Anda di halaman 1dari 37

Bab.

8 : kelompok 3
SEJARAH PENULISAN AL-QURAN
Pertama: Penulisan Al Qur'an di masa Rasulullah saw.
Atas perintah Nabi saw., Al Qur'an ditulis oleh penulis-penulis
wahyu di atas pelepah kurma, kulit binatang, tulang dan batu.
Semuanya ditulis teratur seperti yang Allah wahyukan dan belum
terhimpun dalam satu mushaf. Di samping itu ada beberapa sahabat
yang menulis sendiri beberapa juz dan surat yang mereka hafal
dari Rasulullah saw.
Kedua: Penulisan Al Qur'an di masa Abu Bakar As Shiddiq.
Atas anjuran Umar ra., Abu Bakar ra. memerintahkan kepada Zaid
bin Tsabit untuk mengumpulkan ayat-ayat Al Qur'an dari para
penulis wahyu menjadi satu mushaf.
Ketiga: Penulisan Al Qur'an di masa Usman bin 'Affan.
Untuk pertama kali Al Qur'an ditulis dalam satu mushaf. Penulisan
ini disesuaikan dengan tulisan aslinya yang terdapat pada Hafshah
bt. Umar. (hasil usaha pengumpulan di masa Abu Bakar ra.).
Dalam penulisan ini sangat diperhatikan sekali perbedaan
bacaan (untuk menghindari perselisihan di antara ummat).
Usman ra. memberikan tanggung jawab penulisan ini kepada Zaid
Bin Tsabit, Abdullah Bin Zubair, Sa'id bin 'Ash dan Abdur-Rahman
bin Al Haris bin Hisyam.
Mushaf tersebut ditulis tanpa titik dan baris.
Hasil penulisan tersebut satu disimpan Usman ra. dan sisanya
disebar ke berbagai penjuru negara Islam.
Keempat: Pemberian titik dan baris, terdiri dari tiga pase;
Pertama: Mu'awiyah bin Abi Sofyan menugaskan Abul Asad Ad-dualy
untuk meletakkan tanda bacaan (i'rab) pada tiap kalimat
dalam bentuk titik untuk menghindari kesalahan dalm membaca.
Kedua: Abdul Malik bin Marwan menugaskan Al Hajjaj bin Yusuf
untuk memberikan titik sebagai pembeda antara satu
huruf dengan lainnya (Baa'; dengan satu titik di bawah,
Ta; dengan dua titik di atas, Tsa; dengan tiga titik di
atas). Pada masa itu Al Hajjaj minta bantuan kepada Nashr
bin 'Ashim dan Hay bin Ya'mar.
Ketiga: Peletakan baris atau tanda baca (i'rab) seperti: Dhammah,
Fathah, Kasrah dan Sukun, mengikuti cara pemberian baris
yang telah dilakukan oleh Khalil bin Ahmad Al Farahidy.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Penulisan dan pengumpulan Al-Quran melewati tiga jenjang.
Tahap Pertama.
Zaman Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam. Pada jenjang ini penyandaran pada
hafalan lebih banyak daripada penyandaran pada tulisan karena hafalan para Sahabat
Radhiyallahu anhum sangat kuat dan cepat di samping sedikitnya orang yang bisa baca tulis
dan sarananya. Oleh karena itu siapa saja dari kalangan mereka yang mendengar satu ayat, dia
akan langsung menghafalnya atau menuliskannya dengan sarana seadanya di pelepah kurma,
potongan kulit, permukaan batu cadas atau tulang belikat unta. Jumlah para penghapal Al-
Quran sangat banyak
Dalam kitab Shahih Bukhari *1+ dari Anas Ibn Malik Radhiyallahu anhu bahwasanya Nabi
Shallallahu alaihi wa sallam mengutus tujuh puluh orang yang disebut Al-Qurra. Mereka
dihadang dan dibunuh oleh penduduk dua desa dari suku Bani Sulaim ; Ril dan Dzakwan di
dekat sumur Maunah. Namun di kalangan para sahabat selain mereka masih banyak para
penghapal Al-Quran, seperti Khulafaur Rasyidin, Abdullah Ibn Masud, Salim bekas budak Abu
Hudzaifah, Ubay Ibn Kaab, Muadz Ibn Jabal, Zaid Ibn Tsabit dan Abu Darda Radhiyallahu
anhum.
Tahap Kedua
Pada zaman Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu anhu tahun dua belas Hijriyah. Penyebabnya
adalah : Pada perang Yamamah banyak dari kalangan Al-Qurra yang terbunuh, di antaranya
Salim bekas budak Abu Hudzaifah ; salah seorang yang Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam
memerintahkan untuk mengambil pelajaran Al-Quran darinya.
Maka Abu Bakar Radhiyallahu anhu memerintahkan untuk mengumpulkan Al-Quran agar tidak
hilang. Dalam kitab Shahih Bukahri [2] disebutkan, bahwa Umar Ibn Khaththab mengemukakan
pandangan tersebut kepada Abu Bakar Radhiyallahu anhu setelah selesainya perang Yamamah.
Abu Bakar tidak mau melakukannya karena takut dosa, sehingga Umar terus-menerus
mengemukakan pandangannya sampai Allah Subhanahu wa Taala membukakan pintu hati Abu
Bakar untuk hal itu, dia lalu memanggil Zaid Ibn Tsabit Radhiyallahu anhu, di samping Abu
Bakar bediri Umar, Abu Bakar mengatakan kepada Zaid : Sesunguhnya engkau adalah seorang
yang masih muda dan berakal cemrerlang, kami tidak meragukannmu, engkau dulu pernah
menulis wahyu untuk Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, maka sekarang carilah Al-Quran
dan kumpulkanlah!, Zaid berkata : Maka akupun mencari dan mengumpulkan Al-Quran dari
pelepah kurma, permukaan batu cadas dan dari hafalan orang-orang. Mushaf tersebut berada
di tangan Abu Bakar hingga dia wafat, kemudian dipegang oleh Umar hingga wafatnya, dan
kemudian di pegang oleh Hafsah Binti Umar Radhiyallahu anhuma. Diriwayatkan oleh Bukhari
secara panjang lebar.
Kaum muslimin saat itu seluruhnya sepakat dengan apa yang dilakukan oleh Abu Bakar, mereka
menganggap perbuatannya itu sebagai nilai positif dan keutamaan bagi Abu Bakar, sampai Ali
Ibn Abi Thalib Radhiyallahu anhu mengatakan : Orang yang paling besar pahalanya pada
mushaf Al-Quran adalah Abu Bakar, semoga Allah Subhanahu wa Taala memberi rahmat
kepada Abu Bakar karena, dialah orang yang pertama kali mengumpulkan Kitab Allah
Subhanahu wa Taala.
Tahap Ketiga
Pada zaman Amirul Mukminin Utsman Ibn Affan Radhiyallahu anhu pada tahun dua puluh lima
Hijriyah. Sebabnya adalah perbedaan kaum muslimin pada dialek bacaan Al-Quran sesuai
dengan perbedaan mushaf-mushaf yang berada di tangan para sahabat Radhiyallahu anhum.
Hal itu dikhawatirkan akan menjadi fitnah, maka Utsman Radhiyallahu anhu memerintahkan
untuk mengumpulkan mushaf-mushaf tersebut menjadi satu mushaf sehingga kaum muslimin
tidak berbeda bacaannya kemudian bertengkar pada Kitab Allah Subhanahu wa Taala dan
akhirnya berpecah belah.
Dalam kitab Shahih Bukhari [3] disebutkan, bahwasanya Hudzaifah Ibnu Yaman Radhiyallahu
anhu datang menghadap Utsman Ibn Affan Radhiyallahu anhu dari perang pembebasan
Armenia dan Azerbaijan. Dia khawatir melihat perbedaaan mereka pada dialek bacaan Al-
Quran, dia katakan : Wahai Amirul Mukminin, selamtakanlah umat ini sebelum mereka
berpecah belah pada Kitab Allah Subhanahu wa Taala seperti perpecahan kaum Yahudi dan
Nasrani! Utsman lalu mengutus seseorang kepada Hafsah Radhiyallahu anhuma : Kirimkan
kepada kami mushaf yang engkau pegang agar kami gantikan mushaf-mushaf yang ada
dengannya kemudian akan kami kembalikan kepadamu!, Hafshah lalu mengirimkan mushaf
tersebut.
Kemudian Utsman memerintahkan Zaid Ibn Tsabit, Abdullah Ibn Az-Zubair, Said Ibnul Ash dan
Abdurrahman Ibnul Harits Ibn Hisyam Radhiyallahu anhum untuk menuliskannya kembali dan
memperbanyaknya. Zaid Ibn Tsabit berasal dari kaum Anshar sementara tiga orang yang lain
berasal dari Quraisy. Utsman mengatakan kepada ketiganya : Jika kalian berbeda bacaan
dengan Zaid Ibn Tsabit pada sebagian ayat Al-Quran, maka tuliskanlah dengan dialek Quraisy,
karena Al-Quran diturunkan dengan dialek tersebut!, merekapun lalu mengerjakannya dan
setelah selesai, Utsman mengembalikan mushaf itu kepada Hafshah dan mengirimkan hasil
pekerjaan tersebut ke seluruh penjuru negeri Islam serta memerintahkan untuk membakar
naskah mushaf Al-Quran selainnya.
Utsman Radhiyallahu anhu melakukan hal ini setelah meminta pendapat kepada para sahabat
Radhiyalahu anhum yang lain sesuai dengan apa yang diriwayatkan oleh Abu Dawud [4] dari Ali
Radhiyallahu anhu bahwasanya dia mengatakan : Demi Allah, tidaklah seseorang melakukan
apa yang dilakukan pada mushaf-mushaf Al-Quran selain harus meminta pendapat kami
semuanya, Utsman mengatakan : Aku berpendapat sebaiknya kita mengumpulkan manusia
hanya pada satu Mushaf saja sehingga tidak terjadi perpecahan dan perbedaan. Kami
menjawab : Alangkah baiknya pendapatmu itu.
Mushab Ibn Saad *5+ mengatakan : Aku melihat orang banyak ketika Utsman membakar
mushaf-mushaf yang ada, merekapun keheranan melihatnya, atau dia katakan : Tidak ada
seorangpun dari mereka yang mengingkarinya, hal itu adalah termasuk nilai positif bagi Amirul
Mukminin Utsman Ibn Affan Radhiyallahu anhu yang disepakati oleh kaum muslimin
seluruhnya. Hal itu adalah penyempurnaan dari pengumpulan yang dilakukan Khalifah
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu anhu.
Perbedaan antara pengumpulan yang dilakukan Utsman dan pengumpulan yang dilakukan Abu
Bakar Radhiyallahu anhuma adalah : Tujuan dari pengumpulan Al-Quran di zaman Abu Bakar
adalah menuliskan dan mengumpulkan keseluruhan ayat-ayat Al-Quran dalam satu mushaf
agar tidak tercecer dan tidak hilang tanpa membawa kaum muslimin untuk bersatu pada satu
mushaf ; hal itu dikarenakan belih terlihat pengaruh dari perbedaan dialek bacaan yang
mengharuskannya membawa mereka untuk bersatu pada satu mushaf Al-Quran saja.
Sedangkan tujuan dari pengumpulan Al-Quran di zaman Utsman Radhiyallahu anhu adalah :
Mengumpulkan dan menuliskan Al-Quran dalam satu mushaf dengan satu dialek bacaan dan
membawa kaum muslimin untuk bersatu pada satu mushaf Al-Quran karena timbulnya
pengaruh yang mengkhawatirkan pada perbedaan dialek bacaan Al-Quran.
Hasil yang didapatkan dari pengumpulan ini terlihat dengan timbulnya kemaslahatan yang
besar di tengah-tengah kaum muslimin, di antaranya : Persatuan dan kesatuan, kesepakatan
bersama dan saling berkasih sayang. Kemudian mudharat yang besarpun bisa dihindari yang di
antaranya adalah : Perpecahan umat, perbedaan keyakinan, tersebar luasnya kebencian dan
permusuhan.
Mushaf Al-Quran tetap seperti itu sampai sekarang dan disepakati oleh seluruh kaum muslimin
serta diriwayatkan secara Mutawatir. Dipelajari oleh anak-anak dari orang dewasa, tidak bisa
dipermainkan oleh tangan-tangan kotor para perusak dan tidak sampai tersentuh oleh hawa
nafsu orang-orang yang menyeleweng.
Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Taala Tuhan langit, Tuhan bumi dan Tuhan sekalian alam.
[Disalin dari kitab Ushuulun Fie At-Tafsir edisi Indonesia Belajar Mudah Ilmu Tafsir oleh Syaikh
Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Penerbit Pustaka As-Sunnah, Penerjemah Farid Qurusy],
online via almanhaj.or.id
________
Footnote
[1]. Diriwayatkan oleh Bukhari, Kitab Al-Jihad, Bab Al-Aunu Bil Madad, hadits nomor 3064
[2]. Diriwayatkan oleh Bukhari, Kitab At-Tafsir, Bab Qauluhu Taala : Laqad jaaakum Rasuulun
Min Anfusikum Aziizun Alaihi Maa Anittum al-ayat
[3]. Diriwayatkan oleh Bukhari, Kitab Fadhaailul Quran, Bab Jamul Quran, hadits nomor 4978
[4]. Diriwayatkan oleh Al-Khatib dalam Kitabnya Al-Fashl Lil Washl Al-Mudraj, jilid : 2 halaman
954, dalam sanadnya terdapat rawi bernama Muhammad Ibn Abban Al-Jufi (Al-Ilal karya Ad-
Daruquthni, jilid 3, halaman 229-230), Ibn Main mengatakan : Dia dhaif (Al-Jarhu wat Tadil
karya Ar-Razi, jilid 7 halam 200.
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam kitab Al-Mashaahif halaman 22
[5]. Diriwayatklan oleh Abu Dawud dalam Kitab Al-Mashaahif, Hal. 12
Artikel: www.kisahislam.net
Facebook Fans Page: Kisah Teladan & Sejarah Islam


Yahya Btw
Manusia Dapat Dihancurkan; Manusia Dapat Dimatikan; Tetapi Manusia Tidak Dapat Dikalahkan, Selama Manusia Itu Masih Setia Pada
Hatinya Sendiri

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT,karena atas rahmat dan
karunia-Nya, berupa iman, ilmu, dan kesehatan, sehingga pada akhirnya
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Adapun judul penulisan
makalah ini adalah Sejarah Turun dan Penulisan Al-Quran
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui sejarah
turunnya Al-Quran dan penulisan Al-Quran pada masa nabi dan pada masa
Khulafa al-Rasyidun yang kami sajikan berdasarkan beberapa sumber yang
mendukung penulisan makalah ini. Kami menyadari bahwa tanpa adanya
bimbingan dan dorongan dari semua pihak , maka penulisan makalah ini
tidak dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, pada kesempatan
ini, kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah
membantu kami agar dapat menyelesaikan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca. Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini jauh dari
sempurna,untuk itu kami memohon kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan penulisan di masa yang akan datang.Akhir
kata semoga makalah ini dapat berguna bagi kami dan bagi pembaca yang
berminat pada umumnya.





DAFTAR ISI

Halaman
Kata Pengantar ............................................................................................. 1
Daftar Isi ....................................................................................................... 2
BAB I
A) Pengertian Nuzul Al-Quran .... 3
B) Tahap dan Fase Nuzul Al-Quran ........ 4
BAB II
C) Hikmah Diturunkannya Al-Quran Berangsur-angsur .......................... 7
D) Penulisan Al-Quran Pada Masa Nabi .................................................... 9
E) Penulisan Al-Quran Pada Masa Khulafa Al-Rasyidun ......................... 12
BAB III
F) Penyempurnaan Pemeliharaan Al-Quran Setelah Masa Khulafa Al-
Rasyidun .................................................................................................... 13
G) Rasm Al-Quran ........................................................................................ 14

DAFTAR PUSTAKA




BAB I
PENGENALAN
Allah SWT telah menurunkan al-Quran sebagai satu mukjizat yang
membuktikan kerasulan Nabi Muhammad s.a.w. dan kewujudan Allah SWT
dengan segala sifat-sifat kesempurnaannya. Membaca al-Quran serta
menghayati dan mengamalkannya adalah satu ibadat. Ia merupakan satu
kitab panduan hidup manusia dan rujukan utama di samping sunnah
Rasulullah. Al-Quran dinukilkan kepada kita secara mutawatir, pasti dan
qati dan ditulis mashaf yang hari ini lebih dikenali sebagai mashaf Uthmani.
Adalah wajar bagi kita umat Islam mengkaji sejarah al-Quran dan perkara
yang berkaitan dengannya. Penulisan ini akan mengemukakan satu
perbincangan mengenai penurunan al-Quran (Nuzul al-Quran) salah satu
aspek daripada pengajian Ulum al-Quran


A) PENGERTIAN NUZUL AL-QURAN

Daripada segi bahasa, perkataan Nuzul berarti menetap di satu tempat
atau turun dari tempat yang tinggi. Kata perbuatannya nazala
( ) membawa maksud dia telah turun atau dia menjadi tetamu.
Sebenarnya penggunaan istilah Nuzul al-Quran ini secara majaz atau
simbolik sahaja yang bermaksud pemberitahuan al-Quran. Tujuannya untuk
menunjukkan ketinggian al-Quran. Al-Quran pula bermaksud bacaan atau
himpunan. Ia dikatakan bacaan karena al-Quran itu untuk dibaca oleh
manusia. Ia juga dikatakan himpunan karena dalam al-Quran itu terhimpun
ayat-ayat yang menjelaskan pelbagai perkara yang meliputi soal tauhid,
ibadat, jinayat, muamalat, munakahat dan sebagainya.

Pengertian Nuzulul Quran adalah Peristiwa diturunkannya wahyu Allah
SWT (AL-Quran) kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara Malaikat
Jibril as secara bertahap. Perkataan Nuzul dalam pelbagai wajah sama Ada
kata nama, kata perbuatan atau lainnya digunakan dalam al-Quran
sebanyak lebih kurang 290 kali. Sebagai contoh, Dia yang
telah..menurunkan hujan. (al-Baqarah:22), Dialah.yang menurunkan
Taurat Dan Injil. (Ali Imran:3) Dan banyak lagi ayat-ayat lain.

Peristiwa Nuzul al-Quran terjadi pada malam Jumat, 17 Ramadhan, di Gua
Hira tahun ke-41 dari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Al-Quran
merupakan mukjizat yang paling besar yang dikurniakan kepada Nabi
Muhammad SAW. Kita hendaklah beriman dan mempercayai isi kandungan
al-Quran. Beriman dengan al-Quran merupakan salah satu dalam Rukun
Iman

Sejarah al-Quran: Salah satu peristiwa agung dalam sejarah umat Islam ialah
turunnya kitab suci al-Quran atau disebut Nuzul al-Quran. Peristiwa itu
dikisahkan dalam al-Quran, melalui firman Allah yang bermaksud:
Ramadhan yang padanya diturunkan al-Quran, menjadi petunjuk bagi
sekalian manusia, dan menjadi keterangan yang menjelaskan petunjuk dan
menjelaskan perbedaan antara yang benar dan yang salah (Surah al-
Baqarah, ayat 185)



B) TAHAP DAN FASE NUZUL AL-QURAN

Tahap tahap turunnya Al Quran.
Yang dimaksud dengan Tahap tahap turunnya Al-Quran ialah tertib dari
fase fase disampaikan kitab Suci Al-Quran, mulai dari sisi allah SWT hingga
langsung kepada nabi Muhammad SAW. Kitab Suci ini tidak seperti Kitab
Kitab Suci sebelumnya. Sebab, Kitab Suci ini kebanyakan diturunkan secara
bertahap tahap, sehingga betul betul menunjukkan kemujizatannya.
Disamping itu, penyampaian Kitab Suci tersebut sangat luar biasa, yang tidak
diliki oleh kitab kitab sebelumnya.
Tahap tahap diturunkannya Al-Quran ada tiga fase atau tahapan, seperti
yang akan dijelaskan berikut dengan dalil, cara-cara turun, dan hikmahnya :

a. Tahap Pertama
Tahapan Pertama, Al-quran diturunkan / ditempatkan ke Lauh Mahfudh.
Yakni, suatu tempat dimana manusia tidak bisa mengetahuinya secara
definitif / pasti.Dalil yang mengisyaratkan bahwa Al-quran itu ditempatkan
di Lauh mahfudh itu ialah keterangan Firman Allah SWT:
Bahkan ( Yang didustakan mereka ) itu ialah al-Quran yang mulia yang
tersimpan di lauh mahfudh. ( QS. Al Buruj : 21 22 )
Tetapi mengenai sejak kapan Al-quran ditempatkan di Lauh mahfudh, dan
bagaimana caranya adalah merupakan hal-hal ghaib tidak ada yang mampu
yang mengetahuinya, selain dari Allah SWT, Dzat Yang Maha Mengetahui
segala hal yang tersembunyi. Namun, mengenai bagaimana cara turunnya
Al-quran itu ke lauh mahfudh dapat di sistematiskan secara sekaligus
keseluruh al-Quran itu.

b. Tahapan Kedua
Tahapan kedua, Al-Quran turun dari Lauh Mahfudh ke Baitul Izzah di Langit
dunia.Jadi, setelah berada di Lauh Mahfudh, Kitab Al-Quran itu turun
ke Baitul Izzah di Langit Dunia atau Langit terdekat dengan bumi ini.Banyak
dalil yang menerangkan penurunan Al-Quran tahapan kedua ini, baik dari
ayat Al-Quran ataupun dari Hadits Nabi Muhammad SAW, diantaranya
sebagai berikut :
Sesungguhnya Kami menurunkan-Nya ( Al-quran ) pada suatu malam yang
diberkahi. ( QS. Ad-Dukhon : 3 ).
Sesungguhnya Kami telah menurunkan-Nya ( Al-quran ) pada malam
kemuliaan. ( QS. Al-Qadri : 1 ).
( Beberapa hari itu ) ialah Bulan Ramadlan, bulan yang didalamnya
diturunkan permulaan ) Al-Quran . ( QS. Al-Baqarah : 185 ).
Hadits Riwayat Hakim dari Said bin Jubair dari Ibnu Abbas RA dari Nabi
Muhammad SAW yang bersabda :
Al-Quran itu dipisahkan dari pembuatannya lalu diletakkan di Baitul Izzah
dari langir dunia, kemudian mulailah malaikat jibril menurunkannya kepada
Nabi Muhammad SAW( HR. Hakim dari Ibnu Jubair dari Ibnu Abbas RA. ).

Hadits Riwayat An-Nasai, Hakim, dan Baihaqi dari Ibnu Abbas RA. Beliau
berkata :
Al-Quran itu diturunkan secara sekaligus kelangit Dunia pada Malam
Qadar, kemudian setelah itu diturunkan ( Sedikit demi sedikit ) selama 20
tahun( HR. An-Nasai dari Ibnu Abbas RA. ).

Hadits Riwayat Hakim, Baihaqi dan lain-lain dari Ibnu Abbas RA beliau
berkata :
Al-Quran itu diturunkan secara sekaligus kelangit Dunia, dan hal itu adalah
seperti perpindahan bintang-bintang, allah menurunkannya kepada Nabi
Muhammad SAW sebagian setelah sebagian ( yang lain ) ( HR. Hakim,
Baihaqi dari Ibnu Abbas RA. ).

Semua dalil ayat dan Hadits-Hadits tersebut diatas menunjukkan
turunnya Al-Qurantahap kedua ini dan turunnya, yaitu secara sekaligus
turun seluruh isi Al-Quran dari Lauh Mahfudh ke Baitul Izzah dilangit
dunia.Dari Sama al-Dun-ya, atau tepatnya di Bait al-Izzahkemudian Malaikat
Jibril membawa lafadh Al-Quran kepada Nabi Muhammad SAW, secara
berangsur-angsur. Dan lafadh yang dibawa Malaikat Jibril untuk disampaikan
kepada Nabi Muhammad SAW adalah Kalam Allah yang disebut Al-Quran.

Baik Jibril yang menyampaikan kepada Nabi Muhammad SAW maupun Nabi
Muhammad sendiri yang menerima Kalam Allah itu, samasekali tidak
mempunyai otoritas menyusun apalagi mengubahnya. Segala sesuatunya
baik dalam susunan kalimat maupun maknanya merupakan wewenang Allah
SWT. Dan susunan kalimat, berikut isi kandungan Al-Quran adalah Mujiz,
artinya, susunan dan kata letak huruf-huruf Al-Quran adalah Mujizat yang
tak tertandingi oleh susunan kata dan huruf mahluk manapun.
Hikmah diturunkannya Al-Quran dari Lauh Mahfudh ke Baitul Izzah ada tiga
hal sebagai berikut :
Menunjukkan kehebatan dan kemujizatan Al-Quran, yang turunnya tidak
sama dengan kitab-kitab suci yang lain, tetapi berbeda dan secara khusus,
yaitu dengan diturunkan secara bertahap-tahap.
Menjelaskan kebesaran Nabi Muhammad SAW yang menerimakitan suci Al-
Quran ini, yang tidak diterimanya langsung secara sekali diterima,
melainkan diatur secara bertahap. Mula-mula di tempat Lauh Mahfudh, lalu
ke Baitul Izzah secara sekaligus, baru kemudian disampaikan langsung
kepada beliau secara berangsur-angsur, sedikit demi sedikit.
Memberitahukan kepada para Malaikat dan para Nabi serta para Rasul
terdahulu, mengenai kemuliaan dan ketinggian Nabi Muhammad SAW
sebagai rasul penghabisan, dan kitab suci terakhir yang diterimanya.

c. Tahapan Ketiga

Tahapan Ketiga, Al-Quran turun dari Baitul Izzah dilangit dunia langsung
kepada Nabi Muhammad SAW. Artinya, baik melalui perantaraan Malaikat
Jibril, atau pun secara langsung ke dalam hati sanubari Nabi Muhammad
SAW, maupun dari balik tabir.
Dalilnya, ayat-ayat Al-Quran dan Hadits-hadits Nabi, antara lain :
Dan sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu ayat-ayat yang
jelas. ( QS. Al-Baqarah ; 99 ).
Dia-lah yang menurunkan Al-Quran kepadamu. Di antara (isi)nya ada ayat-
ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok isi Al-Quran, dan yang lain (ada
ayat-ayat) yang mutasyabbihat. ( QS. Ali Imran :7 ).
Ia ( Alquran ) itu dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin(Jibrl) ke dalam hatimu (
Muhammad ) agar kamu menjadi salah seorang diantara orang orang
yang memberi peringatan . ( QS.Asy Syuara :193 194).
Sesungguhnya Al-Harits bin Hisyam bertanya kepada Rasulullah SAW
seraya berkata: Wahai Rasulullah, bagaimanakah wahyu itu datang
kepadamu ? Maka Rasulullah SAW bersabda: kadang-kadang datang
kepadaku seperti gemurunnya bunyi lonceng, dan itu paling berat bagiku.
Maka begitu berhenti bunyi itu dariku, aku telah mengusai apa yang sudah
diucapkannya. Dan kadang-kadang malaikat menyamar kepadaku sebagai
laki-laki, lalu mengajak berbicara denganku. Maka aku kuasai apa yang
dikatakannya. Aisyah lalu berkata: Saya pernah melihat beliau wahyu
pada hari yang sangat dingin, tetapi begitu selesai wahyu itu dari beliau,
maka bercucurlah keringat dipelipis beliau. (H.R. Al-Bukhari ).




BAB II

C) HIKMAH DITURUNKANNYA AL-QURAN BERANGSUR-ANGSUR


Al-Quran tidak diturunkan kepada Rasulullah Shallahu Alaihi wa Sallam
sekaligus satu kitab. Tetapi secara berangsur-angsur, surat-persurat dan
ayat-perayat. sebagaimana yang kita ketahui segala sesuatu yang Allah
kehendaki itu mengandung hikmah dan memiliki tujuan. Nah begitu juga
dengan proses turunnya Al-Quran secara bertahap. Diantara hikmah atau
tujuannya adalah sebagai berikut.

Yang pertama Untuk menguatkan hati Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam.

Alloh subhanahu wataala berfirman dalam surat al-furqon ayat 32 yang
artinya :
Berkatalah orang-orang yang kafir : Mengapa Al-Quran itu tidak
diturunkan kepadanya sekali turun saja?; demikianlah supaya kami perkuat
hatimu dengannya dan kami membacanya secara tartil (teratur dan benar).

Ayat tadi menerangkan bahwa Allah memang sengaja menurunkan al-
Quran secara berangsur-angsur. Tidak turun langsung berbentuk satu kitab
dengan tujuan untuk meneguhkan hati Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam.
Sebab dengan turunnya wahyu secara bertahap menurut peristiwa, kondisi,
dan situasi yang mengiringinya, tentu hal itu lebih sangat kuat menancap
dan sangat terkesan di hati sang penerima wahyu tersebut, yakni Nabi
Muhammad. Dengan begitu turunnya melaikat kepada beliau juga lebih
sering, yang tentunya akan membawa dampak psikologis kepada beliau;
terbaharui semangatnya dalam mengemban risalah dari sisi Allah. Beliau
tentunya juga sangat bergembira dengan kegembiraan yang sulit
diungkapkan dengan kata-kata.

Hikmah kedua adalah : Untuk menantang orang-orang kafir yang
mengingkari al-Quran

Allah menantang orang-orang kafir untuk membuat satu surat saja yang
sebanding dengannya. Dan ternyata mereka tidak sanggup membuat satu
surat saja yang seperti al-Quran, apalagi membuat langsung satu kitab.

Hikmah yang ketiga adalah : Supaya mudah dihapal dan dipahami.

Dengan turunnya al-Quran secara berangsur-angsur, sangatlah mudah bagi
manusia untuk menghafal serta memahami maknanya. Lebih-lebih bagi
orang-orang yang buta huruf seperti orang-orang arab pada saat itu; al-
Quran turun secara berangsur-angsur tentu sangat menolong mereka
dalam menghafal serta memahami ayat-ayatnya. Memang, ayat-ayat al-
Quran begitu turun oleh para sahabat langsung dihafalkan dengan baik,
dipahami maknanya, lantas dipraktekkan langsung dalam kehidupan sehari-
hari. Itulah sebabnya Umar bin Khattab pernah berkata:
Pelajarilah Al-Quran lima ayat-lima ayat. Karena Jibril biasa turun
membawa Quran kepada Nabi Shallahu Alaihi wa Sallam lima ayat-lima
ayat. (Hadist Riwayat Baihaqi)

Hikmah keempat adalah : Supaya orang-orang mukmin antusias dalam
menerima Quran dan giat mengamalkannya.

Kaum muslimin waktu itu memang senantiasa menginginkan serta
merindukan turunnya ayat-ayat al-Quran. Apalagi pada saat ada peristiwa
yang sangat menuntut penyelesaian wahyu; seperti ayat-ayat mengenai
kabar bohong yang disebarkan oleh kaum munafik untuk memfitnah ummul
mukminin Aisyah radiyallahuanha, dan ayat-ayat tentang lian.

Hikmah yang kelima adalah : Mengiringi kejadian-kejadian di masyarakat
dan bertahap dalam menetapkan suatu hukum.

Al-Quran turun secara berangsur-angsur,yakni dimulai dari masalah-
masalah yang sangat penting kemudian menyusul masalah-masalah yang
penting. Nah, karena masalah yang sangat pokok dalam Islam adalah
masalah Iman, maka pertama kali yang diprioritaskan oleh Al-Quran ialah
tentang keimanan kepada Allah, malaikat, iman kepada kitab-kitabnya, para
rasulnya, iman kepada hari akhir, kebangkitan dari kubur, surga dan neraka.

Setelah akidah Islamiyah itu tumbuh dan mengakar di hati, baru Allah
menurunkan ayat-ayat yang memerintah berakhlak yang baik dan mencegah
perbuatan keji dan mungkar untuk membasmi kejahatan serta kerusakan
sampai ke akarnya. Juga ayat-ayat yang menerangkan halal haram pada
makanan, minuman, harta benda, kehormatan dan hukum syariah lainnya.
Begitulah Quran diturunkan sesuai dengan kejadian-kejadian yang
mengiringi perjalanan jihad panjang kaum muslimin dalam memperjuangkan
agama Allah di muka bumi. Dan ayat-ayat itu tak henti-henti memotivasi
mereka dalam perjuangan ini.

Untuk lebih memperjelas poin ini kita dapat simak contohnya :

Pertama Surat Al-Anam yang termasuk surat makiyah karena turun di
Mekah. Isinya menjelaskan perkara iman, akidah tauhid, bahaya syirik, dan
menerangkan apa yang halal dan haram. Kemudian, ayat-ayat yang
menerangkan hukum-hukum secara rinci, baru menyusul turun di Madinah;
seperti tentang utang piutang dan pengharaman riba. Juga tentang zina, itu
diharamkan di Mekkah, dapat kita lihat dalam surat al isro ayat 32.Tapi,
ayat-ayat yang merinci hukuman bagi orang yang melakukan zina turun di
Madinah kemudian.
Contoh kedua Tentang ayat-ayat pengharaman khamer, yang pertama kali
turun ialah ayat yang terdapat dalam surat an-Nahl ayat 67 yang artinya;
Dan dari buah kurma serta anggur, kamu buat minuman yang
memabukkan dan rezeki yang baik

Kemudian yang berikutnya turun di surat Al-Baqarah ayat 219. Di dalam ayat
itu dikatakan bahwa khamer itu mengandung manfaat yang temporal
sifatnya, dan bahayanya lebih besar bagi tubuh, bisa merusak akal,
pemborosan harta benda, dan bisa menimbulkan berbagai macam masalah
kejahatan serta kemaksiatan di masyarakat.

Setelah itu turun ayat yang melarang mabuk ketika shalat, bisa kita baca
dalam surat An-Nisaa ayat 43.Setelah mereka tahu dan menyadari bahwa
mabuk saat shalat diharamkan, kemudian turun ayat yang lebih tegas lagi
dalam surat al-Maidah ayat 90:
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (minum) khamer, berjudi,
(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah
perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Oleh karena itu, jauhilah
perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.

Untuk lebih menjelaskan lagi bahwa turunnya Al-Quran secara berangsur-
angsur, mari kita simak apa yang dikatakan oleh ummul mukminin Aisyah
rodhiyallohu anha, yang artinya sebagai berikut:
Sesungguhnya yang pertama kali turun ialah surat dari surat-surat
mufashal yang di dalamnya disebutkan perihal surga dan neraka, sehingga
jika manusia telah kembali masuk Islam, maka turunlah surat yang
menyebutkan tentang halal haram. Nah, sekiranya yang mula-mula turun
ialah ayat yang berbunyi: janganlah kamu minum khamer, pasti mereka
berkata: kami tidak akan meninggalkan kebiasaan minum khamer selama-
lamanya. Dan seandainya yang turun itu ayat yang berbunyi: jangan
berzina, niscaya mereka menjawab: kami tidak akan meninggalkan
kebiasaan berzina selama-lamanya. Hadis ini diriwayatkan Imam Bukhari.


D) PENULISAN AL-QURAN PADA MASA NABI

Pada waktu Al-Qur'an turun, sudah banyak sahabat-sahabat yang pandai
menulis.
Di Makkah setidaknya sudah ada 7 orang sahabat, Misalnya : Muawiyah dan
Yazid keduanya putera Abu Sufyan, Umar ibn Khathab, Utsman ibn Affan, Ali
ibn Abi Thalib, Abdullah ibn Mas'ud, Thalhah ibn Abdullah, Abu Ubaidah ibn
Jarah, Hudzaifah ibn al-Yaman, Abu Hurairah, Abu al-Darda' dan Abu Musa
al-Asy'ari.

Di al-Madinah al-Munawwarah minimal ada 10 orang. Misalnya : Saad ibn
Zurarah, al-Mundzir ibn Umar, Ubai ibn Ka'ab, Zaid ibn Tsabit, Rafi' ibn
Malik, Asir ibn Mudhar, Ma'n ibn Adiy, Abu Ain ibn Katsir, Aus ibn al-Khuli,
Basyir ibn Said dan Abdullah ibn Said ibn Umaiyah yang ditunjuk Nabi
sebagai guru membaca dan menulis, serta Hassaan ibn Tsabit yang penyair
terkenal di kalangan para sahabat. Dan di kalangan wanita adalah al-Syifa
binti Abdullah al-Adawiyah, Hafshah binti Umar isteri Nabi.

Setiap ayat turun Nabi selalu memerintah sahabat untuk menulisnya. Di
antaranya beliau
bersabda:

.
Artinya : Teteskanlah tinta, goreskan pena, tepatkanlah "Ba'",bedakanlah
"Sin", jangan bengkokkan "Mim", perindahlah tulisan "Allah",panjangkan
"al-Rahman", perelok "al-Rahim",letakkanlah penamu di atas telinga kirimu,
karena yang demikian lebih mudah mengingatkanmu.

Nabi juga pernah menyuruh sahabat agar mereka belajar al-Qur'an kepada
Salim (yang gugur pada pertempuran di Yamamah, yang terjadi ketika Abu
Bakar menjadi Khalifah), Mu'adz (wafat di zaman Khalifah 'Umar), 'Abdullah
ibn Mas'ud (wafat di zaman Khalifah 'Utsman), dan Ubai ibn Ka'ab (wafat di
zaman Khalifah 'Utsman) juga. pernah mengirim Mush'ab ibn 'Umairah dan
Ibn Ummi Maktum ke al-Madinah untuk mengajarkan Islam dan al-Qur'an.
Dan ketika hijarah ke al-Madinah Nabi mengirim Mu'adz ke Makkah untuk
missi yang sama. Karena itu di Masjid Nabi setiap saat selalu ramai sahabat
yang belajar al-Qur'an dan Nabi pun menganjurkan belajar tulis-menulis,
Setelah perjalanan sejarah sekian lama, beberapa sumber menyebutkan
sebagaimana berikut :

1. IBN AL-NADIM (W.1047 M) (dalam bukunya al-Fahrasat) :
'Ali ibn Abi Thalib,Ubai ibn Ka'ab,Abu al-Darda',Mu'adz ibn Jabal,Abu
Zaid,Sa'ad ibn 'Ubaid,'Abdullah ibn Mas'ud,'Abid ibn Muawiyah

2. AL-ZARKASYI (1355-1404 M) (dalam bukunya al-Burhan) :
'Utsman ibn 'Affan,Zaid ibn Tsabit,Ubai in Ka'ab,Abu al-Darda',Mu'adz ibn
Jabal,Abu Zaid,Sa'ad ibn Ubaid,Tamim al-Dari,Abu Musa al-Asyari,Salim
Maula Hudz,'Abdullah ibn 'Umar,'Uqbah ibn 'Amir

3. IBN HAJAR (1373-1449 M) (dalam bukunya Fath al-Bari) :Abu Bakar,'Umar
ibn Khathab,'Utsman ibn 'Affan,'Ali ibn Abi Thalib,Zaid ibn Tsabit,Ubai ibn
Ka'ab,Mu'adz ibn Jabal,Mu'awiyah,al-Mughirah,Zubair ibn al-
'Awam,Syarahbil ibn Hasana,'Abdulla ibn Ruwahah

4. IBN KATSIR (W. 1384 M) (dalam bukunya al-Bidayah) :Abu Bakar ,'Umar
ibn Khathab,'Utsman ibn 'Affan,'Ali ibn Abi Thalib,Zaid ibn Tsabit,Ubai ibn
Ka'ab,Mu'awiyah,Tsabit ibn Qais ,Abban ibn Sa'id,Arqam ibn Abi
Arq,Hanzhalah ibn Robi',Khalid ibn Sa'id, dll.

5. AL-SUYUTHI (1445-1505 M) (dalam bukunya al-Itqan) :
Abu Bakar,'Umar ibn Khathab,'Ali ibn Abi Thalib,Zaid ibn Tsabit,Abu
Huzaimah
Mereka menulis dan mengumpulkan tulisan-tulisan al-Qur'an yang
berserakan di beberapa tempat seperti pelepah kurma, lempengan-
lempengan batu, daun, kulit dan tulang berdasarkan bacaannya apa adanya,
baik susunan bahasa maupun kata-katanya, apakah dari bahasa Hijaz atau
bukan, dari bahasa Arab atau tidak, berbeda tata-tulisnya atau tidak sesuai
dengan kecakapan dan lahjah masing-masing. Kegiatan tersebut
berlangsung sejak dari masa-masa al-Qur'an turun di Makkah selama 13
tahun, sampai di al-Madinah selama 10 tahun,baik yang turun di waktu Nabi
sedang berada di rumah atau tidak.

Kemudian tulisan-tulisan itu disimpan di rumah Nabi dalam keadaan belum
berupa satu bendel.di samping di antara mereka ada yang menyimpan
untuk diri sendiri, seperti 'Umar ibn al-Khathab, 'Ali ibn Abi Thalib, Ubai ibn
Ka'ab, 'Abdullah ibn Mas'ud, Ibn 'Abbas, termasuk istri-istri Nabi yaitu
'Aisyah, Hafshah dan Ummu Salamah, yang di antara sisanya masih
tersimpan di Damaskus.

Setiap tahun Malaikat Jibril selalu datang kepada Nabi untuk memantapkan
bacaan, bahkan di akhir hayat beliau Jibril dua kali turun. Semua bacaan
yang Rasul Allah hafal selalu beliau sampaikan kepada sahabat yang sedang
beliau hadapi banyak atau sedikit, dari satu Kabilah atau bermacam-macam
kabilah, karena beliau bersifat Shiddiq, Amanah, Tabligh dan Fathanah, baik
satu ayat, dua atau tiga dan lebih banyak lagi, dan beliau bacakan persis
seperti yang diajarkan Jibril, karena Allah menjamin keutuhannya di dalam
diri beliau (al-Qiyamah:16-20).

Maskipun demikian, urut-urutan surah dan ayat yang mereka hafal mereka
tulis sesuai dengan ajaran Nabi yang beliau terima secara Tauqifi (wahyu)
dari Allah karena mereka selalu mendengar bacaan beliau, "termasuk
basmalah" di setiap awal surah. Sedang pemberian nama-nama surah, masih
diperselisihkan apakah "Tauqifi" atau "Taufiqi". Adapun pembagiannya
menjadi 30 juz dan lain sebagainya adalah oleh para ulama berikutnya.

Karena perbedaan dialek, al-Qur'an diturunkan dengan " " (Tujuh
macam tata-baca), untuk memberikan kemudahan bagi umat. Kemunculan
"Tujuh Huruf" tersebut tidak sama dengan "Qira'ah Sab'ah" yang ditulis Ibn
Mujahid. Perbandingannya penulis rangkum dalam tabel berikut :

SAB'ATU AHRUF
1. Tidak berarti hanya tujuh macam cara bacaan.
2. Ada sejak awal mula turunnya Al-Qur'an.
3. Diajarkan semuanya oleh Rasul Allah saw. kepada shahabat.
4. Disandarkan pada ajaran beliau semata, yang diajarkan Jibril.
5. Mencakup semua baca-an yang diajarkan oleh Nabi saw.
6. Sab'atu Ahruf sama dengan bermacam-macam cara mem-bacanya.

QIRA'AH SAB'AH
1. Semata-mata hanya tujuh macam cara bacaan saja.
2. Mulai ada pada abad ke-3 / 4 hijriyah saja.
3. Bacaan-bacaan yang dihimpun oleh Ibnu Mujahid.
4. Disandarkan pada seleksiIbn Mudjahid dari bacaan yang masyhur.
5. Merupakan sebagian saja dari Sab'atu Ahrufnya Nabi saw.
6. Qira'ah Sab'ah memang benar-benar tujuh, berdasarkan seleksi Ibnu
Mujahid tersebut

Dengan wafatnya Nabi Muhammad, maka wahyu tidak turun lagi. Maka
Allah mengilhamkan penulisan mushaf secara lengkap kepada para
Khulafaur Rasyidin sesuai dengan janji-Nya akan menjaga dan memelihara
Al-Quran. Pada masa Abu Bakar atas pertimbangan usulan Umar bin
Khatab. Pengumpulan Al-Quran di masa Nabi Muhammad dinamakan :
penghafalan dan pembukuan yang pertama.
Sebab-sebab pada masa Nabi Muhammad, Al-Quran belum di tulis dan
dibukukan dalam satu mushaf yaitu :
1. Karena tidak ada faktor pendorong untuk di bukukannya Al-Quran dalam
satu mushaf.
2. Karena diturunkan secara berangsur-angsur.
3. Selama proses turunnya Al-Quran masih terdapat kemungkinan adanya
ayat-ayat yang di Masukh.


E) PENULISAN AL-QURAN PADA MASA KHULAFA AL-RASYIDUN


1. Pada Masa Abu Bakar

Pada waktu Abu Bakar menjadi khalifah, banyak orang pada murtad
sehingga Abu Bakar memerangi mereka. Perang Yamamah (12 H)
menyebabkan 70 para sahabat penghafal Al-Quran gugur mati syahid. Umar
bin Khatab kawatir , kalau-kalau peperangan di tempat lain akan membunuh
banyak penghafal Al-Quran sehingga Al-Quran akan hilang dan musnah.
Maka akhirnya Umar mengusulkan dan membujuk Abu Bakar supaya Al-
Quran mengumpulkan dan membukukan Al-Quran. Kemudian Abu Bakar
memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk mengingat kedudukannya dalam
qiraat, penulisan, pemahaman dan kecerdasannya serta kehadirannya pada
pembacaan terakhir kali.

Zaid bin Tsabit mulai bekerja dengan bersandar pada hafalan para sahabat
dan catatan para sahabat. Kemudian lembaran-lembaran (mushaf) itu di
simpan di tangan Abu Bakar sampai wafat 13 H. lalu mushaf berpindah
ketangan Umar bin Khatab sampai belia wafat. Lalu mushaf berpindah
ketangan Hafsah binti Umar. Pada waktu Utsman menjadi khalifah mushaf di
minta Utsman.

Ciri-ciri penulisan Al-Quran pada masa Abu Bakar yaitu :
1) Seluruh ayat Al-Quran dikumpulkan dan ditulis dalam satu mushaf
berdasarkan penelitian yang cermat dan seksama.
2) Ayat-ayat yang telah mansukh/dinasakh tidak ada.
3) Seluruh ayat Al-Quran yang ditulis diakui ke mutawatirannya.

2. Pada Masa Utsman bin Affan
Pada waktu Utsman berkuasa, para sahabat penghafal Quran hidup
berpencar, karena daerah Islam semakin luas. Penduduk Syam berguru
membaca Al-Quran dengan qiraat Ubay bin Kaab. Penduduk Kufah berguru
membaca Al-Quran dengan qiraat Abdullah bin Masud dan penduduk Basra
berguru membaca Al-Quran dengan qiraat Abu Musa Al-Asyari dll.Bahwa
versi qiraat yang diajarkan masing-masing sahabat itu berbeda-beda satu
dengan sahabat lainnya. Masing-masing mengganggap versi mereka yang
paling betul dan mereka saling menyalahkan dan nyaris saling mengkafirkan
di antara mereka.

Khalifah Utsman kawatir dengan melihat keadaan seperti diatas, lalu para
sahabat dipanggil semua dan Utsman mengutarakan maksudnya, yaitu
bagaimana jalan keluarnya untuk mengatasi masalah yang cukup serius itu.
Hasil kesepakatannya adalah mushaf yang ditulis pada masa Abu Bakar
disalin kembali menjadi beberapa mushaf dan dikirim kebeberapa daerah.
Dan dibentuklah tim yang terdiri dari Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair,
Said bin Ash, dan Abdullah bin Harits bin Hisyam.

Utsman minta mushaf yang disimpan Siti Hafsah diserahkan kepadanya lalu
mushaf diserahkan kepada tim untuk disalin kembali dan setelah selesai
dikembalikan ke Siti Hafsah kembali. Setelah mushaf hasil kerja tim selesai
maka diperbanyak dan dikirim ke berbagai daerah. Mushaf-mushaf lain ada
pada waktu itu supaya dibakar. Penulisan mushaf kembali pada masa
Khalifah Utsman telah menjadi rujukan umat Islam dan menghilangkan
perselisihan serta perpecahan di antara mereka waktu itu.

Ciri-ciri mushaf pada khalifah Utsman bin Affan yaitu :
1) Semua ayat Al-Quran berdasarkan riwayat yang mutawatir.
2) Ayat-ayat yang dimansukh/dinasakh tidak ada.
3) Surah-surah atau ayat-ayatnya ditulis dengan tertib sebagaimana Al-
Quran yang berada ditangan umat Islam sekarang ini.
4) Pendapat sahabat nabi sebagai penjelasan ayat tidak ditulis.
5) Mushaf yang ditulis mencakup tujuh huruf dimana Al-Quran diturunkan.



BAB III

F) PENYEMPURNAAN PEMELIHARAAN AL-QURAN SETELAH MASA KHULAFA
AL-RASYIDUN.


Mushaf yang ditulis pada masa Utsman tidak memiliki harakat dan tanda
titik. Setelah umat Islam bertambah banyak mereka kesulitan dalam
membaca. Maka pada masa Khalifah Abdul Malik(685-705) dilakukan
penyempurnaan. Dua orang yang berjasa adalah Ubaidillah bin Ziyad dan
Hajaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi. Penyempurnaan dilakukan secara bertahap
sampai abad 3 H (akhir abad 9 M). ada tiga orang yang disebut-sebut
sebagai pemberi tanda titik pada mushaf Utsman, yaitu Abu Al-Aswad Ad-
Duali, Yahya bin Yamar (45-129 H) dan Nashr bin Ashim Al-Laits . Yang
meletakkan hamzah, tasydid, ar-raum dan Al-isymam adalah Al-Khalil bin
Ahmad Al-Farabi Al-Azdi.

Khalifah Al-Walid (86-96 H) memerintahkan Khalid bin Abi Al-Hyyaj untuk
menulis mushaf Al-Quran. Tahun 1530 M pertama kali Al-Quran dicetak di
Bunduqiyah, ketika dikeluarkan, penguasa gereja memerintahkan supaya Al-
Quran dimusnahkan.

Tahun 1694 M dicetak kembali oleh orang Jerman bernama Hinkelman di
Hamburgh (Jerman). Tahun 1698 dicetak oleh Marracci di Padoue.
Tahun 1787 dicetak dengan label Islam oleh Maulaya Utsman di Sain
Petesbourg Uni Soviet (Rusia).
Tahun 1248H / 1828 M dicetak di Teheran Iran.
Tahun 1833 dicetak di Tabris.
Tahun 1834 di cetak di Leipzig Jerman.
Tahun 132 H / 1923 M di Negara Arab, Raja Fuad dari Mesir membentuk
panitia khusus yang dipelopori para Syeikh Al-Azhar untuk penerbitan Al-
Quran. Mushaf yang pertama terbit di Negara Arab ini sesuai dengan
riwayat Hafsah atas qiraat Ashim . setelah itu Al-Quran banyak dicetak di
negara-negara lain.



G) RASM AL-QURAN
Pengertian Rasm Al-Quran
Rasm Al-Quran/Rasm Utsmani/Rasm Utsman adalah tata cara menuliskan
Al-Quran yang ditetapkan pada masa Khalifah Utsman bin Affan.
Kaidah-kaidah Rasm Al-Quran yaitu :
1) Al-Hadzf (membuang, menghilangkan/menambah huruf)
2) Al-Ziyadah (penambahan)
3) Al-Hamzah
4) Badal (penggantian)
5) Washal dan Fashl (penyambungan dan pemisahan)
6) Kata yang dapat dibaca dua bunyi

2. Pendapat Para Ulama Sekitar Rasm Al-Quran

1) Rasm Utsman bersifat Tauqifi, yaitu bukan produk manusia yang wajib
diikuti ketika menulis Al-Quran.
2) Rasm Utsman bukan Tauqifi tapi merupakan kesepakatan cara menulis Al-
Quran yang disetujui Utsman dan diterima umat, sehingga wajib diikuti.
3) Rasm Utsman bukan Tauqifi jadi tidak menyasahi bila menulis Al-Quran
tidak menggunakan Rasm Utsman.

3. Kaitan Rasm Al-Quran Dengan Qiraat

Mushaf Utsman yang tidak berharakat dan bertitik masih membuka peluang
untuk membacanya dengan berbagai qiraat seperti qiraat 7, 10 dan 14.
Maka Ibnu Mujahid melakukan penyeragaman cara membaca Al-Quran
dengan 7 cara saja (qiraat sabah). Malik bin Anas melakukan hal yang sama,
dengan tegas menyatakan bahwa salat yang dilaksanakan menurut bacaan
Ibnu Masud adalah tidak sah.



Daftar Pustaka

Kamaluddin Marzuki, Ulum Al-Quran, Remaja Rosdakarya Bandung, 1994
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, PT. Kumudasmoro
Grafindo Semarang, 1994
Prof. Dr. H. Abdul Djalal H.A., Ulumul Quran, Dunia Ilmu Surabaya 2000


SEJARAH TURUNNYA AL-QURAN DAN PERKEMBANGANNYA




SEJARAH TURUNNYA AL-QURAN DAN
PERKEMBANGANNYA
Disusun untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Mata kuliah Ulumul Quran Jurusan
Muamalah Ekonomi Perbankan Islam


Oleh kelompok 2 :
1. Elsi Lestari
2. Zaki yatunnisa K

KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI CIREBON
Febuary 2012


KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis ingin mengucapkan Puji dan syukur kehadirat Allah
SWT karena atas kehendaknya makalah ini dapat terselesaikan pada waktunya .
Makalah yang berjudul SEJARAH TURUN DAN PENULISAN AL-QURAN
diselesaikan dalam rangka memenuhi tugas mata pelajaran ulumul Quran.
Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
membantu penulis dalam pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini
bermanfaat. Penulis mengakui bahwa manusia mempunyai keterbatasan dalam
berbagai hal . Dalam pembuatan makalah ini penulis banyak kekurangan, oleh
karena itu tidak ada hal yang dapat diselesaikan dengan sangat sempurna untuk
itu penulis memohon agar guru pembimbing materi dan pembaca dapat
memakluminya. Penulis memgharapkan kritik dan saran dari hasil makalah ini.
Demikian makalah ini penulis buat, penulis ucapkan terima kasih.

Cirebon, Febuari 2012



Penulis



DAFTAR ISI

Kata pengantar................................................................................... i
Daftar isi........................................................................................... ii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah............................................ 1
B. Rumusan Masalah ..................................................... 1

BAB II : TINJAUAN UMUM SEJARAH AL-QURAN
C. Pengertian Al- Quran................................................2
D. Hikmah Al-Quran secara berangsur angsur...........2
E. Penulisan Al-Quran pada masa
Rasulullah dan Khulafaur
Rasyidin.......................................................................3
F. Penyempurnaan pemeliharaan Al-Quran
Setelah masa khalifah..................................................5
G. tentang Rasm Al-Quran Menurut Para Ulama.........11
H. Pendapat Ibnu Qutaybah Mengenai Qiraat...............11
I. Kaitan Rasm Al-Quran dengan Qiraat..................11
BAB III : ANALISA PEMBAHASAN

BAB IV : PENUTUP
J. Kesimpulan ...............................................................14
K. Saran ........................................................................14
DAFTAR PUSTAKA........................................................................15
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Quran menurut Dr. Subhi Al Salih berarti "bacaan". Sedangkan dari segi kebahasaan, sesuatu yang
dibaca berulang-ulang". Kata Al-Quran adalah bentuk kata benda (masdar) dari kata kerja qara'a yang
artinya membaca. Al Quran diturunkan secara beransur-ansur dalam masa 22 tahun 2 bulan 22 hari
atau 23 tahun, 13 tahun di Mekkah dan 10 tahun di Madinah. Al-Quran adalah wahyu yang diturunkan
dari langit oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril as. Sejarah
penurunannya selama 23 tahun secara berangsur-angsur telah memberi kesan yang sangat besar dalam
kehidupan seluruh manusia. Al- quran diturunkan dalam 2 periode yaitu periode mekkah dan periode
madinah. Sejarah kodifikasi Al- quran diturunkan dari zaman Rasullah SAW , zaman Khalifah Abu Bakar
as Sidiq, zaman khalifah Umar bin Khatab, zaman khalifah Usman bin. Al-Quran sebagai kitab suci
terbesar telah menyedot perhatian banyak orang. Dalam pandangan umat islam, al-Quran merupakan
teks yang diwahyukan Allah SWT kepada nabi Muhammad sebagai pedoman dan petunjuk bagi manusia.
kitab suci ini diturunkan untuk menjawab persoalan-persoalan nyata yang muncul di tengah kehidupan
manusia. Ia adalah kitab bacaan yang mendapatkan kedudukan istimewa.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses penurunan Al-quran dari masa ke masa?
2. Apa faktor pendorong adanya penulisan Al-Quran?


BAB II
TINJAUAN UMUM SEJARAH AL-QURAN
C. Pengertian al-quran
Quran menurut Dr. Subhi Al Salih berarti "bacaan". Sedangkan dari segi kebahasaan, sesuatu
yang dibaca berulang-ulang". Kata Al-Quran adalah bentuk kata benda (masdar) dari kata
kerja qara'a yang artinya membaca. AL-Quran di turunkan dalam tempo 22 tahun,2 bulan,222
hari,yaitu mulai malam 17 Ramadhan tahun 41 dari kelahiran Nabi Muhammad
SAW,sampai 9 Dzulhijjah Haji Wada tahun 63 dari kelahiran Nabi atau tahun 10 H. Al-
Quran sebagai kitab suci terbesar telah menyedot perhatian banyak orang. Dalam pandangan umat
islam, al-Quran merupakan teks yang diwahyukan Allah SWT kepada nabi Muhammad sebagai
pedoman dan petunjuk bagi manusia. kitab suci ini diturunkan untuk menjawab persoalan-persoalan
nyata yang muncul di tengah kehidupan manusia. Ia adalah kitab bacaan yang mendapatkan kedudukan
istimewa.
D. Hikmah Diturunkan Al-Quran Secara Beransur-Ansur
Al Quran diturunkan secara beransur-ansur dalam masa 22 tahun 2 bulan 22 hari atau 23 tahun,
13 tahun di Mekkah dan 10 tahun di Madinah. Hikmah Al Quran diturunkan secara beransur-ansur itu
ialah:
1. Agar lebih mudah difahami dan dilaksanakan. Orang tidak akan melaksanakan suruhan, dan larangan
sekiranya suruhan dan larangan itu diturunkan sekaligus banyak. Hal ini disebutkan oleh Bukhari dan
riwayat Aisyah r.a.
2. Di antara ayat-ayat itu ada yang nasikh dan ada yang mansukh, sesuai dengan permasalahan pada waktu
itu. Ini tidak dapat dilakukan sekiranya Al Quran diturunkan sekaligus. (ini menurut pendapat yang
mengatakan adanya nasikh dan mansukh).
3. Turunnya sesuatu ayat sesuai dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi akan lebih mengesankan dan lebih
berpengaruh di hati.
4. Memudahkan penghafalan. Orang-orang musyrik yang telah menayakan mengapa Al Quran tidak
diturunkan sekaligus.
E. Penulisan Al-Quran Pada Masa Rasulullah dan Khulafa Ar-Rasyidin
1. Penulisan Al-Quran Pada Masa Rasulullah
Pada masa ini Rasulullah mengangkat beberapa orang untuk dijadikan sebagai jurutulis,
diantaranya Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Zaid bin Tsabit dan lain-lain. Tugas mereka adalah merekam
dalam bentuk tulisan semua wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah. Alat yang digunakan masih
sangat sederhana. Para sahabat menulis Al-Quran pada usub (pelepah kurma), likaf(batu halus
berwarna putih), riqa (kulit), aktaf (tulang unta) dan aqtab(bantalan dari kayu yang biasa dipakai
dipunggung unta).
Untuk menghindari kerancuan akibat bercampuraduknya ayat-ayat Al-Quran dengan yang
lainnya, misalnya hadits Rasulullah, maka beliau tidak membenarkan seorang sahabat manulis apa pun
selain Al-Quran. Larangan ini dipahami oleh Dr. Adnan Muhammad Zarzur sebagai suatu usaha yang
sungguh-sungguh untuk menjamin nilai akurasi Al-Quran.[1] Setiap kali turun ayat Al-Quran Rasulullah
memanggil jurutulis wahyu. Kemudian Rasulullah berpesan, agar meletakkan ayat-ayat yang turun itu
disurat yang beliau sebutkan.
2. Penulisan Al-Quran Pada Masa Khulafa Ar-Rasyidin
a. Pada Masa Abu Bakar
Pada dasarnya, seluruh Al-Quran sudah ditulis pada waktu Nabi masih hidup. Hanya saja surat-
surat dan ayat-ayatnya ditulis dengan terpencar-pencar. Orang yang pertama kali menyusun Al-Quran
adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq. Pada saat kepemimpinan Abu Bakar terjadi masalah berat, diantaranya
mengenai pengakuan Nabi baru yang menimbulkan pertikaian dan sedikitnya 700 hafidz Al-Quran
gugur. Hal itu merupakan bahaya besar yang dapat mengancam kelestarian Al-Quran. Maka hal itu
harus segera diatasi. Setelah Umar melihat langsung pertikaian tersebut dan ia segera menemui Abu
Bakar, agar berkenan untuk mengumpulkan Al-Quran dari berbagai sumber, baik yang tersimpan dalam
hapalan dan dalam tulisan.
Kemudian Setelah peristiwa tersebut, Zaid bin Tsabit (seorang jurutulis wahyu) diminta bertemu
dengan Abu Bakar untuk membantu dalam pengumpulan Al-Quran. Zaid bin Tsabit pun setuju dalam
membantu pengumpulan dan penulisan al-quran. Dalam melaksanakan tugasnya, Zaid menetapkan
kriteria yang ketat untuk setiap ayat yang dikumpulkannya. Ia tidak menerima ayat yang hanya
berdasarkan hafalan, tanpa didukung tulisan.[2]Sikap kehati-hatian Zaid tersebut berdasarkan pesan
Abu bakar kepada Zaid dan Umar.
Pekerjaan yang dibebankan kepundak Zaid dapat diselesaikan dalam waktu kurang lebih satu
tahun, pada tahun 13 H. Dibawah pengawasan abu bakar, umar dan tokoh sahabat lainnya.[3] Tidak
syak lagi ketiga tokoh yang telah disebut-sebut dalam mengumpulan al-quran pada masa Abu bakar,
yakni Umar yang terkenal dengan terobosan-terobosan jitunya menjadi pencetus ide, Zaid mendapatkan
kehormatan karena di percaya untuk mengumpulkan kitab suci Al-quran yang memerlukan kejujuran,
kecermatan, dan kerja keras. Khalifah Abu bakar sebagai decision maker menduduki porsi tersendiri.
Setelah sempurna, berdasarkan musyawarah tulisan al-quran yang sudah terkumpul itu
dinamakan mushaf.
b. Pada masa utsman bin Affan
Dalam menetapkan bentuk al-quran menyiratkan bahwa perbedaan-perbedaan
serius dalam qiraat ( cara membaca ) al-quran, perselisihan tentang bacaan al quran
muncul dikalangan tentara tentara muslim yang sebagian direkrut dari siria dan sebagian
lagi dari irak. Khalifah berumbuk dengan para sahabat senior nabi dan akhirnya
menugaskan zaid bin tsabit mengumpulkan al-quran. Bersama zaid, ikut bergabung
tiga anggota keluarga mekkah terpandang: abdullah bin zubair, said bin Al-ish dan
Abd Ar-Rahma bin Al-harits.
Prinsip yang mereka ikuti dalam menjalankan tugas bahwa dalam kasus kesulitan
bacaan, dialek quraisy- suku dari mana nabi berasal harus dijadikan pilihan. Al quran
direvisi dengan nabi berasal dan dibandingkan dengan suhuf yang berada ditangan
hafshah. Dengan demikian suatu naskah otoriatif ( absah ) al quran disebut mushaf
ustmani, telah ditetapkan. Sejumlah salinan dibuat dan dibagikan ke pusat-pusat utana
daerah islam.
utsman memutuskan agar mushaf-mushaf yang beredar adalah mushaf-mushaf
yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Harus terbukti mutawatir, tidak ditulis berdasarkan riwayat ahad.[4]
b. Mengabaikan ayat yang bacaannya dinasakh dan ayat tersebut tidak diyakini dibaca
kemabli dihadapan nabi pada saat saat terakhir.
c. Kronologis surat dan ayat seperti yang sekarang ini, berbeda dengan mushaf Abu bakar
yang susunan suratnya berbeda dengan mushaf Utsman
d. Sistem penulisan yang digunakan mushaf mampu mencakupi qiraat yang berbeda
dengan lafazh-lafazh al-quran ketika turun
e. Semua yang bukan termasuk al-quran dihilangkan

F. Penyempurnaan Al-Quran Setelah Masa Khalifah
Mushaf yang ditulis perintahutsman tidak memiliki harakat dan tanda titik sehingga dapat
dibaca dengan salah satu qiraat yang tujuh. Setelah banyak orang non-arab memeluk islam, mereka
merasa kesulitan membaca mushaf yang tidak berharakat dan bertitik itu. Dua tokoh yang berjasa dalam
hal ini yaitu ubaidillah bin Ziyad ( w.67 H ) dan hajjaj bin yusuf ats.Tsaqafi ( w. 95 H. ). Ibn Ziyad
diberitakan memerintahkan seorang lelaki dari persia untuk meletakkan alif sebagai pengganti dari
huruf yang dibuang. Adapun al hajjaj melakukan penyempurnaan terhadap mushaf utsmani pada
sebelas tempat yang karenanya membaca mushaf lebih mudah.[5]
Penyempurnaan itu tidak berlangsung sekaligus, tetapi bertahap dilakukan oleh generasi
sampai abad III H. Tercatat tiga nama yang disebut-sebut sebagai orang yang pertama kali meletakan
tanda titik pada mushaf utsmani.
Upaya penulisan al-quran dengan tulisan yang bagus merupakan upaya lain yang telah dilakukan
generasi terdahulu. Untuk pertama kalinya, al-quran dicetak di Bunduqiyyah pada tahun 1530 M, tetapi
begitu keluar, penguasa gereja mengeluarkan perintah pemusnahan kitab suci Jerman bernama
Hinkleman pada tahun 1694 M di Hambung ( Jerman ). Disusul kemudian oleh Marracci pada tahun
1698 M. Di Padoue. Tak satupun dari al-quran cetakan pertama, kedua, maupun ketiga itu yang tersisa
di dunia islam. Perintis penerbit al-quran pertama yaitu dari kalangan bukan muslim.
Penerbitan al-quran dengan lebel islam baru dimulai pada tahun 1787. Yang menerbitkannya
adalah Maulaya Utsman. Mushaf cetakan itu lahir di Saint-Petersbourg, Rusia atau Leningrad, Uni soviet
sekarang. Di negara arab, raja Fuad dari mesir membentuk panitia khusus menerbitan al-quran
diperempatan pertama abad XX. Panitia yang dimotori para syekh Al-azhar ini pada tahun 1342 H/ 1932
M. Berhasil menerbitan mushaf al-quran cetakan yang bagus. Mushaf yang petama terbit dinegara Arab
ini dicetak sesuai dengan riwayat Hafsah atau qiraat ashim. Sejak itu, berjuta-juta mushaf dicetak
dimesir dan berbagai negara.[6]

G. Pendapat tentang Rasm Al-Quran Menurut Para Ulama
1. Sebagian dari mereka berpendapat bahwa rasm Utsmani itu bersifat tauqifi, yakni bukan produk budaya
manusia yang wajib diikuti siapa saja ketika menulis Al-Quran . Mereka merujuk pada sebuah riwayat
yang menginformasikan bahwa Nabi pernah berpesan kepada Muawiyah, salah seorang
sekretarisnya,[7]
Letakkanlah tinta. Pegang pena baik-baik. Luruskan huruf ba. Bedakan huruf sin. Jangan butakan huruf
mim. Buat baguslah (tulisan) Allah. Panjangkan (tulisan) Ar- Rahman dan buatlah bagus (tulisan) Ar-
Rahim. Lalu, letakkan penamu diatas telinga kirimu, karena itu akan membuatmu lebih ingat.
Namun Al-Qaththani berpendapat bahwa tidak ada satu riwayat pun dari Nabi yang bisa dijadikan alasan
untuk menjadikan rasmUtsmani menjadi tauqifi.[8]Rasm Utsmani murni merupakan kreatif panitia atas
persetujuan Utsman.
Subhi Shalih juga mengatakan ketidaklogisan rasm Utsmani disebut-sebuttauqifi. Karena huruf-
huruf tahajji itu status Qurannya mutawatir. Akan tetapi, istilah rasm Utsmani baru lahir pada masa
pemerintahan Utsman. Utsman yang menyetujui penggunaan istilah itu, bukan Nabi.[9]

2. Sebagian besar ulama berpendapat bahwa rasm Utsmani bukan tauqifi, tetapi merupakan kesepakatan
cara penulisan yang disetujui Utsman dan diterima umat, sehingga wajib diikuti dan ditaati siapa pun
yang menulis Al-Quran. Tidak boleh ada yang menyalahinya.
3. Sebagian dari mereka berpendapat rasm Utsmani bukanlah tauqifi. Tidak ada halangan yang
menghalanginya tatkala suatu generasi sepakat menggunakan cara tertentu untuk menulis Al-Quran
yang berlainan dengan rasm Utsmani. Sunnah menunjukan bolehnya menuliskannya (mushaf) dengan
cara bagaimana saja yang mudah. Sebab, Rasulullah dahulu menyuruh menuliskannya tanpa
menjelaskan kepada mereka bentuk (tulisan) tertentu.




H. Pendapat Ibnu Qutaybah Mengenai Qiraat
Ibnu Qutaybah telah meringkas perbedaan qiraat ke dalam tujuh segi, yaitu sebagai berikut :
1. Perbedaan dalam segi Irab kata, yang tidak menghilangkan bentuknya dan tidak mengubah maknanya.
2. Perbedaan yang terdapat pada segi irab kata dan pada harakatnya, yang dapat menimbulkan
perubahan makna, tetapi tulisannya tetap.
3. Perbedaan yang terjadi pada huruf kata, bukan pada segi irabnya, yang dapat melakukan perubahan
makna, tetapi bentuk tulisannya tetap.
4. Perbedaan yang terjadi pada kata yang dapat menimbulkan perubahan bentuk tulisan, tetapi maknanya
tetap.
5. Perbedaan yang terjadi pada kata, yang dapat menimbulkan perubahan makna dan bentuk tulisan.
6. Perbedaan yang terjadi karena taqdim dan takhir (mendahulukan dan mengakhirkan kata).
7. Perbedaan yang terjadi karena terdapat tambahan dan kekurangan.


I. Kaitan Rasm Al-Quran dengan Qiraat
Mushaf Utsmani tidak berharakat dan bertitik ternyata masih membuka peluang untuk
membacanya dengan berbagai qiraat (cara membaca Al-Quran). Hal itu dibuktikan dengan masih
terdapatnya keragaman cara membaca Al-Quran walaupun setelah muncul mushaf Utsmani,
sepertiqiraat tujuh , qiraat sepuluh, qiraat empat belas. Kenyataan itulah yang mengilhami Ibn
Mujahid untuk melakukan penyeragaman cara membaca Al-Quran dengan tujuh cara saja (qiraah
sabah).
g
BAB III
ANALISA PEMBAHASAN
Al Quran diturunkan secara beransur-ansur dalam masa 22 tahun 2 bulan 22 hari atau 23 tahun,
13 tahun di Mekkah dan 10 tahun di Madinah. Sebagai umat Islam, kita haruslah berpegang kepada Al-
Quran dengan membaca, memahami dan mengamalkan serta menyebarluas ajarannya. Bagi mereka
yang mencintai dan mendalaminya akan mengambil iktibar serta pengajaran, lalu menjadikannya
sebagai panduan dalam meniti kehidupan dunia menuju akhirat yang kekal abadi. Pada permulaan
Islam, kebanyakan orang bangsa Arab Islam adalah bangsa yang buta huruf, amat sedikit di antara
mereka yang tahu menulis dan membaca. Mereka belum mengenal kertas seperti kertas yang ada
sekarang. Perkataan al waraq (daun) yang digunakan dalam mengatakan kertas pada masa itu
hanyalah pada daun kayu saja. Kata al qirthas digunakan oleh mereka hanya merujuk kepada benda-
benda (bahan-bahan) yang mereka pergunakan untuk ditulis seperti kulit binatang, batu yang tipis dan
licin, pelepah tamar tulang binatang dan sebagainya. Sesudah wafatnya Nabi Muhammad barulah
mereka mengetahui kertas. Orang Persia menamakan kertas itu sebagai kaqhid. Walaupun
kebanyakkan bangsa Arab Islam pada masa itu masih buta huruf, namun mereka mempunyai ingatan
yang amat kuat. Memelihara dan meriwayatkan syair-syair dari pujangga-pujangga dan penyair-penyair
mereka, peperangan-peperangan yang terjadi di antara mereka, peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam
masyarakat dan kehidupan adalah kepada hafalan semata-mata.
Faktor pendorong penulisan Al-Quran pada masa Abu Bakar adalah adanya kekhawatiran
hilangnya ayat Al-Quran akibat kematian sejumlah besar para penghafal dan para pembaca dalam
peperangan. Hal ini disebabkan karena ayat Al-Quran dalam bentuk tulisan yang dimiliki para pembaca
dan penghafal dapat hilang karena kematiannya, dan sebagaimana kita tahu bahwa penghimpunan Al-
Quran harus disandarkan pada hafalan dan tulisan. Oleh karena itu, lembaran-lembaran (shuhuf) yang
menghimpun ayat Al-Quran pada masa Abu Bakar telah mendapatkan perhatian besar dan lembaran-
lembaran tersebut berada ditangan Abu Bakar sampai Allah mewafatkannya, kemudian berpindah
tangan kepada Umar sampai Allah mewafatkannya. Kemudian beralih ke tangan Hafshah sampai pada
masa Utsman r.a. yang memintanya dari Hafshah untuk dihimpun ketiga kalinya. Utsman melakukannya
dengan menyederhanakan tulisan mushaf pada satu huruf dari tujuh huruf yang dengannya Al-Quran
turun.


BAB IV
PENUTUP

J. Kesimpulan
Al- quran diturunkan oleh Nabi Muhammad SAW dengan cara berangsur angsur , sebagai
pedoman hidup, al- quran merupakan kitab yang paling sempurna dari kitab lainnya . dikarenakan di
dalam al Quran terdapat peraturan peraturan yang dapat menyelamatkan manusia dari
kesengsaraan, dari keadaan hina , dan dari segala kejelekan selama hidup di dunia sampai akhirat
kelak.
k. Saran
Sebagai umat Islam, kita haruslah berpegang kepada Al-Quran dengan membaca, memahami dan
mengamalkan serta menyebarluas ajarannya. Bagi mereka yang mencintai dan mendalaminya akan
mengambil iktibar serta pengajaran, lalu menjadikannya sebagai panduan dalam meniti kehidupan dunia
menuju akhirat yang kekal abadi.







[1] Kamaludin Marzuki, Ulumul Quran, hal. 68
[2] Al-Qaththan, op,. Cit., hlm 126
[3] Ash-Shalih, op,. Cit,. Hlm 77
[4] Al-Shalih, op,. Cit,. Hlm 81
[5] Shalih, op. Cit., hlm. 89-91
[6] ibid
[7] Al-Qaththan, op. Cit, hlm. 146-147.
[8]Ulum quran, hal 51.
[9] Ash-Shalih, op. Cit, 277

Anda mungkin juga menyukai