Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH ASWAJA-NU, MADZAB DAN BIDAH

I. PENDAHULUAN
Ahlusunnah wal jama'ah atau yang lebih sering kita kenal dengan aswaja memang
merupakan satu istilah yang mempunyai banyak makna, sehingga banyak golongan dan faksi
dalam islam yang mengklaim dirinya sebagai golongan "ahlusunnah wal jama'ah".
Ahlusunnah wal jam'ah itu merupakan golongan mayoritas umat Islam di dunia sampai
sekarang, yang secara konsisten mengikuti ajaran dan amalan(sunnah) Nabi Muhammad SAW
serta sahabat-sahabatnya dan membela serta memperjuangkan berlakunya ditengah-tengah
kehidupan masyarakat Islam. Untuk dapat memahami aswaja secara utuh tidak mungkin hanya
menggunakan pendekatan secara doktrinal saja namun juga melalui pendekatan historial dan
kultural. Tiga pendekatan tersebut akan membantu memahami Ahlusunnah wal jama'ah secara
utuh sebagai suatu perangkat aqidah, suatu citra gerakan, suatu karakter sosial, dan suatu model
budaya.
Dalam makalah ini kami akan membahas Aswaja-NU, dan keadaan masyarakat pada
saat ini. Ahlusunnah Wal Jamaah yang diikuti olah Bamon Islam yaitu NU, secara subtansi,
ajaran Aswaja sangat menekankan dan mengajarkan tentang prinsip-prinsip Tawassuth-
itidal (keseimbangan-keadilan),tasammuh (toleran), tawazun (moderat), dan amar maruf nahi
al-mungkar. Ketika sekelompok orang mengatasnamakan Aswaja, tetapi membentuk karakter
yang ekstrim (tatharruf) dan radikal, maka jelas ajaran itu bukan ajaran Aswajaala Nahdhatul
Ulama (NU).
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering menjumpai amalan-amalan yang sering
diperdebatkan oleh orang sesama muslim, yang satu mengatakan tidak sesuai dengan ajaran
Rasulullah, dan satu pihak menyatakan mengikuti sunnahRasulullah, manakah yang
sebenarnya?, apa yang menjadi dasar mereka?, dalam makalah ini akan dibahas secara singkat
tentang Aswaja ala NU dan amalan-amalannya yang dianut.
II. RUMUSAN MASALAH
1. Pengertian Aswaja ala NU
2. Pengertian Madzab
3. Bidah
4. Memakai Sorban
5. Mantra-mantra
III. PEMBAHASAN
1. Pengertian Aswaja ala NU
Istilah ahlussunnah wal jamah sudah tidak asing lagi bagi kita. Seperti yang sudah pernah
kita ketahui bahwa pengertian ahlussunnah wal jamaah berasal dari kata:
- ahlu : golongan atau keluarga atau kelompok.
- assunnah : segala sesuatu yang disandarkan pada nabi muhammad baik perkataan, perbuatan maupun taqrir
beliau.
- al jamaah: kebersamaan atau apa-apa yang sahabat sepakati.[1]
Dari penjabaran diatas maka pengertian ahlussunnah wal jamaah berarti golongan
pengikut Nabi Muhammad SAW baik perkatan, perbuatan, maupun ketetapan beliau sesuai
dengan kesepakatan para sahabat.
Dalam kitab Al-Mausu'ah al-Arabiyah al-Muyassarah sebuah eksiklopedi ringkas,
memberikan definisi Ahlussunnah sebagai berikut: "Ahlussunnah adalah mereka yanag
mengikuti dengan konsisten semua jejak langkah yang berasal dari Nabi Muhammad SAW dan
membelanya. Mereka mempunyai pendapat tentang masalah agama baik yang
fundmental (Ushul) maupun divisional (furu'). Sebagai pembanding Syi'ah. Diantara mereka ada
yang disebut 'salaf' yakni generasi awal mulai dari sahabat, tabi'in, dan tabi'it tabi'in dan ada juga
yang disebut 'kholaf' yaitu generasi yang datang kemudian. Diantara mereka ada yang yang
toleransinya luas terhadap peran akal, dan ada pula yang membatasi peran akal secara ketat.
Diantara mereka juga ada yang bersifat reformatif (mujaddidun) dan diantaranya lagi bersikap
konservatif (muhafidhun). Golongan ini merupakan mayoritas umat Islam".
Hakekat Nahdlatul 'Ulama (NU) dengan memahami arti dari kata "Nahdlatul" yang
mempunyai makna kebangkitan, maka dapat dimengerti bahwa hakikat NU adalah Nahdlatul
(kebangkitan) danharakah (gerakan).[2]
Nahdlatul 'Ulama sebagai organisasi keagamaan besar, dan mugkin terbesar dalam jumlah
anggotanya di indonesia, sejak berdirinya pada tanggal 31 Januari 1926 M, telah menyatakam
diri sebagai golongan beraliran "Ahlussunah wal jama'ah" yang dalam aqidah mengikuti
aliran Asy'ariyah-Maturidiyah dalam syari'ah atau fiqih mengikuti salah satu madzhab empat
hanafi-hambali-syaf'i dan maliki, dan dalam tashawwuf mengikuti Al-junaid dan Al-Ghozali.[3]
Kepemimpinn NU selama ini dipercayakan kepada 'Ulama yang dipandang memiliki
dimensi kepemimpinan yang memadai, yakni dimensi kepemimpinan ilmiah, kepemimpinan
sosial, kepemimpinan spiritual, dan kepemimpinan administratif.
2. Pengertian Madzab
Madzhab dari asal kata (etimologis) berarti jalan, aliran pendapat, ajaran, dan doktrin. Dan
dalam kajian Islam, pengertian madzhab seperti dipaparkan dalam Al-Musu'ah al-Arabiyah al-
muyassarahadalah "metode memahami ajaran-ajaran islam, di dalam Islam ada beberapa macam
madzhab, ada yang politis, utamanya adalah khawarij, syi'ah dan Ahlusunnah. Dan ada
yang teologis (kalamiyah) utamanya adalah Mu'tazilah, Asy'ariyah dan maturidiyah. Dan ada
yang fiqhiyah, utamanya adalah Hanafiyah, Malikiyah, Syafi'iyah dan Hambaliyah".
Bermadzhab pada dasarnya ialah mengikuti ajaran atau pendapat Imam Mujtahid yang
diyakini mempunyai kompetensi (kewenangan atau kemampuan) berijtihad. Menurut Prof. Dr.
Said Ramadlon Al-Buthi, bermadzhab ialah mengikutinya orang awam atau orang-orang yang
tidak mencapai kemampuan ijtihad, kepada pendapat atau ajaran seorang Imam mujtahid tertentu
secara tetap, atau dalam hidupnya dia berpindah dari seorang mujtahid kepada seorang mujtahid
lain.[4]
Pola bermadzhab akan selalu melibatkan dua pihak, yaitu pihak yang diikuti
pendapatnya (mujtahid) atau ijtihadnya dan pihak yang mengikuti pendapat atau hasil ijtihad
para mujtahid.
3. Bidah
Perbedaan yang terjadi dalam masyarakat tentang masalah biah sangatlah hangat sebagai
bahan pembicaraaan,. Bidah menurut Al-Amam Izzuddin Abdul Aziz bin Abdissalam
mendefinisikan bidah dalm kitabnya Qawaid al-Ahkam fi Mashalih al-Aman.
Bidah adalah mengerjakan sesuatu yang tidak pernah dikenal pada masa Rasulullah[5]

Sedangkan menurut al-Imam Muhyiddin Abu Zakariyah Yahya bin Syaraf al-Nawawi
mengungkapkan hal yang hampir sama bahwa bidah adalah mengerjakan suatu yang baru, yang
belum ada pada masa Rasulullah. Sedangkan seorang ulama yang dikagumi oleh orang wahabi
al-Imam Muhammad bin Ismail al-Shanani dalam sebuah kitabnya Subul al-Salam Syarh
Bulugh al-Maram mengatakan bidah menurut bahasa adalah sesuatu yang dikerjakan tanpa
mengikuti contoh sebelumnya. Yang dimaksud disini adalah sesuatu yang dikerjakan tanpa
didahului pengakuan syara melalui Alquran dan Sunnah.

Menurut para ulama bidah dalam ibadah dibagi dua: yaitu bidah hasanah dan bidah
dhalalah. Di antara para ulama yang membagi bidah ke dalam dua kategori ini adalah:
a. Imam Syafii.
Menurut Imam Syafii, bidah dibagi dua; bidah mahmudah dan bidah madzmumah.
Jadi bidah yang mencocoki sunah adalah mahmudah, dan yang tidak mencocoki sunah adalah
madzmumah.
Bidah hasanah atau mahmudah dibagi menjadi dua. Yang pertama adalah bidah wajib, kedua
adalah bidah sunah.
b. Imam al-Baihaqi
Bidah menurut Imam Baihaqi dibagi dua; bidah madzmumah dan ghairu madzmumah.
Setiap Bidah yang tidak menyalahi Alquran, Sunah, dan Ijma adalah bidah mahmudah atau
ghairu madzmumah. Sedangkan bidah yang tercela (madzmumah) adalah bidah yang tidak
memiliki dasar syari sama sekali.
c. Imam Nawawi
Bidah menurut Imam Nawawi dibagi menjadi dua, bidah hasanah dan bidah qabihah.
d. Imam al-Hafidz Ibnu Atsir
Ibnu Atsir juga membagi Bidah menjadi dua; bidah yang terdapat petunjuk nash (teks
al-Quran/hadits) di dalamnya, dan bidah yang tidak ada petunjuk nash di dalamnya.
Jadi setiap bentuk bidah yang menyalahi kitab dan sunah adalah tercela dan harus
diingkari. Akan tetapi bidah yang mencocoki keumuman dalil-dalil nash, maka masuk dalam
kategoti terpuji.
Lalu bagaimana dengan hadits



Setiap bidah adalah sesat.

Berikut ini adalah pendapat para ulama:


1. Imam Nawawi
Hadits di atas adalah masuk dalam kategori am (umum) yang harus ditakhshish
(diperinci).
2. Imam al-Hafidz Ibnu Rajab
Hadits di atas adalah dalam kategori am akan tetapi yang dikehendaki adalah khash (am
yuridu bihil khash). Artinya secara teks hadits tersebut bersifat umum, namun dalam
pemaknaannya dibutuhkan rincian-rincian.

4. Memakai Sorban
Sorban yang sering dipakai oleh orang laki-laki ketika ibadah seringkali diperbincangkan,
sering muncul pertanyaan dari kaum awam, tentang hukum dan manfaat memakai sorban.
Penggunaan sorban yang seringkali hanya dipakai oleh para 'Ulama sebenarnya dianjurkan. Hal
ini sesuai dengan hadits:
Abu darda' berkata: sesungguhnya Allah memberi Rahmat dan malaikat mendoakan orang-
orang yang memakai sorban pada hari jumat. (R. Atthabrani)[6]
Pada prinsipnya syariat Islam telah mewajibkan seorang muslim laki-laki untuk
menutup auratnya baik saat solat, diluar solat yang mana antara pusar sampai dengan lutut.
Sedangkan memakai pakaian yang melebihi menutupi aurot itu adalah terserah masing-masing
orang boleh memakainya atau tidak. Namun, bagi seseorang yang hendak melakukan solat
dianjurkan untuk berpakaian sesuai dengan kepantasn yang telah berlaku disuatu daerah tertentu.
Seperti halnya jika di suatu daerah tertentu biasa menggunakan songkok, berbaju koko dan
sarung maka dianjurkan pula mengikuti traadisi tersebuat.

Hal tersebut juga selaras dengan firman allah dalam Qs. Al-araf 7;31 yang artinya:
hai anak adam, pakailah pakaianmu yang indah disetiap (memasuki) masjid, makan dan
minumlah , dan jangan berlebih-lebihn. Sesungguhnya allah tidak menyukai orang- orang yang
berlebihan.
Dari ayat tersebut jelas sekali bahwa saat melakukan solat hendaklah memakai pakaian
yang pantaas. Adapun salah satu pakaian yang pantas saat melakukan solat seperti memakai
tutup kepala dengan memaki sorban, atau songkok atau kopiah. Dalam kitab al- mausuah al-
fiqiyah dikatakan juga:
tidak ada perbedaan (khilaf) ulama atas sunnahnya menutup kepala saat solat bagi lki-laki
baik dengan soraban atau yang serupa dengan itu karena nabi melakukan itu saat solat.

Jadi, menutup kepala saat solat bagi seorang laki- laki baik berupa sorban, ataupun yang
sama fungsinya seperti songkok, dan kopiah adalah sunah. Namun tentu saja sebagian orang
ingin menutup kepala nya saat melakukan solat yang dianggap paling pantas menurut anggapan
masyarakat mereka, artinya tidak harus sorban.
Akan tetapi sebagian orang yang berpendapat memakai sorban itu sunnah. mungkin
pendapat tersebut berdasarkan pada atsar (perkataan sahabat) ibnu umar yang mana konon
katanya beliau mengatakan:
sekali sholat dengan memakai sorban itu sama dengan 70 kali sholat tanpa sorban.
Atau berdasarkan riwyat anas:sama dengan 10000 kebaikan.

5. Mantra-mantra
Mantra adalah bunyi, suku kata, kata atau sekumpulan kata-kata yang dianggap mau
menciptakan perubahan ( misalnya perubahan spiritual).[7] Pada dasarnya jenis dan kegunan
mantra berbeeda-beda tergantung pada filsafat yang terkait dengan mantra tersebut.
Dalam kamus besar bahasaa indonesia , mantra diartikan sebagi susunan kata yang
berunsur puisi ( seperti rima dan irama) yang dianggap mengandung kekuatan gaib, biasanya
diucapkan oleh dukun atau pawang untuk menandingi kekuatan gaib yang lain.[8]
Menurut ulama, ruqyah atau mantra atau jampi Islami (syar'i) harus memenuhi 3 (tiga)
syarat:
a. Bacaan yang dibaca berasal dari Alquran atau dari hadits.
b. Harus memakai bahasa Arab, kecuali bagi yang tidak bisa
c. Harus meyakini bahwa ruqyah tidak ada pengaruhnya tanpa kuasa Allah.
Ruqyah berfungsi sebagai tawassul (perantara) untuk meminta sesuatu kepada Allah. Sedangkan
tawassul sendiri hukumnya dibolehkan dalam arti bertawassul hanya kepada Allah tidak dengan selain
Allah. Para ulama bersepakat bahwa hukum ruqyah itu boleh, hal ini sesuai dengan beberapa dalil yaitu:
Sahih riwayat Muslim:

Artinya: Ruqyah itu boleh asal tidak mengandung syirik.
Jadi, dari pemaparan diatas jelas sekali bahwa hukum rukyah bisa diharamkan dan juga
bisa diperbolehkan tergantung dari tujuan orang tersebut. Jika tujuannya untuk bertawashul
kepada Allah, maka ruqyah diperbolehkan, akan tetapi jika mengandung kemusyrikan maka
ruqyah adalah haram.

IV. SIMPULAN
1. Nahdlatul 'Ulama sebagai organisasi keagamaan besar, dan mugkin terbesar dalam jumlah
anggotanya di indonesia, sejak berdirinya pada tanggal 31 Januari 1926 M, telah menyatakam
diri sebagai golongan beraliran "Ahlussunah wal jama'ah" yang dalam aqidah mengikuti
aliran Asy'ariyah-Maturidiyah dalam syari'ah atau fiqih mengikuti salah satu madzhab empat
hanafi-hambali-syaf'i dan maliki, dan dalam tashawwuf mengikuti Al-junaid dan Al-Ghozali
2. Madzhab dari asal kata (etimologis) berarti jalan, aliran pendapat, ajaran, dan doktrin. Dan
dalam kajian Islam, pengertian madzhab seperti dipaparkan dalamAl-Musu'ah al-Arabiyah al-
muyassarah adalah "metode memahami ajaran-ajaran islam, di dalam Islam ada beberapa macam
madzhab, ada yang politis, utamanya adalah khawarij, syi'ah dan Ahlusunnah. Dan ada
yang teologis (kalamiyah) utamanya adalah Mu'tazilah, Asy'ariyah dan maturidiyah. Dan ada
yang fiqhiyah, utamanya adalah Hanafiyah, Malikiyah, Syafi'iyah dan Hambaliyah".
3. Bidah adalah mengerjakan suatu yang baru, yang belum ada pada masa Rasulullah
4. Pada prinsipnya syariat Islam telah mewajibkan seorang muslim laki-laki untuk menutup
auratnya baik saat solat, diluar shalat yang mana antara pusar sampai dengan lutut. Sedangkan
memakai pakaian yang melebihi menutupi aurot itu adalah terserah masing-masing orang boleh
memakainya atau tidak.
5. Mantra adalah bunyi, suku kata, kata atau sekumpulan kata-kata yang dianggap mau
menciptakan perubahan ( misalnya perubahan spiritual).[9] Pada dasarnya jenis dan kegunan
mantra berbeeda-beda tergantung pada filsafat yang terkait dengan mantra tersebut.

V. PENUTUP
Demikianlah makalah yang kami susun ini, semoga dapat bermanfaat bagi penyusun
khususnya dan pembaca umumnya, kami mohon maaf bila makalah kami ini memiliki banyak
kekurangan, karena kami masih dalam taraf belajar, oleh sebab itu kami tunggu kritik dan saran
yang membangun dari para teman-taman sekalian, untuk kesempurnaan makalah kami
selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Abdusshomad Muhyiddin, 2008, Hujjah NU Akidah-Amaliah-Tradisi, Surabaya: Khalista.


Muchtar Masyhudi, dkk, 2007, Aswaja An-Nahdliyah, Surabaya: Khalista.
Zaki Hadziq Moh, 2009, Konsep Aswaja Ala Mbah Hasyim Asyari, Jombang: Maktabah Pustaka
Warisan Islam.
Lim Press Lirboyo, 2007, Gerbang Pesantren Pengantar Memahami Ajaran Ahlusunnah wal
Jamaah, Kediri: Bidang Penelitian dan Pengembangan Lembaga Ittihadul Mubalighin Pon Pes
Lirboyo.
Abbas Siradjuddin, 1969, Iitiqad Ahlussunnah wal Jamaah, Jakarta: Pustaka Tarbiyah.
Royyan Danial Muhammad, 2011, Membedah Intisari Ahlissunnah wal Jamaah, Jogjakarta: Menara
Kudus.
Hidayat Muhammad Nur, 2012, Benteng Ahlussunah wal Jamaah, Kediri: Nasyrul ilmi.
Ismail Ibnu, 2011, Islam Tradisi, Kediri: Tetes Publisking Tempias Tinta Emas.
Idrus Ramli Muhammad, 2010, Membedah Bidah dan Tradisi, Surabaya: Khalista.

Anda mungkin juga menyukai