Disusun oleh:
Ahmad Rikiyanto [U20172014]
Achmad Zamhuri Ridwan [U20172019]
Puji syukur sepantasnya kami limpahkan kehadirat Allah SWT atas segala cinta
kasihnya, sehingga makalah ini dapat tersusun hingga menemui kata selesai.
Shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada Muhammad Saw. beserta keluarga
dan sahabatnya hingga zaman berakhir. Ucapan terima kasih penulis haturkan kepada dosen
pembimbing dan juga individu perkelompok yang rela membagi waktu demi terselesaikannya
makalah ini.
Kami menyadari masih banyak kekurangan pada makalah ini. Maka dengan itu kami
sangat menerima apabila ada saran bahkan kritik jua sehingga dapat memperbaiki makalah
ini sampai disebut layak.
Semoga dengan adanya makalah ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang hendak
membacanya.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadis merupakan segala sesuatu yang dihubungkan melalui Rasulullah SAW dari aspek
percakapan, perilaku, sifat dan takrir (penetapan). Hadits juga menjadi penjelas atas al-
Qur’an yang maknanya global atau umum. Selain itu juga merupakan sumber atau pedoman
kedua setelah Alquran bagi umat Islam. Pada masa Rasulullah SAW hadis belum dibukukan
dan ditulis secara resmi. Sebab pada waktu itu hadis masih diajarkan dan diriwayatkan secara
oral dan bacaan. Meskipun hal demikian menutup kemungkinan adanya beberapa sahabat
yang menuliskan hadis untuk kebutuhan pribadi.
Seiring berjalannya waktu, perkembangan hadis terus berlanjut dari masa ke masa. Yang
mana proses pembukuan hadis tersebut dipelopori oleh khalifah Umar bin Abdul Aziz yang
kemudian menjadikannya nilai sejarah yang amat penting. Karena pembukuan hadis itu
menjadi bukti keberhasilan dalam sejarah perkembangan hadis yang sebelumnya, hadis hanya
dijaga dalam bentuk hafalan kemudian dibukukan ke dalam kitab-kitab hadis.
Dalam pembahasan kitab ini Ajjaj al-Khatib telah membuktikan bahwa selama periode-
periode hadis belum terkodifikasi, hadis tersebut tetap terjaga dengan baik melalui tulisan dan
hafalan para sahabat melalui bukti-bukti adanya tulisan dan dokumen mengenai hadis.
Meskipun ketika dalam perjalanannya telah terjadi manipulasi terhadap hadis yang
dilaksanakan oleh sekelompok orang dari kalangan tertentu.
Dalam hal ini, peneliti sangat tertarik untuk mengkaji lebih jauh lagi terhadap kitab al-
Sunnah Qabla Tadwīn. Sehingga kajian kitab ini bermula pada biografi dari penuis kitab,
selanjutnya terkait dengan kitab tersebut. baik dari aspek latar belakang penulisan kitab,
sistematika kitab, kelebihan dan kekurangan kitab.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaiamana Biografi Muhammad Ajjaj Al-Khotib?
2. Apa Saja Karya-Karya Muhammad Ajjaj Al-Khotib?
3. Peranan Muhammad Ajjaj Al- Khotib ?
4. Bantahan Muhammad ‘Ajaj al-Khatib terhadap Orientalis
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui biografi Muhammad Ajjaj Al-Khotib
2. Untuk mengetahui karya-karya Muhammad Ajjaj Al- Khotib
3. Untuk Mengetahui Peran Muhammad Ajjaj Al-Khotib
4. Untuk mengetahui Bantahan Muhammad Ajjaj Al-Khotib
BAB II
PEMBAHASAN
Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib merupakan salah satu muHaditsin masa kini yang
disegani, dikarenakan kemahirannya dalam menghasilkan karya terutama dalam
Hadits, yang bisa menuntun umat agar senantiasa berada pada jalur Al-Qur’an dan
1
Ummi Kalsum Hasibuan. TELAAH KITAB AL-SUNNAH QABLA AL-TADWĪN KARYA M. ‘AJJAJ AL-KHATIB.( UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta Sleman, Yogyakarta.2018)hal.203-204
Hadits. Mengenai karya-karya Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib diantaranya adalah
sebagai berikut:
a. Pada tahun 1959 M atau tahun 1379 H, menerbitkan buku yang berjudul
Zaid bin Tsabit. Kitab ini adalah buku pertama yang ditulis olehnya yang
menceritakan tentang sahabat Rasulullah, yaitu Zaid bin Tsabit yang
pernah menjadi sekretaris Rasulullah dalam menulis dan mengumpulkan
ayat-ayat suci al-Qur’an, dia adalah seorang sahabat yang sangat taat pada
Rasulullah.
b. KitabAbu Hurairah Riwayat al-Islam, Kitab yang kedua ini berisi tentang
sahabat Rasul yang banyak meriwayatkan Hadits, Abu 23Muhammad ‘Ajj
aj al- Khatib, Al-Sunnah Qabl al-Tadwin (Beirut: Dar al-Fikr, 1981), h.
387. 24 Ibid,hlm.45 28 Hurairah yang diyakini sebagai sahabat yang
terbanyak meriwayatkan sekitar 5373 Hadits.
c. Al-Sunnah Qabla Tadwin.26Kitab ini menjelaskan tentang tiga periode
pertama Hadits (periode al-wahyu wa al-takwin, iqlal al- riwayat, dan
intisar al-riwayat) sudah terpelihara dengan baik melalui hafalan dan
tulisan, kemudian beliau menguraikan perkembangan Hadits dari masa
Rasulullah hingga dibukukannya Hadits secara resmi.
d. Tahun 1968 M beliau mengarang Kitab yang berjudul usul al- Hadits, yang
oleh penulis dijadikan rujukan primer dalam penyusunan skripsi ini. Kitab
ini berisikan tentang kaidah-kaidah dan prinsip dasar yang harus diikuti
dalam menerima atau menolak, menerima atau menyampaikan Hadits para
periwayat dan objek- objek riwayat serta beberapa konsekuensi
hukumannya berkenaan dengan diterima atau ditolaknya.
e. Pada tahun 1968 M beliau juga mengarang Kitab yang berjudul Qabasat
min Hadits an-Nabawiyah dicetak di Damaskus.
f. Pada tahun 1969 masehi mengarang Kitab Lumahat fi al-Maktabah wa al-
Bahtsa al-Mashadir. Cetakan pertama pada tahun 1969 masehi dan cetakan
kedua pada tahun 1970, serta cetakan ketiga pada tahun 1971. 25
Muhammad ‘Ajaj al-Khatib, Abu Hurairah Riwayat al-Islam, (Beirut: al-
Qahirah, 1963) 26 M. ‘Ajaj al-Khatib, al-Sunnah Qabla Tadwin, (Beirut:
Dar al-‘Ulum, 1963) 27Muhammad ‘Ajaj al-Khatib.Usul al-Hadits; ‘
Ulumuhu wa Mustalahuhu, (Beirut: Dar al-FIkr, 1998)
g. Pada tahun 1971 M beliau menulis Kitab Al-Muhaddits Al-fashil Baina
Al-Rawy wa Al-Wa‘iy, karya Ar-Ramhurmuzy al-Hasan bin Abdul
Rahman bin Khalid. Kitab ini banyak dikatakan sebagai Kitab terbesar
dalam bidangnya sampai dengan saat ini. Pembahasan Kitab ini mencakup
tentang tata tertib periwayat dan muHaditssin, teknik penerimaan dan
penyampaian Hadits dan hal lainnya yang berhubungan dengan
periwayatan. Kitab ini diterbitkan oleh Dar al- Fikr Beirut Lebanon pada
tahun 1971 Masehi, kemudian hasil tahqiqannya ini mencapai empatjilid.
Demikianlah diantara karya-karya Muhammad ‘Ajjaj al- Khatib yang
dapat penulis uraikan dan ketahui. 2
C. Peranan Muhammad ‘Ajjaj Al-Khatb Dalam Perkembangan Hadits
Begitu juga Jhon L. Esposito menguatkan bahwa meskipun hadits pada mulanya
disampaikan secara lisan, namun ada sebagian perawi yang mulai menuliskannya.
Selanjutnya penghimpunan hadits bertujuan agar tidak merusak teks yang telah
diterimanya dari para ahli yang telah diakui periwayatanya, dan penghimpunan ini
mencerminkan kata-kata aslinya. Bahasanya langsung, dialogis, aktif repetitif, dan
memakai ungkapan yang tegas. Literatur hadits merupakan contoh prosa terbaik dari
prosa Arab dimasa awal Islam.4
Kedua, Ignaz Goldziher menganggap bahwa hadits yang disandarkan pada Nabi
Muhammad Saw dan para sahabat yang terhimpun dalam kumpulan hadits-hadits klasik
bukan merupakan laporan yang autentik, tetapi merupakan refleksi doktrinal dari
perkembangan politik sejak dua abad pertama sepeninggal Nabi Muhammad Saw.
Baginya, hampir-hampir tidak mungkin bahkan setipis keyakinan untuk menyaring
sedemikian banyak materi hadits, hingga dapat diperoleh sedikit sekali hadits yang
benar-benar orisinil dari Nabi atau generasi sahabat awal.6
Keempat, Ignaz Goldziher menyatakan bahwa redaksi atau matan hadits yang
diriwayatkan oleh perawi-perawi hadits dinilai tidak akurat, karena mereka lebih
menitikberatkan pada aspek makna hadits sehingga para ahli bahasa merasa enggan
menerima periwayatan hadits disebabkan susunan bahasanya tergantung pada pendapat
perawinya.7
a. Bahwasannya hadits yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id al-Khudri adalah tergolong
hadith yang mauquf, sehingga tidak dapat dijadikan hujjah.
b. Dengan metode al-jam’u wa al-taufiq, larangan penulisan hadits berlaku khusus,
yaitu apabila hadits ditulis dalam sahifah yang sama, sehingga ditakutkan akan
terjadi percampuran antara al-Qur’an dan hadits. Jadi, jika dilihat dari mafhum
mukhalafah-nya, apabila ilat tersebut tidak ada, maka larangan tersebut tidak berlaku
lagi.
c. Larangan penulisan hadits ini berlaku bagi para penghafal (huffadz) hadits yang
sudah diketahui kuwalitas hafalannya, sehingga ditakutkan mereka akan tergantung pada
teks-teks tertulis. Sebaliknya, penulisan hadits ini tetap berlaku bagi para sahabat yang
tidak mampu menghafal dengan baik, seperti kasusnya Abu Syah.
d. Larangan penulisan hadits ini bersifat umum, akan tetapi ada kekhususan bagi
mereka yang mahir dengan tradisi membaca dan menulis, sehingga tidak ada kesalahan
dalam menulis, seperti kasusnya Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash. Jadi, penulisan hadits itu
sebenarnya sudah ada sejak abad 1 H dan bahkan tidak ada perselisihan (kontradiksi)
sampai akhir abad itu.
Dan jika dilihat dari sejarah sebelum kedatangan Islam, masyarakat Arab sudah
dalam keadaan maju dan berkebudayaan. Ketika para sahabat lebih mengandalkan hapalan
7
Ignaz Goldziher, Muslim…Ibid., Hlm: 186-188.
8
Yusuf Qardhawi, Bagaimana Memahami Hadits Nabi, terj. Muhammad al-Baqir, Cet. IV, Bandung, Kharisma,
1999, Hlm: 117.
9
Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib, Ushul al-Hadits ‘Ulumuhu wa Mushthalahhuh, Beirut, Dar al-Fikr, 1989, Hlm:
150-152.
mereka, bukan berarti tradisi tulis-menulis tidak ada sama sekali di lingkungan mereka,
karena banyak bukti-bukti sejarah yang mendukung adanya tradisi tulis-menulis di awal
Islam ini. Jadi, sejak masa pra Islam, tradisi tulisan-pun sudah banyak dikenal dalam
bangsa Arab, terutama di kalangan penyair, walaupun harus diakui mereka lebih
membanggakan kekuatan hapalan dan menganggap tabu tradisi tulisan ini, 10 bahkan
ketabuan itu juga berimbas pada penulisan hadith yang berlanjut pada periode tabi’in dan
telah menjadi fenomena umum. Bukti lain adanya tradisi tulis menulis ini adalah bahwa di
sekitar Nabi Muhammad Saw terdapat 40 penulis wahyu yang setiap saat siaga dalam
melakukan penulisan.11 Ada juga Sa’ad Ibn ‘Abdullah Ibn ‘Auf yang memiliki kumpulan
hadith dari tulisan tangan sendiri.
BAB III
10
Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib, Ushul…Ibid., Hlm: 140.
11
Manna’ Khalil al-Qattan, Mabahis fi ‘Ulum al-Qur’an, Beirut: Dar al-Fikr, 1978, Hlm: 66.
PENUTUP
Kesimpulan
Muhammad ‘Ajaj al-Khatib membantah dengan tegas atas pendapat salah satu
orientalis, yakni Ignas Goldzier. Dengan ketegasanya dan keilmuan yang beliau
miliki, ‘Ajaj al-Khatib memberikan beberapa pendapat yang dapat mengalahkan
pendapat Ignas Goldzier yang menyatakan bahwa hadits bukanlah dari Nabi
Muhammad Saw.
Daftar Pustaka
Al-Khatib, Muhammad ‘Ajjad, al-Sunnah Qabla al-Tadwin,Beirut: Dar al-Fikr, 1989.
Goldziher, Ignaz, Muslim Studies, terj. C.R. Barber dan S.M. Sterm, London, 1971, Hlm:
183-186.
Juynboll, G.H.A, The Authenticity of The Traditions Literature: Discussion in Modern Egyp,
Leiden: E.J. Brill, 1969.
Khalil al-Qattan, Manna’, Mabahis fi ‘Ulum al-Qur’an, Beirut: Dar al-Fikr, 1978.
L. Esposito, John, Ensiklopedi Oxford dalam Islam Modern, terj. Eva Y.N. Dkk, jil. II,
Bandung, Mizan, 2001.
Qardhawi, Yusuf, Bagaimana Memahami Hadits Nabi, terj. Muhammad al-Baqir, Cet. IV,
Bandung, Kharisma, 1999, Hlm: 117.
Http://kutaradja92.blogspot.com/2014/04/biografi-muhammad-ajaj-al-khatib.html. Diakses
pada Senin, 07-12-2020.