Anda di halaman 1dari 10

Bab 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam sebagai agama yang sempurna yang mengatur disegala aspek kehidupan seorang
manusia. Selain Al-Qur’an, umat Islam juga memiliki tuntunan lain sebagai pedoman dalam
menjalani kehidupan di dunia ini, yaitu As-Sunnah (ucapan, perbuatan dan sikap) yang harus
diteladani Rasulullah SAW.
Berangkat dari penjelasan di atas, maka sangatlah penting bagi umat Islam untuk
memahami dan mempelajari hadits (As-Sunnah) agar dapat menentukan mana hadits yang
dapat menjadi landasan hukum dalam berbagai persoalan yang dihadapi umat manusia.
Akan tetapi di saat sekarang ini ilmu hadist sudah sangat kurang diminati oleh banyak orang,
padahal ilmu hadist sangat penting meningat hadist merupakan sumber hukum bagi umat
islam.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian dan pentingnya sanad?
2. Pengertian dan pengtingnya ilmu hadits?
3. Fadhilah dan keutamaan ilmu hadits?
4. Keutamaan ahlul hadits?
Bab 2
PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Pentingnya Sanad


Isnad atau sanad adalah silsilah nama-nama perawi (pewarta) yang membawakan suatu
berita tentang hadits Nabi ‫ ﷺ‬atau kejadian-kejadian sejarah. Dinamakan sanad, karena para
penghafal menjadikannya acuan dalam menilai kualitas suatu berita atau ucapan. Apakah
ucapan tersebut shahih (valid) atau dha’if (tidak valid).
Dalam tradisi Islam sejarah Islam, kita harus membaca sejarah sebagaimana halnya
membaca hadits-hadits Rasulullah ‫ﷺ‬. Tidak mungkin riwayat dari Rasulullah ‫ ﷺ‬diketahui
benar atau tidaknya tanpa melalui proses penelitian sanad (silsilah pewarta) dan matannya
(teks berita). Para ulama kita memperhatikan nama-nama periwayat dan redaksi ucapan
yang mereka riwayatkan. Mereka mengumpulkan setiap redaksi hadits yang diriwayatkan
oleh perawi, memilah-milahnya, menghukuminya, dan memisahkan mana yang shahih dan
mana yang dha’if. Dengan metode ini, hadits-hadits yang dinisbatkan kepada Rasulullah ‫ﷺ‬
bisa dibersihkan dari kebohongan dan hal-hal buruk yang disisipkan padanya.
Ironisnya, sekarang ini kaum muslimin tidak lagi memperdulikan kualitas kabar, cerita, dan
berita yang mereka baca. Mereka lupa tradisi emas yang disusun oleh ulama-ulama mereka.
Sebagian umat Islam gandrung dengan tulisan-tulisan modern dan mengenyampingkan
karya ulama-ulama mereka. Mereka membaca sejarah dengan mengedepankan keindahan
bahasa dan runut alurnya. Tak lagi memperhatikan apakah riwayat yang dinukil buku-buku
tersebut benar atau tidak. Padahal Islam memiliki standar yang tinggi dalam menerima
berita.
‫صيبُوا أَنَ فَتَبَ َّينُوا بِنَبَإَ فَا ِسقَ َجا َء ُكمَ إِنَ آ َمنُوا الَّذِينََ أَيُّ َها يَا‬
ِ ُ ‫نَاد ِِمينََ فَ َعلتُمَ َما َعلَىَ فَتُصبِ ُحوا بِ َج َهالَةَ قَو ًما ت‬
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita,
maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu
kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu
itu.” (QS:Al-Hujuraat | Ayat: 6).
Sanad Adalah Harta Istimewa Kaum Muslimin
Terjaganya hadits Nabi ‫ ﷺ‬hingga saat ini –setelah karunia Allah ‫ﷻ‬- karena adanya sanad
yang bersambung kepada beliau ‫ﷺ‬. Metodologi ini, Allah ‫ ﷻ‬berikan hanya kepada umat
Islam, tidak pada umat yang lain. Kita lihat sejarah-sejarah umat, selain umat Islam, kualitas
berita yang mereka kabarkan rapuh sekali. Mereka tidak punya metodologi yang dapat
diandalkan untuk menerima ucapan-ucapan nabi mereka. Sehingga terputuslah hubungan
mereka dengan para nabi itu, secara ilmiah dan sejarah.
Umat Islam berbeda. Umat ini pemilik tunggal metodologi periwayatan. Berita yang didapat
umat ini, diriwayatkan oleh pewarta yang kuat daya ingatnya, jujur, dan amanah dalam
menyampaikan berita. Nabi ‫ ﷺ‬telah memberi isyarat bahwa ilmu ini akan kekal di tengah-
tengah umatnya. Beliau ‫ ﷺ‬bersabda,
ََ‫من ُكمَ َويُس َم َُع ت َس ََمعُون‬، َ َ‫ِمن ُكم‬
ِ ‫س ِم ََع ِم َّمنَ َويُس َم َُع‬
“Kalian mendengar dan didengar dari kalian. Dan orang-orang yang mendegar dari kalian
akan didengarkan.” (HR. Abu Dawud, Bab Fadhl Nasyrul Ilmi 3659).
Pentingnya Sanad atau Isnad
Para ulama telah menjelaskan tentang urgensi sanad. Mereka menjelaskan pentingnya ilmu
ini dengan pemisalan yang tinggi. Seperti ucapan ulama tabi’in, Muhammad bin
Sirin rahimahullah,
ُ ‫دِينَ ُكمَ ت َأ ُخذُونََ َع َّمنَ فَان‬
َ‫ظ ُروا دِينَ ال ِعل ََم َهذَا إِ َّن‬
“Sesungguhnya ilmu ini adalah agama. Karena itu, perhatikanlah dari siapa kalian
mengambil agama kalian.” (Riwayat Muslim).
Sufyan ats-Tsaury (ulama tabi’ at-tabi’in) rahimahullah mengatakan,
َ‫ح ه ََُو ا َ ِإلسنَا ُد‬
َُ ‫ن ِس ََل‬ َ َ ‫يُقَاتِلُ؟ شَيءَ فَ ِبَأ‬
َِ ‫ال ُمؤ ِم‬. ‫ي ِ ِس ََلحَ َم َع َهُ يَ ُكنَ لَمَ فَإِذَا‬
“Sanad adalah senjatanya orang-orang beriman. Kalau bukan dengan senjata itu, lalu
dengan apa mereka berperang?” (al-Majruhin oleh Ibnu Hibban)
Berperang maksudnya, perang argumentasi. Mengkritik orang yang menyampaikan kabar
bohong dan membela agama ini dari kepalsuan.
Abdullah bin al-Mubarak (ulama tabi’ at-tabi’in) rahimahullah mengatakan,
َ‫ن ِمنََ ا َ ِإلسنَا ُد‬ ََ ‫اإلسنَا َُد َولَو‬
َِ ‫ل الدِي‬ ِ ‫ل‬ ََ ‫شَا ََء َما شَا ََء َمنَ لَقَا‬
“Sanad itu bagian dari agama. Kalau bukan karena Isnad, pasti siapaun bisa berkata apa
yang dia kehendaki.” (Riwayat Muslim).
Dengan adanya sanad, setiap orang yang mencatut nama Rasulullah ‫ ﷺ‬atau para sahabatnya
dalam suatu nukilan, tidak serta-merta diterma ucapannya. Ucapannya diteliti, dari siapa dia
mendengar. Apakah ucapan tersebut memiliki periwayat yang bersambung hingga ke
Rasulullah ‫ ﷺ‬atau tidak. Satu per satu nama-nama itu diteliti latar belakang kehidupan
mereka, kualitas daya ingatnya, kejujurannya, keshalehannya, dll. Apabila dikategorikan
sebagai seorang terpecaya dan memenuhi syarat-syarat lainnya. Barulah nukilannya
diterima. Jika tidak memenuhi syarat, maka tidak diterima. Sehingga seseorang tidak bisa
berbicara semaunya dalam agama ini.
B. Pengertian dan Pentingnya Ilmu Hadit
Ulum Hadis (bahasa Arab: ‫علوم الحديث‬, translit. ‘ulūm al-ḥadīṡ) adalah istilah ilmu hadits di
dalam tradisi ulama hadis. ‘Ulum al-hadist terdiri dari 2 kata, yaitu ‘ulum dan al-hadits.
Kata ‘ulum dalam bahasa Arab, sebagai bentuk jamak dari ‘ilm, berarti ilmu-ilmu,
sedangkan al-hadits di kalangan ulamahadis berarti “segala perbuatan, perkataan, taqrir,
atau sifat yang disandarkan kepada Nabi.” Dengan demikian, gabungan kata ‘ulumul-hadits
mengandung pengertian “ilmu-ilmu yang membahas atau berkaitan dengan hadis Nabi”.

Ilmu hadits adalah ilmu yang membahas kaidah-kaidah untuk mengetahui kedudukan sanad
dan matan, apakah diterima atau ditolak. Menurut Tengku Muhammad Hasbi Ash-
Shiddieqy: "ilmu hadits, yakni ilmu yang berpautan dengan hadits, banyak ragam
macamnya". Menurut Izzudin Ibnu Jamaah: "Ilmu hadis adalah ilmu tentang kaidah-kaidah
dasar untuk mengetahui keadaan suatu sanad atau matan (hadis).[1]"

Pentingnya ilmu hadits


1. Hadits berfungsi untuk menjelaskan Al-Qur’an.
Alqur’an dan hadist sebagai sumber hukum dalam islam tidak dapat dipisahkan antara satu
dengan yang lainnya. Al qur’an sebagai sumber hukum yang pertama dan utama hanya
memuat dasar-dasar yang bersifat umum bagi syari;at islam, tanpa perincian secara detail.
Kecuali yang sesuai dengan pokok-pokok yang bersifat umum itu, yang tidak pernah
berubah karena adanya perubahan zaman dan tidak pula berkembang karena keragaman
pengetahuan dan lingkungan. Karena keadaan al qur’an yang demikian itu, maka hadist
sebagai sumber hukum yang kedua setelah al qur’an , tampil sebagai penjelas (bayan)
terhadap ayat-ayat al qur’an yang masih bersifat global, menafsirkan yang masih mubham,
menjelaskan yang masih mujmal, membatasi yang mutlak (muqayyad), mengkhususkan
yang umum (‘am), dan menjelaskan hukum-hukum serta tujuan-tujuannya, demikian juga
membawa hukum-hukum yang secara eksplisit tidak dijelaskan oleh al qur’an. Hal ini
sejalan dengan firman Allah yang artinya: “ Dan Kami turunkan kepadamu Al qur’an , agar
kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan
supaya mereka memikirkan.” ( Q.S An Nahl : 44)
2. Banyaknya hukum yang belum tercantum dalam Al-qur’an.
ü Taqyid (pembatasan) terhadap kemutlakkan Al-qura’an.
Kata “tangan” dalam ayat “pencuri pria dan wanita hendaklah kamu potong tangan mereka”
adalah muthlaq. Yang disebut tangan adalah sejak dari jari-jari sampai dengan pangkal
tangan. Kemudian As sunnah membatasi potong tangan itu pada pergelangan, bukan pada
siku-siku atau pangkal lengan.
3. Potensi pemalsuan hadits sangat besar, sehingga perlu dijaga keotentikannya.
Pada zaman kekhalifahan Ali bin abi thalib munculahberbagai macam golongan. Setiap
golongan dari mereka merasa menjadi yang paling benar. Mereka selalu ingin berusaha
untuk tetap berpengaruh. Untuk meyakinkan semua itu mereka mencari dalil-dalil yang bisa
menguatkan kelompok mereka, bahkan sampai membuat hadist-hadist palsu.
4. Terdapat banyak hadits dla’if dan hadits palsu yang perlu dihindari supaya tidak
dijadikan sebagai sumber hukum Islam.
Ilmu ini akan membentengi kaum muslimin dari rongrongan hadits-hadits lemah dan palsu
yang banyak merebak di tengah umat, dan menjaga syariat yang murni ini dari maraknya
kesyirikan dan bid’ah yang tumbuh dengan subur di tengah kaum muslimin disebabkan
beredarnya hadits lemah dan palsu diantara mereka, serta akan menanamkan urgensi
berpegangteguh dengan hadits-hadits Nabi yang shahih dalam membangun agama, baik
dalam masalah aqidah, ibadah, akhlaq, maupun mu’amalah.Kemudian Imam Syafi’i juga
berkata, “Demi umurku. Ilmu hadits ini termasuk tiang agama yang paling kokoh dan
keyakinan yang paling teguh. Tidak digemari selain oleh orang-orang jujur lagi taqwa, dan
tidak dibenci selain oleh orang-orang munafiq”.Al Hakim juga menandaskan, “Andaikata
tidak banyak orang yang menghafal sanad hadits, niscaya menara Islam roboh dan niscaya
para ahli bid’ah berkiprah membuat hadits palsu (maudhu’) dan memutarbalikkan sanad”.
5. Adanya berbagai macam masalah mengenai hadist.
Dewasa ini mulai muncul masalah mengenai hadist,hal ini datang dan timbul dari periwayat
hadist yang bernama Abu hurairah. Abu hurairah merupakan salah satu sahabat yang
tergolong singkat kebersamaannya dengan Rasulullah SAW namun hadist yang diriwayatkan
tergolong cukup banyak. Sehingga hal ini dimanfaatkan oleh orang non muslim yang
mempelajari is;am untuk melemahkan hadist.
B. Manfaat mempelajari ulumul hadist.
Mempelajari ilmu hadits paling tidak akan mendapatkan tiga sasaran utama:
a. agar seseorang memiliki dasar pengetahuan tentang suatu hadits yang bersandar
kepada Nabi saw dan yang tidak memiliki sandaran.
b. seseorang akan mengetahui mana hadits dan mana yang bukan hadits.
c. seseorang akan mendapatkan ilmu pengetahuan dari sisi hukum apakah suatu hadits
dapat diterima sebagai hujah (maqbul) ataukah tertolak (mardud) .
d. Ilmu ini akan memberikan bekal bagi para penuntut ilmu syar’i untuk mengkaji hadits-
hadits Rasulullah –shallallahu wa sallam-, sebab semua cabang ilmu syar’i membutuhkan
pengetahuan terkait disiplin ilmu ini, seorang ahli tafsir, seorang faqih, dan seorang ahli
aqidah membutuhkan hadits-hadits shahih dalam beristidlal, dan kemampuan untuk
memilah hadits shahih dan dha’if terbangun dengan ilmu ini.
e. Membekali penuntut ilmu hadits -secara khusus- kunci pengetahuan terkait dasar-
dasar periwayatan, syarat-syarat diterima dan ditolaknya hadits, mengenal para perawi
terpercaya dan perawi yang ditolak riwayatnya dan lain sebagainya.
f. Memberikan kemampuan untuk mengenal metodologi para ulama dalam menyaring
hadits-hadits Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, dan memisahkannya antara yang
shahih dan yang dha’if.
g. Mengetahui juhud (upaya) para ulama dalam menuntut ilmu ini dan mengajarkannya
dari generasi ke generasi, dan merenungi pengorbanan mereka dalam menjaga kemurnian
hadits-hadits Rasulullah, sehingga memompa semangat kita dalam menuntut ilmu syar’i,
mengajarkan dan mendakwahkannya kepada generasi berikutnya.
h. Mengenal kota-kota yang menjadi markaz ilmu hadits, dan negeri yang menjadi pusat
rihlah dalam menuntut ilmu tersebut, seperti kota Mekah, kota Madinah, kota Khurasan,
kota Baghdad, kota Bashrah, kota Mesir dan lain sebagainya.
i. Mengenal para pakar hadits dari zaman ke zaman, sejak zaman sahabat sampai zaman
ini, dan berupaya menelaah sirah (profil) mereka untuk memetik faedah dari manhaj
(metodologi) mereka dalam menuntut ilmu, mengetahui adab mereka dalam menuntutnya,
serta menilik upaya mereka dalam mengejawantahkan ilmu tersebut dalam amal nyata.

C. Fadhillah dan Keutamaan ilmu hadits


1. Wajah para penuntut ilmu hadits cerah dan berseri-seri.
Rasulullah r bersabda:
] ‫َّر‬ ََّ ً‫س ِم ََع ام َرَأ‬
ََ ‫ّللاُ نَض‬ َ ‫ل فَ ُربََّ َو َبلَّغَ َها َو َح ِف‬
َ ‫ظ َها فَ َو َعاهَا َمقَالَ ِتي‬ ِ ‫[ ِمن َهُ أَفقَ َهُ ه ََُو َمنَ ِإلَى ِفقهَ َح‬
َِ ‫ام‬
“Semoga Allah menjadikan berseri-seri wajah orang yang mendengarkan sabdaku lalu
memahaminya dan menghafalkannya kemudian dia menyampaikannya, karena boleh jadi
orang yang membawa (mendengarkan) fiqh akan menyampaikan kepada yang lebih paham
darinya”(3)
Sufyan bin ‘Uyainah (wafat 198 H) rahimahullahberkata :“Tidak seorang pun yang menuntut
dan mempelajari hadits kecuali wajahnya cerah dan berseri-seri disebabkan doa dari Nabi
shallallohu alaihi wa sallam (di hadits tersebut)” (4)
2. Para penuntut ilmu hadits adalah orang yang paling banyak bershalawat kepada
Nabi shallallohu alaihi wa sallam.
REPORT THIS AD
Shalawat kepada Nabi shallallohu alaihi wasallam adalah perintah Allah ‘Azza wa Jallayang
memiliki keutamaan yang sangat besar, Rasulullah shallallohu alaihi wa sallam bersabda :
] ‫اس أَولَى‬
َ ِ َّ‫ى َأ َكث َ ُرهُمَ ال ِقيَا َم َِة يَو ََم بِى الن‬
ََّ َ‫صَلََة ً َعل‬
َ [
“Manusia yang terdekat dariku di hari kiamat adalah orang yang terbanyak bershalawat
kepadaku” (5)
Dalam hadits lain beliau r bersabda :
]َ‫صلَّى َمن‬ ََّ َ‫عل‬
َ ‫ي‬ ِ ‫صلَّى َو‬
َ ً ‫اح َدَة‬ ََّ ‫[ َعش ًرا َعلَي َِه‬
َ ُ‫ّللا‬
“Barang siapa yang bershalawat kepadaku satu kali maka Allah bershalawat kepadanya
sepuluh kali”.(6)
Khatib Al Baghdadi (wafat 463 H) rahimahullohberkata : Abu Nu’aim (wafat 430
H) rahimahullohmenyampaikan kepada kami : “Keutamaan yang mulia ini terkhusus bagi
para perawi dan penukil hadits, karena tidak diketahui satu kelompok di kalangan ulama
yang lebih banyak bershalawat kepada Rasulullah shallallohu alaihi wa sallam dari mereka,
baik itu (shalawat) berupa tulisan ataupun ucapan”.(7)
· Menurut Sufyan Ats Tsauri (wafat 161 H)rahimahulloh: “Seandainya tidak ada faidah bagi
shohibul hadits (penuntut ilmu hadits) kecuali bershalawat kepada Rasulullahshallallohu
alaihi wa sallam (maka itu sudah cukup baginya) karena sesungguhnya dia senantiasa
bershalawat kepada Nabi shallallohu alaihi wa sallam selama nama beliau ada di dalam
kitab”.(8)
· Selanjutnya Al ‘Allamah Shiddiq Hasan Khan (wafat 1307 H) rahimahulloh -setelah beliau
menyebutkan hadits yang menunjukkan keutamaan bershalawat kepada Nabishallallohu
alaihi wa sallam – beliau berujar : “Dan tidak diragukan lagi bahwa orang yang paling banyak
bershalawat adalah ahlul hadits dan para perawi As Sunnah yang suci, karena sesungguhnya
termasuk tugas mereka dalam ilmu yang mulia ini (Al Hadits) adalah bershalawat di setiap
hadits, dan senantiasa lidah mereka basah dengan menyebut (nama) Rasulullah shallallohu
alaihi wa sallam ….. maka kelompok yang selamat ini dan Jama’ah Hadits ini adalah manusia
yang paling pantas bersama Rasulullah r di hari kiamat, dan merekalah yang paling
berbahagia mendapatkan syafa’at Rasulullah shallallohu alaihi wa sallam …. maka
hendaknya anda wahai pencari kebaikan dan penuntut keselamatan menjadi seorang
Muhaddits (Ahli Hadits) atau yang berusaha untuk itu”.(1)
Beberapa hal yang perlu diperhatikan bagi penuntut ilmu hadits tentang shalawat:
a. Tidak boleh seorang penuntut ilmu hadits bosan dan jemu dengan seringnya bershalawat
kepada Nabi shallallohu alaihi wa sallam, karena itulah letak keutamaan penuntut ilmu
hadits.
b. Bershalawat hendaknya dipadukan antara tulisan dan ucapan.
c. Tidak boleh menyingkat ketika menuliskan shalawat kepada Nabi shallallohu alaihi wa
sallam.
Imam As Suyuthi (wafat 911 H) rahimahullohdalam Tadribur Rowi mengabarkan bahwa
orang yang pertama kali mengajarkan (mencontohkan) penyingkatan shalawat dijatuhi
hukuman potong tangan.(2)
3. Mengadakan rihlah(perjalanan) untuk menuntut ilmu hadits memiliki keutamaan yang
sangat besar
Allah shallallohu alaihi wa sallam berfirman:
﴿ ‫ل كَافَّ َةً ِل َين ِف ُروا ال ُمؤ ِمنُونََ كَانََ َو َما‬
ََ ‫ل ِمنَ نَفَ ََر فَلَو‬ َ ‫ِين فِي ِل َيتَفَقَّ ُهوا‬
َِ ‫طائِفَةَ ِمن ُهمَ فِرقَةَ ُك‬ َِ ‫ِإلَي ِهمَ َر َجعُوا ِإذَا قَو َم ُهمَ َو ِليُنذ ُِروا الد‬
َّ
َ‫﴾ يَحذَ ُرونََ لَعَل ُهم‬
Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu’min itu pergi semuanya (ke medan
perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang
untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan
kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat
menjaga dirinya. (QS.At Taubah:122)
· Yazid bin Harun (wafat 206 H) rahimahullohbertanya kepada Hammad bin Zaid (wafat 179
H) rahimahulloh : “Wahai Abu Ismail, apakah Allah menyebut tentang Ashhabul hadits di
dalam Al Quran? Beliau menjawab: “Iya, apa engkau tidak mendengar firman Allah I (beliau
membaca ayat di atas), perintah ini berlaku bagi setiap yang mengadakan rihlah untuk
menuntut ilmu dan fiqh lalu kembali kepada kaumnya untuk mengajarkan ilmu tersebut
kepada mereka”(1)
· Imam Ahmad (wafat 241 H) rahimahullohmengatakan bahwa saya telah mendengarkan
Imam Abdurrozzaq (wafat 211 H) rahimahullohmenafsirkan ayat di atas bahwa yang yang
dimaksud oleh ayat tersebut adalah : “Para ashhabul hadits (penuntut ilmu hadits) “(2)
· ‘Ikrimah Maula Ibnu Abbas (wafat 104 H) radhiyallohu ‘anhuma menafsirkan ayat Allah di
surat at Taubah ayat 112 : “Assaaihuuna” sebagai para penuntut ilmu hadits
· Ibrahim bin Adham (wafat 162 H) rahimahullohberkata: “Sesungguhnya Allah I mencegah
bala'(bencana) pada ummat ini disebabkan rihlah yang dilakukan oleh para penuntut ilmu
hadits” (3)
4. Mempelajari hadits memberikan manfaat dunia dan akhirat.
· Sufyan Ats Tsaury (wafat 161 H) rahimahullohberkata : “Saya tidak mengetahui amalan
yang lebih afdhal di muka bumi ini dari mempelajari hadits bagi yang menginginkan
dengannya wajah Allah I “.(4).
· Beliau rahimahulloh juga mangatakan: “Mendengarkan hadits merupakan kebanggaan bagi
yang menginginkan dengannya dunia dan merupakan petunjuk bagi yang menginginkan
dengannya akhirat“(5)
5. Mempelajari hadits sama kedudukannya dengan mempelajari Al Quran
Sulaiman At Taymi (wafat 177 H) rahimahullohmenceritakan: “Kami pernah duduk di sisi
Abu Mijlas(6) rahimahulloh dan beliau membacakan hadits kepada kami, lalu berkata salah
seorang (dari kami) : Seandainya engkau membacakan surat dari Al Qur’an”. Maka berkata
Abu Mijlas : “Apa yang kita lakukan sekarang ini bagiku tidaklah kurang fadhilahnya dari
membaca surat Al Qur’an”.(1)
6. Mempelajari dan meriwayatkan hadits lebih afdhal dari berbagai macam ibadah-ibadah
sunnat.
· Waki bin Al Jarrah (wafat 197 H) rahimahullohberkata: “Seandainya (meriwayatkan) hadits
tidak lebih afdhal dari bertasbih tentu saya tidak meriwayatkannya”.(2)
· Berkata Abu Ats Tsalj rahimahulloh: Saya bertanya kepada Imam Ahmad bin Hanbal (wafat
241 H) rahimahulloh: “Wahai Abu Abdillah, yang mana lebih kau sukai : seorang menulis
hadits atau dia berpuasa sunnat dan shalat sunnat ?”. Beliau menjawab : “Menulis hadits”.
· Al Khatib Al Baghdadi rahimahullohmenyimpulkan : “Mempelajari hadits pada zaman
ini(3) lebih afdhal dari seluruh ibadah-ibadah yang sunnat, disebabkan telah hilang sunnah
dan orang tidak bergairah lagi dari mengerjakannya serta munculnya bid’ah-bid’ah lalu
mereka (para ahli bid’ah) yang berkuasa dan mendominasi sekarang ini”.(4)
D. PENGERTIAN AHLUL HADITS (ASHABUL HADITS) DAN KEUTAMAAN MEREKA
Banyak ulama yang telah menyebutkan definisi Ahlul Hadits. Mungkin bisa dikumpulkan dan
disimpulkan sebagai berikut : “Ahlul Hadits adalah mereka yang mempunyai perhatian
terhadap hadits baik riwayat maupun dirayah, mereka bersungguh-sungguh dalam
mempelajari hadits-hadits Nabi shallallohu alaihi wa sallam dan menyampaikannya serta
mengamalkannya, mereka iltizam (komitmen) dengan As Sunnah, menjauhi bid’ah dan ahli
bid’ah serta sangat berbeda dengan para pengikut hawa nafsu yang mendahulukan
perkataan manusia di atas perkataan Rasulullahr dan mendahulukan akal-akal mereka yang
rusak yang bertentangan denganAl Qur’an dan As Sunnah”.(5)
Diantara keutamaan Ahlul Hadits yang disebutkan oleh Ulama :
1. Mereka kelak akan dikumpulkan di hari kiamat bersama imam mereka yaitu
Rasulullah shallallohu alaihi wasallam
Allah Y berfirman :
ََّ ‫ام ِهمَ أُنَاسَ ُك‬
﴿َ‫ل نَدعُوا َيو َم‬ ََ ِ‫ل ِكتَا َب ُهمَ َيق َر ُءونََ فَأُولَئِكََ ِب َي ِمينِ َِه ِكتَا َب َهُ أُوت‬
ِ ‫ي فَ َمنَ ِبإِ َم‬ ََ ‫يَل َيُظ َل ُمونََ َو‬
َ ً ِ‫﴾فَت‬
(Ingatlah) suatu hari (yang di hari itu) Kami panggil tiap umat dengan pemimpinnya; dan
barangsiapa yang diberikan kitab amalannya di tangan kanannya maka mereka ini akan
membaca kitabnya itu, dan mereka tidak dianiaya sedikitpun.(QS. Al Isra’ ayat 71)
Sebagian ulama Salaf mengatakan bahwa ayat ini menunjukkan salah satu keutamaan besar
dari Ahli Hadits karena imam mereka adalah nabi Muhammad shallallohu alaihi wasallam(1)
2. Ahlul hadits adalah al firqoh an najiyah (golongan yang selamat) dan Ath Thoifah Al
Manshuroh (kelompok yang menang dan ditolong oleh Allah)
Berkata Imam Ahmad bin Hanbal (wafat 241 H) rahimahullohtentang Al Firqoh An Najiyah
(golongan yang selamat) dan Ath Thoifah Al Manshuroh (kelompok yang menang dan
ditolong) : “Jika mereka bukan Ahlul Hadits maka aku tidak tahu siapa mereka”.(2)
Hal yang sama dikatakan pula oleh Abdullah bin Mubarak (wafat 181 H), Yazid bin Harun
(wafat 206 H), Ali bin Al Madini (wafat 234 H), Imam Al Bukhari (wafat 256 H), Ahmad bin
Sinan (wafat 259 H) dan lain-lain rahimahumullohu jami’an(3)
3. Ahlul Hadits adalah pemelihara ad dien dan pembela sunnah-sunnah Rasulullah
· Sufyan Ats Tsaury (wafat 161 H) rahimahullohberkata: “Para Malaikat adalah penjaga-
penjaga langit dan Ashabul Hadits adalah penjaga-penjaga bumi ”.(4)
· Abu Dawud (wafat 275 H) rahimahulloh menegaskan : “Seandainya bukan kelompok ini
(para Ashabul Hadits yang menulis hadits-hadits) maka sungguh Islam akan hilang ”.(5)
4. Ahlul/Ashabul Hadits adalah pewaris harta warisan dan berbagai hikmah yang
ditinggalkan oleh Rasulullah r
Imam Asy Syafi’i (wafat 204 H) rahimahulloh menyatakan : “Jika saya melihat salah seorang
dari Ashabul Hadits maka seakan-akan saya melihat salah seorang dari shahabat
Rasulullah r “. Dalam riwayat lain beliau berkata : “…..seakan-akan saya melihat
Rasulullah r masih hidup”. (1)
5. Ahlul/Ashhabul Hadits adalah manusia yang terbaik
· Abu Bakr bin ‘Ayyasy (wafat 194 H) rahimahulloh mengatakan: “Tidak ada satu pun kaum
yang lebih baik dari Ashhabul hadits (2)
· Imam Ahmad (wafat 241 H) rahimahulloh bertutur: “Tidak ada satu kaum pun menurut
saya lebih baik dari Ahli Hadits, mereka tidak mengetahui kecuali hadits dan mereka yang
paling afdhal berbicara tentang ilmu (Ad Dien) ”. (3)
Hal yang serupa dikatakan pula oleh Al Auza’iy (wafat 157 H) rahimahulloh
6. Al Haq (Kebenaran) senantiasa menyertai Ashhabul hadits
Harun Ar Rasyid (wafat 193 H) rahimahulloh menyatakan: “Saya mencari empat hal lalu saya
mendapatkannya pada empat kelompok : Saya mencari kekufuran maka saya
mendapatkannya pada Jahmiyah, saya mencari Ilmu Kalam dan perdebatan maka saya
mendapatkannya pada Mu’tazilah, saya mencari kedustaan maka saya mendapatkannya
pada Rafidhah (Syi’ah) dan saya mencari Al Haq (kebenaran) maka saya mendapatkannya
bersama Ashabul Hadits “.(4)
7. Ahlul Hadits adalah para wali Allah
Yazid bin Harun (wafat 206 H) rahimahullohmengatakan: “Seandainya Ashabul Hadits bukan
para hamba dan wali Allah I maka saya tidak mengetahui siapa lagi hamba-hamba dan wali-
wali Allah I “.(5)
Hal yang serupa dikatakan pula oleh Sufyan Ats Tsaury (wafat 161 H) rahimahulloh dan
Imam Ahmad bin Hanbal (wafat 241 H) rahimahulloh
Inilah beberapa hal yang kami kumpulkan tentang keutamaan menuntut ilmu hadits dan
para penuntutnya,semoga Allah Imenjadikan kita bagian dari mereka,

Anda mungkin juga menyukai