetapi
tidak semua hadits bisa dengan mudah ditemukan asbabul wurudnya. As-Suyuthi
menjelaskan bahwa ada tiga hal yang menjadi sumber asbabul wurud. (Lihat As-Suyuthi,
Al-Lummāʽ fi Asbābil Ḥadīts, [Beirut, Dārul Kutb: 1984 M], halaman 18). Pertama, Ayat
Al-Qur’an. Ayat Al-Qur’an juga bisa menjadi sumber asbabul wurud sebuah hadits. Salah
satu contoh yang paling sering kita dengar dan mungkin diketahui oleh para pegiat kajian
hadits adalah terkait penafsiran dari ayat yang menjelaskan bahwa kezaliman adalah
perbuatan yang paling besar siksanya, yaitu Surat Al-Anʽam ayat 82. ‫الَّ ِذينَ آ َمنُوا َولَ ْم يَ ْلبِسُوا‬
aَ ‫د‬aaaَ‫كَ لَهُ ُم اأْل َ ْمنُ َوهُ ْم ُم ْهت‬aaaِ‫انَهُ ْم بِظُ ْل ٍم أُو ٰلَئ‬aaa‫ إِي َم‬Artinya, “Orang-orang yang beriman dan tidak
‫ُون‬
mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang
mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” Ayat
tersebut oleh para sahabat dipertanyakan, khususnya pada kata zalim. Karena mereka
semua tidak bisa terlepas dari kezaliman, yakni kezaliman yang dimaksud para sahabat
adalah tidak meletakkan sesuatu pada tempatnya. Kemudian Rasul SAW menjelaskan
bahwa yang dimaksud kezaliman dalam ayat tersebut adalah syirik, dengan menyebutkan
ِ ‫ك لَظُ ْل ٌم ع‬
Surat Lukman ayat 144. ‫َظي ٌم‬ َ ْ‫ إِ َّن ال ِّشر‬Artinya, “Sungguh mempersekutukan (Allah)
adalah benar-benar kezaliman yang besar.” Asbabul wurud dalam konteks hadits ini
adalah berfungsi untuk takḥṣīṣhul ʽam. Atau bisa juga berupa menjelaskan hal yang masih
musykil sebagaimana hadits Aisyah tentang hisab di atas. Kedua, Hadits. Selain Asbabul
wurud bersumber dari Al-Qur’an, juga bisa bersumber dari hadits, baik dari hadits yang
masih satu redaksi atau satu riwayat atau hadits lain yang masih setema. Misalnya dalam
hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Ḥākim dalam Al-Mustadrak-nya bahwa malaikat
yang ada di bumi akan berbicara dengan bahasa manusia. ‫إن هلل مالئكة تنطق على ألسنة بني آدم بما‬
‫في المرء من الخير والشر‬. Artinya, “Sungguh Allah SWT memiliki malaikat yang berbicara
dengan bahasa manusia atas hal yang baik dan buruk.” Hadits ini bagi para ulama tentu
musykil, bagaimana bisa seorang malaikat berbicara dengan bahasa manusia? Ternyata
dalam riwayat yang lebih lengkap, Rasul SAW mendoakan dua jenazah dengan doa yang
berbeda. Jenazah yang pertama didoakan agar selamat sedangkan jenazah yang kedua
sebaliknya. Namun Rasul SAW hanya menggunakan kata “wajabat” saja, (Lihat Al-
Ḥākim, Al-Mustadrak, [Beirut, Dārul Marifah: tanpa tahun], juz II, halaman 118). Maka
dari itu, yang dimaksud berbicara dengan bahasa manusia adalah bahasa “wajabat” yang
diucapkan Rasul untuk mendoakan dua jenazah yang berbeda tersebut dapat ditangkap
oleh malaikat walau hanya diucapkan sepotong. Ketiga, Pendapat atau Kisah dari
Sahabat. Hal ini bisa dilihat dari kaul sahabat yang berkaitan dengan hadits tersebut,
seperti hadits yang menunjukkan tentang keutamaan melakukan shalat di Masjidil Haram
Makkah. ‫جد‬a‫واه من المس‬a‫ا س‬aa‫الة فيم‬aa‫ف ص‬a‫ة أل‬a‫صالة في هذه المسجد أفضل من مائ‬. Artinya, “Melakukan
salat di masjid ini lebih utama daripada seratus ribu salat yang dilakukan di masjid yang
lain.” (Lihat Abdur Razzāq, Muṣannaf Abdir Razzāq, [Beirut, Muasasatur Risālah: tanpa
tahun], juz II, halaman 139). Munculnya hadits ini bukan dari ruang kosong. Suatu hari,
seorang sahabat bernama As-Sarīd datang kepada Nabi SAW dan menceritakan nazarnya,
yaitu jika Fatḥu Makkah terjadi ia akan melakukan salat di Baitul Maqdis. Nabi
mencegahnya dengan mengatakan bahwa shalat di masjid ini lebih pantas dan lebih layak.
Rasul kemudian mengucapkan hadits di atas. Wallahu a’lam.

Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/107044/ini-sumber-sumber-asbab-wurud-hadits

Anda mungkin juga menyukai