Anda di halaman 1dari 16

METODOLOGI PENYUSUNAN KITAB-KITAB HADIS

Makalah

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Hadis

Program Studi Dirasayh Islamiyah Konsentrasi Sejarah Peradaban Islam

Pascasarjana UIN Alauddin Makassar

Disusun oleh:

Musdalifah
80100223025

Dosen Pengampu:

1. Dr. Fadhlina Arif Wangsa, Lc, M.Ag

2. Dr. Muhammad Ali Ngampo, M.Ag

PRODI DIRASAH ISLAMIYAH


PROGRAM PASCASARJANA
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh Puji syukur kita panjatkan

ke hadirat Allah Swt. yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada

kita semua, dan shalawat serta salam kita persembahkan kepada Nabi Muhammad

Saw. sehingga Penulis dapat menyelesaikan tugas makalah pada mata kuliah Studi

Hadis. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua

orang tua serta keluarga penulis, terima kasih kepada ibu Dr. Fadhlina Arif

Wangsa, Lc, M.Ag dan Dr. H. Muhammad Ali Ngampo, M.Ag. selaku dosen

pengampu, serta pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah

tentang “Metodologi Penyusunan Kitab-Kitab Hadis”.

Selain itu, penulis juga mengucapkan permohonan maaf sebesar-besarnya

jika banyak melakukan kesalahan dan kekhilafan, baik dalam bentuk ucapan

maupun tingkah laku. Semua itu adalah murni dari penulis sebagai manusia biasa

yang tak pernah luput dari kesalahan dan kekhilafan.

Adapun mengenai kebaikan-kebaikan penulis, itu semata-mata datangnya

dari Allah swt, karena segala kesempurnaan hanyalah milik-Nya. Akhirnya,

penulis berharap bahwa apa yang disajikan dalam makalah ini dapat bermanfaat

bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Semoga semuanya ini dapat bernilai

ibadah di sisi-Nya, Aamiin. Sekian dan terimakasih. Wassalamu ‘Alaikum

Warahmatullahi Wabarakatuh

Gowa, 26 September 2023

Penulis

Musdalifah

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di saat Rasulullah masih hidup, beliau telah menyuruh dan hanya

membolehkan para sahabatnya untuk mencatat semua yang datang dari beliau

berupa ayat-ayat Allah yang diwahyukan padanya. Sebaliknya beliau telah

melarang mencatat selain dari al-Qur’an. Hal ini di maksudkan untuk menghindari

terjadinya pencampur-adukan diantara ayat-ayat Al-qur’an dengan sabda-sabda

beliau. Konteks larangan Rasulullah itu bukan merupakan larangan mutlak,

buktinya beliau membolehkan sebagian sahabatnya seperti Zaid bin Tsabit untuk

mencatat sebagian dari sabda-sabdanya. Namun tujuannya tak lain dan tak bukan

melainkan sebagai upaya untuk menjaga kemurnian al-Qur’an itu sendari.1

Pada awalnya para sahabat, setelah wafatnya Rasulullah saw, sangat

berhati-hati dalam meriwayatkan Hadits. Namun setelah terjadinya berbagai

gejolak politik muncullah sebagian orang yang tidak bertanggung jawab membuat

hadits-hadits palsu untuk tujuan politik mereka. Melihat kondisi seperti ini

kebanyakan sahabat, tabi’in dan tabi’ tabi’in tidak berdiam diri dan mereka

berusaha dengan segenap kemampuan mereka menjaga kevaliditasan sebuah

hadits. Upaya untuk memelihara validitas ini terus dilakukan oleh para sahabat,

tabi’in’ dan tabi tabi’in dengan caranya masing-masing dan sesuai dengan tradisi

yang ada pada masa itu.2

1 Karimin, “Metodologi Penulisan Dan Kualitas Kitab Hadits (Imam Bukhari, Imam
Muslim, Imam Abu Daud)”, Al-Qirah 14, No. 1 (2020): h. 28

2 Karimin, “Metodologi Penulisan Dan Kualitas Kitab Hadits (Imam Bukhari, Imam
Muslim, Imam Abu Daud)”, h. 29

1
2

Periodesasi sejarah perkembangan, pertumbuhan, pembinaan, dan

penghimpunan hadis mulai dari masa Nabi sampai saat ini, dapat dilihat

darisejauhmana sejarah perkembangan ‘Ulum al-Hadis atau Usul al-Hadis pada

setiap kurun waktu yang dilaluinya. Dalam hal ini, Nur al-Din ‘Itr membagi

tahapan sejarah perkembangan hadis atas tujuh periode. Ketujuh periode tersebut

adalah: Pertama, Masa Pembentukan (Dawr al-Nusyu’). Periode ini dimulai pada

masa sahabat sampai penghujung abad pertama hijriah; Kedua, Masa

Penyempurnaan (Dawr al-Takamul). Mulai awal abad kedua sampai abad ketiga

hijriah; Ketiga, Masa Pembukuan Ilmu Hadis yang terpisah-pisah (Dawr al

Tadwin li 'Ulum al- Hadis al Mufarraqah).3

Mulai dari abad ketiga sampai pertengahan abad keempat hijriah;

Keempat, Masa Penyusunan kitabkitab induk Ulum al-Hadis dan penyebarannya

(‘Ashr al-Ta’lif al-Jamiah wa Inbisaq Fan ‘Ulum al-Hadis al Mudawwanah).

Dimulai dari pertengahan abad keempat dan berakhir pada awal abad ketujuh

hijriah; Kelima, Masa Kematangan dan Kesempurnaan Pembukuan Ilmu-Ilmu

Hadis (Dawr al Nadj wa al-Iktimal fi' Tadwin Ulum al-Hadis). Bermula awal abad

ketujuh dan berakhir pada abad kesepuluh hijriah; Keenam. Masa Kebekuan dan

Kejumudan (‘Ashr al-Rukud wa al-Jumad). Mulai dari abad kesepuluh sampai

awal keempat belas hijriah; Ketujuh, Masa. Kebangkitan Zaman Modern (Dawr

al-Yaqazhah Wa alTanabbuh fi al-‘Ashr al-Hadis), yang dimulai dari awal abad

keempat belas hijriah sampai sekarang.4

Di dalam makalah ini akan di bahas berbagai metode-metode penulisan

hadis, baik itu kitab sumber yakni kitab hadis yang menjadi rujukan sumber

dimana hanya keterlibatan penulis kitab dalam kitab tersebut, ataupun kitab kajian

3 Nur al-Din ‘Itr, Manhaj al-Naqd Fi ‘Ulum al-Hadis (Bairut: Dar al-Fiqk, t.th), h. 37-72

4 Nur al-Din ‘Itr, Manhaj al-Naqd Fi ‘Ulum al-Hadis, h. 37-72


3

di mana kitab-kitab ini mengkaji atau ada keterlibatan penulis lain dalam kitab

tersebut.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana metodologi penyusunan kitab-kitab al-Hadis al-Ushuli (Kitab

Sumber)?

2. Bagaimana metodologi penyusunan kitab-kitab al-Hadis al-Buhuthi (Kitab

Kajian)?

C. Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui bagaimana metodologi penyusunan kitab-kitab al-

Hadis al-Ushuli (Kitab Sumber)

2. Untuk mengetahui bagaimana metodologi penyusunan kitab-kitab al-

Hadis al-Buhuthi (Kitab Kajian)


BAB II

PEMBAHASAN

A. Metodologi Penyusunan Kitab-Kitab al-Hadis al-Ushuli (Kitab Sumber)

1. Kitab Hadis Musnad

Kitab-kitab musnad ialah kitab-kitab yang di dalamnya disebut hadis

menurut nama sahabat berdasar kepada sejarah mereka memeluk agama Islam.

Para penyusunya memulai dengan menyebut hadis-hadis yang diriwayatkan oleh

sahabat sepuluh (sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga), kemudian hadis-

hadis yang diriwayatkan oleh para sahabat yang turut dalam peperangan Badar

atau ditertibkan menurut nasab-nasab para perawi. Di sebutkan lebih dahulu

riwayat-riwayat Bani Hasyim yang terdekat dengan Rasulullah kemudian sesudah

mereka.5 Selain itu, menurut Ahmad Umar Hasyim kitab musnad ialah kitab-kitab

hadis yang oleh penyusunnya disusun berdasarkan nama sahabat periwayat hadis

yang bersangkutan, misalnya: musnad Imam Ahmad bin Hanbal. Pada umumnya,

hadis-hadis yang terdapat di dalam kitab musnad tersebut, dikelompokkan secara

acakan di dalam satu bab bergabung dengan berbagai tema. Misalnya, hadis shalat

bercampur dengan hadis puasa. Demikian juga, kitab ini masih bercampur baur

hadis shahih dengan hadis dhaif.6

Metodologi penyusunan kitab ini berdasarkan tiga cara:7

5 M. Hasbi ash-Shiddieqy, Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadits (Jakarta: PT. Bulan


Bintang, 1994), h. 323.

6 Ahmad Umar Hasyim, al-Sunnah al Nabawiyyah wa ‘Ulumuha (Mesir: Maktabah


Garib, t.th), h. 65

4
5

a. Urutan nama sahabat berdasarkan urutan hurup abjad.

b. Urutan nama qabilah sahabat, dimulal dari Bani Hasyim, kemudian kelompok

keluarga yang makin dengan Rasulullah.

c. Urutan nama sahabat yang mula-mula memeluk Islam, dimulai dengan urutan

nama-nama sepuluh orang sahabat yang mula-mula masuk Islam, disusul

kemudian nama-nama sahabat veteran perang Badar, kemudian menyusul

nama nama sahabat peserta perdamaian Hudaybiyah.

Menurut Umar Hasyim dalam komentarnya tentang kitab musnad, bahwa

walaupun hadis-hadis Nabi di dalam kitab musnad sudah terpisah dari perkataan

para sahabat dan fatwa-fatwa tabi’in adalah sebagai bentuk keistimewaan yang

dimilikinya. Namun, ia masih sangat sulit dan susah melacak hadis-hadis nabi di

dalam satu tema yang tertentu, sebab penyusunan hadis tidak berdasarkan

tematema, tetapi berdasar-kan dari urutan nama perawi pertama. Selanjutnya, ia

tidak mudah dipahami sejauhmana derajat kesahihhan sebuah hadis, apakah boleh

dijadikan sebagai dasar argumentasi (hujjat) suatu hukum atau tidak

2. Kitab Hadis al-Jami'

Kitab al-Jami ialah kitab yang menghimpun hadis-hadis Nabi, disusun atas

beberapa bab yang berisi tentang berbagai tema. Biasanya, jumlah tema terdiri

delapan bab, yaitu: aqidah, hukum, bermusafir, adab sopan santun, tafsir, fitnah,

tanda-tanda kiamat, dan sifat-sifat kebaikan.8 Kitab-kitab hadis yang tergolong al-

jami’ dalam jenis ini, misalnya: al-Jami’ al-Shahih oleh al-Bukhari; dan al-Jami'

al-Sahih oleh Muslim. Disamping itu, ada jugs kitab al-Jami' yang menghimpun

hadis-hadis Nabi dilihat dari sumber rujukannya adalah berasal dari kitab-kitab

7 Muhammad bin Mathar al-Zahrani, Tadwin al-Sunnah al-Nabawiyah Nusy’atuhu Wa


Tatuwutuhu (Saudi Arabia, Maktabah al-Siddiq, 1516H), h. 94.

8 Muhammad al-Sabbag, al-Hadis al Nabawi Mustahalu Balagatuhu ‘Ulumuhu


Kutubuhu, (Mesir: Mansyurat al-Maktabah alIslamiyah, 1972), h. 195.
6

hadis yang telah ada, seperti Jami’ al-Usul min Ahadis al-Rasul, disusun dan

dihimpun oleh Ibn al-Azir al-Mubarak Ibn Muhammad al-Jazari (606H).9

3. Kitab Hadis al-Mu’jam

Kitab al-Mu’jam ialah kitab hadis yang tersusun berdasarkan nama

sahabat, atau al-syuyukh (guru-guru hadis), atau nama-nama negeri. Biasanya

disusun berdasarkan urutan huruf abjad hijaiyyah (huruf al-mu’jam). Kitab-kitab

al-mu’jam yang paling masyhur pada abad ini adalah kitab yang disusun oleh Abu

al-Qasim Sulaiman bin Ahmad al-Tabrani (w. 360H), terdiri atas tiga bentuk: al-

Mujam al-Kabir, disusun menurut urutan nama sahabat secara abjad, memuat

sekitar 60 ribu hadis. Al-Mu’jam al-Awsat, disusun berdasarkan nama-nama

gurunya, memuat sekitar 30 ribu hadis dan demikian juga al-Mu’jam al-Shagir,

disusun menurut nama-nama gurunya.10

4. Kitab Hadis Sunan

Kitab sunan ialah kitab hadis yang menghimpun hadis-hadis Nabi disusun

berdasarkan bab-bab fiqhi dan kualitas hadisnya tidak yang mawquf, kecuali

sahih, dan hasan.11 Walaupun kitab sunan adalah termasuk kitab mushannaf,

tetapi metodologi penyusunannya tidak berdasarkan tema umum, sebagaimana

kitab shahih, melainkan memuat materi yang menyangkut masalah hukum fiqh

berdasarkan tertib urutan perawi.12 Kitab-kitab sunan yang terkenal adalah Sunan

Abu Dawud, Sunan al-Turmuzi, Sunan al-Nasa’i, dan Sunan Ibnu Majah.

Karakteristik-karakteristik kitab hadis bertipe sunan, yaitu:13

9 Ismail Yusuf, “Sejarah Perkembangan Hadis Dan Metodologinya Pada Abad III
Hijriah”, al-Asas: Jurnal Ilmiah Ilmu Dasar Keislaman 1, No. 2 (2018): h. 111

10 Muhammad al-Sabbag, al-Hadis al Nabawi Mustahalu Balagatuhu ‘Ulumuhu


Kutubuhu, (Mesir: Mansyurat al-Maktabah alIslamiyah, 1972), h. 197

11 Muhammad al-Sabbag, al-Hadis al Nabawi Mustahalu Balagatuhu ‘Ulumuhu


Kutubuhu, h. 199.

12 Ahmad Umar Hasyim, al-Sunnah al Nabawiyyah wa ‘Ulumuha), h. 134


7

a. Bab-babnya berurutan berdasarkan bab-bab fiqh;

b. Penyususnan bab-babnya dilakukan secara sistematis;

c. Hanya memuat hadis-hadis marfu’ saja, dan kalaupun ada yang mawquf dan

maqthu jumlahnya sangat sedikit;

d. Tercampur antara hadis shahih, hasan dan dhaif; dan

e. Pada sebagian kecil kitab dicantumkan penjelasan tentang kualitas hadis yang

bersangkutan.

B. Metodologi Penyusunan Kitab al-Hadits al-Buhuthi (Kitab Kajian)

1. Kitab Hadis Jawami

Kitab jawami’ ialah kitab yang ditulis dengan menggunakan metode

kualifikasi substansi makna kandungan hadis dalam pokok pembahasan tertentu,

yang kemudian disusunnya dengan menggunakan sistem bab per bab dari istilah-

istilah bab ilmu, yaitu terdiri dari bab akidah, hukum memerdekakan budak, etika

makan dan minum, tafsir dan sejarah, bepergian, etika berdiri dan duduk yang

dikenal dengan bab “syamil”, fitnah, manaaqib (keistimewaan-keistimewaan

dalam biografi), dan bab mathaalib (kondisi-kondisi buruk dalam biografi).14

Secara umum kitab-kitab bertipe jami’ dan jawami’ adalah sama tetapi ada

beberapa hal yang membedakan yaitu:15

a. Dari segi penamaannya. Al-Jami’ merupakan bentuk tunggal sedangkan

alJawami’ adalah bentuk plural. Sehingga dipahami bahwa kitab al-Jawami’

cakupan hadisnya lebih banyak di bandingkan al-Jami’ yang ada sebelumnya.

Misalnya al-Jami’ baina al-Sahihaini karya Ibnu Furat Ismail Ibnu

13 Idri, Studi Hadis (Cet. I; Jakarta: Kencana, 2010), h. 118

14
Muhammad Alawi al-Maliki, Ilmu Ushul Hadis (Cet. III; Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2012), h. 245

15 Andi Yaqub, “Metodologi Penyusunan Kitab Hadis (al-Riwayah dan al-Buhusi)”, h.


13- 14.
8

Muhammad (w. 414 H) dan al-Jami’ baina al-Sahihaini karya Muhammad

Ibnu Nashr al-Humaidy (w. 488 H). Kedua al-Jami’ ini merupakan kitab yang

menghimpun hadis-hadis Bukhari dan Muslim. Atau misalnya kitab Jami’u

al-Jawami’ karya Imam al-Suyuthi (w. 911 H).

b. Dari segi sanadnya. Maksudnya, kitab al-Jami’ versi pertama

mengungkapkan hadis lengkap dengan sanadnya dari awal hingga akhir,

sedangkan al-Jami’ versi kedua (al-Jawami’) tidak menyebutkan sanad hadis

dengan sempurna melainkan “terkadang” hanya membatasi sanad awalnya

saja (yaitu sahabat yang menerimanya dari Nabi).

2. Kitab Hadis Mustadrak

Kitab-kitab mustadrak ialah kitab yang mencatat hadis-hadis yang tidak

disebutkan oleh ulama-ulama yang sebelumya, padahal hadis itu shahih menurut

syarat yang dipergunakan oleh ulama tersebut.16 Dengan kata lain, kitab-kitab

bertipe mustadrak ialah kitab-kitab yang menuliskan hadis yang tidak di tuliskan

di dalam suatu kitab yang lain tetapi dalam menuliskan kitabnya, penulis kitab

mustadrak mengikuti persyaratan penulis kitab sebelumnya. Karakteristik dari

kitab mustadrak sebagai berikut:17

a. Menyusulkan hadis-hadis yang tidak tercantum dalam suatu kitab hadis

tertentu;

b. Dalam penulisan hadis-hadis susulan itu penulis kitab mengikuti persyaratan

periwayatan hadis yang di pakai oleh kitab itu;

c. Kualitas hadis yang diriwayatkan beragam, ada yang shahih, hasan dan dhaif.

16 M. Hasbi ash-Shiddieqy, Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadits (Jakarta: PT. Bulan


Bintang, 1994), h. 324

17 Idri, Studi Hadis, h. 124-125


9

Kitab mustadrak yang terkenal ialah al-Mustadrak, susunan Abu Abdullah

Muhammad Ibn Abdullah Ibn Muhammad Ibn Hamdawaih al-Hakim al

Naisabury (w. 405 H). Al-Hakim membukukan dalam kitabnya hadis-hadis yang

dipandang shahih menurut syarat-syarat yang dipakai al-Bukhary atau Muslim

dan yang dipandang shahih oleh al-Hakim sendiri. Al-Mustadrak ini telah

diringkas (dibersihkan) oleh al-Zahaby (748 H), dimana al-Zahaby menerangkan

hadis-hadis yang sebenarnya dhaif atau mungkar. Hal ini terjadi karena al-Hakim

wafat sebelum dapat menyaring dan mengoreksi kitabnya itu.18

3. Kitab Hadis Athraf

Athraf artinya tepi-tepi, ujung-ujung. Maksudnya, kitab-kitab yang disebut

padanya permulaan-permulaan matan hadis saja, lalu di kumpulkan sanad-sanad

hadis itu.19 Kata athraf adalah jamak dari thraf (bagian dari sesuatu). Thraf hadis

adalah bagian hadis yang dapat menunjukkan hadis itu sendiri, atau pernyataan

yang dapat menunjukkan hadis.20 Kitab athraf ditulis dengan hanya menyebutkan

bagian (thraf) hadis yang dapat menunjukkan pada keseluruhannya, kemudian

menyebutkan sanad-sanadnya, baik secara menyeluruh atau hanya dinisbahkan

pada kitab-kitab tertentu. Penyusunan kitab tipe athraf setidaknya menggunakan

dua cara:21

a. Berdasarkan nama-nama sahabat sesuai huruf-huruf hijaiyah, misalnya

dimulai dari sahabat yang namanya dimulai dengan huruf alif kemudian ba’

dan seterusnya;

18
M. Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits (Semarang: PT Pustaka
Rizki Putra, 1997), h. 116-117

19 A. Qadir Hasan, Ilmu Mushthalah Hadits (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2007),


h. 425.

20 Nuruddin, Ulum al-Hadits I (Cet. II; Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1995), h. 185.

21 Idri, Studi Hadis, h. 113-114


10

b. Berdasarkan huruf awal matan hadis seperti yang dilakukan oleh Abu alFadhl

Ibn Thahir dalam kitabnya Athraf al-Gharaib wa al-Afrad dan Muhammad

Ibn al-Husayni dalam kitabnya al-Kasyf fi’ Ma’rifah al-Athraf yang memuat

kitab hadis enam.

4. Kitab Hadis Syarh/Ta’liq

Menurut istilah ulama hadis yang dimaksud dengan kitab syarh adalah

kitab yang berisi uraian dan penjelasan hadis-hadis Nabi saw. yang termaktub

dalam suatu kitab hadis tertentu. Ta’liq adalah komentar atau catatan kaki, untuk

hadis yang telah terhimpun dalam suatu kitab-kitab hadis tertentu. Catatan itu

umumnya berupa keterangan singkat berkenaan dengan hal-hal penting dari hadis-

hadis yang termaktub di atasnya. Misalnya Imam al-Turmudzi banyak

memberikan komentar terhadap hadis dalam sunannya. M. Syuhudi Ismail

menjelaskan bahwa diantara ulama yang banyak memberikan ta’liq terhadap atas

kitab-kitab hadis yang banyak beredar di masyarakat ialah Ahmad Muhammad

Syakir, Mahmuf Syakir, Abdul Fatah Abu Ghadah, Habiburrahman al-Azamy dan

Muhammad Fuad bin Abdul Baqy. Karena ta’liq tersebut merupakan catatan

singkat maka dengan sendirinya tidaklah berupa kitab tersendiri tetapi cukup

mengikuti kitabkitab yang diberikan komentar.22

5. Kitab Hadis Mustakhraj

Mustakhraj artinya yang dikeluarkan. Maksudnya, seorang mengeluarkan

hadis-hadis dari satu kitab, dengan sanad-sanad dari dia sendiri lalu

sanadsanadnya bertemu dengan syaikh pengarang kitab itu, atau bertemu dengan

rawi yang lebih atas dari syaikh tersebut. Penyusunan kitab hadis mustakhraj

dengan berdasarkan penulisan kembali hadis-hadis yang terdapat dalam kitab-

kitab lain, kemudian penulis kitab yang pertama tadi mencantumkan sanadnya

22 Andi Yaqub, “Metodologi Penyusunan Kitab Hadis (al-Riwayah dan al-Buhusi)”, h.


16- 17.
11

sendiri menggunakan tipe mustakhraj. Misalnya kitab mustakhraj atas kitab

Shahih al Bukhari, penulisnya menyalin kembali hadis-hadis yang terdapat dalam

Shahih al Bukhari kemudian mencantumkan sanad dari dia sendiri bukan sanad

yang terdapat dalam kitab Shahih al-Bukhari itu.23

Dari penjelasan di atas bahwa dapat di simpulkan jika penulis tipe kitab

mustakhraj akan menuliskan kembali hadis-hadis dalam suatu kitab yang

kemudian menyamakan sanad dari dirinya sendiri, hadis-hadis ini akan bertemu

pada sanad yang sama. Misalnya, kitab-kitab yang men-takhrij Shahih al-Bukhari:

Mustakhraj al Isma’ili (w. 371), Mustakhraj al-Ghithrifi (w. 377 H), dan

Mustakhraj Ibn Abi Zhul (w. 378 H). Kitab-kitab yang men-takhrij Shahih

Muslim: Mustakhraj Abu Awanah al-Isfirayani (w. 316 H), Mustakhraj al-

Humaydi (w. 311 H) dan Mustakhraj Abu Hamid al-Harawi (w. 355 H). Kitab-

kitab yang men-takhrij hadis-hadis dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim:

Mustakhraj Abu Nu’aym al-Ashbahani (w. 430 H), Mustakhraj Ibn al-Akhram

(w. 344 H), dan Mustakhraj Abu Bakar al-Barqani (w. 425 H).24

6. Kitab Hadis Zawa’id

Zawaid merupakan bentuk jamak dari kata zaid atau ziyadah yang berarti

“tambahan”. Sesuai dengan namanya maka ulama hadis menjelaskan bahwa

zawaid adalah kitab yang berisi kumpulan hadis-hadis tambahan terhadap hadis

yang ada pada sebagian kitab-kitab yang lain.25 Adapun karakteristik tipe kitab

zawaid ialah sebagai berikut:26

23 Idri, Studi Hadis, h. 123.

24 Idri, Studi Hadis, h. 124

25 Andi Yaqub, “Metodologi Penyusunan Kitab Hadis (al-Riwayah dan al-Buhusi)”, h. 20.

26 Idri, Studi Hadis, h. 127


12

a. Berisi hadis-hadis yang ditulis oleh seorang mukharrij dalam kitabnya dan

tidak terdapat dalam kitab hadis-hadis lain;

b. Kebanyakan disusun berdasar bab-bab fiqh;

c. Kualitas hadis di dalamnya bervariasi ada yang shahih, hasan dan dhaif.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Metodologi penyusunan kitab al-Hadis al-Ushuli (Kitab Sumber) terdiri

atas tipe kitab hadis Musnad, al-Jami', al-Mu’jam, dan Sunan.

2. Metode penyusunan kitab al-Hadis al-Buhuthi (Kitab Kajian) terdiri atas

tipe kitab hadis Jawami, Mustadrak, Athraf, Syarh/Ta’liq, Mustakhraj, dan

Zawa’id.

B. Saran
Sebagai manusia biasa yang tak terluput dari kesalahan tentu dalam

penyusunan makalah ini ada kekurangan-kekurangan, oleh karenanya tentu

penyusun masih memerlukan saran dari pembaca suapaya makalah yang kami

susun dapat lebih baik lagi kedepanya khususnya dalam penyusunannya

13
DAFTAR PUSTAKA

Alawi al-Maliki, Muhammad. Ilmu Ushul Hadis. Cet. III; Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2012
Hasan, A. Qadir. Ilmu Mushthalah Hadits. Bandung: CV Penerbit Diponegoro,
2007
Idri, Studi Hadis. Cet. I; Jakarta: Kencana, 2010
‘Itr, Nur al-Din. Manhaj al-Naqd Fi ‘Ulum al-Hadis. Bairut: Dar al-Fiqk, t.th
Karimin. “Metodologi Penulisan Dan Kualitas Kitab Hadits (Imam Bukhari,
Imam Muslim, Imam Abu Daud)”. Al-Qirah 14, No. 1 (2020)
Nuruddin, Ulum al-Hadits I. Cet. II; Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1995
al-Sabbag, Muhammad. al-Hadis al Nabawi Mustahalu Balagatuhu ‘Ulumuhu
Kutubuhu. Mesir: Mansyurat al-Maktabah alIslamiyah, 1972
ash-Shiddieqy, M. Hasbi. Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadits. Jakarta: PT. Bulan
Bintang, 1994
------------------------------. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits. Semarang: PT
Pustaka Rizki Putra, 1997
Umar Hasyim, Ahmad. al-Sunnah al Nabawiyyah wa ‘Ulumuha. Mesir: Maktabah
Garib, t.th
Yusuf, Ismail. “Sejarah Perkembangan Hadis Dan Metodologinya Pada Abad III
Hijriah”, al-Asas: Jurnal Ilmiah Ilmu Dasar Keislaman 1, No. 2 (2018)
al-Zahrani, Muhammad bin Mathar. Tadwin al-Sunnah al-Nabawiyah Nusy’atuhu
Wa Tatuwutuhu. Saudi Arabia, Maktabah al-Siddiq, 1516H

14

Anda mungkin juga menyukai