NIM:30700121062
Kelas : Ilmu Hadis 1
A. TERMINOLOGI HADIS
1. Pengertian
a. Hadis
Makna hadis atau Al-Hadis secara bahasa adalah Al-Jadid (yang baru), Al-Qarib (yang dekat),
dan Al-Khabar (berita). Makna terakhir inilah yang populer dalam ilmu hadis.
Sedangkan ulama usul fikih, adalah "Segala perkataan Nabi Muhammad SAW. perbuatan, dan
takrimnya yang dapat menjadi dalil untuk menetapkan hukum".
b. Sunnah
Sunnah menurut istilah muhadditsin (ahli-ahli hadits) ialah segala yang dinukilkan dari Nabi
Muhammad SAW. baik berupa perkataan, perbuatan, maupun berupa taqrir, pengajaran, sifat,
kelakuan, perjalanan hidup, baik yang demikian itu sebelum Nabi SAW., dibangkitkan menjadi
Rasul, maupun sesudahnya
c. khabar
Sedangkan menurut tinjauan istilah sebagaiman dikemukan oleh Ibnu Hajar al-Asqalani, Khabar
adalah hadis-hadis yang termasuk marfu' mauquf dan maqtu. Hanya fuqaha Khurasan, yang
sedikit membedakan khabar dan atsar.Menurut mereka khabar hanya mauquf, sedangkan atsar
berarti hanya termasuk hadis maqthu.
d. Atsar
Jumhur ulama cenderung menggunakan istilah khabar dan atsar untuk segala sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi SAW dan demikian juga kepada shahabat dan tabi'in.
2. Struktur Hadis
a. Sanad
Pengertian sanad secara terminologis adalah :
Yang dimaksud dengan kehujjahan hadist ( hujjiyah hadist) adalah keadaan hadist yang
wajib dijadikan hujjah atau dasar hukum,sama dengan al-Qur'an dikarenakan adanya
dalil-dalil syariah yang menunjukkannya.Sunnah adalah sumber hukum islam yang
kedua setelah al-Qur'an.
QS.Al-Maidah ayat 92
Artinya: Dan taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul serta
berhati-hatilah. Jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa kewajiban Rasul Kami
hanyalah menyampaikan (amanat) dengan jelas.
a. .Bayan Taqrir
Menegaskan kembali keterangan atau perintah yang terdapat di dalam Al-Qur'an.Seperti
keterangan Rasul SAW mengenai kewajiban shalat,puasa,zakat,haji.
Artinya: “ Salatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat." (HR. Al-Bukhari)
c.Bayan Tasyri
Menetapkan hukum-hukum yang tidak ditetapkan oleh Al-Qur'an.Seperti ketetapan Rasul
SAW tentang haramnya mengumpulkan (menjadikan istri sekaligus) antara seorang wanita
dengan tantenya. Terdapat dalam terjemahan QS.An-Nisa ayat 23-24 :
Artinya:
Periode mutaqaddimin merupakan periode yang berada antara fase abad I hingga
abad ke-III hijriyah yang dimulai dari masa awal hijrahnya Rasulullah saw kemudian
masa khulafa Al-Rasyidin hingga masa Tabi'in, masa ini kemudian diistilahkan oleh
para ulama dengan al-Quruan al-Mufaddalah (abad yang dimuliakan).Adapun
pembukuan hadis terjadi pada akhir abad ke-II.
Hadis pada masa Rasulullah saw. dan khulafa Al-Rasydin belum dibukukan secara
resmi bahkan penulisannya masih bersifat individu dikarenakan adanya Hadis yang
melarang penulisannya
Pada abad ke-III H; para ulama mulai melakukan penyaringan dan penyeleksian
terhadap hadis-hadis.Adapun kegiatan para ulama pada masa ini yaitu:
1. Melakukan perjalanan ke daerah-daerah
Pada mulanya, hadis yang dibukukan hanya berasal dari kota-kota tertentu saja,
padahal banyak para perawi hadis yang berada di tempat-tempat yang jauh,
sehingga masih sangat banyak hadis Nabi yang belum dibukukan. Oleh karena
itu para ulama melakukan rihlah (perjalanan) ke tempat-tempat yang jauh untuk
menghimpun hadis-hadis yang ada pada sahabat atau ulama ke tempat-tempat
tersebut. Usaha ini dipelopori oleh Imam al-Bukhari, kemudian diikuti Imam
Muslim, Abu Dawud, al-Turmudzi, al-Nasa'i dan para ulama-ulama lainnya.
2. Melakukan pengelompokan Hadis
Pengelompokan ini bertujuan untuk memisahkan hadis yang marfu', dari yang
mauquf dan yang maqthu'. Dengan usaha ini, maka hadis Nabi telah terpelihara
dari percampuran dengan fatwa sahabat dan fatwa tabi'in.
3. Menyeleksi Kualitas Hadis
Penyeleksian ini dilakukan dengan cara memisahkan antara hadis yang shahih
dan yang da'if. Ulama yang mempelopori kegiatan ini adalah lshaq Ibnu
Rahawaih. Kemudian dilanjutkan oleh al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud,
al-Turmudzi, al- Nasa'i, Ibnu Majah dan lain-lain
4. Menghimpun pembelaan terhadap kritik dari luar
Pada masa ini, Ada beberapa Kritikan yang dikemukakan oleh para ahli ilmu
kalam dan lain-lain, baik kritikyang ditujukan kepada pribadi perawi maupun
pada matan hadis
5. Menyusun kitab-kitab Hadis berdasarkan tema
Para ulama menyusun kitab-kitab hadis dengan cara membuat bab-bab sesuai
dengan masalah tertentu. Metode ini dilakukan untuk mempermudah mencari
masalah yang dikandung oleh hadis.
Modifikasi Hadis Periode Muta'akhkhirin
Periode muta'akhkhirin merupakan periode antara Abad ke-IV hingga abad ke-VII
Hijriyah. Periode ini di sebut dengan masa pemeliharaan, penertiban, penambahan serta
penghimpunan hadis-hadis Nabi saw. Periode ini terjadi pada masa dinasti Abbasiyah
angkatan ke dua yaitu pada masa kekhalifahan Al-Muqtadir Billah sampai al-Mu'tasim
Billah. Kegiatan para ulama pada abad ini yaitu melakukan pemeliharaan hadis dengan
cara:
1) Mempelajari Hadis-Hadis
2) Menghafalkan
3) Memeriksa dan menyelidiki sanad
4) Menyusun Kitab-kitab baru dengan tujuan untuk memelihara, menertibkan dan
menghimpun segala sanad dan matan
5) Memberikan syarah dan komentar pada kitab-kitab hadis yang sudah ada
sebelumnya.
Penelitian Hadis Periode Kontemporer
1. Metode Tematik
Metode tematik merupakan metode pengumpulan hadis-hadis berdasarkan
masalah-masalah tertentu, lalu mentakhrij dan meneliti setiap sanad dan
matannya untuk mengetahui kualitas hadis tersebut, Serta memberikan
penjelasan terhadap hadis-hadis tersebut agar dapat menjadi solusi untuk
masalah baik.
2. Metode Ikhtisar
Metode Ikhtisar yaitu metode yang dilakukan dengan cara meringkas hadis-hadis
yang telah dihimpun oleh ulama terdahulu baik dari kalangan mutaqaddimin
maupun
mutaakhkh iri n. Misalnya adalah karya syehk al-Albani yaitu Mukhtasar Sahih
al-Bukhari dan Mukhtasar Sahih Muslim.
3. Metode Digital
Penelusuran hadis secara digital yaitu penelusuran hadis yang dilakukan dengan
menggunakan software komputer. Software ini menghimpun kitab-kitab dalam
bentuk digital persis dengan buku-buku yang digunakan secara manual di dalam
praktek penelusuran hadis
F. SPESIFIKASI HADIST
A. KUANTITAS SANAD HADIST
1. Hadist Mutawattir
Diantara beragam definisi hadist mutawatir yang bisa dianggap jâmi' dan mâni'
antara
lain yaitu: (Apa yang diriwayatkan oleh sejumlah perawi yang secara adat
mustahil mereka sepakat untuk berdusta, dan diriwayatkan dari sejumlah perawi
yang serupa, sejak awal sanad sampai ke akhir, tanpa adanya kesenjangan
jumlah perawi pada setiap level sanadnya.
Contoh dari hadist Mutawattir yaitu:
"Biasanya Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam tidak mengangkat kedua tangannya
ketika berdoa, kecuali ketika istisqa. Beliau mengangkat kedua tangannya
hingga terlihat ketiaknya yang putih" (HR. Bukhari no.1031, Muslim no.895)
2. Hadist Ahad
Menurut definisi hadist ahad secara singkat yaitu:
Hadist yang tidak memenuhi syarat-syarat hadist mutawattir".
Az-Zuhailiy membagi kuantitas hadTs kepada tiga bagian, di samping
berdasarkan jumlah sanadnya, juga pertimbangan perbedaan tingkat kualitas
kehujjahannya. Contoh hadis ahad yaitu:
Dari Amirul Mu'minin, Abi Hafs Umar bin Al Khattab radhiallahuanhu, dia berkata,
Saya mendengar Rasulullah shallahu'alaihi wa sallam bersabda: Sesungguhnya
setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan
dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin
mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan)
Allah dan RasulNya. Dan siapa yang hijrahnya karena menginginkan kehidupan
yang layak di dunia atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya
(akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan". (Shahih Bukhari no 6689, Shahih
Muslim no 1907)
1) Sanadnya bersambung
2) Para perawinya bersifat adil
Perawi mempunya ingatan yang kuat
3) Tidak bertentangan dengan atau menyelisihi perawi yang lainnya
4)
4) Tidak cacat
Contoh hadis shahih yaitu:
"Jika pada suatu hari salah seorang dari kalian berpuasa, maka janganlah ia
mengucapkan kata-kata kotor' membuat kegaduhan dan jangan pula melakukan
perbuatan orang-orang bodoh. Dan apabila ada orang yang memakinya atau
menyerangnya, maka hendaklah ia mengatakan, ''Sesungguhnya aku sedang
berpuasa."[ HR. Al-Bukhari no.1904 ]
2. Hadist Hasan
Menurut bahasa hasan diambil dari kata "Al Husn" yang mempunyai arti "Al Jamal"
(bagus), sedangkan secara istilah, para ulama berbeda pendapat dalam
mendefinisikannya karena melihat bahwa ia merupakan pertengahan antara Hadits
Shahih dan Dhaif, dan juga karena sebagian ulama mendefinisikan sebagai salah
satu bagiannya
Hadits dha'if yaitu hadits yang tidak memenuhi standarisasi hadits shahih maupun
hadits hasan, hadits ini tidak bisa dijadikan sebagai hujjah. Contoh hadis dhoif yaitu:
"Orang yang berpuasa itu tetap dalam kondisi beribadah meskipun dia tidur di atas
kasurnya". [HR Tamâm]