Anda di halaman 1dari 16

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakanga Masalah
Madzhab memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan
sehari-hari kaum muslimin. Mayoritas masyarakat muslim baik dari kalangan
yang alim sampai kalangan yang awam menjadikan mazhab sebagai pijakan
untuk melaksanakan syariat Islam yang sudah ditentukan oleh Allah.
Memang banyak perbedaan pendapat yang kita temui dalam memilah dan
menyeleksi mazhab yang sesuai dengan ajaran Rasulullah saw dalam ruang
lingkup ijtihad, dan hal ini membuktikan bahwa Islam adalah agama yang
rahmatan lil alamin, tidak kaku dan tidak stagnan.
Para Imam Mujtahid seperti Imam Hanafi, Maliki, Syafii, dan Imam
Ahmad Bin Hambali, sudah cukup dikenal di Indonesia oleh sebagian besar
umat Islam. Bagi ilmuwan, selain Imam madzhab yang empat itu juga
terdapat Imam yang dikenal seperti Imam Daud Az-Zahiri, Al-Imam Abu
Amer Abdur Rahman Ibn Muhammad Al-Auzai, Abu Abdillah Sofyan Bin
Said al-Tsauri, Abdul Haris al-Laits Ibnu Saad al-Fahmi, Abu Jafar
Muhammad Ibn Jarir ath-Thabari. Akan tetapi, untuk mengetahui pola
pemikiran masing-masing Imam madzhab itu sangat terbatas. Bahkan ada
yang cenderung ingin mendalami madzhab tertentu saja. Hal ini disebabkan,
karena pengaruh lingkungan atau karena ilmu yang diterima hanya dari ulama
atau guru yang menganut suatu madzhab saja.
Menganut suatu aliran madzhab saja, sebenarnya tidak ada larangan,
tetapi jangan hendaknya menutup pintu rapat-rapat. Sehingga, tidak dapat
melihat pemikiran-pemikiran yang ada pada madzhab yang lain yang juga
bersumber dari al-Quran dan Sunnah Rasulullah SAW. Hal ini dimaksudkan
agar seseorang tidak fanatik terhadap satu madzhab. Andaikan sukar
menghindari kefanatikan kepada satu madzhab, sekurang-kurangnya mampu
menghargai pendapat orang lain yang berbeda dengan pendapat kita.
2

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pengertian sunni ?
2. Bagaimanakah sejarah munculnya madzhab sunni ?
3. Bagaimanakah ajaran madzhab sunni yang tidak berkembang ?

C. Tujuan Pembahasan Masalah
1. Memahami dan mengetahui pengertian sunni.
2. Memahami dan mengetahui sejarah munculnya madzhab sunni.
3. Memahami dan mengetahui ajaran madzhab sunni yang tidak berkembang.

D. Batasan-batasan Masalah
Dalam makalah ini kami membatasi pembahasan meliputi pengertian sunni,
sejarah munculnya madzhab sunni, dan ajaran madzhab sunni yang tidak
berkembang.














3

BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN SUNNI
Ditinjau dari ilmu bahasa (lughot/etimologi), Ahlussunah Wal Jamaah
berasal dari kata-kata:
1. Ahl (Ahlun), berarti golongan atau pengikut
2. Assunnah berarti tabiat, perilaku, jalan hidup, perbuatan yang mencakup
ucapan, tindakan, dan ketetapan Rasulullah SAW.
3. Wa, huruf athf yang berarti dan atau serta
4. Al jamaah berarti jamaah, yakni jamaah para sahabat Rasul Saw.
Maksudnya ialah perilaku atau jalan hidup para sahabat.
1

Secara etimologis, istilah Ahlus Sunnah Wal Jamaah berarti
golongan yang senantiasa mengikuti jejak hidup Rasulallah Saw. dan jalan
hidup para sahabatnya. Atau, golongan yang berpegang teguh pada sunnah
Rasul dan Sunnah para sahabat, lebih khusus lagi, sahabat yang empat, yaitu
Abu Bakar As-Siddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi
Thalib.
Ahlus Sunnah adalah mereka yang mengikuti sunnah Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam dan sunnah shahabatnya radhiyallahu 'anhum. Al-Imam
Ibnul Jauzi menyatakan tidak diragukan bahwa Ahli Naqli dan Atsar pengikut
atsar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan atsar para shahabatnya,
mereka itu Ahlus Sunnah.
Kata "Ahlus-Sunnah" mempunyai dua makna. Pertama, mengikuti
sunah-sunah dan atsar-atsar yang datangnya dari Rasulullah shallallu 'alaihi
wa sallam dan para shahabat radhiyallahu 'anhum, menekuninya, memisahkan
yang shahih dari yang cacat dan melaksanakan apa yang diwajibkan dari
perkataan dan perbuatan dalam masalah aqidah dan ahkam.

1
Sahilun A. Nasir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam) Sejarah, Ajaran, dan
Perkembangannya, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2010), hal. 187
3
4

Kedua, lebih khusus dari makna pertama, yaitu yang dijelaskan oleh
sebagian ulama di mana mereka menamakan kitab mereka dengan nama As-
Sunnah, seperti Abu Ashim, Al-Imam Ahmad bin Hanbal, Al-Imam Abdullah
bin Ahmad bin Hanbal, Al-Khalal dan lain-lain. Mereka maksudkan (As-
Sunnah) itu i'tiqad shahih yang ditetapkan dengan nash dan ijma'.
Kedua makna itu menjelaskan kepada kita bahwa madzhab Ahlus
Sunnah itu kelanjutan dari apa yang pernah dilakukan Rasulullah shallallahu
'alaih wa sallam dan para shahabat radhiyallahu 'anhum.
2


B. SEJARAH MUNCULNYA MADZHAB SUNNI
Istilah Ahlu Sunnah dan Jamaah ini timbul sebagai reaksi terhadap
paham-paham golongan Muktazilah, yang telah dikembangkan dari tahun 100
H atau 718 M. Dengan perlahan-lahan paham Muktazilah tersebut memberi
pengaruh kuat dalam masyarakat Islam. Pengaruh ini mencapai puncaknya
pada zaman khalifah-khalifah Bani Abbas, yaitu Al-Makmun, Al-Muktasim,
dan Al-Wasiq (813 M-847 M). Pada masa Al-Makmun, yakni tahun 827 M
bahkan aliran Muktazilah diakui sebagai mazhab resmi yang dianut negara.
Ajaran yang ditonjolkan ialah paham bahwa Al-Quran tidak bersifat
qadim, tetapi baru dan diciptakan. Menurut mereka yang qadim hanyalah
Allah. Kalau ada lebih dari satu zat yang qadim, berarti kita telah
menyekutukan Allah. Menurut mereka Al-Quran adalah makhluk yang
diciptakan Allah. Sebagai konsekuensi sikap khalifah terhadap mazhab ini,
semua calon pegawai dan hakim harus menjalani tes keserasian dan kesetiaan
pada ajaran mazhab.
Mazhab Ahlu Sunnah wal Jaamaah muncul atas keberanian dan usaha
Abul Hasan Al-Asyari. Ajaran teologi barunya kemudian dikenal dengan
nama Sunah wal Jamaah. Untuk selanjutnya Ahlu Sunah wal jamaah selalu
dikaitkan pada kelompok paham teologi Asyariyah ataupun Maturidiyah.


2
http://syafieh.blogspot.com/2013/04/ahlus-sunnah-wal-jamaah-al-asyari-dan.html, diakses
pada 24 September 2014 pada pukul 11.13 WIB.
5

Asy'ariyah banyak menggunakan istilah Ahlus Sunnah wal Jamaah ini.
Kebanyakan di kalangan mereka mengatakan bahwa madzhab salaf "Ahlus
Sunnah wa Jamaah" adalah apa yang dikatakan oleh Abul Hasan Al-Asy'ari
dan Abu Manshur Al-Maturidi. Sebagian dari mereka mengatakan Ahlus
Sunnah wal Jamaah itu Asy'ariyah, Maturidiyah,dan Madzhab Salaf.
Akan tetapi, dari masa awal Islam istilah Ahlunnah wal Jamaah sudah
ada, yaitu dengan adanya hadist dari Rasulullah :

(
Artinya : Rosululloh saw bersabda : demi Tuhan yang menguasai jiwa
Muhammad, sungguh umatku nanti akan pecah menjadi 73 golongan, satu
golongan masuk surga dan yang 72 golongan akan masuk neraka, seorang
sahabat bertanya siapakah mereka yang masuk surga itu, ya Rosulalloh ?
Rosul menjawab Mereka itu adalah Ahlus Sunnah wal Jamaah ( H. R.
Imam Thobroni ).
Riwayat lain juga menyebutkan :

..


Dari Abdullah bin Amr, ia berkata. Rasulullah SAW bersabda,
Sesungguhnya kaum Bani Israil telah terpecah menjadi tujuh puluh dua
golongan. Dan umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan.
Semuanya akan masuk neraka, kecuali satu golongan. Lalu sahabat bertanya,
Siapakah mereka itu wahai Rasulullah? Nabi SAW menjawab, (Golongan
itu adalah orang-orang yang berpegangan pada) semua perbuatan yang telah
6

aku lakukan, serta semua perbuatan yang dikerjakan oleh sahabat-sahabatku,
(Sunan al-Tirmidzi, 2565).
Dari pengertian hadits diatas dapat difahami dan disipulkan sebagai
berikut:
Penganut suatu agama sejak sebelum Nabi Muhammad (Bani Israil)
sudah banyak yang menyimpang dari ajaran aslinya, sehingga terjadi
banyak interpretasi yang kemudian terakumulasi menjadi firqah-firqah.
Umat Nabi Muhammad juga akan menjadi beberpa firqah. Namun
berapa jumlahnya? Bilangan 73 apakah sebagai angka pasti atau
menunjukkan banyak, sebagaimana kebiasaan budaya arab waktu itu?.
Bermacam-macam firqah itu masih diakui oleh Nabi Muhammad SAW
sebagai umatnya, berarti apapun nama firqah mereka dan apaun produk
pemikiran dan pendapat mereka asal masih mengakui Allah sebagai Tuhan,
Muhammad sebagi Nabi dan kabah sebagai kiblatnya tetap diakui muslim.
Tidak boleh di cap sebagai kafir. lahu ma lana wa alaihi ma alainaa.
Pengertian semua di nereka kecuali satu, yaitu mereka yang tidak
persis sesuai dengan sunnah Nabi dan para sahabatnya akan masuk neraka
dahulu tapi tidak kekal didalmnya yang nantinya akan diangkat ke surga
kalau masih ada secuil iman dalam hatinya. Sedangkan yang satu akan
langsung ke surga tanpa mampir di neraka dahulu.
(kelompok yang selamat) adalah mereka yang mengikuti sesuai
apa yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya (
) yang mungkin berada di berbagai tempat, masa dan jamaah. tidak
harus satu organisasi, satu negara, satu masa atau satu partai dan golongan.

C. MADZHAB SUNNI YANG SUDAH LENYAP
Madzhab-madzhab yang tidak berkembang diantaranya adalah az-
Zhahiri, al-Auzai , al-Tsauri, al-Laitsi, dan at-Tabhari. Madzhab-madzhab
tersebut musnah tersaingi oleh madzhab Hanafi, Maliki, Syafii dan Hanbali.
Madzhab-madzhab tersebut tidak berkembang luas karena diantara pengikut-
pengikutnya jarang yang mengkodifikasikannya menjadi suatu buku. Lebih
jelasnya, akan dibahas di bawah ini.
7

1. Imam Daud Az-Zhahiri
Beliau dilahirkan di Kufah pada tahun 202 H, dengan nama Abu
Sulaiman Daud ibn Ali al-Asbahani yang kemudian dikenal dengan
sebutan Daud ad-Zhahiri, karena beliau pendiri madzhab ini.
Mula-mula beliau bermadzhab Syafii dan amat teguh memegang
hadits, sedang ayahnya bermadzhab Hanafi, namun akhirnya beliau
menentang madzhab Syafii, karena Syafii mempergunakan qiyas dan
memandangnya sebagai sumber hukum. Daud pernah berkata: Saya telah
mempelajari dalil-dalil yang dipergunakan oleh asy-Syafii untuk
menentang istihsan, maka saya dapati bahwa dalil-dalil tersebut
membatalkan qiyas.
Beliau berpendapat bahwa nash-nash yang dipergunakan oleh ahlur
Rayu dalam memandang qiyas sebagai dasar hukum adalah berguna di
waktu tidak ada sesuatu nash dari Kitabullah atau Sunnah Rasul dan
beliau berpendapat bahwa apabila kita tidak memperoleh nash dari al-
Quran dan Sunnah, maka hendaklah kita memusyawarahkan hal itu
dengan para ulama, bukan kita berpendapat kepada ijtihad sendiri.
Mereka juga mengambil Ijma sahabat Rasulullah saja. Jika tidak
teks Al-Quran, Sunnah, Ijma, maka mereka mengambil dalil Istishab;
hukum asal suatu masalah adalah boleh dilakukan. Namun mereka
menolak dalil Qiyas, Istihsan, saddudzarai, atau bentuk ijtihad lainnya.
Disamping itu mereka juga menolak taqlid (mengikut secara total
kepada seorang Imam tanpa mengetahui dalil).
3

Madzhab beliau ini dikenal dengan nama Madzhab ad-Zhahiri,
karena beliau berpegang kepada dhahir al-Quran dan as-Sunnah, tidak
menerima ada ijmak kecuali ijmak yang diakui oleh semua ulama.
Walaupun madzhab ini pada dasarnya berpegang pada dhahir nash, tetapi
kita dapat menjumpai beberapa teori Barat karena dalam madzhab inilah

3
Ahmad Sarwat, Seri Fiqih Kehidupan 1, (Jakarta : Rumah Fiqih Publishing, 2012), Hal.
638.
8

kita jumpai pendapat yang menetapkan bahwa istri yang berharta wajib
menafkahi suaminya yang fakir.
4

a. Perkembangan Fiqh Zhahiri
Fiqh Daud adalah fiqh nushush (fiqh hadist) tetapi para ulama
tidak banyak meriwayatkan madzhab ini. Hal ini kemungkinan
disebabkan oleh karena Daud menyalahkan orang yang memakai qiyas
dan menegaskan bahwa Al-Quran itu adalah makhluk dan orang yang
berjunub atau haid boleh menyentuh Al-quran dan membacanya.
Beliau mengungkapkan hal ini ketika para ulama di masa itu
menyalahkan golongan yang menyatakan al-Quran itu makhluk. Salah
satu prinsip Daud yang banyak di cela orang adalah Daud melarang
taqlid untuk siapapun dan membolehkan orang yang mengetahui
bahasa Arab memperkatakan agama dengan memegang kepada dhahir
al-Quran dan as-Sunnah. Para ulama menentangnya dan bahkan
menganggapnya tidak ada. Madzhab ini berkembang di Timur dan di
Barat dengan prinsip mengambil dhahir Al-Quran. Di bagian timur
pada abad ketiga dan keempat perkembangannya melebihi
perkembangan madzhab Ahmad.
Abad kelima, berkat usaha Ibnu Yala, maka madzhab Ahmad
mempunyai kedudukan yang kuat dan mengalahkan madzhab Zhahiri.
Pada waktu Madzhab hambali dengan usaha Abu Yala mengalahkan
madzhab Daud di bagian Timur, pada waktu itu pulalah Ibnu Hazm
memancarkan sinarnya dibagian barat. Dalam beberapa hal madzhab
Zhahiri menyalahi pendapat para fuqaha lainnya, di antaranya:
1) Zhahiri berpendapat bahwa air yang bercampur dengan air seni
manusia, maka air itu tidak suci lagi (bernajis). Sedangkan air
yang bercampur dengan air seni babi, tetap suci, karena tidak ada
nash yang menyatakan tidak suci. Bila orang mengatakan bahwa
air seni itu sama dengan dagingnya haram atau najis, maka mereka

4
M. Ali Hasan, Perbandingan Mazhab, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1996), Hal.
231-232
9

mengatakan bahwa pedapat tersebut menurut akal, sedangkan
hukum islam tidak boleh ditetapkan berdasarkan akal.
2) Orang yang tidak berwudlu, berjunub, sedang haid, diperbolehkan
menyentuh Al-Quran, karena tidak ada nash yang melarang atau
membolehkan mebacanya.
3) Menurut Zhahiri, seorang istri yang kaya (mampu) wajib
membiayai suaminya yang miskin (kurang mampu), sebagaimana
sudah disinggung terlebih dahulu. Jalan pikiran madzhab ini yang
menyatakan bahwa suami istri waris mewarisi apabila salah
seorang meninggal dunia. Sangat logis apabila dalam mengatasi
biaya hidup rumah tangga pun saling membantu.
Menurut pendapat penulis langkah yang diambil oleh madzhab
ini, juga tidak terlepas dari peranan akal (rayu), walaupun tidak
disebutkan sebagai qiyas. Namun roh Syariah Islamiyah tetap menjadi
pertimbangan dalam hal tertentu.
5

Diantara muridnya yang terkenal adalah Abu Muhammad Ali
bin Hazmin dan menyusun beberapa kitab seperti : kitab Ushulul
Ahkam Lil Ushulul Ihkam, Al Muhalla dan sebagainya.
6


2. Al-Imam Abu Amer Abdur Rahman Ibn Muhammad Al-Auzai
Beliau lebih dikenal dengan nama al-Auzai, lahir di Balabaka
pada tahun 88 H, dan wafat pada tahun 157 H, keluarganya berasal dari
tawanan Ainun Tamar. Ketika muda ia belajar hadits, ia mempelajarinya
dari Atha bin Abu Rabah, az-Zuhri dan orang-orang yang sederajat dan
para pembesar hadits meriwayatkan hadits. Al-Imam Abu Amer Abdur
Rahman Ibn Muhammad al-Auzai termasuk orang yang tidak menyukai
qiyas.

5
Ibid. Hal. 232-234
6
Hasyim, Ilmu Perbandingan Madzhab, (Tulungagung : lembaga penerbitan (STAI)
DIPONEGORO TULUNGAGUNG, 2005), hal. 65
10

Madzhab ini mula-mula dianut oleh penduduk Syria kemudian
pindah ke Spanyol (Andalusia) dibawa oleh pengikut-pengikutnya dari
Syam yang berpindah ke sana setelah kekuasaan Daulat Umawiyah di
Syam mulai lemah. Tetapi kemudian madzhab ini surut, di Syam tersaingi
oleh madzhab Syafii pada abad kedua Hijrah di Syria dan Spanyol
tersaingi oleh madzhab Maliki pada pertengahan abad ketiga Hijriah.
7

Pemikiran Mazhab al-Auza'i saat ini hanya ditemukan dalam
beberapa literatur fiqh (tidak dibukukan secara khusus). Pemikiran al-
Auza'i dapat dilihat dalam kitab fiqh yang disusun oleh Abu Ja'far
Muhammad bin Jarir ath-Thabari (w. 310 H./923 M.; mufasir dan faqih)
yang berjudul Ikhtilaf al-Fuqaha, dan dalam kitab al-Umm yang disusun
Imam asy-Syafi'i. Dalam al-Umm, asy-Syafi'i mengemukakan perdebatan
antara Imam Abu Hanifah dan al-Auza'i, serta antara Imam Abu Yusuf dan
al-Auza'i. Menurut Ali Hasan Abdul Qadir (ahli fiqh dari Mesir), Mazhab
al-Auza'i tidak dianut lagi oleh masyarakat sejak awal abad kedua
Hijriyah.
8

3. Abu Abdillah Sofyan bin Said al-Tsauri
Abu Abdillah Sofyan bin Said al-Tsauri lahir di Kufah pada tahun
97 H, dan wafat pada tahun 161 H. Beliau adalah seorang mujtahid yang
hidup pada masa seorang mujtahid besar yaitu Imam Hanifah, beliau
termasuk imam ahli hadits. Para mujtahid saat itu mengakui atas
pengetahuan agamanya, waranya, zuhudnya dan orang terpercaya dan ia
juga seorang mujtahid yang mempunyai pengikut.
Meskipun ia hidup pada masa Abu Hanifah, tetapi ia menjauhkan
diri dari rayu, karena itu pandangannya dalam mengistinbathkan hukum
berdasarkan hadits. Bila ia menghadapi suatu masalah, maka ia mencari
penyelesaian pada al-Quran kemudian pada sunnah Rasulullah SAW.
Kalau ia menghadapi hadits yang berbeda-beda, dia mengambil hadits

7
M. Ali Hasan, Perbandingan Mazhab, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1996), Hal.
252
8
http://vickyexperience.blogspot.com/2009/04/mazhab-sunni.html, diakses pada 24
September pukul 23.oo WIB.
11

yang diriwayatkan oleh perawi-perawi yang lebih utama. Apabila ia tidak
memperoleh hadits, ia meninjau pendapat sahabat, apabila tidak didapati
pendapat sahabat ia berijtihad atau tidak memberi fatwa. Begitulah jalan
istinbath yang dilakukan oleh Sofyan ats-Tsauri.
9

Pemikiran Abu Sofyan al-Tsauri yang tercatat dalam kitab Bidayah
al-Mjtahid wa Nihayah al-Muqtasid yang sangat terkenal dan menjadi
pegangan ilmu fiqh hingga kini, yaitu air yang tergenang tanpa ada
perubahan pada salah satu sifatnya (rasa bau dan warna) hukumnya suci
dan menyucikan.
Al Asqalani (111-113) menyebutkan diantara guru-guru beliau
adalah Bapaknya (Masruq), Abu Ishaq Asy Syaibani, Abu Ishaq As SabiI,
Abdul Malik bin Umair, Abdurrahman bin Abis bin Rabiah, Ismail bin
Abi Khalid, Salamah bin Kuhail, Thariq bin Abdurrahman, Al Aswad bin
Qais, dan masih banyak lagi.
Sedangkan murid-murid beliau diantaranya adalah Jafar bin
Barqan, Khashif bin Abdurrahman Ibnu Ishaq, Aban bin Taghlib, Syubah,
Zaidah, Al AuzaI, Malik, Zuhair bin Muawiyyah, Masar, Abdurrahman
bin Mahdi, Yahya bi Said A Qathan, Ibnu Mubarak, Jarir, Hafshin bin
Ghiyats, Abu Usamah, Ishaq Al Azraq, dan lain-lain.
4. Abdul Harits al-Laits Ibn Saad aal-Fahmi
Beliau adalah pendiri madzhab al-Laits, wafat pada tahun 175 H,
beliau terkenal sebagai seorang ahli fiqh di Mesir pada masa Imam Syafii.
As-Syafii berpendapat tentang al-Laits: Ia lebih pandai daripada Maliki.
Hanya saja teman-temannya tidak mau membukukan pendapat-
pedapatnya dan menyiarkan ke kalangan jumhur sebagaimana mereka
membukukan pendapat-pendapat Maliki. Al-Laits bin Saad tidak
memperoleh kehormatan yang tinggi dalam ilmu fiqh, karena murid-
murinya tidak membukukan pendapatnya dan ia sebagai mufti yang
mujtahid, namanya terlupakan meskipun kebesarannya masih tetap

9
Ibid. Hal. 252-253
12

dikalangan ahli hadits (Muhadditsin) karena ia juga sebagai perawi yang
terpercaya kejujurannya.
Dalam mengistinbathkan hukum al-Laits tidak berbeda dengan cara
Imam Maliki mengistinbathkan hukum yaitu berangkat dari hadits,
selanjutnya beliau menggunakan maslahat mursalah manakala tidak
ditemui hadits.
10

Fatwa hukum yang dikemukakan al-Lais yang sampai sekarang
tidak bisa diterima oleh ulama mazhab adalah fatwanya tentang hukuman
berpuasa berturut-turut selama dua bulan terhadap seorang pejabat di
Andalusia yang melakukan hubungan suami istri di siang hari pada bulan
Ramadlan.
Dalam fatwanya, al-Lais tidak menerapkan urutan hukuman yang
ditetapkan Rasulullah SAW, dalam haditsnya yang diriwayatkan oleh
mayoritas rawi hadits dari Abu Hurairah. Dalam hadits itu dinyatakan
bahwa hukuman orang yang melakukan hubungan suami istri di siang hari
pada bulan Ramadlan adalah memerdekakan budak; kalau tidak mampu
memerdekakan budak, maka diwajibkan berpuasa selama dua bulan
berturut-turut; dan kalau tidak mampu juga berpuasa selama dua bulan
berturut-turut, maka memberi makan fakir miskin sebanyak 60 orang. Al-
Lais tidak menerapkan hukuman pertama (memerdekakan budak).
Alasannya, seorang penguasa akan dengan mudah memerdekakan budak,
sehingga fungsi hukuman sebagai tindakan preventif tidak tercapai.
Demikian juga dengan memberi makan 60 orang fakir miskin bukanlah
suatu yang sulit bagi seorang penguasa. Oleh sebab itu, al-Lais
menetapkan hukuman berpuasa dua bulan berturut- turut bagi pejabat
tersebut. Menurutnya, hukuman tersebut lebih besar kemaslahatannya dan
dapat mencapai tujuan syara'. Jumhur ulama menganggap fatwa ini tidak
sejalan dengan nash, karena nash menentukan bahwa hukuman pertama
yang harus dijatuhkan pada pejabat tersebut semestinya adalah
memerdekakan budak, bukan langsung kepada puasa dua bulan berturut-

10
Ibid. Hal 253-254
13

turut. Oleh sebab itu, landasan kemaslahatan yang dikemukakan al-Lais,
menurut jumhur ulama adalah al-maslahah al-gharibah (kemaslahatan
yang asing yang tidak didukung oleh nash, baik oleh nash khusus maupun
oleh makna sejumlah nash).
5. Abu Jafar Muhammad Ibnu Jarir Ath-Thabari
Beliau adalah pendiri madzhab ath-Thabari, beliau lahir pada tahun
224 H, wafat pada tahun 310 H di Baghdad. Beliau dikenal sebagai
seorang mujtahid, ahli sejarah dan ahli tafsir. Mula-mula beliau
mempelajari fiqh asy-Syafii dan Maliki serta fiqh ulama Kufah, kemudian
membentuk madzhabnya sendiri yang berkembang di Baghdad.
Sejak mudanya ia menuntut ilmu dengan mengelilingi negara-
negara Islam sehingga dapat mengumpulkan ilmu yang seorangpun pada
masanya tiada yang menyamainya. Ia hafal Al-Quran mengetahui kaidah-
kaidah yang digunakan oleh para sahabat dan tabiin.
Keahliannya tidak hanya terbatas dalam bidang fiqh, tafsir hadits
dan sejarah, akan tetapi juga bidang leksikografi (daftar kata-kata atau
kamus), tata bahasa, logika, matematika serta kedokteran. Namun dia lebih
banyak dikenal sebagai ahli tafsir. Kitab tafsirnya yang terkenal adalah
jami al-Bayan fi tafsiril Quran. Kitab tersebut dinilai oleh para ulama
sebagai kitab tafsir pertama dalam sejarah penulisan kitab-kitab tafsir.
Dalam bidang fiqh at-Thabari dipengaruhi oleh dua aliran yaitu
ahli hadits (Syafii dan Maliki) dan aliran rayu di kufah. Akan tetapi
dalam mengistinbathkan hukum dia lebih dekat kepada moderat seperti
yang dijalani Imam Syafii yaitu mengambil jalan tengah antara ahli hadits
dan ahli rayu. Dasar-dasar pengambilan hukumnya adalah al-Quran,
Sunnah, Ijmak dan Qiyas. Tetapi menolak Istihsan yang dipegang oleh
Imam Abu Hanifah. Salah satu pikiran beliau yang berharga yang baru
diterima oleh masyarakat adalah mengenai hakim wanita. Beliau dengan
14

pikiran yang cukup berani mengemukakannya , pada saat-saat imam-imam
Mujtahid lainnya tidak membicarakannya.
11

Madzhab ini terus dikenal sampai pertengahan abad kelima.
Diantara murid-muridnya yang terkenal adalah : Ali bin Abdul Aziz bin
Muhammad yang menyusun Ad-Daulabi kitab Ar-Roda ala ibni Mughlis,
Abu Bakar bin Ahmad bin Muhammad bin Abu Tsalj Al Katib, Abu
Hasan Ahmad bin Yahya seorang astronom dan ahli ilmu kalam.
12



















11
Ibid. Hal 254-255
12
Hasyim, Ilmu Perbandingan Madzhab, (Tulungagung : lembaga penerbitan (STAI)
DIPONEGORO TULUNGAGUNG, 2005), hal. 66.
15

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Ahlus Sunnah adalah mereka yang mengikuti sunnah Nabi shallallahu 'alaihi
wa sallam dan sunnah shahabatnya radhiyallahu 'anhum. Al-Imam Ibnul Jauzi
menyatakan tidak diragukan bahwa Ahli Naqli dan Atsar pengikut atsar
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan atsar para shahabatnya, mereka itu
Ahlus Sunnah.
Perbedaan pola pikir yang menimbulkan bermacam pendapat dalam
kalangan umat Islam khususnya perbedaan pendapat oleh tokoh-tokoh pembaharu
Islam adalah sunnatullah yang tidak dapat dipungkiri lagi.Sehingga bermunculan
berbagai macam madzhab, diantaranya adalah madzhab-madzhab Sunni yang
masih berkembang sampai sekarang ataupun yang sudah punah.
Madzhab-madzhab Sunni yang masih berkembang antara lain Imam Hanafi,
Imam Maliki bin Anas, Imam SyafiI, dan Imam Ahmad bin Hambali. Sedangkan
madzhab yang punah diantaranya adalah Imam Daud az-Zhahiri, al-AuzaI, al-
Tsauri, al-Laits, dan at-Thabiri.Madzhab-madzhab ini tidak tersebar luas karena di
antara pengikut-pengikutnya jarang yang mengkodifikasikannya menjadi suatu
buku.








15
16

DAFTAR PUSTAKA

Ali Ahsan, M. 1996. Perbandingan Madzhab. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.
Hasyim. 2005. Ilmu Perbandingan Madzhab. Tulungagung : lembaga penerbitan
(STAI)
Nasir, Sahilun A. 2010. Pemikiran Kalam (Teologi Islam) Sejarah, Ajaran, dan
Perkembangannya. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Sarwat, Ahmad. 2012. Seri Fiqih Kehidupan 1. Jakarta : Rumah Fiqih Publishing.
http://syafieh.blogspot.com/2013/04/ahlus-sunnah-wal-jamaah-al-asyari-dan.html
http://vickyexperience.blogspot.com/2009/04/mazhab-sunni.html

16

Anda mungkin juga menyukai