Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

SEJARAH PERKEMBANGAN HADIST

DOSEN PEMBIMBING
HERMANTO, S. Ud., Ma

DISUSUN OLEH
NAMA : AHMAD AFIF AKRAM
NIM : E.MKS.I.2020.003

NAMA : KOMALA SARI


NIM : E.MKS.I.2020.011

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM


SYEKH MAULANA QORI BANGKO
MANAJEMEN KEUANGAN SYARI’AH
FAKULTAS EKONOMI
2020/2021
PEMBAHASAN
A. Perkembangan Hadis Pada Masa Prakodifikasi

Sejarah perkemabangan hadist pada masa prakodifikasi maksudnya adalah


pada masa sebelum pembukuan.1 mulai sejak zaman Rasullah SAW hingga
ditetapkannya pembukuan hadist secara resmi (kodifikasi). Masa ini penulis
membagi menjadi tiga periode yaitu masa Rasulullah SAW, masa sahabat, dan
masa Tabi‟in. Adapun periode tersebut dijelaskan sebagai berikut :

1. Hadis Pada Masa Rasullah SAW


Membicarakan Hadis pada masa Rasullah SAW berarti membicarakan
Hadis pada awal kemunculannya. Uraian ini akan terkait langsung kepada
Rasulullah SAW sebagai sumber Hadis. Rasulullah SAW membina umat
islam selama 23 tahun. Masa ini merupakan kurun waktu turunnya wahyu
sekaligus diwurudkannya Hadis.2 Keadaan ini sangat menuntut keseriusan dan
kehati-hatian para sahabat sebagai pewaris pertama ajaran islam.

Wahyu yang diturunkan Allah SWT kepadaanya dijelaskannya melalui


perkataan, perbuatan, dan pengakuan atau penetepan Rasulullah SAW.
Sehingga apa yang disampaikan oleh para sahabat dari apa yang mereka
dengar, lihat, dan saksikan merupakan pedoman. Rasullah adalah satu-satunya
contoh bagi para sahabat, karena Rasulullah memiliki sifat kesempurnaan dan
keutamaan yang berbeda dengan manusia lainnya.

Adapun metode yang digunakan oleh Rasulullah SAW dalam mengajarkan


Hadis kepada para sahabat sebagai berikut :
a. Para sahabat berdialog langsung dengan Rasulullah SAW.
b. Para sahabat menyaksikan perbuatan dan ketetapan Rasulullah SAW.
c. Para sahabat mendengarkan perkataan sesama sahabat yang diperoleh dari
Rasulullah SAW.
d. Para sahabat menyaksikan perbuatan sesama sahabat yang diperoleh dari
Rasulullah SAW.

a. Larangan Menulis Hadis Pada Masa Rasulullah SAW


Hadis pada waktu itu pada umumnya hanya diingat dan dihafal oleh
para sahabat dan tidak ditulis seperti Al-Qur‟an ketika disampaikan oleh
Nabi, karena situasi dan kondisi tidak memungkinkan. Secara memang
Nabi melarang bagi umum karena khawatir bercampur antara hadis dan
Al-Qur‟an. Banyak hadis yang melarang para Sahabat untuk menulis
hadis, diantara hadis yang melarang penulisan hadis adalah:

َ ‫ ََل تَ ْكتُب ُْوا َعىًِّ َو َم ْه َكت‬:‫سلَّ َم‬


‫َب َع ِّىيً َغي َْز‬ َ ‫صلَّى هللاِ َعلَ ْي ًِ َو‬ ُ ‫س ِع ْيد ُ ْال ُخد ِْري ا َ َّن َر‬
َ ِ‫س ْو ُل هللا‬ َ ًْ ِ‫َع ْه اَب‬
‫ روايُ مسلم‬.ًُ‫ان فَ ْل َي ْم ُح‬ ِ ‫ْالقُ ْز‬
1
Mangunsuwito, Kamus Saku Ilmiah Populer Disertai dengan Istilah-istilah Aing (Jakarta:
Widytama Pressindo, 2011), 298.
2
Muhammad Ali Al-Shobuni, Al-Tibyan Fi ‘Ulumil qur’an (Madinah: Daru Al-Shobuni, 2003),
29.
“Diriwayatkan dari Abu Sa‟id Al-Khudri bahwa Rasulullah SAW
bersabda: janganlah engkau menulis (hadis) dariku, barangsiapa menulis
dariku selain dari Al-Qur‟an maka hapuslah. (HR. Muslim)”

Alasan pencatatan hadis pada masa Rasulullah karena hawatir hadis


tercampur dengan Al-Qur‟an yang saat itu masih proses penurunan. Oleh
karena itu maka pada saat itu nabi melarang keras kepada sahabat untuk
menulis dan mencatat hadis agar tidak bercampur dengan Al-Qur‟an Al-
karim.

b. Diperbolehkannya Menulis Hadis Pada Masa Rasulullah SAW


Larangan menulis hadis tidaklah umum kepada semua sahabat, ada
sahabat tertentu yang diberikan izin untuk menulis hadis. Sebagaimana
diriwayatkan oleh Abd Allah Ibn Umar, dia berkata: “Aku pernah menulis
segala sesuatu yang ku dengar dari Rasulullah, aku ingin menjaga dan
menghafalkannya. Tetapi orang Quraisy melarangku melakukannya.”
Mereka berkata: “Kamu hendak menulis (hadis) padahal Rasulullah
bersabda dalam keadaan marah dan senang”. Kemudian aku menahan diri
(Untuk tidak menulis hadis) hingga aku ceritakan kejadian itu kepada
Rasulullah. Beliau berabda:3

ْ ‫ا ُ ْكتُبْ فَ َوالَّ ِذ‬


‫ي وَ ْف ِس ًْ بِيَ ِد ِي َما خ ََز َج َعىًِّ ا ََِّل َحق‬
“Tulislah, maka demi dzat yang aku berada dalam kekuasaannya
tidaklah keluar dariku kecuali kebenaran”

Adanya larangan tersebut berakibat banyak hadis yang tidak ditulis


dan seandainya Nabi tidak pernah melarang pun tidak mungkin hadis
dapat ditulis. Karena menurut M Suyudi Ismail, hal ini disebabkan oleh
beberapa alasan berikut :
1) Hadis disampaikan tidaklah selalu di hadapan sahabat yang pandai
menulis
2) Perhatian Nabi dan para sahabat lebih banyak tercurah pada Al-
Qur‟an
3) Meskipun Nabi mempunyai sekretaris tetapi mereka hanya diberi
tugas menulis wahyu yang turun dan surat-surat Nabi
4) Sangat sulit seluruh pernyataan, perbuatan, ketetapan, dan hal-hal
orang yang masih hidup dapat langsung dicatat oleh orang lain apalagi
dengan alat sederhana.4

Menghadapi dua hadis yang tampak bertentangan di atas, dapat


disimpulkan bahwa, larangan penulisan hadis itu ditujukan bagi orang
yang kuat hafalannya dan tidak dapat menulis dengan baik, karena
dikhawatirkan salah dan bercampur dengan Al-Qur‟an. Sementara Izin
menulis hadis diberikan kepada orang yang pandai menulis dan tidak
dikhawatirkan salah dan bercampur dengan Al-Qur‟an.

3
Idri, Studi Hadis (Jakarta: Kencana, 2013), 36.
4
Ibid, 37.
2. Hadis Pada Masa Sahabat
Nabi wafat pada tahun 11 H, kepada umatnya beliau meninggalkan dua
pegangan sebagai dasar pedoman hidupnya, yaitu al-Qur‟an dan Hadits yang
harus dipegangi bagi pengaturan seluruh aspek kehidupan umat. Setelah Nabi
SAW wafat, kendali kepemimpinan umat Islam berada di tangan sahabat
Nabi. Sahabat Nabi yang pertama menerima kepemimpinan itu adalah Abu
Bakar as-Shiddiq (wafat 13 H/634 M) kemudian disusul oleh Umar bin
Khatthab (wafat 23 H/644 M), Utsman bin Affan (wafat 35 H/656 M), dan
Ali bin Abi Thalib (wafat 40 H/661 M). keempat khalifah ini dalam sejarah
dikenal dengan sebutan al-khulafa al-Rasyidin dan periodenya biasa disebut
juga dengan zaman sahabat besar.

Sesudah Ali bin Abi Thalib wafat, maka berakhirlah era sahabat besar dan
menyusul era sahabat kecil. Dalam era itu muncullah pra tabi‟in besar yang
bekerjasama dalam perkembangan pengetahuan dengan para sahabat Nabi
yang masih hidup pada masa itu. Diantara sahabat Nabi yang masih hidup
setelah periode al-Khulafa al-Rasyidin dan yang cukup besar peranannya
dalam periwayatan hadits Nabi saw ialah „A‟isyah istri Nabi (wafat 57 H/578
M), Abu Hurairah (wafat 58 H/678 M), „Abdullah bin Abbas (wafat 68 H/687
M), Abdullah bin Umar bin al-Khatthab (wafat 73 H/692 M), dan Jabir bin
Abdullah (wafat 78 H/697 M).5

Para sahabat mengetahui kedudukan As-Sunnah sebagai sumber syari‟ah


pertama setelah Al-Qur‟an Al-karim. Mereka tidak mau menyalahi as-Sunnah
jika as-Sunnah itu mereka yakini kebenarannya, sebagaimana mereka tidak
mau berpaling sedikitpun dari as-Sunnah warisan beliau. Mereka berhati-hati
dalam meriwayatkan hadits dari Nabi saw. karena khawatir berbuat kesalahan
dan takut as-Sunnah yang suci itu ternodai oleh kedustaan atau pengubahan.
Oleh karena itu mereka menempuh segala cara untuk memelihara hadits,
mereka lebih memilih bersikap “sedang dalam meriwayatkan hadits” dari
Rasulullah., bahkan sebagian dari mereka lebih memilih bersikap “sedikit
dalam meriwayatkan hadits”. Periode sahabat disebut dengan “‟Ashr al-
Tatsabut wa al-Iqlal min al-riwayah” yaitu masa pemastian dan
menyedikitkan riwayat. Dalam prakteknya, cara sahabat meriwayatkan hadits
ada dua, yakni :6
a. Dengan lafazh asli, yakni menurut lafazh yang mereka terima dari Nabi
saw yang mereka hafal benar lafazhnya dari Nabi saw.
b. Dengan maknanya saja, yakni mereka meriwayatkan maknanya bukan
dengan lafazhnya karena tidak hafal lafazhnya asli dari Nabi saw.

Dimasa sahabat, kebijaksanaan para khulafa al-Rasyidin tentang


periwayatan hadits adalah sebagai berikut:
1. Seluruh khalifah sependapat tentang pentingnya sikap hati-hati dalam
periwayatan hadits.

5
M. Syuhudi Ismail, Kaedah-Kaedah Keshahehan Sanad Haits (Jakarta: Bulan Bintang, 1995),
41.
6
H. Endang Soetari, Ilmu Hadits (Bandung: Amal Bakti Press, 1997), 46.
2. Larangan memperbanyak hadits, terutama yang ditekankan oleh khalifah
„Umar, tujuan pokoknya ialah agar periwayat bersikap selektif dalam
meriwayatakan hadits dan agar masyarakat tidak dipalingkan
perhatiannya dari al-Qur‟an.
3. Penghadiran saksi atau mengucapkan sumpah bagi periwayat hadits
merupakan salah satu cara untuk meneliti riwayat hadits. Periwayat yang
dinilai memiliki kredibilitas yang tinggi tidak dibebani kewajiabn
mengajukan saksi atau sumpah.
4. Masing-masing khalifah telah meriwayatkan hadits. Riwayat hadits yang
disampaikan oleh ketiga khalifah yang pertama seluruhnya dalam bentuk
lisan. Hanya „Ali yang meriwayatkan hadits secara tulisan disamping
secara lisan.

Adapun penulisan hadits pada masa Khulafa al-Rasyidin masih tetap


terbatas dan belum dilakukan secara resmi, walaupun pernah khalifah umar
bin khattab mempunyai gagasan untuk membukukan hadits, namun niatan
tersebut diurungkan setelah beliau melakukan shalat istikharah. Para sahabat
tidak melakukan penulisan hadits secara resmi, karena pertimbang-
pertimbangan:7
1. Agar tidak memalingkan umat dari perhatian terhadap al-Qur‟an.
Perhatian sahabat masa khulafa al-Rasyidin adalah pada al-Qur‟an seperti
tampak pada urusan pengumpulan dan pembukuannya sehingga menjadi
mush-haf.
2. Para sahabat sudah menyebar sehingga terdapat kesulitan dalam menulis
hadits.

3. Hadis Pada Masa Tabi’in


Sebagaimana para sahabat para tabiin juga cukup berhati-hati dalam
periwayatan hadis . Hanya saja pada masa ini tidak terlalu berat seperti seperti
pada masa sahabat. Pada masa ini Al-Qur‟an sudah terkumpul dalam satu
mushaf dan sudah tidak menghawatirkan lagi. Selain itu, pada akhir masa Al-
Khulafa Al-Rasyidun para sahabat ahli hadis telah menyebar ke beberapa
wilayah sehingga mempermudah tabi‟in untuk mempelajari hadis.

Para sahabat yang pindah ke daerah lain membawa perbendaharaan hadis


sehingga hadis tersebar ke banyak daerah. Kemudian muncul sentra-sentra
hadis sebagai berikut:8
a. Madinah, dengan tokoh dari kalangan sahabat seperti „Aiyah dan Abu
Hurayrah.
b. Mekkah, dengan tokoh dari kalangan sahabat seperti Ibn „Abbas
c. Kufah, dengan tokoh dari kalangan sahabat seperti „Abd Allah Ibn Mas‟ud
d. Basrah, dengan tokoh dari kalangan sahabat seperti „Utbah Ibn Gahzwan
e. Syam, dengan tokoh dari kalangan sahabat seperti Mu‟ad Ibn Jabal
f. Mesir, dengan tokoh dari kalangan sahabat „Abd Allah Ibn Amr Ibn Al-
Ash

7
Ibid, 41-46.
8
Idri, Studi Hadis (Jakarta: Kencana, 2013), 44-45.
Pada masa ini muncul kekeliruan dalam periwayatan hadis dan juga
muncul hadis palsu. Faktor terjadinya kekeliruan pada masa setelah sahabat itu
antara lain:
a. Periwayat hadis adalah manusia maka tidak akan lepas dari kekeliruan
b. Terbatasnya penulisan dan kodifikasi hadis
c. Terjadinya periwayatan secara makna yang dilakukan oleh sahabat

Menghadapi terjadinya pemalsuan hadis dan kekeliruan periwayatan maka


para ulama mengambil langkah sebagai berikut:9
a. Melakukan seleksi dan koreksi oleh tentang nilai hadis atau para
periwayatnya
b. Hanya menerima hadis dari periwayat yang tsiqoh saja
c. Melakukan penyaringan terhadap hadis dari rowi yang tsiqah
d. Mensyaratkan tidak adanya penyimpangan periwayat yang tsiqoh pada
periwayat yang lebih tsiqah
e. Meneliti sanad untuk mengetahui hadis palsu

B. Perkembangan Hadis Pada Masa kodifikasi


Pada masa ini terjadi kodifikasi hadis yang dimulai pada masa Umar bin Abd
Aziz yang mengintrupsikan pada Muhammad bin syihab Al-zuhri karena dia
dinilai paling mampu dalam hadis. Sehingga pada masa lahir ini kodifikasi hadis
secara resmi.10

1. Hadis Pada Masa Awal Sampai Akhir Abad III


Masa kodifikasi dilanjutkan dengan masa seleksi hadis yaitu upaya
mudawwin hadis menyeleksi hadis secara ketat. Masa ini dimulai ketika
pemerintahan dipegang oleh dinasti bani „Abbasiyah khususnya pada masa Al-
Makmun.11

2. Hadis Pada Abad IV Sampai Pertengahan Abad VII


Masa seleksi di lanjutkan pengembangan dan penyempurnaan sistem
penyusunan kitab-kitab hadis. Masa ini disebut dengan masa pemeliharaan,
penerbitan, penambahan, dan penghimpunan. Maka muncul kitab Al-
Muwattha‟ karya imam Malik Ibn Anas.12

3. Hadis Pada Masa Pertengahan Abad VII Sampai Sekarang


Masa ini disebut dengan masa pensyarahan, penghimpunan, pentakhrijan,
dan pembahasan. Pada masa ini ulama berupaya mensyarahi kitab hadis yang
sudah ada.13

9
Ibid, 46.
10
Idri, Studi Hadis (Jakarta: Kencana, 2013), 46.
11
Ibid, 48.
12
Ibid, 50.
13
Ibid, 51.
KESIMPULAN
1. Wahyu yang diturunkan Allah SWT kepadaanya dijelaskannya melalui
perkataan, perbuatan, dan pengakuan atau penetepan Rasulullah SAW.
Sehingga apa yang disampaikan oleh para sahabat dari apa yang mereka
dengar, lihat, dan saksikan merupakan pedoman. Rasullah adalah satu-
satunya contoh bagi para sahabat, karena Rasulullah memiliki sifat
kesempurnaan dan keutamaan yang berbeda dengan manusia lainnya.
2. Nabi wafat pada tahun 11 H, kepada umatnya beliau meninggalkan dua
pegangan sebagai dasar pedoman hidupnya, yaitu al-Qur‟an dan Hadits yang
harus dipegangi bagi pengaturan seluruh aspek kehidupan umat. Setelah Nabi
saw wafat, kendali kepemimpinan umat Islam berada di tangan sahabat Nabi.
Sahabat Nabi yang pertama menerima kepemimpinan itu adalah Abu Bakar
as- Shiddiq ( wafat 13 H/634 M) kemudian disusul oleh Umar bin Khatthab
(wafat 23 H/644 M), Utsman bin Affan (wafat 35 H/656 M), dan Ali bin Abi
Thalib (wafat 40 H/661 M). keempat khalifah ini dalam sejarah dikenal
dengan sebutan al-khulafa al-Rasyidin dan periodenya biasa disebut juga
dengan zaman sahabat besar.
3. Sebagaimana para sahabat para tabiin juga cukup berhati-hati dalam
periwayatan hadis . Hanya saja pada masa ini tidak terlalu berat seperti seperti
pada masa sahabat. Pada masa ini Al-Qur‟an sudah terkumpul dalam satu
mushaf dan sudah tidak menghawatirkan lagi. Selain itu, pada akhir masa Al-
Khulafa Al-Rasyidun para sahabat ahli hadis telah menyebar ke beberapa
wilayah sehingga mempermudah tabi‟in untuk mempelajari hadis.
4. Pada masa selanjutnya terjadi kodifikasi hadis yang dimulai pada masa Umar
bin Abd Aziz yang mengintrupsikan pada Muhammad bin syihab Al-zuhri
karena dia dinilai paling mampu dalam hadis. Sehingga pada masa ini lahir
kodifikasi hadis secara resmi.
a. Hadis Pada Masa Awal Sampai Akhir Abad III
Masa kodifikasi dilanjutkan dengan masa seleksi hadis yaitu
upaya mudawwin hadis menyeleksi hadis secara ketat. Masa ini dimulai
ketika pemerintahan dipegang oleh dinasti bani „Abbasiyah khususnya
pada masa Al-Makmun.
b. Hadis Pada Abad IV Sampai Pertengahan Abad VII
Masa seleksi di lanjutkan pengembangan dan penyempurnaan
sistem penyusunan kitab-kitab hadis. Masa ini disebut dengan masa
pemeliharaan, penerbitan, penambahan, dan penghimpunan. Maka
muncul kitab Al-Muwattha‟ karya imam Malik Ibn Anas.
c. Hadis Pada Masa Pertengahan Abad VII Sampai Sekarang
Masa ini disebut dengan masa pensyarahan, penghimpunan,
pentakhrijan, dan pembahasan. Pada masa ini ulama berupaya
mensyarahi kitab hadis yang sudah ada.
DAFTAR PUSTAKA

Ismail, M. Syuhudi. 1995, Kaedah-Kaedah Keshahehan Sanad Haits. Jakarta:


Bulan Bintang.

Idri. 2013, Studi Hadis. Jakarta: Kencana.

Khaidir. 2014. sejarah perkembangan hadits.


http://khaidirsyafruddin.blogspot.com/2013/02/sejarah-perkembangan-hadits.html
(4 Oktober 2020)

Khon, Abdul Majid. 2012, Ulumul Hadis. Jakarta: Amzah.

Raihan, Arief. 2018. Sejarah Perkembangan Hadist dari Zaman Rasulullah


hingga Sahabat, Makalah Ulumul Hadist.
https://knowledgeisfreee.blogspot.com/2015/11/makalah-sejarah-perkembangan-
hadist.html. (4 Oktober 2020).

Suparta, Munzier. 2011, Ilmu Hadis. Jakarta: Rajawali Pers.

Sumbulah, Umi. 2010, Kajian Kritis Ilmu Hadis. Malang: UIN-Maliki Press.

Anda mungkin juga menyukai