Anda di halaman 1dari 6

MANHAJ A'MAL NAHDLIYAH

Manhaj a'mal nahdliyah merupakan Upaya hati, ucapan dan perilaku untuk
mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah versi NU.

Manhaj a'mal nahdliyah merupakan salah satu istilah yang digunakan Nahdlatul
Ulama (NU) untuk menggambarkan cara berpikir dan bertindak menurut ajaran Islam
Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) Manhaj a'mal nahdliyah berarti pendekatan amal
berdasarkan Aswaja Nahdliyah, khususnya Aswaja, keyakinan utama dan landasan
warga NU dalam segala bidang, keagamaan, sosial, pendidikan, ekonomi, budaya dan
politik. Manhaj a'mal nahdliyah tidak hanya mengikuti pendapat-pendapat yang ada
dalam kerangka mazhab tertentu (qauly madzhab), tetapi juga mengikuti cara berpikir
dan kaidah-kaidah yang menentukan kaidah yang disusun oleh Imam mazhab. pikiran.
memikirkan. (mazhab manhajy). Mazhab manhajy ini dapat dibaca dengan tiga
pendekatan, yaitu

1. Memahami Aswaja dengan filosofi dan kaidah-kaidah fikih (ushul fikih dan qawaid
fikih).

2. Memahami Aswaja dengan kaedah universal keselamatan umat Nabi Muhammad,


yaitu mengikuti "ma ana alaihi wa ashhaby" (mengikuti manhaj Rasulullah dan manhaj
para sahabat).

3. Memahami Aswaja dengan membumikan nilai-nilai Aswaja dalam konteks kekinian,


dengan memperhatikan realitas sosial, budaya, politik, dan ekonomi.

Manhaj a'mal nahdliyah bertujuan untuk menjaga kemurnian ajaran Islam Aswaja
dari pengaruh aliran sesat, seperti Mu'tazilah, Khawarij, Syiah dan Salafi/Wahhabi.
Mazhab ini mempunyai manhaj yang berbeda dengan Aswaja, baik dari segi aqidah,
ibadah, akhlak dan muamalah. Misalnya, aliran Mu'tazilah yang menolak sifat-sifat Allah
dan mengutamakan akal dibandingkan wahyu. Aliran Khawarij tidak mempercayai orang
-orang yang melakukan kejahatan berat dan memberontak terhadap pemerintah. Aliran
Syiah mengagung-agungkan Ahlul Bait dan menganggap para sahabat Nabi sebagai
pengkhianat. Gerakan Salafi/Wahhabi menafsirkan ayat-ayat Mutasyabihat secara
harafiah dan mengecam praktik-praktik masyarakat NU seperti tahlilan, manakiban,
yasinan dan lain-lain sebagai sesat.

Dengan manhaj a'mal nahdliyah, warga NU bisa menjaga tradisi Islam moderasi,
toleransi, inklusi dan rahmatan lil alamin.Warga NU juga dapat mengembangkan
pemikiran dan kreativitasnya sejalan dengan perkembangan zaman tanpa
meninggalkan fundamental Aswaja. Manhaj a'mal nahdliyah merupakan salah satu ciri
NU yang membedakannya dengan ormas Islam lainnya.

Nahdlatul 'Ulama berpandangan bahwa ideologi Ahlusunnah wal Jama'ah harus


diterapkan dalam kehidupan nyata masyarakat dengan serangkaian pandangan
berdasarkan kepribadian Ahlusunnah wal Jama'ah (Manhajul Amaly).

Ada lima istilah pokok yang diambil dari Al-Quran dan Hadits untuk
menggambarkan ciri-ciri Ahlus sunnah wal jama'ah yang menjadi landasan Nahdlatul
'Ulama di masyarakat atau biasa dikenal dengan konsep Mabadiu Khaira Ummat, yaitu
suatu gerakan yang bertujuan untuk mengembangkan identitas dan karakter anggota
Nahdlatul 'Ulama melalui penetapan nilai-nilai luhur konsep keagamaan Nahdlatul
'Ulama, antara lain:

1. At-Tawassuth.

Tawassuth berarti pertengahan, maksudnya menempatkan diri di antara dua kutub


dalam berbagai masalah dan keadaan untuk mencapai kebenaran serta menghindari
keterlanjuran ke kiri atau ke kanan secara berlebihan.

2. Al I'tidal.

I'tidal berarti tegak lurus, tidak condong ke kanan dan tidak condong ke kiri. I'tidal juga
berarti berlaku adil, tidak berpihak kecuali pada yang benar dan yang harus dibela.

3. At-Tasamuh.

Tasamuh berarti sikap toleran terhadap pihak lain, lapang dada, memahami dan
menghargai sikap pendirian dan kepentingan pihak lain tanpa mengorbankan pendirian
dan harga diri, bersedia berbeda pendapat, baik dalam masalah keagamaan maupun
masalah kebangsaan, kemasyarakatan, dan kebudayaan.

4. At-Tawazun.

Tawazun berarti keseimbangan, tidak berat sebelah, tidak kelebihan sesuatu unsur atau
kekurangan unsur lain.

5. Amar Ma'ruf Nahi Munkar.

Amar ma'ruf nahi munkar artinya menyeru dan mendorong berbuat baik yang
bermanfaat bagi kehidupan duniawi maupun ukhrawi, serta mencegah dan
menghilangkan segala hal yang dapat merugikan, merusak, menanamkan atau
menjerumuskan nilai-nilai moral keagamaan dan kemanusiaan.

Berbeda dengan konsep aswaja sebagai manhaj al-fikr, yang belakangan


dikembangkan juga sebagai manhaj al-amal (pendekatan melakukan kegiatan), aswaja
diposisikan sebagai metode berpikir dan bertindak yang berarti menjadi alat (tools)
untuk mencari, menemukan, dan menyelesaikan berbagai permasalahan sosial. Sebagai
alat, maka sikap pro aktif untuk mencari penyelesaian menjadi lebih bersemangat guna
melahirkan pikiran-pikiran yang kreatif dan orisinil. Dalam hal ini pendapat para ulama
terdahulu tetap ditempatkan dalam kerangka lintas-komparatif, namun tidak sampai
harus menjadi rantai pemikiran yang dapat mematikan atau membatasi kreativitas.

Perubahan kultur dan pola pikir ini juga dapat dilihat dalam prosedur perumusan
hukum dan ajaran Ahlusunnah wal Jama'ah dalam tradisi jam'iyah Nahdlatul 'Ulama
yang menggunakan pola Maudhu'iyah (tematik) atau terapan (Qonuniyah) yang
berbentuk tashawur lintas disiplin keilmuan empiris dan Waqi'iyah (kasuistik) dengan
pendekatan tathbiq al-syari'ah dan metode takhayyur (eklektif).

Nilai-nilai ini bila dikembangkan akan menyebabkan aswaja semakin shalih likulli
zamân wa makân, aplikabel di setiap masa dan ruang. Selain itu NU menjadi gerakan
sentral dalam menjaga stabilitas sosial keagamaan yang rahmatan lil 'alamin. Menurut
Badrun (2000), terdapat lima ciri yang perlu diperhatikan dalam memosisikan aswaja
sebagai manhaj al-fikr atau manhaj al-amal :

a. Selalu mengupayakan untuk menafsirkan ulang dalam mengkaji teks-teks fiqih untuk
memahami konteksnya yang baru;

b. Makna bermadzhab diubah dari bermadzhab secara tekstual (madzhab qauly)


menjadi bermadzhab secara metodologis (madzhab manhajy);

c. Melakukan verifikasi mendasar terhadap mana ajaran yang pokok (ushul) dan mana
yang cabang (furu');

d. Fiqih dihadirkan sebagai etika sosial, bukan sebagai hukum positif;

e. Melakukan pemahaman metodologi pemikiran filosofis terutama dalam masalah-


masalah sosial dan budaya.

Bahwa di setiap amaliyah yang dilakukan warga NU ada dasarnya, baik dalam Al-
Qur'an, hadits, ijma', dan qiyas. Dan amaliyah warga NU selaras dengan sumber-sumber
otoritatif dalam Islam.

"AMALIYAH ASWAJA AN-NAHDLIYAH”

A. Amaliyah Aswaja an-Nahdliyah di Bidang Aqidah

1. Ziarah Kubur
a. Pengertian
Secara etimologi (bahasa), ziarah kubur berarti menengok kubur. Sedangkan
pengertian ziarah kubur secara terminology (istilah) yaitu, berkunjung ke kubur
seseorang untuk berniat baik dengan cara mendoakannya, serta mengambil pelajaran
akan kematian bagi diri sendiri.

Ziarah kubur bukan hanya menengok kubur, namun kedatangan seseorang ke kubur
adalah dengan maksud untuk mendoakan ahli kubur yang muslim dan mengirim pahala
baginya dari bacaan al-Qur’an, dan kalimah-kalimah tayyibah seperti tahlil, tasbih, dll.

b.Hukum

Pada awal sejarah islam ziarah kubur diharamkan, baik bagi laki-laki maupun
perempuan. Karena dikhawatirkan akan menggoncangkan keimanan orang yang
berziarah. Namun ketika aqidah islam sudah mulai kuat dalam hati manusia dan telah
diketahui tujuan berziarah, maka ziarah dibolehkan. Bahkan menurut madzhab syafi’i,
hukum berziarah adalah sunah. Hukum sunah ini berlaku bagi laki-laki maupun
perempuan.

Ibnu Hajar al-Haitami pernah ditanya tentang ziarah ke makam para wali, beliau
menjawab: “Berziarah ke makam para wali adalah ibadah yang disunnahkan". Demikian
pula dengan perjalanan mereka ke makam.

c. Dasar Hukum

Dari Abu Hurairah, Rsulullah bersabda: “Ketika seseorang manusia telah meninngal,
maka putuslah amalnya kecuali tiga perkara. Yaitu amal jariyah, ilmu yang bermanfaat,
dan anak yang sholeh dan sholehah.” (HR. Muslim)

2. Istighotsah
a. Pengertian

Istighotsah berasal dari kata “al-ghouts” yang berarti pertolongan, atau “tholabul
ghouts” yang memiliki arti meminta pertolongan. Sedangkan secara istilah, istighotsah
adalah meminta pertolongan ketika dalam keadaan sukar atau sulit dengan penuh
kesungguhan hati. Istighotsah sebenarnya sama dengan doa, namun istighotsah
konotasinya lebih dari sekedar berdoa. Karena yang dimohon dalam istighotsah bukan
hal yang biasa, serta ada kekhusyuan yang lebih di dalamnya.

b. Dasar

‫ا ﻧ ﺘ ﺴ ﺘﻐ ﻴ ﺜ ﺆ ن ر ﺑ ﻜ ﻢ ﻓ ﺎ ﺳ ﺘ ﺠ ﺎ ب ﻟ ﻜ ﻢ‬
“(Ingatlah wahai Muhammad), ketika kamu memohon pertolongan kepada
Tuhanmu. Lalu Dia mengabulkan permohonanmu.” (Q.S Al-Anfal : 9)

Ayat ini menjelaskan ketika nabi memohon dengan kesungguhan bantuan pada
Allah saat di tengah kuatnya musuh perang saat terjadinya perang badar, kemudian
Allah mengabulkan permohonan Nabi dengan memberi bala bantuan 1000 malaikat.

3. Manaqib
a.Pengertian

Kata manaqib berarti “riwayat hidup”. Penggunaan kata manaqib tersebut, biasanya
dikaitkan dengan sejarah kehidupan seseorang yang dikenal sebagai tokoh besar pada
suatu masyarakat, seperti tentang perjuangannya, silsilahnya, akhlaknya, dan lain-lain.

Sebenarnya, sejak jaman dulu (sebelum, semasa hidup, sesudah wafat) Nabi
Muhammad SAW, manakiban (pembacaan manaqib) sudah ada dan diuraikan di dalam
Al-Qur’an; seperti manaqib Maryam, manaqib Dzulqarnain, manaqib Ash-Habul Kahfi,
dan lainnya.

b. Dasar

Firman Allah SWT di dalam Surah Al-Mu’min, ayat 78.

“Dan sesungguhnya telah Kami utus beberapa orang rasul sebelum kamu, di antara
mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada (pula) yang tidak
Kami ceritakan kepadamu. Tidak dapat bagi seorang rasul membawa suatu mukjizat,
melainkan dengan seizin Allah; maka apabila telah datang perintah Allah, diputuskan
(semua perkara) dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada
yang batil.”

B. Amaliyah Aswaja di Bidang Syari’ah

1. Membaca Qunut ketika shalat subuh


Bacaan qunut subuh ini pertama kali dilakukan oleh Nabi Muhammad saw.
Membaca doa qunut pada waktu shalat subuh adalah bentuk keutamaan, sebagaimana
sabda Nabi : “shalat yang paling utama adalah memanjangkan qunut” (HR. Bukhari).

Umat Islam warga NU selalu membaca doa qunut ketika shalat subuh. Mereka
melakukan hal tersebut karena adanya dalil. Sehingga tidak dapat dikatakan doa qunut
sebagai kegiatan yang mengada-ngada dalam ibadah. Diantaranya adalah hadits dari
Anas bin Malik yang artinya : Rasulullah saw. senantiasa membaca qunut pada shalat
subuh hingga beliau wafat. (HR. Ahmad bin Hambal).

Adapun hukum membaca doa qunut menurut Imam Syafi’i adalah sunnah. Umat
Islam khususnya warga NU selalu melakukan doa qunut dalam shalat subuhnya. Karena
mengikuti perilaku Rasulullah saw. dalam beribadah. Perilaku sunnah ini menjadi bukti
bahwa kita meneladani dan setia kepada Rasulullah saw.karena hanya Rasulullah
saw.yang menjadi sumber teladan dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam
pelaksanaan shalat lima waktu. Manfaat membaca doa qunut adalah dapat
memperoleh ketentraman hati dan mampu melestarikan sunnah Nabi.

2. Shalat Tarawih
Orang-orang NU memilih sholat tarawih 20 rokaat dan witir 3 rokaat, ini berdasarkan
pada Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dan Imam Thabrani dari Abd bin
Humaid, yaitu: Ibnu Abbas mengatakan: Rosulullah SAW sholat malam di bulan
romadlon sendirian sebanyak 20 rokaat di tambah witir. Dan berdasarkan Madzhab kita
(Syafi’iyah) yang menyatakan: Shalat tarawih itu dijalankan 20 rokaat, juga ada
keterangan di dalam kitab “Shalat Al-Tarawih fi masjid Al-Haram”, yaitu: Bahwa shalat
tarawih di masjid Al-Haram sejak masa Rosulullah SAW, Abu Bakar, Ustman bin Affan,
Ali bin Abi Tholib dan seterusnya sampai sekarang selalu dilakukan 20 rokaat dan witir
3 rokaat.

Mengenai hukumnya shalat tarawih disini adalah adanya sabda Nabi Muhammad
SAW tentang posisi, perilaku perbuatan para sahabat sebagai Sunnah dan
berkedudukan sama dengan sunnah beliau sendiri, sehingga sunnah mereka harus di
ikuti seperti mengikuti sunnah beliau, Rosulullah SAW bersabda: Ikutilah dua orang
setelah aku, yaitu: Abu Bakar dan Umar bin Khatab. Dari keterangan di atas, dapat
diambil kesimpulan atau pemahaman bahwa praktek Amaliyah shalat tarawih 20 rokaat
termasuk kategori Bid’ah Hasanah yang hukumnya adalah Mubah (boleh) dan juga bisa
menjadi perbuatan yang dianjurkan, adapun hukumnya shalat witir adalah Sunnah
Muakkad.

Anda mungkin juga menyukai