DOSEN PEMBIMBING
IBRAHIM, S. Pd., M. Pd. I
DISUSUN OLEH
NAMA : AHMAD AFIF AKRAM
NIM : E.MKS.I.2020.003
1
KATA PENGANTAR
2
DAFTAR ISI
COVER ………………………………………………………………………. i
KATA PENGANTAR………………………………………………………… ii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………… iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah …………………………………………………. 4
B. Rumusan Masalah ………………………………………………………… 4
C. Tujuan Pembuatan ………………………………………………………… 4
BAB II PEMBAHASAN
A. Tanda Baca ………………………………………………………………… 5
B. Huruf Miring ………………………………………………………………. 10
C. Singkatan dan Akronim……………………………………………………. 10
D. Penulisan Angka dan Lambang ……………………………………………. 11
3
BAB I
PENDAHULUAN
Selama ini belum semua orang mematuhi kaidah yang tercantum dalam
EYD, baik karena belum tahu, enggan mematuhi atau karena
ada pedoman yang mereka pegang selama ini yang mereka anggap pedoman
itu sudah tepat. Tindakan seperti ini jelas dapat mengacaukan
perkembangan bahasa Indonesia. Padahal dengan diberlakukannya EYD, se-
harusnya setiap warga negara Indonesia, termasuk warga pengadilan sebagai
pemakai bahasa Indonesia wajib mengikuti dan mematuhi kaidah-kaidah yang
tercantum didalamnya.
B. Rumusan Masalah
Beberapa permasalahan yang pemakalah bahas dalam makalah ini, meliputi :
1. Bagaimana pemakaian huruf yang benar sesuai dengan pedoman EYD ?
2. Bagaimana penulisan huruf yang benar sesuai dengan pedoman EYD ?
3. Bagaimana penulisan kata yang benar sesuai dengan pedoman EYD ?
C. Tujuan Pembuatan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui bagaimana pemakaian huruf yang benar sesuai dengan
pedoman EYD.
2. Untuk mengetahui bagaimana penulisan huruf yang benar sesuai dengan
pedoman EYD.
3. Untuk mengetahui bagaimana penulisan kata yang benar sesuai dengan
pedoman EYD.
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. TANDA BACA
5
Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara, dari kalimat
setara yang satu dengan kalimat setara berikutnya yang didahului
dengan kata, seperti tetapi, melainkan, sedangkan, dan kecuali.
Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk
kalimat jika anak kalimat mendahului induk kalimatnya.
Catatan: Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat
dari induk kalimat jika anak kalimat itu mengiringi induk kalimatnya.
Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung
antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat, seperti oleh karena itu,
jadi, dengan demikian, sehubungan dengan itu, dan meskipun
demikian/begitu.
Catatan: Ungkapan penghubung antar kalimat, seperti oleh karena itu,
jadi, dengan demikian, sehubungan dengan itu, dan meskipun
demikian/begitu,tidak dipakai pada awal paragraf.
Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seru, seperti o, ya, wah,
aduh, dan kasihan, atau kata-kata yang digunakan sebagai sapaan,
seperti Bu, Dik, atau Mas dari kata lain yang terdapat di dalam kalimat.
Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian
lain dalam kalimat.
Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari
bagian lain yang mengirinya dalam kalimat jika petikan langsung itu
berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru.
Tanda koma dipakai di antara (a) nama dan alamat, (b) bagian-bagian
alamat, (c) tempat dan tanggal, serta (d) nama tempat dan wilayah atau
negeri yang ditulis berurutan.
Tanda koma dipakai untuk memisahkan bagian nama yang dibalik
susunannya dalam daftar pustaka.
Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki atau
catatan akhir.
Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang
mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri,
keluarga, atau marga.
Tanda koma dipakai di muka angka desimal atau di antara rupiah dan
sen yang dinyatakan dengan angka.
Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan atau
keterangan aposisi yang sifatnya tidak membatasi.
Tanda koma dapat dipakai untuk menghindari salah baca/salah
pengertian di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat.
6
Tanda titik koma digunakan untuk memisahkan 2 kalimat setara atau
lebih apabila unsur-unsur setiap bagian itu dipisah oleh tanda baca dan
kata hubung.
7
- Tanda pisah tunggal dapat digunakan untuk memisahkan
keterangan tambahan pada akhir kalimat.
- Dalam pengetikan, tanda pisah dinyatakan dengan dua buah tanda
hubung tanpa spasi sebelum dan sesudahnya.
8
11. Tanda Petik Tunggal („…‟)
Tanda petik tunggal dipakai untuk mengapit petikan yang terdapat
dalam petikan lain.
Tanda petik tunggal dipakai untuk mengapit makna kata, terjemahan,
atau penjelasan kata atau ungkapan.
Tanda petik tunggal dipakai untuk mengapit makna kata atau ungkapan
bahasa daerah atau bahasa asing.
9
B. HURUF MIRING
1. Singkatan ialah bentuk singkat yang terdiri atas satu huruf atau lebih.
Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan, atau pangkat
diikuti dengan tanda titik dibelakang tiap-tiap singkatan itu. Misalnya:
- A.H. Nasution / S.E. / Bpk. / M.B.A. / Kol.
Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan
atau organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas gabungan
huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan
tanda titik. Misalnya:
- DPR / WHO / KTP
Singkatan kata yang berupa gabungan huruf dalam satu kata diikuti
dengan tanda titik. Misalnya:
- jml. (jumlah).
Singkatan gabungan kata yang terdiri atas tiga huruf diakhiri dengan
tanda titik. Misalnya:
- dsb. (dan sebagainya).
Catatan: Singkatan itu dapat digunakan untuk keperlua khusus, seperti
dalam pembuatan catatan rapat dan kuliah.
Singkatan gabungan kata yang terdiri atas dua huruf (lazim digunakan
dalam surat menyurat) masing-masing diikuti oleh tanda titik.
Misalnya:
- a.n. (atas nama).
Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan
mata uang dengan tidak diikuti tanda titik. Misalnya:
- Cu / cm / kg / l / Rp
10
2. Akronim ialah singkatan dari dua kata atau lebih yang diperlakukan
sebagai sebuah kata.
Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal unsur-unsur
nama diri ditulis seluruhnya dengan huruf kapital tanpa tanda titik.
Misalnya :
- LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia).
Akronim nama diri yang berupa singkatan dari seberapa unsur ditulis
dengan huruf awal kapital. Misalnya:
- Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional).
Akronim bukan nama diri yang berupa singkatan dari dua kata atau
lebih ditulis dengan huruf kecil. Misalnya:
- iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi).
Catatan: Jika pembentukan akronim dianggap perlu, hendaknya
diperhatikan syarat-syarat berikut!
- Jumlah suku kata akronim tidak melebihi jumlah suku kata
Indonesia (tidak lebih dari tiga suku kata).
- Akronim dibentuk dengan mengindahkan keserasian kombinasi
vokal dan konsonan yang sesuai dengan pola kata bahasa Indonesia
yang lazim agar mudah diucapkan dan diingat.
1. Bilangan dapat dinyatakan dengan angka atau kata. Angka dipakai sebagai
lambang atau nomor. Di dalam tulisan lazim digunakan angka Arab atau
angka Romawi. Misalnya:
1, 2, 3, 4, 5 (Arab) / I, II, III, IV, V (Romawi)
2. Bilangan dalam teks yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata
ditulis dengan huruf, kecuali jika bilangan itu dipakai secara berurutan
seperti dalam perincian atau paparan. Misalnya:
Koleksi perpustakaan itu mencapai dua juta buku.
Kendaraan yang dipesan untuk angkutan umum terdiri dari atas 50 bus,
100 minibus, dan 250 sedan.
3. Bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf, jika lebih dari dua kata,
susunan kalimat diubah agar bilangan yang tidak dapat ditulis dengan
huruf itu tidak ada pada awal kalimat. Misalnya:
Lima puluh siswa kelas 6 lulus ujian.
250 orang peserta diundang panitia Panitia mengundang 250 orang
peserta.
4. Angka yang menunjukkan bilangan utuh besar dengan dapat dieja
sebagian supaya lebih mudah dibaca. Misalnya:
Perusahaan itu baru saja mendapat pinjaman 550 miliar rupiah.
5. Angka digunakan untuk menyatakan (a) ukuran panjang, luas, dan isi; (b)
satuan waktu; (c) nilai uang; dan (4) Jumlah. Misalnya:
0,5 sentimeter / 4 meter persegi / 5 kilogram / 1 jam 20 menit /
Rp5.000,00 / 27 orang.
Catatan: Penulisan lambang mata uang, seperti Rp, US$, L, dan V tidak
diakhiri dengan tanda dan tidak ada spasi antara lambang itu dan angka
yang mengikutinya, kecuali di dalam tabel.
11
6. Angka digunakan untuk melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen,
atau kamar. Misalnya:
Jalan Wijaya No. 14 / Hotel Mahameru, Kamar 169.
7. Angka digunakan juga untuk menomori bagian karangan atau ayat kitab
suci. Misalnya:
Bab X, Pasal 5, halaman 252 / Surah Yasin: 9.
8. Penulisan bilangan dengan huruf dilakukan sebagai berikut!
Bilangan utuh. Misalnya:
- dua belas (12).
Bilangan pecahan. Misalnya:
- dua persepuluh (0,2) atau ( ).
Catatan: Tanda hubung dapat digunakan dalam penulisan lambang
bilangan dengan huruf yang dapat menimbulkan salah pengertian.
Misalnya:
(dua puluh lima-belas pertujuh belas) (20 ).
9. Penulisan bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara yang berikut!
abad XX (Angka Romawi Kapital).
abad ke-20 (Huruf dan Angka Arab).
abad kedua puluh (Huruf).
10. Penulisan bilangan yang mendapat akhiran –an mengikuti cara berikut!
lima lembar uang 1.000–an (lima lembar uang Seribuan).
11. Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks
(kecuali di dalam dokumen resmi, seperti akta dan kuitansi). Misalnya:
Telah diterima uang sebanyak Rp2.950.000,00 (dua juta sembilan
ratus lima puluh ribu rupiah) untuk pembayaran satu unit televisi.
12. Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisannya harus
tepat. Misalnya:
Saya lampirkan tanda terima uang sebesar Rp900.500,50 (sembilan
ratus ribu lima ratus rupiah lima puluh sen)
Catatan:
Angka Romawi tidak digunakan untuk menyatakan jumlah.
Angka Romawi digunakan untuk menyatakan penomoran bab (dalam
terbitan atau perundang-undangan) dan nomor jalan.
Angka Romawi kecil digunakan untuk penomoran halaman sebelum
Bab I dalam naskah dan buku.
12
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
13
DAFTAR PUSTAKA
14