Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) pengkodifikasian

adalah cara atau proses dalam mencatat dan membukukan hasil strandardisasi

yang dapat berupa buku tata bahasa atau kamus. 1 Pengkodifikasian hadis berarti

pencatatan dan penghimpunan hadis dalam satu buku atau disebut juga

pembukuan hadis.

Dalam makalah ini akan dibahas mengenai sejarah pengodifikasian hadis

agar mahasiswa dengan mudah mengetahui bagaimana sejarah dan perjalanan

pembukuan hadis. Pada era ini masih banyak yang belum tertarik untuk

mengetahui bagaimana proses dari pembukuan hadis tersebut. Dikarenakan

banyak dari mereka juga yang kurang tahu akan sumber-sumber bacaan yang

berisi sejarah pembukuan hadis. Ada pula mahasiswa yang menganggap bahwa

mengetahui sejarah pembukuan hadis tidaklah terlalu penting untuk diketahui.

Mereka hanya mempedulikan isi dan sanad serta perawinya saja.

Kendati demikian harusnya mereka lebih tertarik untuk mengetahui sejarah

pembukuan hadis, dengan begitu mereka juga akan mengetahui syarat-syarat

hadis yang dapat dibukukan dan pastinya akan memudahkan kita dalam

mengetahui sanad dan rawi dari suatu hadis.

1
Mengodifikasikan/me·ngo·di·fi·ka·si·kan/ v 1 menyusun (membukukan) peraturan sehingga
menjadi kitab perundang-undangan. Pengodifikasian/pe·ngo·di·fi·ka·si·an/ n proses, cara, perbuatan
mengodifikasikan.

1
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dapat diketahui rumusan

masalahnya adalah: “Bagaimana sejarah pengkodifikasian hadis agar dapat

mengetahui proses dan perjalanan suatu pengkodifikasian hadis”.

C. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini yaitu, pertama sebagai tugas mata

kuliah Ulumul Hadis, kedua agar mahasiswa mengetahui sejarah

pengkodifikasian hadis, dan terakhir agar mahasiswa dapat memahami

bagaimana proses pengkodifikasian hadis.

BAB II

2
PEMBAHASAN

A. Penulisan Hadis

Pada masa Nabi, tulis-menulis sudah tersebar luas. Apalagi Al

Qur`an menganjurkan untuk belajar dan membaca. Rasulullah pun

mengangkat para penulis wahyu hingga jumlahnya mencapai 40 orang.

Nama-nama mereka disebut dalam kitab At-Taratib Al-Idariyyah.

Baladzuri menyebutkan sejumlah penulis wanita dalam kitabnya Futuhul

Buldan yaitu diantaranya Ummul Mu`minin Hafsah, Ummu Kultsum binti

Uqbah, Asy-Syifa` binti Abdullah Al-Qurasyiyah, `Aisyah binti Sa`ad, dan

Karimah binti Al-Miqdad.

Para penulis sejarah Rasul, ulama hadis, dan umat Islam sependapat

bahwa Al Qur`an telah memperoleh perhatian yang penuh dari Rasul dan

para sahabatnya. Rasul mengharapkan para sahabat untuk menhgapalkan

Al Qur`an dan menuliskannya di tempat-tempat tertentu, seperti keeping-

keping tulang, pelepah kurma, batu, dan sebagainya.2

Diantara sahabat Rasulullah saw. yang mempunyai catatan-catatan

hadis Rasulullah saw. adalah Abdullah bin Amr bin Ash yang menulis

sahifah-sahifah3 yang dinamai As-Sadiqah. Sebagian sahabat menyatakan

keberatannya terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh Abdullah. Mereka

beralasan,

2
Solahudin dan Suyadi, Agus. Ulumul Hadis.I 2011. Bandung: CV. PUSTAKA SETIA. Hal.
58.
3
Sahifah/sa·hi·fah/ Ar n 1 lembaran yang bertulis; surat;2 dokumen; 3 halaman (buku).

3
‫ التكتب((وا ع((ني ومن كتب ع((ني غ((ير‬:‫ان رسول هللا صلى هللا عليه وسلم ق((ال‬

)‫ (رواه مسلم‬.‫القر ان فليمحه‬

Artinya:

Rasulullah saw. telah bersabda, “Janganlah kamu tulis apa-apa yang

kamu dengar dari aku. Dan barang siapa yang telah menulis sesuatu

dariku selain Al Qur`an, hendaklah ia menghapuskannya.” (H.R. Muslim)

Dan mereka berkata kepadanya,”Kamu menulis apa yang kamu

dengar dari Nabi, padahal beliau kadang-kadang dalam keadaan marah,

lalu beliau menuturkan sesuatu yang tidak dijadikan syariat umum.”.

Mendengar ucapan mereka, Abdullah bertanya kepada Rasulullah saw.

mengenai hal tersebut. Rasulullah saw. kemudian bersabda,

‫اكتب عني فوا لذي نفسي بيده ماخرج من فمي اال حق‬.

Artinya:

“Tulislah apa yang kamu dengar dariku, demi Tuhan yang jiwaku berada

di tangan-Nya, tidak keluar dari mulutku, selain kebenaran”.

Menurut suatu riwayat, diterangkan bahwa Ali mempunyai sebuah

sahifah dan Anas bin Malik mempunyai sebuah buku catatan. 4 Abu

Hurairah menyatakan,”Tidak ada dari seorang sahabat yang lebih banyak

(lebih mengetahui) hadis Rasulullah daripada selain Abdullah bin Amr

bin As. Dia menuliskan apa yang dia dengar, sedangkanaku

tidakenuisnya.”. Sebagian besar ulama berpendapat bahwa larangan

4
Ibid. Hal. 59.

4
menulis hadis di-nasakh5 (di-mansukh)6 dengan hadis yang memberi izin

yang datang kemudian.

Sebagian ulama lain berpendapat bahwa Rasulullah saw. melarang

penulisan hadis pada waktu itu ditujukan kepada mereka yang

dikhawatirkan akan mencampuradukkan hadis dan Al-Qur`an. Adapun

izin hanya diberikan kepada mereka yang tidak dikhawatirkan

mencampuradukkan hadis dengan Al-Qur`an. Oleh karena itu, setelah Al-

Qur`an ditulis dengan sempurna dan telah lengkap pula turunannya, tidak

ada larangan lagi menulis hadis.7

B. Penghapalan Hadis

Para sahabat dalam menerima hadis dariNabi saw. berpegang pada

kekuatan hapalannya, yakni menerima dengan jalan hapalan bukan dengan

menulis hadis daam buku. Karena itu, kebanyakan sahabat menerima hadis

melaui mendengar dengan hati-hati yang disabdakan Nabi. Kemudian

terekamlah lafazh dan makna itu dalam sanubari mereka. Mereka dapat

lihat langsung apa yang Nabi kerjakan atau mendengarpua dari orangyang

mendengarnya sendiri dari nabi karena tidak semua dari mereka dapat

mengikuti atau menghadiri majelis Nabi pada setiap waktu. Kemudian,

5
me v menghapuskan; menghentikan.. menunjukkan kepada suatu ungkapan yang berarti
membatalkan sesuatu kemudian menempatkan hal lainnya sebagai pengganti, dengan cara menghapus sama
sekali atau memindahkan.
6
nasakh/na·sakh/ ark, menasakhkan/me·na·sakh·kan/ v menghapuskan; menghentikan.
Adalah yang diganti (yang dihapus).
7
Ibid. Hal. 60.

5
para sahabat menghapal setiap apa yang pernah Nabi lakukan lalu

menyampaikannya kepada orang lain secara hapalan pula.

Hanya beberapa orang sahabat yang mencatat hadis yang

didengarnya dari Nabi saw. Menurut Ibnu Jauzi, hadisyang diriwayatkan

oleh Abu Hurairah berjumlah 5.374buah hadis. Adapun sahabat yang

banyak hapalannya setelah Abu Hurairah adaah:

1. `Abdullah bin Umar r.a. meriwayatkan 2.630 buah hadis;

2. Anas bin Malik meriwayatkan 2.276 buah hadis;

3. Aisyah meriwayatkan 2.210 buah hadis;

4. `Abdullah Ibnu Abbas meriwayatkan 1.660 buah hadis;

5. Jabir bin Abdullah meriwayatkan 1.540 buah hadis; dan

6. Abu Said Al-Khurdi meriwayatkan 1.170 buah hadis.8

C. Pembukuan Hadis

Ide penghipunan hadis Nabi secara tertuis untuk pertama kalinya

dikemukakan oleh Khalifah Umar bin Khatab (w. 23 H/644 M). Namun

ide tersebut tidak dilaksanakan oleh Umar karena khawatir bila umat islam

terganggu perhatiannya dalam mempelajari Al-Qur`an.

Pada masa pemerintahan Khaifah Umar bin Abdul Aziz yang

dinobatkan akhir abad pertama hijriah, yakni tahun 99 Hijriah, datanglah

angin segar yang mendukung klestarian hadis. Umar bin Abdul Aziz

terkenal sebagai seorang khalifah dari Bani Umayyah yang terkenal adil

dan wara` sehingga dipandang sebagai khalifah Rasyiddin yang kelima.


8
Ibid. Hal. 61.

6
Khalifah Umar bin Abdul Aziz memerintahkan kepada Gubernur

Madinah, Abu Bakar bin Muhammad bin Amer bin Hazam untuk

membukukan hadis-hadis Nabi dari para penghapal. Selain kepada

Gubernur Madinah, khalifah juga menulis surat kepada gubernur lain agar

mengusahakan pembukuan hadis. Khalifah juga secarakhusus menulis

surat kepada Abu Bakar Muhammad bin Muslim bin Ubaidillah bin

Syihab Az-Zuhri. Keudian Syihab Az-Zuhri mulai melaksanakan perintah

khalifah tersebut sehingga menjadi salah satu ulama yang pertama kali

membukukan hadis.

Setelah generasi Az-Zuhri, pembukuan hadis dilanjutkan oleh Ibn

Juraij (w. 150 H), Ar-Rabi` bin Shabih (w. 160 H), dan masih banyak lagi

ulama lainnya. Pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah, yaitu pada

pertengahan abad II H, dilakukan upaya penyempurnaan. Sejak saat itu,

tampak gerakan aktif untuk membukukan ilmu pengetahuan termasuk

pembukuan dan penulisan hadis-hadis Rasul saw.9

D. Metode Pembukuan Hadis

1. Metode Masanid: buku-buku berisi tentang kumpulan hadis setiap

sahabat secara tersendiri, baik hadis sahih, hasan, atau dhaif.

2. Al-Ma`ajim: buku yang berisi kumpulan hadis yang berurutan

berdasarkan nama-nama sahabat, atau guru-guru penyusun, atau negri,

sesuai dengan huruf hijaiyah.

9
Ibid. Hal. 63.

7
3. Pengumpulan hadis berdasarkan semua bab pembahasan agama,

seperti kitab-kitab Al-Jawami`.

4. Penulisan hadis berdasarkan pembahasan fiqh.

a. As-Sunan

b. Al-Mushannafat

c. Al-Muwaththa`at

5. Kitab-kitab yang penyusunnya hanya menuliskan hadis-hadis yang

sahih.

6. Karya tematik: berkaitan dengan tema- tema tertentu.

a. At-Targhib wa At-Tarhib

b. Buku tentang kezuhudan, keutamaan amal, adab, dan akhlak.

7. Kumpulan hadis hukum fiqh (Kutubul Ahkam).

8. Merangkaikan Al-Majami`: kitab yang berisi kumpulan beberapa

mushanaf dan disusun berdasarkan urutan mushanaf yang telah

dikumpulkan.

9. Al-Ajza`: berisi kumpulan riwayat seorang perawi hadis, atau yang

berkaitan dengan satu permasalahan secara terperinci.

10. Al-Athraf: kitab yang hanya menyebutkan sebagian hadis yang dapat

menunjukkan lanjutan hadis yang dimaksud, kemudian

mengumpulkan seluruh sanadnya baik sanad satu kitab ataupun sanad

dari beberapa kitab.

11. Kumpulan hadis yang masyhur diucapkan secara lisan atau tematik.

8
12. Az-Zawa`id: berisi kumpulan hadis tambahan terhadap hadis yang ada

pada sebagian kitab yang lain.10

BAB III

KESIMPULAN

A. Kesimpulan
10
Ibid. Hal. 64-71.

9
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

Solahudin dan Suyadi, Agus. Ulumul Hadis.I 2011. Bandung: CV. PUSTAKA
SETIA.

https://kbbi.web.id/kodifikasi

10
https://kbbi.web.id/nasakh

https://kbbi.web.id/mansukh

http://www.jadipintar.com/2015/03/pengertian-nasikh-dan-mansukh-di-dalam-al-
quran-dan-contohnya.html

11

Anda mungkin juga menyukai