Anda di halaman 1dari 6

ILMU RIJALIL HADIS

Sebagai sumber ajaran Islam ke dua, hadis berbeda dengan al-Qur‟an yang semua
ayatnya diterima secara mutawatir. Sedang hadis periwayatannya berlangsung secara mutawatir
dan sebagian lagi secara ahad. Bahkan, kodifikasi hadis yang resmi pun baru dirintis masa
khalifah Umar bin Abd al-Aziz (w. 110 H/720 M). Oleh karenanya penelitian terhadap
orisinalitas hadis memang sangat diperlukan agar validitasnya sebagai hadis Nabi dapat
dipertanggungjawabkan. Pentingnya problem orisinalitas hadis ini terjawab, telah memotivasi
para ulama‟ hadis melahirkan kajian Ilmu yang berkaitan dengan sanad, yaitu Ilmu Rijalil Hadis
dan Ilmu Ilalil hadis.

Sebagai salah satu cabang Ulum al-Hadis, Ilmu Rijalil Hadis merupakan Ilmu yang
secara spesifik mengupas keberadaan para rijal hadis atau para perawi atau transmitter hadis.
Ilmu Rijalil Hadis memiliki dua cabang, yakni Ilmu Tarikh ar-Rijal- didefinisikan Muhammad
Ajjaj al-Khatib sebagai Ilmu yang membahas keadaan para perawi dari segi aktivitas mereka
dalam meriwayatkan hadis dan Ilmu al-Jarh wa at-Ta‟dil, Ilmu yang membahas keadaan para
perawi dari segi diterima tidaknya periwayatan mereka.

Pengertian Ilmu rijal hadis

Ilmu rijal hadis adalah ilmu yang membahas tentang hal-hal ikhwal dan sejarah para rawi dari
kalangan sahabat, tabiin, atba‟al-tabiin. Ilmu yang membahas para perawi hadist, baik dari
sahabat, dari tabi‟in, maupun dari angkatan-angkatan sesudahnya.”

Dalam ilmu ini kita dapat mengetahui keadaan para perawi yang menerima hadits dari
Rasullullah saw.dan dari sahabat dan seterusnya di dalam ilmu ini di terangkan terikh (sejarah)
ringkas dan riwayat hidup para perawi, mazhab yang di pagangi oleh para perawi dan keadaan-
keadaan para perawi itu menerima hadist. Ilmu ini sangat penting di pelajari dengan seksama,
karena hadist itu, terdiri dari sanath dan matan . Maka mengetahui keadaan para perawi yang
menjadi sanath, merupakan separuh pengetahuan.

Kitab-kitab ini di susun dalam ilmu ini banyak ragamnya. Ada yang menerangkan riwayat-
riwayat ringkas dari para sahabat saja. Ada yang menerangkan riwayat umum para perawi.Ada
yang menerangkan perawi-perawi yang mdipercai saja. Ada yang menerangkan riwayat-riwayat
para perawi yang lemah-lemah, atau para mudalis, atau para pembuat hadist maudhu .

Ada yang menerangkan sebab-sebab dicela dan sebab –sebab di pandang adil dengan menyebut
kata-kata yang di pakai untuk itu serta martabat-martabat perkataan. Ada yan g menerangkan
nama-nama yang serupa tulisan, berlainan sebutan yang di dalam ilmu hadist disebut mu‟talif
dan mukhataklif . Dan ada yang menerangkan nama-nama perawi yang sama namanya, lain
orangnya. Umpamanya, khalil ibn ahmad. Nama ini bnyak orangnya. Hal ini di sebut mutaqiq
dan muftariq . Ada yang menerangkan nama-nama yang serupa tulisan dan sebutan , tetapi
berlainan keturunan dalam sebutan, sedang dalam tulisan serupa. Seumpama Muhammad ibn
Aqil dan Muhammad ibn Uqail. Ini di namai musytabah.

Ada juga yang menyebutkan tanggal wapat. Di samping itu ada pula yang hanya menerangkan
nama-nama yang terdapat dalam satu-satu kitab, atau beberapa kitab. Dalam semua itu ulama
telah barjerih payah menyusun kitab-kitab yang di hayati.

Sebelum masuk ke pembahasan utama, perlu diketahui apa itu ilmu hadits dirayah. Ilmu hadits
dirayah adalah ilmu yang diketahuinya hakikat riwayat, syarat-syaratnya, hukum-hukumnya,
keadaan perawi dan syarat-syarat mereka, maacam-macam apa yang diriwayatkan dan, apa yang
berkaitan dengannya. Atau secara ringkas : “Kaidah-kaidah yang diketahui dengannya keadaan
perawidan yang diriwayatkan”.

Dan perawi adalah orang yang meriwayatkan hadits dari orang yang ia mengambil darinya.
Adapun marwiy adalah hadits yang disampaikan dengan cara periwayatan, dan yang
diriwayatkan ini secara istilah dinamakan dengan matan. Adapun orang-orang yang
meriwayatkannya dinamakan dengan perawi atau Rijal Al-Isnad .

Maka apabila Imam Bukhari berkata misalnya,”Telah menceritakan kepada kami Sa‟id bin
Yahya bin Sa‟id Al-Quraisyi, dia telah berkata : Telah menceritakan kepadakami bapakku, dia
berkata : Telah menceritakan kepada kami Abu Burdah bin Andillah bin Abi Burdah, dari Abi
Burdah, dari Abu Musa radliyallaahu „anhu, dia berkata,”(Para shahabat) bertanya : „Wahai
Rasulullah, Islam apakah yang paling utama?‟.
Rasulullah shallallaahu „alaihi wasallam bersabda ”Barangsiapa yang kaum muslimin selamat
dari lisannya dan tangannya” .

Orang-orang yang telah disebutkan Imam Bukhari ini – mulai dari Sa‟id bin Yahya bin Sa‟id Al-
Quraisyi sampai yang paling terakhir yaitu Abu Musa – mereka ini disebut periwayat hadits. Dan
rangkaian mereka disebut sanad, atau rijalul-hadits . Sedangkan sabda beliau shallallaahu „alaihi
wasallam : ”Barangsiapa yang kaum muslimin selamat dari lisannya dan tangannya” adalah yang
diriwayatkan atau hadits; dinamakan matan. Dan orang yang meriwayatkan hadits dengan smua
rijalnya yang disebutkan tadi disebut musnid . Sedangkan perbuatannya ini dinamakan
isnad (penyandaran periwayatan).

Dari penjelasan di atas dapat kita kenal istilah-istilah yang sering dipakai sebagai berikut:

o As-Sanad , dalam bahasa artinya menjadikannya sandaran atau penopang yang dia
menyandarkan kepadanya.

o Sanad dalam istilah para ahli hadits yaitu : “jalan yang menghubungkan kepada matan”,
atau “susunan para perawi yang menghubungkan ke matan”. Dinamakan sanad karena
para huffadh bergantung kepadanya dalam penshahihan hadits dan pendla‟ifannya.

o Al-Isnad adalah mengangkat hadits kepada yang mengatakannya. Ibnu Hajar


mendefiniskannya dengan : “menyebutkan jalan matan”. Disebut juga : Rangkaian para
rijaalul-hadiits yang menghubungkan ke matan. Dengan demikian maknanya menjadi
sama dengan sanad.

o Musnid adalah orang yang meriwayatkan hadits dengan sanadnya.

o Matan menurut bahasa adalah “apa yang keras dan meninggi dari permukaan bumi”.

o Matan menurut para ahli hadits adalah perkataan yang terakhir pada penghujung sanad.
Dinamakan matan karena seorang musnid menguatkannya dengan sanad dan mengangkatnya
kepada yang mengatakannya, atau karena seorang musnid menguatkan sebuah hadits dengan
sanadnya.

Isnad memiliki kedudukan yang agung dalam Islam, karena asalnya adalah ummat menerima
agama ini dari sahabat dan mereka menerimanya dari Rasulullah Sawdan beliau menerimanya
dari Rabbul-izzah baik dengan perantara ataupun tidak. Dan diriwayatkan dengan jalan shohih
dari Abdullah bin Abbas radhiyallohu anhuma bahwasanya Rasulullah Saw bersabda :

Artinya : “ Kalian mendengar lalu didengar dari kamu dan didengar dari yang mendengar dari
kamu ” (HR. Abu Daud dan Ahmad, keduanya dengan sanad yang shohih)

lmu Rijaalul Hadits adalah “Ilmu Untuk mengetahui para perawi hadis dalam kapasitasnya
sebagai perawi hadis” . Ilmu Rijaalul-Hadiits , dinamakan juga dengan Ilmu Tarikh Ar-Ruwwat
(Ilmu Sejarah Perawi) adalah ilmu yang diketahui dengannya keadaan setiap perawi hadits, dari
segi kelahirannya, wafatnya, guru-gurunya, orang yang meriwayatkan darinya, negeri dan tanah
air mereka, dan yang selain dari itu yang ada hubungannya dengan sejarah perawi dan keadaan
mereka.

Pertama kali orang yang sibuk memperkenalkan ilmu ini secara ringkas adalah Al-Bukhari
(w.230 H) kemudian Muhammad bin sa‟ad (w.230 H) dalam Thabaqatnya. Kemudian berikutnya
Izzuddin Bin al-Atsir(w.630 H) menulis Usud Al-Ghabah Fi Asma Ash-Shahabah, Ibnu hajar Al-
asqalani (w.852 H) yang menulis Al-Ishabah Fi Tamyiz Ash-shahabah kemudian diringkas oleh
as-suyuthi(w.911 H ) dalam bukunya yang berjudul „ayn Al-Ishabah. Al-Wafayat karya Zabir
Muhammad bin Abdullah Ar-rubi (w.379 H)

1. Mulainya Penggunaan Isnad

Penggunaan isnad ini sebenarnya telah ada di masa sahabat Rasulullah Sawyaitu bermula dari
sikap taharri (kehati-hatian) mereka terhadap berita yang datang kepada mereka, sebagaimana
diriwayatkan dari Abu Bakar Ash Shiddiq dalam kisah nenek yang datang meminta bagian
warisan, kemudian kisah Umar bin Al Khaththab dalam peristiwa isti‟dzan (minta izinnya) Abu
Musa, juga kisah tatsabbut (klarifikasi) Ali bin Abi Thalib dimana beliau meminta bersumpah
bagi orang yang menyampaikan padanya hadits Rasulullah shallallohu alaihi wa sallam.

Hanya saja makin banyaknya pertanyaan terhadap isnad dan makin intensnya orang meneliti dan
memeriksa isnad, itu mulai terjadi setelah terjadinya fitnah Abdullah bin Saba dan pengikut-
pengikutnya yaitu di akhir-akhir kekhalifaan Utsman bin Affan dan penggunaan sanad terus
berlangsung dan bertambah seiring dengan menyebarnya para Ashabul-ahwaa(pengikut hawa
nafsu) di tengah-tengah kaum muslimin, juga banyaknya fitnah yang mengusung kebohongan
sehingga orang-orang tidak mau menerima hadits tanpa isnad agar supaya mereka mengetahui
perawi-perawi hadits tersebut dan mengenali keadaan mereka. Imam Muslim meriwayatkan
dengan isnadnya dari Muhammad bin Sirin bahwasanya beliau berkata:

Artinya: “ Dahulu orang-orang tidak pernah menanyakan isnad, akan tetapi setelah terjadi
fitnah maka dilihat hadits Ahli Sunnah lalu diterima dan dilihat haditsnya ahlil-bida’ lalu tidak
diterima (ditolak) ”

Ali ibnul Madini mengatakan bahwa Muhammad bin Sirin adalah orang yang selalu melihat
hadits dan memeriksa isnadnya, kami tidak mengetahui seorang pun yang lebih dahulu darinya.

2 . Munculnya Ilmu Rijalul Hadits

Kemunculan ilmu Rijal merupakan buah dari berkembang dan menyebarnya penggunaan isnad
serta banyaknya pertanyaan tentangnya. Dan setiap maju zaman, maka makin banyak dan
panjang jumlah perawi dalam sanad. Maka perlu untuk menjelaskan keadaan perawi tersebut dan
memisah-misahkannya, apalagi dengan munculnya bid‟ah-bid‟ah dan hawa nafsu serta
banyaknya pelaku dan pengusungnya. Karena itu tumbuhlah ilmu Rijaal yang merupakan suatu
keistimewaan ummat ini di hadapan ummat-ummat lainnya.

Akan tetapi kitab-kitab tentang ilmu Rijal nanti muncul setelah pertengahan abad-2. Dan karya
tulis ulama yang pertama dalam hal ini adalah kitab At Tarikh yang ditulis oleh Al Laits bin
Sa‟ad (wafat 175 H) dan kitab Tarikh yang disusun oleh Imam Abdullah bin Mubarak (wafat 181
H). Imam adz Dzahabi menyebutkan bahwa Al Walid bin Muslim (wafat 195 H) juga memiliki
sebuah kitab Tarikh Ar Rijaal, lalu secara berturut-turut muncul karya-karya tulis dalam ilmu ini,
dimana sebelum masa kodifikasi ini pembahasan tentang perawi hadits dan penjelasan hal ihwal
mereka hanya bersifat musyafahah(lisan), ditransfer sedemikian rupa oleh para ulama dari masa
ke masa.

Anda mungkin juga menyukai