Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

AHLUSUNNAH WAL JAMAAH

DI SUSUN OLEH :

1. HANI SANTI
2. AULIA WULAN
3. HAZIM IMAM
4. ALFIAN FADLILA ASHA PUTRA

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM


PROGRAM STUDI PARIWISATA SYARIAH
PENDAHULUAN

 LATAR BELAKANG

Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah (Aswaja) adalah salah satu aliran pemahaman teologis (Aqiedah) Islam.
Selain Aswaja ada faham-faham teologi lain seperti Khawarij, Murji’ah, Qadariyah, Jabariyah dan
Syi’ah. Pemahaman teologi Aswaja ini diyakini sebagian besar umat Islam sebagai pemahaman yang
benar yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW kepada para sahabatnya. Kemudian secara
turun-temurun faham Aswaja diajarkan kepada generasi berikutnya (Tabi’in-Tabi’it Tabi’in) dan
selanjutnya diteruskan oleh generasi-generasi berikutnya sehingga sampai kepada kita. Hal ini –
tentu – dapat dibuktikan melalui kajian-kajian literer keagamaan. Berkaitan dengan ini ribuan kitab
dan buku telah ditulis oleh banyak ulama dan pakar/ahli.

Menurut telaah sejarah, istilah Aswaja muncul sebagai reaksi terhadap faham kelompok Mu’tazilah,
yang dikenal sebagai “kaum rasionalis Islam” yang ekstrim. Kelompok ini mengedepankan
pemahaman teologi Islam yang bersifat rasionalis (‘aqli) dan liberalis. Faham Mu’tazilah ini antara
lain dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran filsafati dari Yunani. Mereka berpegang teguh pada
faham Qadariyah atau freez will, yaitu konsep pemikiran yang mengandung faham kebebasan dan
berkuasanya manusia atas perbuatan-perbuatannya. Artinya, perbuatan manusia itu diwujudkan
oleh manusia itu sendiri, bukan diciptakan Tuhan. Di samping reaksi terhadap faham Mu’tazilah,
Aswaja juga berusaha mengatasi suatu faham ekstrim yang lain, yang berlawanan faham secara total
dengan kaum Mu’tazilah, yaitu faham kaum Jabariyah.di mana mereka berpendapat bahwa manusia
tidak mempunyai kemerdekaan atau kuasa dalam berkehendak dan berbuat. Kehendak (iradah) dan
perbuatan manusia terikat dengan kehendak mutlak Tuhan. Jadi segala perbuatan manusia itu
dilakukan dalam keadaan terpaksa (mujbar). Mereka akhirnya befikir fatalistic. Mengapa? Karena
kelompok ini cenderung berfikir skriptualistik sementara kelompok Mu’tazilah berfikir rasionalistik.

Dalam menghadapi kedua faham yang sama-sama ekstrim tersebut, Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari
(W.324 H) dan Imam Abu Manshur al-Maturidi (W. 333 H) merasa berkewajiban untuk meluruskan
kedua kelompok tersebut sehingga sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW kepada
para sahabatnya. Mereka berdua memunculkan kembali pola pikir yang mengambil jalan tengah
antara kedua faham teologi yang ekstrim tersebut. Dan perlu diketahui bahwa selama 40 tahun al-
Asy’ari adalah pengikut faham Mu’tazilah. Karena adanya argumentasi Mu’tazilah yang tidak benar
dan ditambah dengan hasil mimpinya bertemu Nabi SAW; di mana Nabi SAW berkata kepadanya
bahwa yang benar adalah mazhab ahli Hadits (al-Sunnah), bukan mazhab Mu’tazilah, maka
ditinggalkanlah faham Mu’tazilah. Keduanya akhirnya ingin mengembalikan faham aqiedah umat
Islam sesuai dengan apa yang diajarkan Nabi Muhammad SAW kepada para sahabatnya, dengan
mengemukakan dalil-dalil naqliyah (nash-nash al-Qur’an dan Hadits) dan dalil-dalil aqliyah
(argumentasi rasional). Karena faktor dari kedua tokoh tersebut, Aswaja juga dikenal dengan istilah
al-Asy’ariyyun dan al-Maturidiyyun. Berkait dengan hal tersebut perlu diketahui bahwa mayoritas
umat Islam di negeri kita, terlebih lagi kaum Nahdliyyin (NU), dan wilayah-wilayah Asia Tenggara
lainnya, adalah Asy’ariyyun. Sebagai catatan buat kita, bahwa meskipun kedua ulama tersebut
dikenal sebagai pencetus dan sekaligus pembela faham Aswaja, namun di antara keduanya ada
perbedaan-perbedaan yang bersifat far’iyyah (cabang), bukan dalam masalah-masalah pokok
aqiedah; Al-Asy’ari lebih condong ke faham Jabariyah sementara al-Maturidi lebih condong ke faham
Qadariyah. (Alangkah baiknya bila mana kita dapat mempelajari konsep pemikiran al-Maturidi juga
sehingga kita dapat memiliki pemahaman teologi Aswaja secara lebih luas).
Secara ideologi politik penganut Aswaja juga sering disebut dengan “kaum Sunni”. Istilah ini sering
diantonimkan dengan “kaum Syi’i”. Hal ini pada awalnya terjadi karena adanya perbedaan
pandangan di kalangan para sahabat Nabi mengenai kepemimpinan setelah wafatnya Nabi. Setelah
itu persoalannya berlanjut menjadi persoalan yang bersifat politik. Dari ranah yang terpolitisasikan
inilah akhirnya persoalannya berkembang ke dalam berbagai perbedaan pada aspek-aspek yang lain,
terutama pada aspek teologi dan fiqih. Inilah realitas sejarah perjalanan umat Islam. Dan perlu untuk
diketahui bahwa mayoritas umat Islam di dunia ini adalah berfaham Aswaja (kaum Sunni). Dalam
berfiqih mereka (kaum Sunni) menjadikan empat mujtahid besar, Imam Maliki, Imam Hanafi, Imam
Syafi’i

Telah disebut di atas bahwa secara teologis kaum Nahdliyyin (warga NU) adalah bermazhab Aswaja.
Artinya, mereka adalah bagian dari kaum Sunni. Dengan demikian maka secara otomatis faham
teologi mereka tidaklah bersifat ekstrim, akan tetapi bersifat moderat (tengah-tengah). Jadi tidak
ada warga NU, misalnya, yang terlibat kegiatan melawan Pemerintah yang sah, seperti teroris.
Melalui kecerdasan-kecerdasan intelektualitas dan spiritualitas para ulama NU, terumuskanlah
beberapa nilai ajaran yang luhur yang diyakini dapat membawa umatnya – baik secara individual
maupun komunal – ke jalan yang benar, sejahtera lahir dan batin, selamat di dunia dan di akherat
serta diridloi Allah SWT, termasuk cara kebersamaan hidup berbangsa dan bernegara yang diliputi
dengan kedamaian. Di antara nilai-nilai penting yang diajarkan adalah sikap at-tawassuth, al-I’tidal,
at-tawazun, at-tasamuh dan amar ma’ruf nahi mungkar.

Kata at-tawassuth mempunyai arti mengambil posisi di pertengahan, kata al-i’tidal berarti tegak
lurus, tidak memihak, karena kata ini berasal dari kata al-‘adl yang berarti keadilan, kata at-tawazun
berarti keseimbangan, tidak berat sebelah, yakni tidak melebihkan sesuatu dan tidak menguranginya
dan kata at-tasamuh mempunyai arti toleransi, yakni menghormati perbedaan pendapat dan
keyakinan. Semuanya itu diintisarikan dari al-Qur’an dan Hadits/Sunnah. Nilai-nilai tersebut
diamalkan dalam pelaksanaan amar ma’ruf dan nahi mungkar yang merupakan ruh kehidupan umat
dalam rangka meninggikan kalimat Allah. Inilah ciri-ciri penting yang melekat pada kehidupan kaum
Sunni. Dan nilai-nilai inilah yang senantiasa disandang oleh para ulama NU semenjak kelahirannya
hingga kini. Semua itu tiada lain adalah merupakan warisan para wali (pendakwah islam) yang telah
berjasa dalam penyebarann islam di tanah air kita ini.

Dalam konteks ke-Indonesiaan, pola pikir NU yang didasari dengan nilai-nilai tersebut dapat dinilai
sebagai suatu cara yang paling efektif, feasible, akurat dan tepat. Hal ini dimaksudkan bahwa
eksistensi NU, baik secara kelembagaan (jam’iyyah/organisasi), perkumpulan (jama’ah-jama’ah),
ajaran (pemahaman keagamaan) maupun kultur keagamaan dan kemasyarakatannya dapat diterima
bahkan didukung dan diikuti oleh sebagian besar umat Islam Indonesia. Hal ini terbukti dengan
penilaian positif dari para pemimpin pemerintahan Republik Indonesia. Berita terakhir yang patut
dikemukakan di sini adalah tawaran Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), di saat kunjungan
Rais Am dan Ketua Umum PBNU di Istana Negara, 2 Juni 2010, kepada PBNU untuk bekerjasam
(MoU) dalam 5 bidang. Pertama, adalah masalah penanggulangan Gerakan radikalisasi. Menurut
penelitian beliau pendekatan kultural dan keagamaan yang dilakukan NU sangatlah efektif. Kedua,
adalah di bidang peningkatan ekonomi, terutama dalam peningkatan ketahanan pangan,
pengembangan usaha ekonomi mikro dan ketahanan energi. Program ini perlu dilakukan secara luas
agar bisa menjangkau lapisan rakyat yang paling bawah. Ketiga, kerjasama dalam bidang pendidikan,
terutama dengan pendidikan moral dan penguatan character building. Dikatakan, agenda ini sangat
penting mengingat saat ini pendidikan telah kehilangan aturan dan tata nilai. ”Kita bisa kembali
menata moral bangsa dengan pendidikan moral dan dengan penguatan character building. ”
Demikian kata Said Aqil, Ketua Umum PBNU. Keempat, adalah penanggulangan climate change.
Peran ulama dalam masalah ini sangat penting. Sebab hal ini amat berkaitan dengan pembinaan
moral bangsa. Dengan penanaman nilai-nilai moral yang luhur diharapkan masyarakat akan lebih
bisa menghormati lingkungan dan menjaga kelestariannya. Kelima, adalah pengembangan dialog
peradaban untuk mewujudkan perdamaian dunia. Saat ini Indonesia dan NU diminta lebih aktif
dalam forum internasional dan diharapkan menjadi leader dalam semua bidang.

 RUMUSAN MASALAH

A. Pengertian Ahsunnah wal jamaah


B. Tokoh-tokoh & pemikiran Ahsunnah wal jamaah
C. Ajaran pokok Ahsunnah wal jamaah
PEMBAHASA

A. Pengertian Ahlus Sunnah wal Jamaah

Ahlus Sunnah Wal Jama’ah --sering disingkat Aswaja-- adalah orang-orang yang mengikuti sunnah
Rasulullah Saw dan berada dalam golongan jamaah kaum Muslimin.

Ahlus Sunnah Wal Jama'ah (‫ )أهل السنة والجماعة‬sering disebut kelompok Suni di kalangan umat Islam vis
a vis Syi'ah. Polarisasi ini keliru karena Syi'ah bukan Islam.

 SUNNAH

Sunah secara bahasa berasal dari kata "sanna" yang artinya "jalan". 

Dalam KBBI sunah diartikan sebagai "jalan yang biasa ditempuh; kebiasaan; aturan agama yang
didasarkan atas segala apa yang dinukilkan dari Nabi Muhammad saw., baik perbuatan, perkataan,
sikap, maupun kebiasaan yang tidak pernah ditinggalkannya; hadis. Dalam istilah fiqih, sunah
artinya perbuatan yang apabila dilakukan mendapat pahala dan apabila tidak dikerjakan tidak
berdosa.

 JAMAAH

Jamaah atau jemaah (baku) artinya kumpulan atau rombongan orang beribadah, orang banyak;
publik. Jadi, Ahlus Sunnah wal Jama'ah, adalah mereka yang berpegang teguh pada sunnah Nabi
Muhammad Saw, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikuti jejak dan jalan mereka, baik
dalam hal ‘aqidah, perkataan maupun perbuatan, juga mereka yang istiqamah (konsisten) dalam
ber-ittiba' (mengikuti Sunnah Rasul) dan menjauhi perbuatan bid'ah. Menjadi Ahlu Sunnah --
mengikuti sunah Rasul-- merupakan kewajiban setiap Muslim.
ُ َ‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا َأ ِطيعُوا هَّللا َ َوَأ ِطيعُوا ال َّرسُو َل َواَل تُب ِْطلُوا َأ ْع َمال‬
‫ك‬

“Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan taatlah kepada rasul dan janganlah kamu
merusakkan (pahala) amal-amalmu’(QS Muhammad:33).

A. Tokoh-Tokoh Ahlusunnah wal Jama'ah

1. Bidang Akidah

A. Abu Hasan Al-Asyâari

Nama lengkap Al-Asyâari adalah Abu Hasan â Ali bin Ismaâil bin Ishaq bin Salim bin Iâ ismail bin
Abdillah bin Musa bin Bilal bin Abi Burdah bin Abi Musa Al-Asyâari. Menurut beberapa riwayat, Al-
Asyâari lahir di Bashrah pada tahun 260H/875M. Beliau wafat di Baghdad pada tahun 324H/935M.
(Dr. H. Achmad Mihibbin Zuhri, 2013)

Al-Asyâari merupakan salah satu murid dari tokoh Muâtazilah Abu Ali Alâ Jubbai. Namun hanya
sampai usia 40 tahun Al-Asy;ari menganut paham Muâtazilah. Menurut Ibn Asakit latar belakang ia
keluar dari paham Muâtazilah adalah ia bermimpi bertemu dengan Rasuulullah SAW sebanyak 3 kali.
Dan ia diperingatkan oleh Rasulullah agar segera meninggalkan paham tersebut dan segera
mengikuti paham/ajaran yang telah diriwayatkan Rasulullah dan sahabatnya. Alasan lainnya karena
pada saat perdebatan Al-Jubbaâi diam dan tidak dapat menjawab pertanyaan dari Al-Asyâari
(muridnya) mengenai kedudukan mukmin, kafir, dan anak kecil di akhirat nanti. Hal tersebutlah yang
membuat Al-Asyâari merasa ragu dan tidak puas lagi dengan ajaran Muâtazilah lalu memutuskan
untuk keluar dan menyusun teologi baru sesuai dengan ajaran Rasulullah dan sahabat, yang dikenal
dengan Al-Maturidiyah.

 Pemikira-pemikiran penting Al-Asyâari:

1) Tuhan dan sifat-sifatnya

Al-Asyâari berpendapat bahwa Allah mempunyai sifat-sifat (bertentangan dengan Muâtazilah) dan
sifat-sifat itu tidak boleh diartikan secara harfiah tetapi secara simbolis.

2) Kebebasan dalam berkehendak

Allah adalah pencipta (khaliq) perbuatan manusia, sedangkan manusia adalah yang
mengupayakannya (muktasib).

3) Qadimnya Al-Qurâan

Al-Qurâan terdiri atas kata-kata, huruf dan bunyi, tetapi hal itu tidak melekat pada esensi Allah dan
tidak qadim.

4) Akan dan wahyu dan kriteria baik dan buruk

Dalam menghadapi persialan yang memperoleh penjelasan kontradiktif, serta dalam menentukan
baik dan buruk, Al-Asyâari lebih mengutamakan wahyu daripada akal.

5) Melihat Allah

Allah dapat dilihat di akhirat kelak, tetapi tidak dapat digambarkan. Dan kalau dikatakan Allah dapat
dilihat, itu tidak mengandung pengertian seperti bahwa apa yang bisa dilihat harus bersifat
diciptakan.

6) Kedudukan orang yang berdosa

Orang mukmin yang berdosa besar adalah mukmin yang fasik sebab iman tidak mungkin hilang
karena dosa selain kufur. Dalam kenyataan, iman adalah lawan dari kufur, predikat seseorang harus
berada satu diantaranya. Jika tidak mukmin, maka ia kafir.

7) Keadilan

Allah memiliki kekuasaan mutlak, taka da satupun yang wajib bagi-Nya dan Allah berbuat
sekehendaknya.

B. Abu Manshur al-Maturidi

Bernama lengkap Abu Manshur Muhammad Ibn Muhammad Ibn Mahmud al- Maturidi, lahir di
Maturid, daerah Samarkand (Uzbekistan). Lahir sekitar pertengahan abad ke-3H. wafat pada tahun
333H/944M.

Murid dari Nasyr bin Yahya al-Balakhi seorang guru dalam bilang fiqh dan teologi, Abu Manshur juga
merupakan pengikut Abu Hanifah yang banyak memakai rasio dalam pandangan keagamaannya,
sehingga banyak persamaan dalam sistem teologi yang ditimbulkannya namun termasuk dalam
golongan teori Ahli Sunnah yang kemudian dikenal dengan nama al-Maturidiyah. Literatur dari
ajaran Abu Manshur tidak sebanyak Al-Asyâari. Banyak karangan Al- Maturidi yang belum dicetak
dan kemungkinan masih dalam bentuk manuskrip antara lain kitab al-Tauhid dan kitab Taâwil Al
Qurâan. Selain itu, ada pula karangan-karangan yang dikatakan dan diduga ditulis oleh Al-Maturidi,
antara lain Risalah fi Al- Aqaid dan Syarh Fiqh Al-Akbar.

 pemikiran Al-Maturidi:

1) Akal dan wahyu

Dalam pemikiran teologi, Al-Maturidi mendasar pada Al-Qurâan dan akal, namun porsi yang
diberikan pada akal lebih besar daripada yang diberikan pada Al-Asy’ari.

2) Perbuatan manusia

Perbuatan manusia adalah ciptaan Allah karena segala sesuatu dalam wujud ini adalah ciptaan-Nya,
beliau mempertemukan antara ikhtiar sebagai perbuatan manusia dengan qudrat Allah sebagai
pencipta perbuatan manusia.

3) Melihat Allah

Manusia dapat melihat Allah. Namun mellihat Allah, kelak di akhirat tidak dalam bentuknya (bila
kaifa), karena keadaan di akhirat tidak sama dengan keadaan di dunia.

4) Kalam Tuhan

Al-Maturidi membedakan antara kalam yang tersusun dengan huruf dan bersuara dengan kalam
nafsi (sabda yang sebenarnya atau kalam abstrak). Kalam nafsi adalah sifat Qadim bagi Allah,
sedangkan kalam yang tersusun dari huruf dan suara adalah baharu (hadist). Kalam nafsi tidak dapat
kita ketahui hakikatnya bagaimana Allah bersifat dengan (bila kaifa) tidak di ketahui, kecuali dengan
suatu perantara.

5) Pelaku dosa besar

Orang dengan dosa besar tidak kafir dan tidak kekal dalam neraka walaupun ia meninggal sebelum
bertaubat. Hal ini karena Allah telah menjanjikan dan akan memberikan balasan kepada manusia
sesuai dengan amal perbuatannya. Perbuatan dosa besar selain syirik tidak menjadikan seorang kafir
atau murtad.

6) Kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan

Qudrat Tuhan tidak sewenang-wenang (absolut), tetapi perbuatan dan kehendak-Nya itu
berlangsung sesuai dengan hikmah dan keadilan yang sudah ditetapkan-Nya sendiri. Sesungguhnya
ajaran-ajaran akidah Islam Imam Abu al-Hasan Al-Asy⠀™ari dan Imam Abu Mansur berada pada
jalan yang sama. Namun, terdapat beberapa perbedaan antara Asy’ariyah dan Maturidiyah yaitu
pada masalah-masalah cabang akidah (Furu’ al-‘Aqidah). Hal ini tidak menjadikan kedua
kelompok ini berdebat.

C. Imam Abu Hasan al-Basri

Beliau bernama asli Hasan Al-Basriadalah Abu Sa’id Al Hasan bin Yasar. Beliau merupakan anak
dari Khoiroh dan Yasaar, budak Zaid bin Tsabit tepatnya pada tahun 21 H di kota Madinah setahun
setelah perang shiffin, sumber lain menyatakan beliau lahir dua tahun sebelum berakhirnya masa
pemerintahan Khalifah Umar bin Al- Khattab.
2. Bidang Akhlak/Tasawuf

A. Imam al-Ghazali

Beliau bernama lengkap Abu Hamid Muhammad Ibn Muhammad Ibn Muhammad al-Ghazali. Beliau
merupakan orang Persia asli. Lahir di Thus sebuah kota kecil di Khurasan (sekarang Iran) pada tahun
450H/1058M dan wafat pada tahun 505H/1111M.

Karya-karya Imam al-Ghazali, antara lain:

1) Al-Iqtisad fi Al-Iâtiqad (480H), karya kelam terbesar Al-Ghazali untuk mempertahankan akidah
Aswaja secara rasional.

2) Al-Risalat Al-Qudsiyyah, karya Al-Ghazali yang disajikan secara ringan untuk mempertahankan
akidah Aswaja.

3) Qowaâid Al-Aqoâid, karya teologi yang mendeskripsikan materi akidah yang benar menurut
paham Aswaja.

4) Ihya Ulumuddin, karya Al-Ghazali yang terbesar yang memuat ide-ide sentral Al-Ghazali untuk
menghidupkan kembali ilmu-ilmu agama Islam termasuk teologi.

B. Imam Junaid al-Baghdadi

Bernama lengkap Abu Al-Qasim Al-Junayd bin Muhammad Al-Junayd Al- Khazzaz Al-Qawariri, lahir
sekitar tahun 210 H di Baghdad, Iraq dan wafat pada tahun 297H/910M. Berasal dari keluarga
Nihawand, keluarga pedagang di Persia, yang kemudian pindah ke Iraq. Al-Junaid merupakan
seorang sufi terkemuka di samping seorang ahli fiqih.

Menurut Al-Baghdadi, tasawuf adalah hubungan antara kita dengan-Nya tiada perantara. Ajarannya
dengan melakukan semua akhlak yang baik menurut sunnah Rasul dan meninggalkan semua akhlak
yang butuk dan melepaskan hawa nafsu menurut kehendak Allah serta merasa tiada memiliki
apapun, juga tidak di miliki oleh sesiapa pun kecuali Allah ï·». Tasawuf Al-Junaid al-Baghdadi terkesan
berusaha menciptakan keseimbangan antara syariâat dan hakikat.

3. Bidang Fiqh

A. Imam Hanafi

Bernama lengkap An-Nuâman bin Tsabit bin Zauta bin Maha At-Taymiy. Abu Hanafi lahir di Kufahm
Iraq pada tahun 80H/699M. Abu Hanifah membangun mazhabnya di atas Al-Kitab, Al-Sunnah, ijmaâ,
qiyas dan istihsan. Aliran mazhab Imam Abu Hanifah dikenal dengan nama Mazhab Hanafi.

Mazhab Hanafi ialah mazhab rasmi Dawlah âUsmaniyyah dan masih berpengaruh di negara-negara
bekas jajahan Dawlah âUsmaniyyah seperti Mesir, Syria, Lubnan, Bosnia, dan Turki. Karya dari Abu
Hanifah antara lain Kitab Al-Fiqh Al-Akbar, Kitab Al-Fiqh Al-Absat, Kitab Al-Risalah, Kitab Al-âAlim wa
Al-Mutaâallim dan Kitab Al- Washiyyah.

B. Imam Maliki
Memiliki nama lengkap Abu Abdullah Malik bin Malik bin Abi Amir bin Amr bin Haris bin Gaiman bin
Kutail bin Amr bin Haris al Asbahi. Lahir di Madinah pada tahun 712M dan wafat pada tahun 796M.
Imam Maliki meninggalkan mazhab fikih dikalangan Islam Sunni, yang biasa disebut dengan Mazhab
Maliki.

C. Imam Syafiâi

Bernama lengkap Abu âAbdullah Muhammad bin Idris al-Shafiâi atau Muhammad bin Idris asy
Syafiâi. lahir di Ashkelon, Gaza, Palestina pada tahun 150H/767M bertepatan dengan tahun
wafatnya seorang ulama besar Sunni, Imam Abu Hanifah). Beliau wafat pada bulan Syaâban tahun
204H diumur 54 tahun.

D. Imam Hanbali

Bernama lengkap Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal Asy Syaibani. Lahir pada bulan Rabiâul
Awwal tahun 164H/780M dan wafat pada 12 Rabiâul Awwal 241H/855H

B. Ajaran Pokok Ahlussunnah Wal Jamaah

Fatih Syuhud menjelaskan dalam buku Ahlussunnah Wal Jamaah, ideologi dan perilaku Ahlussunnah
Wal Jamaah dapat terangkum dalam tiga ajaran pokok, yaitu iman, islam, dan ihsan. Berikut jabaran
dari ketiga ajaran pokok Ahlussunnah Wal Jamaah:

1. Iman
Iman adalah keyakinan hati seorang mukmin terhadap kebenaran ajaran-ajaran Islam. Baik itu
meliputi hal-hal tentang ketuhanan, tentang kenabian, dan tentang hal-hal gaib yang telah dijelaskan
dalam Alquran dan Al-Hadits.

2. Islam (Ilmu Fikih)

Islam dapat terwujud dengan melaksanakan hukum dan aturan fikih yang telah ditetapkan oleh
Alquran dan Al-Hadits dengan berbagai perangkat pemahamannya. Untuk saat ini, dari sekian
banyak madzhab yang berkembang di masa awal Islam, hanya ada 4 madzhab yang sanggup
bertahan, yaitu: Madzhab Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hanbali. Sedangkan yang lain sudah tidak ada
generasi yang meneruskan, maka madzhabnya tidak terjaga keasliannya.

3. Ihsan (Tasawuf)

Tasawuf adalah usaha untuk menjaga hati agar dalam berperilaku dan bertingkah laku selalu menuju
satu harapan, yakni mengharap ridha Allah SWT sebagai wujud dari ihsan. Hal itu terwujud dengan
mengetahui seluk-beluk penyakit hati dan mengobatinya dengan senantiasa bermujahadah dengan
amal baik serta selalu bermunajat kepada Allah SWT.
KESIMPULAN

Ahlussunnah wal jama’ah mempunyai paham : 1) Yang dihukumkan orang islam ialah orang yang
mempunyai kepercayaan hati, dibuktikan dalam bentuk perkataan dan amaliahnya; 2) Orang islam
yang berbuat dosa besar dan sampai matinya belum bertaubat, maka diklaim sebagai mukmin yang
melalukan maksiat. Hukumannya akan masuk neraka, tetapi mempunyai harapan besar masuk
surga, walaupun sudah berabad-abad lamanya; 3) Semua perbuatan Allah mengadakan /
meniadakan sesuatu itu kita tidak mengetahuinya, dan yang mengetahui hanyalah Allah sendiri.

Semua umat islam di tanah air kita Indonesia ini adalah termasuk golongan ahlussunnah wal
jama’ah, tak ada kecualinya, karena i’tiqad dan ibadahnya semua sesuai dengan ajaran Allah dan
Rasul-Nya. 
DAFTAR PUSTAKA

https://www.risalahislam.com/2013/11/pengertian-ahlus-sunnah-wal-jamaah.html

https://retizen.republika.co.id/posts/15615/tokoh-tokoh-ahlusunnah-wal-jamaah

https://kumparan.com/berita-hari-ini/3-ajaran-pokok-ahlussunnah-wal-jamaah-dan-posisinya-di-
antara-aliran-lain-1wsswnSBMBX/2

Anda mungkin juga menyukai