Anda di halaman 1dari 9

RIJALUL HADIS

A. Pengertian Ilmu Rijalul Hadits

Ilmu rijal hadis adalah ilmu yang membahas tentang hal-hal ikhwal dan
sejarah para rawi dari kalangan sahabat, tabiin, atba’al-tabiin. Ilmu yang
membahas para perawi hadist, baik dari sahabat, dari tabi’in, maupun dari
angkatan-angkatan sesudahnya.”

Dalam ilmu ini kita dapat mengetahui keadaan para perawi yang menerima hadits
dari Rasullullah saw.dan dari sahabat dan seterusnya di dalam ilmu ini di
terangkan terikh (sejarah) ringkas dan riwayat hidup para perawi, mazhab yang di
pagangi oleh para perawi dan keadaan-keadaan para perawi itu menerima hadist.
Ilmu ini sangat penting di pelajari dengan seksama, karena hadist itu, terdiri dari
sanath dan matan. Maka mengetahui keadaan para perawi yang menjadi sanath,
merupakan separuh pengetahuan.

Kitab-kitab ini di susun dalam ilmu ini banyak ragamnya. Ada yang menerangkan
riwayat-riwayat rin[1]gkas dari para sahabat saja. Ada yang menerangkan
riwayat umum para perawi.Ada yang menerangkan perawi-perawi yang
mdipercai saja. Ada yang menerangkan riwayat-riwayat para perawi yang lemah-
lemah, atau para mudalis, atau para pembuat hadist maudhu.

Ada yang menerangkan sebab-sebab dicela dan sebab –sebab di pandang adil
dengan menyebut kata-kata yang di pakai untuk itu serta martabat-martabat
perkataan. Ada yang menerangkan nama-nama yang serupa tulisan, berlainan
sebutan yang di dalam ilmu hadist disebut mu’talif dan mukhataklif . Dan ada
yang menerangkan nama-nama perawi yang sama namanya, lain orangnya.
Umpamanya, khalil ibn ahmad. Nama ini bnyak orangnya. Hal ini di sebut mutaqiq
dan muftariq. Ada yang menerangkan nama-nama yang serupa tulisan dan
sebutan , tetapi berlainan keturunan dalam sebutan, sedang dalam tulisan serupa.
Seumpama Muhammad ibn Aqil dan Muhammad ibn Uqail. Ini di namai
musytabah.

Ada juga yang menyebutkan tanggal wapat. Di samping itu ada pula yang hanya
menerangkan nama-nama yang terdapat dalam satu-satu kitab, atau beberapa
kitab. Dalam semua itu ulama telah barjerih payah menyusun kitab-kitab yang di
hayati.

Sebelum masuk ke pembahasan utama, perlu diketahui apa itu ilmu hadits
dirayah. Ilmu hadits dirayah adalah ilmu yang diketahuinya hakikat riwayat,
syarat-syaratnya, hukum-hukumnya, keadaan perawi dan syarat-syarat mereka,
maacam-macam apa yang diriwayatkan dan, apa yang berkaitan dengannya. Atau
secara ringkas : “Kaidah-kaidah yang diketahui dengannya keadaan perawidan
yang diriwayatkan”.

Dan perawi adalah orang yang meriwayatkan hadits dari orang yang ia mengambil
darinya. Adapunmarwiy adalah hadits yang disampaikan dengan cara
periwayatan, dan yang diriwayatkan ini secara istilah dinamakan dengan matan.
Adapun orang-orang yang meriwayatkannya dinamakan dengan perawi atau Rijal
Al-Isnad.

Maka apabila Imam Bukhari berkata misalnya,”Telah menceritakan kepada kami


Sa’id bin Yahya bin Sa’id Al-Quraisyi, dia telah berkata : Telah menceritakan
kepadakami bapakku, dia berkata : Telah menceritakan kepada kami Abu Burdah
bin Andillah bin Abi Burdah, dari Abi Burdah, dari Abu Musa radliyallaahu ‘anhu,
dia berkata,”(Para shahabat) bertanya : ‘Wahai Rasulullah, Islam apakah yang
paling utama?’. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda

‫ويده لسانه من المسلمون سلم‬

”Barangsiapa yang kaum muslimin selamat dari lisannya dan tangannya”.

Orang-orang yang telah disebutkan Imam Bukhari ini – mulai dari Sa’id bin Yahya
bin Sa’id Al-Quraisyi sampai yang paling terakhir yaitu Abu Musa – mereka ini
disebut periwayat hadits. Dan rangkaian mereka disebut sanad, atau rijalul-hadits.
Sedangkan sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam :”Barangsiapa yang kaum
muslimin selamat dari lisannya dan tangannya” adalah yang diriwayatkan atau
hadits; dinamakan matan. Dan orang yang meriwayatkan hadits dengan smua
rijalnya yang disebutkan tadi disebut musnid. Sedangkan perbuatannya ini
dinamakan isnad(penyandaran periwayatan).
Dari penjelasan di atas dapat kita kenal istilah-istilah yang sering dipakai sebagai
berikut:

a. As-Sanad, dalam bahasa artinya menjadikannya sandaran atau penopang


yang dia menyandarkan kepadanya.

b. Sanad dalam istilah para ahli hadits yaitu : “jalan yang menghubungkan
kepada matan”, atau “susunan para perawi yang menghubungkan ke matan”.
Dinamakan sanad karena para huffadh bergantung kepadanya dalam
penshahihan hadits dan pendla’ifannya.

c. Al-Isnad adalah mengangkat hadits kepada yang mengatakannya. Ibnu Hajar


mendefiniskannya dengan : “menyebutkan jalan matan”. Disebut juga : Rangkaian
para rijaalul-hadiits yang menghubungkan ke matan. Dengan demikian maknanya
menjadi sama dengan sanad.

d. Musnid adalah orang yang meriwayatkan hadits dengan sanadnya.

e. Matan menurut bahasa adalah “apa yang keras dan meninggi dari permukaan
bumi”.

f. Matan menurut para ahli hadits adalah perkataan yang terakhir pada
penghujung sanad.

Dinamakan matan karena seorang musnid menguatkannya dengan sanad dan


mengangkatnya kepada yang mengatakannya, atau karena seorang musnid
menguatkan sebuah hadits dengan sanadnya.[2]

Isnad memiliki kedudukan yang agung dalam Islam, karena asalnya adalah ummat
menerima agama ini dari sahabat dan mereka menerimanya dari Rasulullah
Sawdan beliau menerimanya dari Rabbul-izzah baik dengan perantara ataupun
tidak. Dan diriwayatkan dengan jalan shohih dari Abdullah bin Abbas radhiyallohu
anhuma bahwasanya Rasulullah Saw bersabda :
َ َ ُ ْ ُ ْ
‫ِمنك ْم َس ِم َع ِم َّم ْن َو ُي ْس َم ُع ِمنك ْم َو ُي ْس َم ُع ت ْس َم ُعون‬
Artinya : “Kalian mendengar lalu didengar dari kamu dan didengar dari yang
mendengar dari kamu” (HR. Abu Daud dan Ahmad, keduanya dengan sanad yang
shohih)

lmu Rijaalul Hadits adalah “Ilmu Untuk mengetahui para perawi hadis dalam
kapasitasnya sebagai perawi hadis”. Ilmu Rijaalul-Hadiits, dinamakan juga dengan
Ilmu Tarikh Ar-Ruwwat (Ilmu Sejarah Perawi) adalah ilmu yang diketahui
dengannya keadaan setiap perawi hadits, dari segi kelahirannya, wafatnya, guru-
gurunya, orang yang meriwayatkan darinya, negeri dan tanah air mereka, dan
yang selain dari itu yang ada hubungannya dengan sejarah perawi dan keadaan
mereka.

Pertama kali orang yang sibuk memperkenalkan ilmu ini secara ringkas adalah Al-
Bukhari (w.230 H) kemudian Muhammad bin sa’ad (w.230 H) dalam Thabaqatnya.
Kemudian berikutnya Izzuddin Bin al-Atsir(w.630 H) menulis Usud Al-Ghabah Fi
Asma Ash-Shahabah, Ibnu hajar Al-asqalani (w.852 H) yang menulis Al-Ishabah Fi
Tamyiz Ash-shahabah kemudian diringkas oleh as-suyuthi(w.911 H ) dalam
bukunya yang berjudul ‘ayn Al-Ishabah. Al-Wafayat karya Zabir Muhammad bin
Abdullah Ar-rubi (w.379 H)

B. Sejarah Kemunculannya

1. Mulainya Penggunaan Isnad

Penggunaan isnad ini sebenarnya telah ada di masa sahabat Rasulullah


Sawyaitu bermula dari sikap taharri (kehati-hatian) mereka terhadap berita yang
datang kepada mereka, sebagaimana diriwayatkan dari Abu Bakar Ash Shiddiq
dalam kisah nenek yang datang meminta bagian warisan, kemudian kisah Umar
bin Al Khaththab dalam peristiwa isti’dzan (minta izinnya) Abu Musa, juga kisah
tatsabbut (klarifikasi) Ali bin Abi Thalib dimana beliau meminta bersumpah bagi
orang yang menyampaikan padanya hadits Rasulullah shallallohu alaihi wa sallam.

Hanya saja makin banyaknya pertanyaan terhadap isnad dan makin intensnya
orang meneliti dan memeriksa isnad, itu mulai terjadi setelah terjadinya fitnah
Abdullah bin Saba dan pengikut-pengikutnya yaitu di akhir-akhir kekhalifaan
Utsman bin Affan dan penggunaan sanad terus berlangsung dan bertambah
seiring dengan menyebarnya para Ashabul-ahwaa(pengikut hawa nafsu) di
tengah-tengah kaum muslimin, juga banyaknya fitnah yang mengusung
kebohongan sehingga orang-orang tidak mau menerima hadits tanpa isnad agar
supaya mereka mengetahui perawi-perawi hadits tersebut dan mengenali
keadaan mereka. Imam Muslim meriwayatkan dengan isnadnya dari Muhammad
bin Sirin bahwasanya beliau berkata:
َ ُ ُ َ َُ َ ْ ََ ْ َ َُْ ْ ُ َ ََ ُ َ َ ْ َ َ ْ َ َّ ُّ ُ َ ْ ُ َ
« ‫السن ِة أه ِل ِإل ف ُينظ ُر ِر َجالك ْم لنا َس ُّموا قالوا ال ِفتنة َوق َعت فل َّما ِاْل ْسن ِاد َع ْن َي ْسألون َيكونوا ل ْم‬ ‫فيؤخذ‬
ْ‫« َحد ُيث ُه ْم ُي ْؤ َخ ُذ َف َل ْالب َدع َأ ْهل إ َل َو ُي ْن َظ ُر َحد ُيث ُهم‬
ِ ِ ِ ِ ِ ِ
Artinya: “Dahulu orang-orang tidak pernah menanyakan isnad, akan tetapi setelah
terjadi fitnah maka dilihat hadits Ahli Sunnah lalu diterima dan dilihat haditsnya
ahlil-bida’ lalu tidak diterima (ditolak)”

Ali ibnul Madini mengatakan bahwa Muhammad bin Sirin adalah orang yang
selalu melihat hadits dan memeriksa isnadnya, kami tidak mengetahui seorang
pun yang lebih dahulu darinya.

2. Munculnya Ilmu Rijalul Hadits

Kemunculan ilmu Rijal merupakan buah dari berkembang dan


menyebarnya penggunaan isnad serta banyaknya pertanyaan tentangnya. Dan
setiap maju zaman, maka makin banyak dan panjang jumlah perawi dalam sanad.
Maka perlu untuk menjelaskan keadaan perawi tersebut dan memisah-
misahkannya, apalagi dengan munculnya bid’ah-bid’ah dan hawa nafsu serta
banyaknya pelaku dan pengusungnya. Karena itu tumbuhlah ilmu Rijaal yang
merupakan suatu keistimewaan ummat ini di hadapan ummat-ummat lainnya.

Akan tetapi kitab-kitab tentang ilmu Rijal nanti muncul setelah pertengahan abad-
2. Dan karya tulis ulama yang pertama dalam hal ini adalah kitab At Tarikh yang
ditulis oleh Al Laits bin Sa’ad (wafat 175 H) dan kitab Tarikh yang disusun oleh
Imam Abdullah bin Mubarak (wafat 181 H). Imam adz Dzahabi menyebutkan
bahwa Al Walid bin Muslim (wafat 195 H) juga memiliki sebuah kitab Tarikh Ar
Rijaal, lalu secara berturut-turut muncul karya-karya tulis dalam ilmu ini, dimana
sebelum masa kodifikasi ini pembahasan tentang perawi hadits dan penjelasan
hal ihwal mereka hanya bersifat musyafahah(lisan), ditransfer sedemikian rupa
oleh para ulama dari masa ke masa.

C. Urgensi Ilmu Rijalul Hadits

Mengetahui data-data para perawi secara detail yang meliputi biografi,


kualitas kepribadian, dan tingkat religiusitasnya. Dengan demikian akan diketahui
pula ittishalus sanad (ketersambungan sanad, antara satu perawi dengan perawi
yang ada pada tingkat selanjutnya dalam mata rantai sanad). Mengetahui sikap
atau kriteria para ulama dalam menilai perawi. apakah ulama yang melakukan
jarh wa ta’dil termasuk mutasyaddid ataukah mutasahhil.

Contoh, al-Hakim adalah ulama yang termasuk mutasahhil sedangkan al-Bukhari


termasuk ulama yang mutasyaddid dalam menilai perawi hadis.

Misalnya, al-Bukhari mensyaratkan pertemuan secara langsung antara perawi


dengan perawi sebelum maupun sesudahnya. Dalam hal ini al-Bukhari memakai
istilah liqa’ (pertemuan), bukan hanya mu’asharah (semasa/sezaman).

D. Cabang-cabang Ilmu Rijalul Hadits

Para penyusun kitab-kitab dalam ilmu Rijal pada masa-masa awal


menempuh beberapa metode sehingga hal ini melahirkan percabangan dalam
ilmu rijal al hadits, diantaranya:

1. Kitab-kitab tentang thabaqat ar Rijal melahirkan ilmu thobaqaat (tingkatan-


tingkatan rijal) yang mencakup 4 thabaqat (sahabat, taabi’un, atbaa’ut tabi’in dan
taba’ul atba’)

2. Kitab-kitab Ma’rifah Ash Shohaabah melahirkan ilmu tentang ma’rifatush


shohabah (pengenalan tentang sahabat-sahabat Rasulullah shallallohu alaihi
wasallam)

3. Kitab-kitab al jarh wat ta’dil melahirkan ilmu tentang al jarh wat ta’dil

Ilmu Tawarikh Ar- Ruwah

Secara sederhana ilmu Tawarikh Ar-Ruwah adalah :


Ilmu yang mempelajari waktu yang membatasi keadaan kelahiran , wafat,
peristiwa/kejadian lainnya. Ilmu tentang hal-ihwal para rawi, tanggal lahir, tanggal
wafat, guru-gurunya, tanggal kapan mendengar dari gurunya, orang yang berguru
kepadanya, kota kampung halamannya, perantauannya, keadaan masa tuanya
dan semua yang berkaitan dengan per hadits

Atau dalam pengertian lain Ilmu Tawarikh Ar- Ruwah adalah ilmu yang membahas
tentang hal keadaan para perawi hadits dan biografinya dari segi kelahiran dan
wafat mereka, siapa gurunya siapa muridnya atau kepada siapa mereka
menyampaikan periwayatan hadits, baik dari kalangan sahabat, tabi’ maupun
tabi’ tabiin.

Tujuan Ilmu ini adalah untuk mengetahui bersambung(muttasil) atau tidaknya


sanad suatu hadits. Maksud persaambungan sanad adalah petemuan langsung
apakah perawi berita itu bertemu langsung dengan gurunya atau pembawa berita
ataukah tidak atau hanya pengakuan saja. Semua itu dapat dideteksi melalui ilmu
ini. Muttasilnya sanad ini menjadi salah satu syarat kesahihan suatu hadits dari
segi sanad [Ilmu ini berkaitan dengan perkembangan riwayat. Para ulama sangat
perhatian terhadap ilmu ini dengan tujuan mengetahui para perawi dan meneliti
keadaan mereka. Karena dari situlah mereka menimba ilmu agama. Muhammad
bin Sirin pernah mengatakan : "Sesungguhnya ilmu ini adalah agama, maka
lihatlah dari siapa kamu mengambil agamamu" (Muqaddimah Shahih Muslim

Ketiga jenis kitab rijal ini pertama kali muncul di sekitar penghujung abad II H dan
pertengahan abad III H, setelah itu menjadi banyak dan meluas.

1. Kitab-kitab Tawarikh al Mudun (sejarah kota-kota/negeri-negeri), yang memuat


biografi para ruwaat (rijaalul hadits) pada suatu negeri/kota tertentu. Ilmu ini
mulai muncul pada paruh kedua dari abad III H

2. Kitab-kitab Ma’rifatul Asmaa wa Tamyiizuha (pengenalan terhadap nama-nama


perawi dan cara membedakannya). Ilmu ini muncul agak belakangan dari yang
lainnya, yaitu setelah jumlah periwayat dari yang lainnya, yaitu setelah jumlah
periwayat hadits semakin banyak, dan nama kuniyah dan nasab mereka banyak
yang serupa sehingga dibutuhkan pembedaannya.
3. Kitab-kitab biografi rijaal al hadits yang terdapat pada suatu kitab hadits atau
beberapa kitab hadits tertentu. Kitab-kitab ini muncul belakangan dan mulai
meluas setelah abad V H.s
Kesimpulan

Ilmu rijal hadis adalah ilmu yang membahas tentang hal-hal ikhwal dan sejarah
para rawi dari kalangan sahabat, tabiin, atba’al-tabiin. Kemunculan ilmu Rijal
merupakan buah dari berkembang dan menyebarnya penggunaan isnad serta
banyaknya pertanyaan tentangnya. Ilmu rijalul berfungsi untuk mengetahui data-
data para perawi secara detail yang meliputi biografi, kualitas kepribadian, dan
tingkat religiusitasnya.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qaththan. Syaikh Manna’.. Pengantar Studi ilmu Hadits.Terj. Mifdhol


Abdurrahman, (Jakarta : Pustaka Al-Kausar. 2004).

Ash-Shiddieqy. Teungku Muhammad Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, (


Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009).

Anda mungkin juga menyukai