Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH ULUMUL HADIST

DISUSUN OLEH :

Achmad Dhaniar Ramdan


Fatkhul Risqi Ramadhan

HUKUM KELUARGA ISLAM


SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM BAKTI NEGARA
TEGAL
2021
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik dan Hinayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini
dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat
dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.

Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini
sehingga kedepannya dapat lebih baik..

Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki
sangat kurang. Oleh kerena itu, kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI

HALAMAN
JUDUL…………………………………………………………………………………….. i
KATA
PENGANTAR………………………………………………………………………………
……. ii
DAFTAR
ISI……………………………………………………………………………………………
….. iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang…………………………………………………….

B. Rumusan Masalah………………………………………………

C. Tujuan………………………………………………………………..

BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………

BAB III PENUTUP…………………………………………………………

A.
Kesimpulan…………………………………………………………………………………
………..
B.
Saran…………………………………………………………………………………………
…………
BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Hadits, disebut juga sunnah, adalah perkataan, perbuatan, ketetapan dan persetujuan
dari Nabi Muhammad yang dijadikan landasan syariat Islam. Al-Hadits merupakan sumber
ajaran Islam, yang kedua dari Al-Qur’an. Dilihat dari sudut periwayatannya, jelas antara
Hadits dan Al-Qur’an terdapat perbedaan. Untuk Al-Qur’an semua periwayatannya
berlangsung secara mutawatir. Sedangkan periwayatan Hadits sebagian berlangsung secara
mutawatir dan sebagian lagi berlangsung secara ahad.

B.RUMUSAN MASALAH

1. Kodifikasi Hadist
2. Metode Kodifikasi Hadist
3. Sumber-sumber Kodifikasi Hadist
4. Polemik Baca Tulis dan Hafalan dalam Kodifikasi Hadist
5. Klasifikasi Kitab Hadist
C.TUJUAN

Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk membahas rumusan masalah.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Kodifikasi Hadist
Kodifikasi adalah mengumpulkan, menghimpun, atau membukukan, yakni
mengumpulkan dan menertibkannya. Kodifikasi Hadist adalah mengumpulkan,
menghimpun, catatan-catatan Hadist Nabi dalam mushaf.

B. Metode Kodifikasi Hadist

Para penulis kitab hadis mempunyai beberapa metode dalam penyusunan hadis.
Metode yang digunakan oleh para ulama tersebut adalah:

1. Metode Shaḥîfah

Shaḥîfah berasal dari kata shaḥf atau bisa diartikan lembaran-lembaran. Ada beberapa
sahabat yang menulis beberapa hadis nabi SAW, atas izin dari beliau sendiri. Shaḥîfah
berisikan beberapa hadis nabi yang para sahabat catat.

Namun saat ini tidak bisa diketahui semua isi shaḥîfah itu, karena sebagian sahabat dan
tâbi’în telah membakar atau menghapus shaḥîfah yang ada pada mereka sebelum wafat.
Sebagian juga ada yang mewasiatkan shaḥîfah-nya kepada orang-orang yang mereka
percaya. Mereka melakukan itu karena mengkhawatirkan shaḥîfah itu akan jatuh ke tangan
orang-orang yang tidak ahlinya.

Salah satu shaḥîfah yang ditemukan antara lain Shaḥîfah Amîr Al-Mukminîn ‘Alî bin
Abî Thâlib yang beliau gantungkan pada pedang yang berisi keterangan tentang umur-
umur unta, beberapa hal tentang luka-luka, keharaman Madinah dan tentang seorang
muslim tidak boleh dibunuh karena membunuh seorang kafir.

2. Metode Masânid

Al-Masânid, jamak dari sanad, yakni buku-buku yang berisi tentang kumpulan hadis
dari setiap sahabat secara tersendiri, baik hadis shaḥîḥ, ḥasan, atau dha’îf.

Urutan nama para sahabat di dalam musnad terkadang berdasarkan huruf hijaiyah atau
alfabet Arab, dan ini paling mudah untuk dipahami, serta terkadang juga berdasarkan pada
kabilah dan suku, atau berdasarkan yang paling dahulu masuk Islam, atau berdasarkan
negara tempat tinggal.

Pada sebagian musnad, terkadang hanya terdapat kumpulan hadis salah seorang sahabat
saja atau hadis sekelompok para sahabat seperti sepuluh orang sahabat yang dijamin masuk
Surga.
C. Sumber Kodifikasi

Kodifikasi hadith secara resmi dipelopori Khalifah ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz (khalifah
kedelapan pada masa Bani Umayyah yang memerintah tahun 99-101 H.). Dia
menginstruksikan kepada para Gubernur di semua wilayah Islam untuk menghimpun dan
menulis hadis-hadis Nabi. Selain itu khalifah  juga memerintah Ibn Hazm dan Ibn Syihab
al-Zuhri (50-124 H) untuk menghimpun hadith Nabi SAW.  Motif ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz
dalam mengkodifikasikan hadith  adalah Kekhawatiran akan hilang Hadis dari
perbendaharaan masyarakat, sebab belum dibukukan, Untuk membersihkan dan
memelihara Hadith dari hadith-hadith maudhu' (palsu) yang dibuat orang-orang untuk
mempertahankan ideologi golongan dan mazhab, Tidak adanya kekhawatiran lagi akan
tercampurnya al-Qur’an dan hadith,  keduanya sudah bisa dibedakan. al-Qur’an telah
dikumpulkan dalam satu mushaf dan telah merata diseluruh umat Islam, ada kekhawatiran
akan hilangnya hadith karena banyak ‘ulama hadith yang gugur dalam medan perang.

D. Polemik Baca Tulis dan Hafalan dalam Kodifikasi Hadist

Polemik dibolehkan tidaknya penulisan hadith timbul karena ada beberapa hadis yang
mendukung, baik yang memperbolehkan penulisan hadith maupun yang melarang. Hadith
pelarangan seringkali diangkat tanpa didampingi dengan hadith pembolehan, oleh sebab itu
banyak orang yang salah paham dengan hanya mengkaji satu hadith saja. Polemik ini dapat
mudah diselesaikan dengan mengkaji hikmah dibalik adanya pelarangan penulisan hadith-
hadith Rasulullah saw. Untuk menganalisa pelarangan penulisan hadith pada zaman
Rasulullah Saw, sebaiknya kita menilik kembali penyebaran hadith-hadith pada masa
Rasulullah Saw. Seperti yang telah kita ketahui bersama, bahwasanya hadith-hadith
Rasulullah Saw tersebar bersamaan dengan turunnya wahyu Ilahi kepada Rasulullah Saw
sejak awal masa dakwah Islam dimulai. Sedangkan faktor-faktor yang mendukung
tersebarnya sunah ke berbagai penjuru, antara lain, Kegigihan Rasulullah Saw dalam
menyampaikan dakwah Islam, Kegigihan dan kemauan keras para sahabat dalam
menuntut, menghafal dan menyampaikan ilmu, Para Ummul Mu'minin dan Sahabiyat, Para
utusan Rasulullah Saw. Sementara itu, Rasulullah pada suatu kesempatan menyampaikan
suatu ungkapan yang melarang penulisan hadis-hadis beliau, dan pada kesempatan lain
Rasulullah saw memperbolehkan para sahabat menulis apa-apa yang disampaikan
Rasulullah Saw.

E. Klasifikasi Kitab Hadist ; Shahih, Sunan, Musnad, dan Mu’jam

1.Shahih

Kitab-kitab yang Penyusunnya Hanya Menuliskan Hadis-hadis yang Shaḥîḥ, sebagian


ulama tetap berkomitmen menyusun kitab-kitab shaḥîḥ, di antaranya Shaḥîḥ Al-Bukhârî,
Shaḥîḥ Muslim, Al-Muwaththâ’ karya Imâm Malik, dan Al-Mustadrak karya Al-Ḥâkim.
Selain kitab-kitab ini, ada beberapa kitab yang disusun dengan kriteria shaḥîḥ oleh
penulisnya, yaitu:

1. Shaḥîḥ Ibnu Khuzaimah karya Abî ‘Abd Allâh Muḥammad bin Isḥaq bin
Khuzaimah bin Al-Mughîrah As-Sulâmî An-Naisabûrî, guru Ibnu Ḥibbân (w. 311
H)
2. Shaḥîḥ Ibnu Ḥibbân karya Abû Ḥâtim Muḥammad bin Ḥibbân (w. 354 H).

2.Sunan

As–Sunan adalah kitab-kitab yang disusun berdasarkan bab-bab tentang fiqh, dan
hanya memuat hadis yang marfû’ agar dijadikan sebagai sumber bagi para fuqaha dalam
mengambil kesimpulan hukum. As-Sunan berbeda dengan Al-Jawâmi’. Dalam As-Sunan
tidak terdapat pembahasan tentang akidah, sirah, manakib, dan sebagainya, tetapi terbatas
pada masalah fiqh dan hadis-hadis hukum.

Kitab-kitab As-Sunan yang terkenal adalah:

1. Sunan Abî Dâwud karya Sulaimân bin Asy’ats As-Sijistânî (w. 275 H)
2. Sunan An-Nasâ`î yang dinamakan dengan Al-Mujtaba karya ‘Abd Al-Raḥmân
Aḥmad bin Syu’aib An-Nasâ`î (w. 303 H)
3. Sunan Ibnu Mâjah karya Muḥammad bin Yazîd bin Mâjah Al-Qazwinî (w. 275 H)
4. Sunan Asy-Syâfi’î karya Imâm Muḥammad bin Idrîs Asy-Syâfi’î (w. 204 H)
5. Sunan Ad-Dârimî karya ‘Abd Allâh bin ‘Abd Ar-Raḥmân Ad-Dârimî (w. 255 H)
6. Sunan Ad-Dâruquthnî karya ‘Alî bin ‘Umar Ad-Dâruquthnî (w. 385 H)
7. Sunan Al-Baihaqî karya Abû Bakar Aḥmad bin Ḥusain Al-Baihaqî (458 H).

3.Musnad

Al-Masânid, jamak dari sanad, yakni buku-buku yang berisi tentang kumpulan
hadis dari setiap sahabat secara tersendiri, baik hadis shaḥîḥ, ḥasan, atau dha’îf.

Al-Masânid yang dibuat oleh para ulama hadis jumlahnya banyak. Al-Kittani dalam
kitabnya Ar-Risâlah Al-Mustathrafah menyebutkan jumlahnya sebanyak 82 musnad,
kemudian ia mengatakan bahwa musnad itu jumlahnya banyak selain yang telah ia
sebutkan.

Adapun musnad-musnad yang paling terkenal adalah:

1. Musnad Abû Dâwud Sulaimân bin Dâwud Ath-Thayâlisî (w. 204 H)


2. Musnad Abû Bakar ‘Abd Allâh bin Az-Zubair Al-Ḥumaidî (w. 219 H)
3. Musnad Imâm Aḥmad bin Ḥanbal (w. 241 H)
4. Musnad Abû Bakar Aḥmad bin ‘Amr Al-Bazzâr (w. 292 H)
5. Musnad Abû Ya’lâ Aḥmad bin ‘Alî Al-Mutsannâ Al-Mushilî (w. 307 H).
4.Mu’jam

Al–Ma’âjim adalah jamak dari mu’jam. Menurut istilah para ahli hadis, Al–Ma’âjim
adalah buku yang berisi kumpulan hadis yang berurutan berdasarkan nama-nama sahabat,
atau guru-guru penyusun, atau negeri, sesuai dengan huruf hijaiyah.

Kitab-kitab mu’jam yang terkenal, antara lain:

1. Al-Mu’jam Al-Kabîr karya Abû Al-Qâsim Sulaimân bin Aḥmad Ath-Thabrânî (w.
360 H)
2. Al-Mu’jam Al-Awsath karya Abû Al-Qâsim Sulaimân bin Aḥmad Ath-Thabrânî
3. Al-Mu’jam Ash-Shaghîr karya Ath-Thabrânî
4. Mu’jam Al-Buldân karya Abû Ya’lâ Aḥmad bin `Alî Al-Mushilî (w. 307 H).

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari serangkaian pembahasan pada makalah ini, maka penulis dapat memberikan
beberapa kesimpulan. Kodifikasi Hadist adalah mengumpulkan, menghimpun, catatan-
catatan Hadist Nabi dalam mushaf.

Kodifikasi hadith secara resmi dipelopori Khalifah ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz (khalifah
kedelapan pada masa Bani Umayyah yang memerintah tahun 99-101 H.). Dia
menginstruksikan kepada para Gubernur di semua wilayah Islam untuk menghimpun dan
menulis hadis-hadis Nabi. Selain itu khalifah  juga memerintah Ibn Hazm dan Ibn Syihab
al-Zuhri (50-124 H) untuk menghimpun hadith Nabi SAW.  Motif ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz
dalam mengkodifikasikan hadith  adalah Kekhawatiran akan hilang Hadis dari
perbendaharaan masyarakat, sebab belum dibukukan, Untuk membersihkan dan
memelihara Hadith dari hadith-hadith maudhu' (palsu) yang dibuat orang-orang untuk
mempertahankan ideologi golongan dan mazhab, Tidak adanya kekhawatiran lagi akan
tercampurnya al-Qur’an dan hadith,  keduanya sudah bisa dibedakan. al-Qur’an telah
dikumpulkan dalam satu mushaf dan telah merata diseluruh umat Islam, ada kekhawatiran
akan hilangnya hadith karena banyak ‘ulama hadith yang gugur dalam medan perang.

B.     Saran
Dalam makalah ini penulis menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat
didalamnya, baik dari segi penulisan, susunan kata, bahan referensi, dan lainnya. Oleh
karena itu penulis mengharapkan masukan dari pihak pembaca sebagai pengetahuan untuk
mewujudkan perubahan yang lebih baik di masa yang akan datang.
Demikianlah makalah yang sederhana ini kami susun semoga dapat bermanfaat
bagi penyusun pada khususnya dan pembaca pada umumnya. Akhirnya kami merasa
kerendahan hati sebagai manusia yang mempunyai banyak sekali kekurangan. Oleh sebab
itu kritik dan saran–bahkan yang tidak membangun sekalipun- kami tunggu demi
kesempurnaan makalah selanjutnya. Semoga niat baik kita diridhai oleh Allah SWT. Amin.

Anda mungkin juga menyukai