Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

MUHAMMAD AJJAJ AL-KHOTIB


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pemikiran Hadits Kontemporer
Yang dibimbing oleh Fitah Jamaluddin, M. Ag.

Disusun oleh:
Ahmad Rikiyanto [U20172014]
Achmad Zamhuri Ridwan [U20172019]

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA

PRODI ILMU HADITS


2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur sepantasnya kami limpahkan kehadirat Allah SWT atas segala cinta
kasihnya, sehingga makalah ini dapat tersusun hingga menemui kata selesai.
Shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada Muhammad Saw. beserta keluarga
dan sahabatnya hingga zaman berakhir. Ucapan terima kasih penulis haturkan kepada dosen
pembimbing dan juga individu perkelompok yang rela membagi waktu demi terselesaikannya
makalah ini.
Kami menyadari masih banyak kekurangan pada makalah ini. Maka dengan itu kami
sangat menerima apabila ada saran bahkan kritik jua sehingga dapat memperbaiki makalah
ini sampai disebut layak.
Semoga dengan adanya makalah ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang hendak
membacanya.

Jember, 01 Desember 2020

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hadis merupakan segala sesuatu yang dihubungkan melalui Rasulullah SAW dari aspek
percakapan, perilaku, sifat dan takrir (penetapan). Hadits juga menjadi penjelas atas al-
Qur’an yang maknanya global atau umum. Selain itu juga merupakan sumber atau pedoman
kedua setelah Alquran bagi umat Islam. Pada masa Rasulullah SAW hadis belum dibukukan
dan ditulis secara resmi. Sebab pada waktu itu hadis masih diajarkan dan diriwayatkan secara
oral dan bacaan. Meskipun hal demikian menutup kemungkinan adanya beberapa sahabat
yang menuliskan hadis untuk kebutuhan pribadi.
Seiring berjalannya waktu, perkembangan hadis terus berlanjut dari masa ke masa. Yang
mana proses pembukuan hadis tersebut dipelopori oleh khalifah Umar bin Abdul Aziz yang
kemudian menjadikannya nilai sejarah yang amat penting. Karena pembukuan hadis itu
menjadi bukti keberhasilan dalam sejarah perkembangan hadis yang sebelumnya, hadis hanya
dijaga dalam bentuk hafalan kemudian dibukukan ke dalam kitab-kitab hadis.
Dalam pembahasan kitab ini Ajjaj al-Khatib telah membuktikan bahwa selama periode-
periode hadis belum terkodifikasi, hadis tersebut tetap terjaga dengan baik melalui tulisan dan
hafalan para sahabat melalui bukti-bukti adanya tulisan dan dokumen mengenai hadis.
Meskipun ketika dalam perjalanannya telah terjadi manipulasi terhadap hadis yang
dilaksanakan oleh sekelompok orang dari kalangan tertentu.
Dalam hal ini, peneliti sangat tertarik untuk mengkaji lebih jauh lagi terhadap kitab al-
Sunnah Qabla Tadwīn. Sehingga kajian kitab ini bermula pada biografi dari penuis kitab,
selanjutnya terkait dengan kitab tersebut. baik dari aspek latar belakang penulisan kitab,
sistematika kitab, kelebihan dan kekurangan kitab.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaiamana Biografi Muhammad Ajjaj Al-Khotib?
2. Apa Saja Karya-Karya Muhammad Ajjaj Al-Khotib?
3. Peranan Muhammad Ajjaj Al- Khotib ?
4. Bantahan Muhammad ‘Ajaj al-Khatib terhadap Orientalis

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui biografi Muhammad Ajjaj Al-Khotib
2. Untuk mengetahui karya-karya Muhammad Ajjaj Al- Khotib
3. Untuk Mengetahui Peran Muhammad Ajjaj Al-Khotib
4. Untuk mengetahui Bantahan Muhammad Ajjaj Al-Khotib
BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi Muhammad Ajjaj Al-Khotib


Ajjaj al-Khatib merupakan seorang tokoh pemikir Islam terkenal khususnya
dalam bidang ilmu hadis, yang memiliki namaasli Dr. M. Ajjaj bin Muhammad
Tamim bin Salih bin Abdullah al-Hasani al-Hasyimi al-Khatib lahir di Damaskus,
Syiria pada tahun 1350 H/ 1932 M. Ketika muda ia dikenal sebagai seorang yang
pintar. Ajjaj al-Khatib menempuh pendidikannya di kota Damaskus, selain belajar di
sekolah beliau juga sering mengikuti berbagai halaqah-halaqah keilmuan di masjid
Bani Umayyah.

Kemudian beliau melanjutkan jenjang pendidikannya di sekolah guru Dar al-


Mu’allimin alIbtidaiyyah lulus pada tahun 1951/1952 M dan mengikuti praktek
mengajar. M. Ajjaj al-Khatib pernah mengajar di salah satu sekolah menengah kota
Damaskus sekitar tahun 1952-1959 M. Selain mengajar beliau juga melanjutkan
sekolahnya di Fakultas Syari’ah Universitas Damaskus tahun 1958/1959 M dan
mendapatkan gelar sarjananya. Ia mendapatkan beasiswa program Magister di
Universitas Kairo dan lulus pada tahun 1962 kemudian meraih gelar P. h. D di
Universitas yang sama pada tahun 1965 dengan konsentrasi ilmu hadis. Pada tahun
1966-1969 M. Ajjaj al-Khatib diberi amanah untuk menjadi dosen pada jurusan ilmu
al-Qur’an dan sunnah Fakultas Syari’ah Universitas Damaskus.

Dalam belajar Ajjaj al-Khatib banyak menimba ilmu kepada ulama-ulama, di


antaranyaSyaikh Hashim al-Khatib, Syaikh Dr. Muhammad Amin al-Misri, Syaikh
‘Abd al-Wahhab al-Hafiz, Syaikh Sa’id al-Burhani, Prof. Dr. Mustafa alZarqa, Prof.
Dr. Mustafa al-Siba’i, Prof. Mustafa Khan dan lain-lain1

B. Karya Karya Muhammad Ajjas Al-Khotib

Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib merupakan salah satu muHaditsin masa kini yang
disegani, dikarenakan kemahirannya dalam menghasilkan karya terutama dalam
Hadits, yang bisa menuntun umat agar senantiasa berada pada jalur Al-Qur’an dan

1
Ummi Kalsum Hasibuan. TELAAH KITAB AL-SUNNAH QABLA AL-TADWĪN KARYA M. ‘AJJAJ AL-KHATIB.( UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta Sleman, Yogyakarta.2018)hal.203-204
Hadits. Mengenai karya-karya Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib diantaranya adalah
sebagai berikut:

a. Pada tahun 1959 M atau tahun 1379 H, menerbitkan buku yang berjudul
Zaid bin Tsabit. Kitab ini adalah buku pertama yang ditulis olehnya yang
menceritakan tentang sahabat Rasulullah, yaitu Zaid bin Tsabit yang
pernah menjadi sekretaris Rasulullah dalam menulis dan mengumpulkan
ayat-ayat suci al-Qur’an, dia adalah seorang sahabat yang sangat taat pada
Rasulullah.
b. KitabAbu Hurairah Riwayat al-Islam, Kitab yang kedua ini berisi tentang
sahabat Rasul yang banyak meriwayatkan Hadits, Abu 23Muhammad ‘Ajj
aj al- Khatib, Al-Sunnah Qabl al-Tadwin (Beirut: Dar al-Fikr, 1981), h.
387. 24 Ibid,hlm.45 28 Hurairah yang diyakini sebagai sahabat yang
terbanyak meriwayatkan sekitar 5373 Hadits.
c. Al-Sunnah Qabla Tadwin.26Kitab ini menjelaskan tentang tiga periode
pertama Hadits (periode al-wahyu wa al-takwin, iqlal al- riwayat, dan
intisar al-riwayat) sudah terpelihara dengan baik melalui hafalan dan
tulisan, kemudian beliau menguraikan perkembangan Hadits dari masa
Rasulullah hingga dibukukannya Hadits secara resmi.
d. Tahun 1968 M beliau mengarang Kitab yang berjudul usul al- Hadits, yang
oleh penulis dijadikan rujukan primer dalam penyusunan skripsi ini. Kitab
ini berisikan tentang kaidah-kaidah dan prinsip dasar yang harus diikuti
dalam menerima atau menolak, menerima atau menyampaikan Hadits para
periwayat dan objek- objek riwayat serta beberapa konsekuensi
hukumannya berkenaan dengan diterima atau ditolaknya.
e. Pada tahun 1968 M beliau juga mengarang Kitab yang berjudul Qabasat
min Hadits an-Nabawiyah dicetak di Damaskus.
f. Pada tahun 1969 masehi mengarang Kitab Lumahat fi al-Maktabah wa al-
Bahtsa al-Mashadir. Cetakan pertama pada tahun 1969 masehi dan cetakan
kedua pada tahun 1970, serta cetakan ketiga pada tahun 1971. 25
Muhammad ‘Ajaj al-Khatib, Abu Hurairah Riwayat al-Islam, (Beirut: al-
Qahirah, 1963) 26 M. ‘Ajaj al-Khatib, al-Sunnah Qabla Tadwin, (Beirut:
Dar al-‘Ulum, 1963) 27Muhammad ‘Ajaj al-Khatib.Usul al-Hadits; ‘
Ulumuhu wa Mustalahuhu, (Beirut: Dar al-FIkr, 1998)
g. Pada tahun 1971 M beliau menulis Kitab Al-Muhaddits Al-fashil Baina
Al-Rawy wa Al-Wa‘iy, karya Ar-Ramhurmuzy al-Hasan bin Abdul
Rahman bin Khalid. Kitab ini banyak dikatakan sebagai Kitab terbesar
dalam bidangnya sampai dengan saat ini. Pembahasan Kitab ini mencakup
tentang tata tertib periwayat dan muHaditssin, teknik penerimaan dan
penyampaian Hadits dan hal lainnya yang berhubungan dengan
periwayatan. Kitab ini diterbitkan oleh Dar al- Fikr Beirut Lebanon pada
tahun 1971 Masehi, kemudian hasil tahqiqannya ini mencapai empatjilid.
Demikianlah diantara karya-karya Muhammad ‘Ajjaj al- Khatib yang
dapat penulis uraikan dan ketahui. 2
C. Peranan Muhammad ‘Ajjaj Al-Khatb Dalam Perkembangan Hadits

Muhammad ‘Ajjaj al-KhatbbAdalah Seorang Tokoh Alim Ulama besar yang


sangat mencurahkan segala waktu dan pemikiran dalam perkembangan ilmu
pengetahuan Islam, terlebih utama lagi dalam bidang ilmu Hadits. hal ini
diimplementasikannya dengan sangat berupaya untuk mengetahui atau bahkan untuk
membuat suatu formulasi takaran kualitas Hadits, kaidah-kaidah atau prinsip dasar
yang harus diikuti dalam menerima atau menolak suatu Hadits yang berada
dikalangan umum, dengan lebih banyak menguraikan kreteria-kreteria dan
pertimbangan, terutama dalam Kitab Usui Haditsyang penulis jadikan rujukan perimer
dalam penulisan skripsi ini, mengetahui dan mengupas tingkatan kualitas 28Mengenai
Karya Muhammad ‘Ajaj al-Khatib dapat ditemui di Perpustakaan Islam Uin Riau. 30
indipvidu dan siperiwayat. Hal ini banyak tersurat dalam Kitab-Kitab yang dikarang
beliau, diantaranya, Abu Hurairoh Riwayat AI-Islam, dan Kitab al-Sunnah Qobla
Tadwin Dengan segala upaya yang mengarah kepadakeotentika serta keopjektifan
suatu Hadits, yang pada ahirnya mempersempit ruang bagi kaum orentalis atau kaum
munafikin yang mencoba masuk, meyusupi atau mencoba membuat kerisuhan atau
polemic dikalangan umat Islam.Beliau menganjurkan kepada umat Islam agar selalu
menuntut Ilmu pengetahuan atau terlebih utama mengamalkannya dalam realita
kehidupan yang beliau jalani.

D.  Bantahan Prof. Dr. Muhammad ‘Ajaj al-Khatib terhadap Orientalis


Prof. Dr. Muhammad ‘Ajjad al-Khatib menunjukan beberapa faktor yang
menjamin kemurnian hadits sebagai bantahan terhadap orientalis yang mengatakan bahwa
2
Andi Putra. Konsep ‘Adalah Dan Dhabth Menurut Muhammad ‘Ajjaj Al-Khatib Dan Ja’far Subhani. (UIN SUSKA
RIAU.2013) Hal.27-28
hadits itu tidak otentik. Pertama, adanya ikatan emosional umat Islam untuk berpegang
teguh kepada segala sesuatu yang datang dari Nabi Muhammad saw. Kedua, adanya
tradisi hafalan dalam proses transmisi hadits. Ketiga, sikap kehati-hatian para muhaddits
dari masuknya hadits palsu, ditunjang sikap selektifitas para muhaddits dalam tradisi
periwayatan. Keempat, terdapatnya beberapa manuskrip yang berisi tentang hadits-
hadits. Kelima, adanya majlis-majlis ulama dalam tradisi transformasi hadits. Keenam,
adanya ekspedisi ke berbagai wilayah untuk menyebarkan hadits. Dan ketujuh, sikap
komitmen para muhaddits dalam meriwayatkan hadits dengan didukung keimanan dan
jiwa religiusitas yang tinggi.3

Begitu juga Jhon L. Esposito menguatkan bahwa meskipun hadits pada mulanya
disampaikan secara lisan, namun ada sebagian perawi yang mulai menuliskannya.
Selanjutnya penghimpunan hadits bertujuan agar tidak merusak teks yang telah
diterimanya dari para ahli yang telah diakui periwayatanya, dan penghimpunan ini
mencerminkan kata-kata aslinya. Bahasanya langsung, dialogis, aktif repetitif, dan
memakai ungkapan yang tegas. Literatur hadits merupakan contoh prosa terbaik dari
prosa Arab dimasa awal Islam.4

Ungkapan diatas merupakan bentuk sanggahan terhadap kaum orientalis,


sebagaimana Ignaz Goldziher yang menyatakan:
Pertama, pergulatan pemikiran yang berkisar pada wilayah boleh tidaknya
penulisan hadits, merangsang Ignaz Goldziher untuk berkomentar, bahwasanya
pelarangan itu merupakan akibat yang dibiaskan dari prasangka-prasangka yang muncul
kemudian. Di antaranya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id al-Khudri
bahwa Nabi Muhammad Saw bersabda: “Janganlah kamu menulis dariku kecuali al-
Qur’an, dan barang siapa menuliskannya hendaknya dia menghapuskannya.” Selain itu
juga karena kekhawatiran akan mensakralkan tulisan, sehingga kata Goldziher, mereka
lebih cenderung untuk tidak mengkoleksi catatan-catatan, sebagaimana yang dilakukan
oleh agama-agama terdahulu (Yahudi) yang mengabaikan ungkapan Tuhan tetapi justru
mensakralkan ungkapan-ungkapan mereka.5

Kedua, Ignaz Goldziher menganggap bahwa hadits yang disandarkan pada Nabi
Muhammad Saw dan para sahabat yang terhimpun dalam kumpulan hadits-hadits klasik
bukan merupakan laporan yang autentik, tetapi merupakan refleksi doktrinal dari
perkembangan politik sejak dua abad pertama sepeninggal Nabi Muhammad Saw.
Baginya, hampir-hampir tidak mungkin bahkan setipis keyakinan untuk menyaring
sedemikian banyak materi hadits, hingga dapat diperoleh sedikit sekali hadits yang
benar-benar orisinil dari Nabi atau generasi sahabat awal.6

Ketiga, Ignaz Goldziher sebagaimana H. A. Gibb dan W. Montgomery Watt,


beranggapan bahwa tradisi penulisan hadith sebenarnya merupakan pengadopsian dari
gagasan-gagasan besar agama Yahudi yang di dalamnya ada larangan atas penulisan
aturan-aturan agama. Namun ternyata pemahaman yang keliru tersebut masih juga
mendapat dukungan dari sebagian kaum Muslimin sendiri walaupun bertentangan
dengan fakta-fakta yang telah ada. Menurut Goldziher, dukungan kaum Muslimin ini
3
Muhammad ‘Ajjad al-Khatib , al-Sunnah Qabla al-Tadwin,Beirut: Dar al-Fikr, 1989. Hlm: 122.
4
John L. Esposito, Ensiklopedi Oxford dalam Islam Modern, terj. Eva Y.N. Dkk, jil. II, Bandung, Mizan, 2001,
Hlm: 127.
5
Ignaz Goldziher, Muslim Studies, terj. C.R. Barber dan S.M. Sterm, London, 1971, Hlm: 183-186.
6
G.H.A. Juynboll, The Authenticity of The Traditions Literature: Discussion in Modern Egyp, Leiden: E.J. Brill,
1969, Hlm: 100.
sebenarnya tidak bisa terlepas dari kepentingan ideologis, karena kaum Muslimin tidak
memiliki bukti yang menunjukkan bahwa Muhammad Saw mencatat riwayat-riwayat
selain al-Qur’an serta tidak ada bukti bahwa penulisan hadith itu sudah terjadi sejak awal
Islam.

Keempat, Ignaz Goldziher menyatakan bahwa redaksi atau matan hadits yang
diriwayatkan oleh perawi-perawi hadits dinilai tidak akurat, karena mereka lebih
menitikberatkan pada aspek makna hadits sehingga para ahli bahasa merasa enggan
menerima periwayatan hadits disebabkan susunan bahasanya tergantung pada pendapat
perawinya.7

Argumen Ignas Goldzier sangatlah tidak representatif dan terkesan sangat


mengada-ada. Pelarangan penulisan di sini karena adanya kekhawatiran apabila hadits
bercampur dengan al-Qur’an, sebab berdasarkan historisitasnya, biasanya jika para
sahabat mendengar ta’wil ayat lalu mereka menuliskannya ke dalam sahifah yang sama
dengan al-Qur’an. Dan perlu diketahui, bahwa Ignaz mempunyai semangat yang sangat
luar biasa dalam mencari titik kelemahan ajaran Islam, terutama berkaitan dengan hadits.
Rupanya ia menjadikan hadits Abu Sa’id al-Khudri sebagai dasar pijakan pelarangan
penulisan hadits dan hadits Abu Hurairah sebagai dasar pijakan pembolehan penulisan
hadits. Namun sayangnya, Goldziher menyikapi kedua hadits ini sebagai sesuatu yang
kenyataannya saling bertentangan. Padahal menurut ilmu hadits, keduanya dapat
dikompromikan, yaitu dengan menggabungkan atau mentarjih keduanya, sebagaimana
metode yang telah diterapkan oleh Yusuf Qardhawi8 dan Muhammad ‘Ajjad al-
Khatib ataupun ulama-alama lain yang intens dalam ilmu hadits. Berangkat dari riwayat
yang kontradiktif tersebut, maka Muhammad ‘Ajjad al-Khatib menawarkan solusinya
dengan metode sebagai berikut:9

a.      Bahwasannya hadits yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id al-Khudri adalah tergolong
hadith yang mauquf, sehingga tidak dapat dijadikan hujjah.
b.      Dengan metode al-jam’u wa al-taufiq, larangan penulisan hadits berlaku khusus,
yaitu apabila hadits ditulis dalam sahifah yang sama, sehingga ditakutkan akan
terjadi percampuran antara al-Qur’an dan hadits. Jadi, jika dilihat dari mafhum
mukhalafah-nya, apabila ilat tersebut tidak ada, maka larangan tersebut tidak berlaku
lagi.
c.     Larangan penulisan hadits ini berlaku bagi para penghafal (huffadz) hadits yang
sudah diketahui kuwalitas hafalannya, sehingga ditakutkan mereka akan tergantung pada
teks-teks tertulis. Sebaliknya, penulisan hadits ini tetap berlaku bagi para sahabat yang
tidak mampu menghafal dengan baik, seperti kasusnya Abu Syah.
d.     Larangan penulisan hadits ini bersifat umum, akan tetapi ada kekhususan bagi
mereka yang mahir dengan tradisi membaca dan menulis, sehingga tidak ada kesalahan
dalam menulis, seperti kasusnya Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash. Jadi, penulisan hadits itu
sebenarnya sudah ada sejak abad 1 H dan bahkan tidak ada perselisihan (kontradiksi)
sampai akhir abad itu.

Dan jika dilihat dari sejarah sebelum kedatangan Islam, masyarakat Arab sudah
dalam keadaan maju dan berkebudayaan. Ketika para sahabat lebih mengandalkan hapalan
7
Ignaz Goldziher, Muslim…Ibid., Hlm: 186-188.
8
Yusuf Qardhawi, Bagaimana Memahami Hadits Nabi, terj. Muhammad al-Baqir, Cet. IV, Bandung, Kharisma,
1999, Hlm: 117.
9
Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib, Ushul al-Hadits ‘Ulumuhu wa Mushthalahhuh, Beirut, Dar al-Fikr, 1989, Hlm:
150-152.
mereka, bukan berarti tradisi tulis-menulis tidak ada sama sekali di lingkungan mereka,
karena banyak bukti-bukti sejarah yang mendukung adanya tradisi tulis-menulis di awal
Islam ini. Jadi, sejak masa pra Islam, tradisi tulisan-pun sudah banyak dikenal dalam
bangsa Arab, terutama di kalangan penyair, walaupun harus diakui mereka lebih
membanggakan kekuatan hapalan dan menganggap tabu tradisi tulisan ini, 10 bahkan
ketabuan itu juga berimbas pada penulisan hadith yang berlanjut pada periode tabi’in dan
telah menjadi fenomena umum. Bukti lain adanya tradisi tulis menulis ini adalah bahwa di
sekitar Nabi Muhammad Saw terdapat 40 penulis wahyu yang setiap saat siaga dalam
melakukan penulisan.11 Ada juga Sa’ad Ibn ‘Abdullah Ibn ‘Auf yang memiliki kumpulan
hadith dari tulisan tangan sendiri.

BAB III

10
Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib, Ushul…Ibid., Hlm: 140.
11
Manna’ Khalil al-Qattan, Mabahis fi ‘Ulum al-Qur’an, Beirut: Dar al-Fikr, 1978, Hlm: 66.
PENUTUP

Kesimpulan

Muhammad ‘Ajaj al-Khatib dilahirkan di Damaskus pada tahun 1932 M.


Beliau merupakan seorang sarjana dan pemikir Islam ternama, khususnya dalam
bidang ilmu hadits.

Muhammad ‘Ajaj al-Khatib membantah dengan tegas atas pendapat salah satu
orientalis, yakni Ignas Goldzier. Dengan ketegasanya dan keilmuan yang beliau
miliki, ‘Ajaj al-Khatib memberikan beberapa pendapat yang dapat mengalahkan
pendapat Ignas Goldzier yang menyatakan bahwa hadits bukanlah dari Nabi
Muhammad Saw.

Daftar Pustaka
Al-Khatib, Muhammad ‘Ajjad, al-Sunnah Qabla al-Tadwin,Beirut: Dar al-Fikr, 1989.

Al-Khatib, Muhammad ‘Ajjad, Ushul al-Hadits ‘Ulumuhu wa Mushthalahhuh, Beirut, Dar


al-Fikr, 1989.

Goldziher, Ignaz, Muslim Studies, terj. C.R. Barber dan S.M. Sterm, London, 1971, Hlm:
183-186.

Juynboll, G.H.A, The Authenticity of The Traditions Literature: Discussion in Modern Egyp,
Leiden: E.J. Brill, 1969.

Khalil al-Qattan, Manna’, Mabahis fi ‘Ulum al-Qur’an, Beirut: Dar al-Fikr, 1978.

L. Esposito, John, Ensiklopedi Oxford dalam Islam Modern, terj. Eva Y.N. Dkk, jil. II,
Bandung, Mizan, 2001.

Qardhawi, Yusuf, Bagaimana Memahami Hadits Nabi, terj. Muhammad al-Baqir, Cet. IV,
Bandung, Kharisma, 1999, Hlm: 117.

Http://kutaradja92.blogspot.com/2014/04/biografi-muhammad-ajaj-al-khatib.html. Diakses
pada Senin, 07-12-2020.

Anda mungkin juga menyukai