Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

EJAAN YANG DISEMPURNAKAN


(TANDA BACA, HURUF MIRING, SINGKATAN DAN
AKRONIM, SERTA PENULISAN ANGKA DAN LAMBANG)

DOSEN PEMBIMBING
IBRAHIM, S. Pd., M. Pd. I

DISUSUN OLEH
NAMA : AHMAD AFIF AKRAM
NIM : E.MKS.I.2020.003

NAMA : MUHAMMAD FRENGKI


NIM : E.MKS.I.2020.001

NAMA : DWI CAHYANTARI SUJONO PUTRI


NIM : E.MKS.I.2020.005

NAMA : LEO MARPRINO


NIM : E.MKS.I.2020.000

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM


SYEKH MAULANA QORI BANGKO
MANAJEMEN KEUANGAN SYARI‟AH
FAKULTAS EKONOMI
2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur pemakalah panjatkan keharibaan Illahi Robbi, berkat yang


limpahan rahmat dan hidayahNya, pemakalah dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Ejaan yang Disempurnakan (Tanda Baca, Huruf Miring, Singkatan
dan Akronim, serta Penulisan Angka dan Lambang)”. Makalah ini dibuat
untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia.

Perkenankan pemakalah menyampaikan rasa hormat dan terima kasih


sebesar-besarnya terutama kepada dosen pembimbing yang telah memberikan
penjelasan tentang pembuatan makalah ini. Ucapan terima kasih juga kepada
semua pihak yang tidak dapat pemakalah sebutkan satu persatu yang telah
membantu kelancaran terselesainya makalah ini.

Pemakalah menyadari bahwa terselesainya makalah ini bukanlah semata-


mata karena kepiawaian pemakalah, melainkan banyak mendapatkan bimbingan,
arahan, motivasi, dan dukungan baik moril maupun materil dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, pemakalah berharap agar makalah ini dapat digunakan
sebagaimana mestinya.

Bangko, Oktober 2020

2
DAFTAR ISI

COVER ………………………………………………………………………. i
KATA PENGANTAR………………………………………………………… ii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………… iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah …………………………………………………. 4
B. Rumusan Masalah ………………………………………………………… 4
C. Tujuan Pembuatan ………………………………………………………… 4

BAB II PEMBAHASAN
A. Tanda Baca ………………………………………………………………… 5
B. Huruf Miring ………………………………………………………………. 10
C. Singkatan dan Akronim……………………………………………………. 10
D. Penulisan Angka dan Lambang ……………………………………………. 11

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan………………………………………………………………… 13
B. Saran ………………………………………………………………………. 13

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………… 14

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) pada dasarnya
merupakan ejaan bahasa Indonesia hasil dari penyempurnaan terakhir atas
ejaan-ejaan yang pernah berlaku di Indonesia. Sebelum EYD diberlakukan di
Indonesia pernah berlaku ejaan Ch. A. Van Ophuysen, ejaan Republik (ejaan
Soewandi) dan ejaan Malindo. Adapun yang disempurnakan itu bukan bahasa
Indonesianya, melainkan ejannya yakni tata cara penulisan yang baku.

Selama ini belum semua orang mematuhi kaidah yang tercantum dalam
EYD, baik karena belum tahu, enggan mematuhi atau karena
ada pedoman yang mereka pegang selama ini yang mereka anggap pedoman
itu sudah tepat. Tindakan seperti ini jelas dapat mengacaukan
perkembangan bahasa Indonesia. Padahal dengan diberlakukannya EYD, se-
harusnya setiap warga negara Indonesia, termasuk warga pengadilan sebagai
pemakai bahasa Indonesia wajib mengikuti dan mematuhi kaidah-kaidah yang
tercantum didalamnya.

B. Rumusan Masalah
Beberapa permasalahan yang pemakalah bahas dalam makalah ini, meliputi :
1. Bagaimana pemakaian huruf yang benar sesuai dengan pedoman EYD ?
2. Bagaimana penulisan huruf yang benar sesuai dengan pedoman EYD ?
3. Bagaimana penulisan kata yang benar sesuai dengan pedoman EYD ?

C. Tujuan Pembuatan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui bagaimana pemakaian huruf yang benar sesuai dengan
pedoman EYD.
2. Untuk mengetahui bagaimana penulisan huruf yang benar sesuai dengan
pedoman EYD.
3. Untuk mengetahui bagaimana penulisan kata yang benar sesuai dengan
pedoman EYD.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. TANDA BACA

1. Tanda Titik (.)


 Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau
seruan, melainkan pernyataan.
Catatan: Tanda titik tidak digunakan pada akhir kalimat yang unsur
akhirnya sudah bertanda titik.
 Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan,
ikhtisar, atau daftar.
Catatan: Tanda titik tidak dipakai di belakang angka atau huruf dalam
suatu bagan atau ikhtisar jika angka atau huruf itu merupakan yang
terakhir dalam deretan angka atau huruf.
 Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik
yang menunjukkan waktu.
Catatan: Penulisan waktu dengan angka dapat mengikuti salah satu cara
berikut!
- Penulisan waktu dengan angka dalam sistem 12 dilengkapi dengan
keterangan pagi, siang, sore, atau malam.
- Penulisan waktu dengan angka dalam sistem 24 tidak memerlukan
keterangan pagi, siang, sore, atau malam.
 Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik
yang menunjukkan jangka waktu.
 Tanda titik dipakai dalam daftar pustaka di antara nama penulis, judul
tulisan (yang tidak berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru), dan
tempat terbit.
Catatan: Urutan informasi mengenai daftar pustaka tergantung pada
lembaga yang bersangkutan.
 Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau
kelipatannya yang menunjukkan jumlah.
Catatan:
- Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau
kelipatannya yang tidak menunjukkan jumlah.
- Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala
karangan atau kepala ilustrasi, table, dan sebagainya.
- Tanda titik tidak dipakai di belakang (a) nama dan alamat penerima
surat, (b) nama dan alamat pengirim surat, (c) di belakang tanggal
surat.

2. Tanda Koma (,)


 Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu pemerincian
atau pembilangan.

5
 Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara, dari kalimat
setara yang satu dengan kalimat setara berikutnya yang didahului
dengan kata, seperti tetapi, melainkan, sedangkan, dan kecuali.
 Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk
kalimat jika anak kalimat mendahului induk kalimatnya.
Catatan: Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat
dari induk kalimat jika anak kalimat itu mengiringi induk kalimatnya.
 Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung
antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat, seperti oleh karena itu,
jadi, dengan demikian, sehubungan dengan itu, dan meskipun
demikian/begitu.
Catatan: Ungkapan penghubung antar kalimat, seperti oleh karena itu,
jadi, dengan demikian, sehubungan dengan itu, dan meskipun
demikian/begitu,tidak dipakai pada awal paragraf.
 Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seru, seperti o, ya, wah,
aduh, dan kasihan, atau kata-kata yang digunakan sebagai sapaan,
seperti Bu, Dik, atau Mas dari kata lain yang terdapat di dalam kalimat.
 Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian
lain dalam kalimat.
 Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari
bagian lain yang mengirinya dalam kalimat jika petikan langsung itu
berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru.
 Tanda koma dipakai di antara (a) nama dan alamat, (b) bagian-bagian
alamat, (c) tempat dan tanggal, serta (d) nama tempat dan wilayah atau
negeri yang ditulis berurutan.
 Tanda koma dipakai untuk memisahkan bagian nama yang dibalik
susunannya dalam daftar pustaka.
 Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki atau
catatan akhir.
 Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang
mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri,
keluarga, atau marga.
 Tanda koma dipakai di muka angka desimal atau di antara rupiah dan
sen yang dinyatakan dengan angka.
 Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan atau
keterangan aposisi yang sifatnya tidak membatasi.
 Tanda koma dapat dipakai untuk menghindari salah baca/salah
pengertian di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat.

3. Tanda Titik Koma (;)


 Tanda titik koma dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk
memisahkan kalimat yang setara di dalam kalimat majemuk setara.
 Tanda titik koma digunakan untuk mengakhiri pernyataan perincian
dalam kalimat yang berupa klausa atau kelompok kata. Dalam
hubungan itu, sebelum perincian terakhir tidak perlu digunakan kata
dan.

6
 Tanda titik koma digunakan untuk memisahkan 2 kalimat setara atau
lebih apabila unsur-unsur setiap bagian itu dipisah oleh tanda baca dan
kata hubung.

4. Tanda Titik Dua (:)


 Tanda titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap yang
diikuti rangkaian pemerincian atau penjelasan.
Catatan: Tanda titik dua tidak dipakai jika rangkaian atau pemerincian
itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan.
 Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan
pemerincian.
 Tanda titik dua dapat dipakai dalam naskah drama sesudah kata yang
menunjukkan pelaku dalam percakapan.
 Tanda titik dua dipakai di antara (a) jilid atau nomor dan halaman, (b)
bab/surah dan ayat dalam kitab suci, (c) judul dan anak judul suatu
karangan, serta (d) nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan.

5. Tanda Hubung (-)


 Tanda hubung menyambung suku-suku kata yang terpisah oleh
pergantian baris.
 Tanda hubung menyambung awalan dengan bagian kata yang
mengikutinya atau akhiran dengan bagian kata yang mendahuluinya
pada pergantian baris.
 Tanda hubung digunakan untuk menyambung unsur-unsur kata ulang.
 Tanda hubung digunakan untuk menyambung bagian-bagian tanggal,
bulan, dan tahun yang dinyatakan dengan angka dan huruf dalam kata
yang dieja satu-satu.
 Tanda hubung boleh dipakai untuk memperjelas (a) hubungan bagian-
bagian kata atau ungkapan dan (b) penghilangan bagian frasa atau
kelompok kata.
 Tanda hubung dipakai untuk merangkaia.
a. se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital,
b. ke- dengan angka,
c. angka dengan –an,
d. kata atau imbuhan dengan singkatan berhuruf kapital,
e. kata ganti yang berbentuk imbuhan (-ku, -mu, dan –nya), dan
f. Gabungan kata yang merupakan kesatuan.
 Tanda hubung dipakai untuk merangkai unsur bahasa Indonesia dengan
unsur bahasa daerah atau bahasa asing.

6. Tanda Pisah (–)


 Tanda pisah dipakai untuk membatasi penyisipan kata atau kalimat
yang memberi penjelasan di luar bangun utama kalimat.
 Tanda pisah dipakai untuk menegaskan adanya keterangan aposisi atau
keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi lebih jelas.
 Tanda pisah dipakai di antara dua bilangan, tanggal, atau tempat dengan
arti ‘sampai dengan’ atau ‘sampai ke’.
Catatan:

7
- Tanda pisah tunggal dapat digunakan untuk memisahkan
keterangan tambahan pada akhir kalimat.
- Dalam pengetikan, tanda pisah dinyatakan dengan dua buah tanda
hubung tanpa spasi sebelum dan sesudahnya.

7. Tanda Tanya (?)


 Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya.
 Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian
kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan
kebenarannya.

8. Tanda Seru (!)


 Tanda seru dipakai untuk mengakhiri ungkapan atau pernyataan yang
berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan,
ketidakpercayaan, atau emosi yang kuat.

9. Tanda Elipsis (…)


 Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus.
 Tanda elipsis dipakai untuk menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat
atau naskah ada bagian yang dihilangkan.
Catatan:
- Tanda elipsis itu didahului dan diikuti dengan spasi.
- Jika bagian yang dihilangkan mengakhiri sebuah kalimat, perlu
dipakai 4 tanda titik: 3 tanda titik untuk menandai penghilang teks
dan 1 tanda titik untuk menandai akhir kalimat.
- Tanda elipsis pada akhir kalimat tidak diikuti dengan spasi.

10. Tanda Petik (“…”)


 Tanda petik dipakai untuk mengapit petikan langsung yang berasal dari
pembicaraan, naskah, atau bahan tertulis lain.
 Tanda petik dipakai untuk mengapit judul sajak/puisi, karangan, atau
bab buku yang dipakai dalam kalimat.
 Tanda petik dipakai untuk mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal
atau kata yang mempunyai arti khusus.
Catatan:
- Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan
langsung.
- Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan dan di
belakang tanda petik yang mengapit kata atau ungkapan yang
dipakai dengan arti khusus pada ujung kalimat atau bagian kalimat.
- Tanda petik pembuka dan tanda petik penutup pada pasangan tanda
petik itu ditulis sama tinggi di sebelah atas baris.
- Tanda petik (“) dapat digunakan sebagai pengganti idem/sda (sama
dengan di atas) atau kelompok kata di atasnya dalam penyajian
yang berbentuk daftar.

8
11. Tanda Petik Tunggal („…‟)
 Tanda petik tunggal dipakai untuk mengapit petikan yang terdapat
dalam petikan lain.
 Tanda petik tunggal dipakai untuk mengapit makna kata, terjemahan,
atau penjelasan kata atau ungkapan.
 Tanda petik tunggal dipakai untuk mengapit makna kata atau ungkapan
bahasa daerah atau bahasa asing.

12. Tanda Kurung ((…))


 Tanda kurung dipakai untuk mengapit tambahan keterangan atau
penjelasan.
Catatan: Dalam penulisan didahulukan bentuk lengkap setelah itu
bentuk singkatnya.
 Tanda kurung dipakai untuk mengapit keterangan atau penjelasan yang
bukan bagian utama kalimat.
 Tanda kurung dipakai untuk mengapit huruf atau kata yang
kehadirannya di dalam teks dapat dimunculkan atau dihilangkan.
 Tanda kurung dipakai untuk mengapit angka atau huruf yang
memerinci urutan keterangan.
Catatan: Tanda kurung tunggal dapat dipakai untuk mengiringi angka
atau huruf yang menyatakan perincian yang disusun ke bawah.

13. Tanda Kurung Siku ([…])


 Tanda kurung siku dipakai untuk mengapit huruf, kata, atau kelompok
kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat
yang ditulis oran lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan atau
kekurangan itu memang terdapat di dalam naskah asli.
 Tanda kurung siku dipakai untuk mengapit keterangan dalam kalimat
penjelas yang sudah bertanda kurung.

14. Tanda Garis Miring (/)


 Tanda garis miring dipakai dalam nomor surat, nomor pada alamat, dan
penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim atau
tahun ajaran.
 Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata atau, tiap, dan
ataupun.
Catatan: Tanda garis miring ganda (/ /) dapat digunakan untuk
membatasi penggalan-penggalan dalam kalimat untuk memudahkan
pembacaan naskah.

15. Tanda Penyingkat atau Apostrof (`)


 Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian
angka tahun dalam konteks tertentu.

9
B. HURUF MIRING

1. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku,


majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan. Misalnya:
 Saya belum pernah membaca buku Negarakertagama karangan Mpu
Prapanca.
Catatan: Judul skripsi, tesis, atau disertasi yang belum diterbitkan dan
dirujuk dalam tulisan, tidak ditulis dengan huruf miring. Tetapi diapit
dengan tanda petik.
2. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau
mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata dalam
kalimat. Misalnya:
 Dia bukan menipu, melainkan ditipu.
3. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata atau ungkapan
yang bukan bahasa Indonesia (bahasa daerah atau bahasa asing). Misalnya:
 Nama ilmiah buah manggis ialah Carcinia mangostana.
4. Ungkapan asing yang telah diserap ke dalam bahasa Indonesia yang
penulisannya diperlukan sebagai kata Indonesia. Misalnya:
 Korps diplomatik memperoleh perlakuan khusus.
Catatan: Dalam tulisan tangan (naskah) atau ketikan/mesin tik, huruf atau
kata yang akan dicetak miring digarisbawahi.

C. SINGKATAN DAN AKRONIM

1. Singkatan ialah bentuk singkat yang terdiri atas satu huruf atau lebih.
 Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan, atau pangkat
diikuti dengan tanda titik dibelakang tiap-tiap singkatan itu. Misalnya:
- A.H. Nasution / S.E. / Bpk. / M.B.A. / Kol.
 Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan
atau organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas gabungan
huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan
tanda titik. Misalnya:
- DPR / WHO / KTP
 Singkatan kata yang berupa gabungan huruf dalam satu kata diikuti
dengan tanda titik. Misalnya:
- jml. (jumlah).
Singkatan gabungan kata yang terdiri atas tiga huruf diakhiri dengan
tanda titik. Misalnya:
- dsb. (dan sebagainya).
Catatan: Singkatan itu dapat digunakan untuk keperlua khusus, seperti
dalam pembuatan catatan rapat dan kuliah.
 Singkatan gabungan kata yang terdiri atas dua huruf (lazim digunakan
dalam surat menyurat) masing-masing diikuti oleh tanda titik.
Misalnya:
- a.n. (atas nama).
 Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan
mata uang dengan tidak diikuti tanda titik. Misalnya:
- Cu / cm / kg / l / Rp

10
2. Akronim ialah singkatan dari dua kata atau lebih yang diperlakukan
sebagai sebuah kata.
 Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal unsur-unsur
nama diri ditulis seluruhnya dengan huruf kapital tanpa tanda titik.
Misalnya :
- LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia).
 Akronim nama diri yang berupa singkatan dari seberapa unsur ditulis
dengan huruf awal kapital. Misalnya:
- Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional).
 Akronim bukan nama diri yang berupa singkatan dari dua kata atau
lebih ditulis dengan huruf kecil. Misalnya:
- iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi).
Catatan: Jika pembentukan akronim dianggap perlu, hendaknya
diperhatikan syarat-syarat berikut!
- Jumlah suku kata akronim tidak melebihi jumlah suku kata
Indonesia (tidak lebih dari tiga suku kata).
- Akronim dibentuk dengan mengindahkan keserasian kombinasi
vokal dan konsonan yang sesuai dengan pola kata bahasa Indonesia
yang lazim agar mudah diucapkan dan diingat.

D. PENULISAN ANGKA DAN LAMBANG

1. Bilangan dapat dinyatakan dengan angka atau kata. Angka dipakai sebagai
lambang atau nomor. Di dalam tulisan lazim digunakan angka Arab atau
angka Romawi. Misalnya:
 1, 2, 3, 4, 5 (Arab) / I, II, III, IV, V (Romawi)
2. Bilangan dalam teks yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata
ditulis dengan huruf, kecuali jika bilangan itu dipakai secara berurutan
seperti dalam perincian atau paparan. Misalnya:
 Koleksi perpustakaan itu mencapai dua juta buku.
 Kendaraan yang dipesan untuk angkutan umum terdiri dari atas 50 bus,
100 minibus, dan 250 sedan.
3. Bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf, jika lebih dari dua kata,
susunan kalimat diubah agar bilangan yang tidak dapat ditulis dengan
huruf itu tidak ada pada awal kalimat. Misalnya:
 Lima puluh siswa kelas 6 lulus ujian.
 250 orang peserta diundang panitia  Panitia mengundang 250 orang
peserta.
4. Angka yang menunjukkan bilangan utuh besar dengan dapat dieja
sebagian supaya lebih mudah dibaca. Misalnya:
 Perusahaan itu baru saja mendapat pinjaman 550 miliar rupiah.
5. Angka digunakan untuk menyatakan (a) ukuran panjang, luas, dan isi; (b)
satuan waktu; (c) nilai uang; dan (4) Jumlah. Misalnya:
 0,5 sentimeter / 4 meter persegi / 5 kilogram / 1 jam 20 menit /
Rp5.000,00 / 27 orang.
Catatan: Penulisan lambang mata uang, seperti Rp, US$, L, dan V tidak
diakhiri dengan tanda dan tidak ada spasi antara lambang itu dan angka
yang mengikutinya, kecuali di dalam tabel.

11
6. Angka digunakan untuk melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen,
atau kamar. Misalnya:
 Jalan Wijaya No. 14 / Hotel Mahameru, Kamar 169.
7. Angka digunakan juga untuk menomori bagian karangan atau ayat kitab
suci. Misalnya:
 Bab X, Pasal 5, halaman 252 / Surah Yasin: 9.
8. Penulisan bilangan dengan huruf dilakukan sebagai berikut!
 Bilangan utuh. Misalnya:
- dua belas (12).
 Bilangan pecahan. Misalnya:
- dua persepuluh (0,2) atau ( ).
Catatan: Tanda hubung dapat digunakan dalam penulisan lambang
bilangan dengan huruf yang dapat menimbulkan salah pengertian.
Misalnya:
 (dua puluh lima-belas pertujuh belas) (20 ).
9. Penulisan bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara yang berikut!
 abad XX (Angka Romawi Kapital).
 abad ke-20 (Huruf dan Angka Arab).
 abad kedua puluh (Huruf).
10. Penulisan bilangan yang mendapat akhiran –an mengikuti cara berikut!
 lima lembar uang 1.000–an (lima lembar uang Seribuan).
11. Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks
(kecuali di dalam dokumen resmi, seperti akta dan kuitansi). Misalnya:
 Telah diterima uang sebanyak Rp2.950.000,00 (dua juta sembilan
ratus lima puluh ribu rupiah) untuk pembayaran satu unit televisi.
12. Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisannya harus
tepat. Misalnya:
 Saya lampirkan tanda terima uang sebesar Rp900.500,50 (sembilan
ratus ribu lima ratus rupiah lima puluh sen)
Catatan:
 Angka Romawi tidak digunakan untuk menyatakan jumlah.
 Angka Romawi digunakan untuk menyatakan penomoran bab (dalam
terbitan atau perundang-undangan) dan nomor jalan.
 Angka Romawi kecil digunakan untuk penomoran halaman sebelum
Bab I dalam naskah dan buku.

12
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Kesimpulan pada makalah ini adalah sebagai berikut:


1. Salah satu penulisan huruf sesuai dengan pedoman EYD meliputi huruf
miring. Huruf miring dalam cetakan, yang dalam tulisan tangan atau
ketikan dinyatakan dengan tanda garis bawah, dinyatakan untuk; (1)
menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam
karangan; (2) menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, atau
kelompok kata; (3) menuliskan kata nama-nama ilmiah, atau ungkapan
asing, kecuali kata yang telah disesuaika ejaannya.
2. Salah satu penulisan kata sesuai dengan pedoman EYD meliputi singkatan
dan akronim, serta angka dan lambang bilangan.

B. SARAN

Tentunya dalam penyusunan makalah ini terdapat kekurangan dan kesalahan


olehnya itu :
1. Diharapkan kepada para pembaca agar memberikan perbaikan yang
semestinya demi kesempuranaan makalah ini.
2. Diharapkan agar pembaca memberikan koreksi terhadap materi-materi
EYD yang sekiranya ada tidak sesuai dengan yang sebenarnya.
3. Diharapkan kepada para pembaca untuk mencari referensi lain agar dapat
menambah wawasan.

13
DAFTAR PUSTAKA

Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia. 2000. PEDOMAN UMUM EJAAN


BAHASA INDONESIA YANG DISEMPURNAKAN.
http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/sites/default/files/pedoman_um
um-ejaan_yang_disempurnakan.pdf.html (4 Oktober 2020)

Wayudin, Ahsan. 2014. Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan.


https://www.academia.edu/9607279/Ejaan_Bahasa_Indonesia_yang_Disempurna
kan.html. (4 Oktober 2020)

14

Anda mungkin juga menyukai