ULUM
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah keDarul Uluman
Dosen Pengampu:
Disusun Oleh:
1. Vitria Ningsih(11170
2. Siti Hajrah Hasan(1117047)
3. Fifi Nur Hayani (1117048)
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “ Aswaja sebagai ajaran NU dan kaitannya
dengan Darul Ulum” ini dengan lancar.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang
diberikan oleh dosen. Makalah ini di tulis dari hasil penyusunan data-data sekunder
yang penulis peroleh dari buku panduan yang berkaitan dengan materi pembelajaran.
Serta informasi dari media massa yang berhubungan dengan materi. Tak
lupa,penyusun ucapkan terima kasih kepada dosen pengajar. Atas bimbingan dan
arahan dalam penulisan makalah ini. Juga kepada rekan rekan mahasiswa yang telah
mendukung sehingga dapat diselesaikannya makalah ini. Penulis harap, dengan
membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua, dalam hal ini dapat
menambah wawasan kita mengenai “Aswaja sebagai ajaran NU dan kaitannya dengan
Darul Ulum” khususnya bagi penulis.
Akhirnya penulis menyadari bahwa makalah ini memang masih jauh dari
sempurna, untuk itu kami dengan senang hati menerima kritik dan saran yang
dimaksudkan untuk penyempurnaan makalah ini.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Nahdatul ulama sebagai organisasi keagamaan (Jam’iyah Islamiyah) besar, malah
mungkin “terbesar” dalam anggotanya di indonesia, sejak berdirinya pada tanggal 31
Januari 1926 M telah menyatakan diri sebagai organisasi Islam berhaluan “Ahlussunnah
wal Jama’ah”, yang dalam aqidah mengikuti aliran Asy’ariyah-Maturidiyah, dalam
syari’ah fiqih mengikuti salah satu madzab empat Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali,
dan dalam Tashawuf mengikuti AL-Junaidi dan Al-Ghazali. Disamping itu, dalam
mukhtamar NU di Situbondo 1994, dirumuskan watak dan karakter NU sebagai
organisasi (Jam’iyah) dan komunitas NU (Jama’ah), mempunyai sikap kemasyarakatan
dan budaya (sosio-kultural) yang Tawassuth (moderat), Tasamuh (toleran), dan Tawazun
(harmoni). Kepemimpinan NU selama ini dipercayakan kepada para Ulama yang
dipandang memiliki dimensi kepemimpinan yang memadai, yakni dimensi kepemimpinan
ilmiah, kepemimpinan sosial, kepemimpinan spiritual dan kepemimpinan administratif.
Organisasi NU ini sejak dulu mempunyai kepedulian terhadap kehidupan bangsa dan
negara (politik), dan partisipasinya dalam masalah berbangsa dan bernegara tersebut telah
diwujudkan dengan berbgai macam manifestasi politik, mulai dari gerakan kebangsaan,
perang merebut kemerdekaan, masuk dalam pemerintahan menjadi partai politik dan
aktifitas politik praktis lainnya. Visi kejam’iyahan dan kejama’ahan ini kiranya tidak di
ambil secara kebetulan, tetapi karena kesadaran dan pertimbangan obyektif, bahwa NU
didirikan untuk kemaslahatan bangsa indonesia yang dipluralistik (majemuk) baik dalam
keagamaan, kesukuan, kedaerahan maupun kebudayaannya. NU merasa membawa missi
keislamannya sebagai rahmat bagi kehidupan semesta (rahmatan li al’alamin).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1. Apa pengertian Aswaja sebagai ajaran NU?
2. Apa penjelasan mengenai Aswaja perspektif NU?
3. Apa saja golongan Aswaja sebagai ajaran NU?
4. Apa watak dari golongan Aswaja sebagai ajaran NU?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian Aswaja sebagai ajaran NU
2. Untuk mengetahui penjelasan mengenai Aswaja perspektif NU
3. Untuk mengetahui golongan Aswaja sebagai ajaran NU
4. Untuk mengetahui watak dari golongan Aswaja sebagai ajaran NU
BAB II
PEMBAHASAN
Dasar hukum Islam menurut Ahlussunnah wla Jama’ahada empat yaitu al-Qur`an,
Hadith/Sunnah, Ijma’ dan Qiyas. Al-Qur`an ialah Firman Allah SWT. yangbersifat mu’jizat
bagi Nabi Muhammad SAW. yang diturunkan melalui malaikatJibril as. yang telah ditulis di
dalam mushaf dan disampaikan kepada kitasecara mutawatir dan merupakan ibadah bagi
pembacanya. Menurut Ahlusunnah wal Jama’ah, al-Qur`anadalah perwujudan Kalam Allah
yang qodim. Al-Qur`an yang berupa huruf dan suara adalah baru. 1
Isi yang terkandung di dalam al-Qur`an dapatdibagi menjadi lima kelompok yaitu: (1)
Aqidah/Tauhid. (2) Janji dan ancamanSWT.. (3) Ibadah. (4) Jalan dan cara memperoleh
kebahagiaan. (5) Sejarah ummatmasa lalu. Di dalam al-Qur`an jugaterkandung beberapa
hukum yakni hukum I’tiqodiyah (yang berkaitan dengankepercayaan), hukum khuluqiyah
(yang berkaitan dengan tingkah laku manusia,hukum ‘amaliyah (yang berkaitan dengan
masalah usaha dalam memperolehpenghidupan kesehariannya).
Sedangkan nash al-Qur`an dapat dibagimenjadi dua yaitu qath’i dan dhonni. Nash qath’ti
adalah nash yangmenunjukkan adanya makna yang dapat difahami secara tertentu tanpa
memerlukan ta`wildan dikenal juga sebagai ayat-ayat ahkam. Nash dhonni ialah nash
yangmenunjukkan adanya makna yang mungkin menerima ta`wil dari maknaasal. Cara
memuliakan al-Qur`an adalah:mempelajari dan mengajarkan al-Qur`an, membaca dan
mensyi’arkan al-Qur`an danmensucikan al-Qur`an.
Definisi Sunnah menurut para ‘Ulama ahliHadits adalah segala sesuatu yang bersumber dari
Nabi baik berupa perkataan,perbuatan maupun penetapan. Definsisunnah menurut para
‘Ulama ahli Fiqh adalah segala sesuatu yang bersumber dariNabi selain yang diwajibkan.
Adapun fungsi hadith adalah untuk menguatkanhukum-hukum yang sudah ada di dalam al-
Qur`an, menjelaskan hukum-hukum yang adadi dalam al-Qur`an, serta merupakan ketetapan
hukum yang bersifat tambahanterhadap hal-hal yang tidak terdapat di dalam al-Qur`an.
Ijma’ ialah kesepakatan sahabat atau ‘Ulama (semua ahliijtihad ummat Muhammad SAW.)
sesudah beliau wafat dalam pereode tertentutentang suatu perkara hukum.
Qiyas ialah menetapkan hukum suatu perkara yang belumada ketentuan hukumnya
berdasarkan suatu hukum yang telah ditentukan oleh nash karena adanya persamaan ‘illat
(sebab) hukum di antara keduanya.
Islam sebagai agama samawi terakhir memiliki banyak ciri khas (khashaish) yang
membedakannya dari agama lain. Ciri khas Islam yang paling menonjol adalah
tawassuth, ta’adul, dan tawazun. Ini adalah beberapa ungkapan yang memiliki arti
yang sangat berdekatan atau bahkan sama. Oleh karena itu, tiga ungkapan tersebut
bisa disatukan menjadi “wasathiyah”. 2
Ketiga, realistis (wâqi’iyyah). Islam adalah agama yang realistis, tidak selalu
idealistis. Islam memunyai cita-cita tinggi dan semangat yang menggelora untuk
mengaplikasikan ketentuan-ketentuan dan aturan-aturan hukumnya, tapi Islam tidak
menutup mata dari realitas kehidupan yang–justru–lebih banyak diwarnai hal-hal
yang sangat tidak ideal. Untuk itu, Islam turun ke bumi realitas daripada terus
menggantung di langit idealitas yang hampa. Ini tidak berarti bahwa Islam menyerah
pada pada realitas yang terjadi, melainkan justru memerhatikan realitas sambil tetap
berusaha untuk tercapainya idealitas. Contoh wasathiyyah dalam arti waqi’iyyah ini
adalah pemberlakuan hukum ‘azîmah dalam kondisi normal dan hukum rukhshah
dalam kondisi dharurat atau hajat.
2 http// aswaja nu dan toleransi umat beragama.html. Diakses pada tanggal 23 oktober
1) Para ‘Ulama di bidang Tauhid dan kenabian,hukum-hukum janji dan ancaman,
pahala dan dosa, syarat-syarat ijtihad, imamahdan za’amah. Juga para mutakallimin
yang bebas dari segala macam penyelewenganhawa nafsu dan kesesatan.
8) Kelompok rakyat awam yang beri’tiqad padapendirian yang benar, dari ‘Ulama
Ahlussunnah wla Jama’ah di dalam bab-bab keadilandan tauhid, janji dan ancaman,
dan mereka kembali pada ‘Ulama ini di dalampengajaran agama dan mengikutinya
dalam segala macam yang menyangkut halalharam dan terhindar dari i’tiqad ahli
hawa nafsu dan ahli kesesatan.
Fungsi faham Ahlussunnah wal Jama’ah adalah sebagai landasan berfikir,bersikap dan
bertindak.
Watak wasathiyyah dalam Islam Ahlussunnah wal Jama’ah tercermin dalam semua
aspek ajarannya, yaitu akidah, syariah, dan akhlaq/tasawwuf serta dalam manhaj.
Dalam jam’iyyah Nahdlatul Ulama sebagai bagian dari golongan Ahlussunnah wal
Jama’ah, watak wasathiyyah tersebut antara lain terjadi dalam hal-hal sebagai berikut:
1. Melandaskan ajaran Islam kepada Al-Qur’an dan As-sunnah sebagai sumber pokok
dan juga kepada sumber-sumber sekunder yang mengacu pada Al-Qur’an dan As-
sunnah seperti ijma’ dan qiyas.
2. Menjadikan ijtihad sebagai otoritas dan aktifitas khusus bagi orang-orang yang
memenuhi syarat-syarat tertentu yang tidak mudah untuk dipenuhi. Sedangkan bagi
yang tidak memenuhi syarat-syarat ijtihad, tidak ada jalan lain kecuali harus
bermazhab dengan mengikuti salah satu dari mazhab-mazhab yang diyakini
penisbatannya kepada ashabul madzahib. Namun, Nahdlatul Ulama membuka ruang
untuk bermadzhab secara manhaji dalam persoalan-persoalan yang tidak mungkin
dipecahkan dengan bermadzhab secara qauli.
Pola bermadzhab dalam NU berlaku dalam semua aspek ajaran Islam; aqidah,
syariah/fiqh, dan akhlaq/tasawwuf, seperti dalam rincian berikut: (a). Di bidang
syariah/fiqh, Nahdlatul Ulama mengikuti salah satu dari madzhab empat, yaitu
madzhab Imam Abu Hanifah, Madzhab Imam Malik ibn Anas, madzhab Imam
Muhammad bin Idris as-Syafii dan madzhab Imam Ahmad bin Hanbal. (b). Di bidang
aqidah mengikuti madzhab Imam Abul Hasan al-Asy’ari dan madzhab Imam Abu
Manshur al-Maturidi. (c). Di bidang akhlaq/tasawuf mengikuti madzhab Imam al-
Junaid al-Baghdadi dan madzhab Imam Abu Hamid al-Ghazali.
3. Berpegang teguh pada petunjuk Al-Qur’an di dalam melakukan dakwah dan amar
makruf nahi mungkar, yaitu dakwah dengan hikmah/kearifan, mau’izhah hasanah,
dan mujadalah bil husna.
4. Sebagai salah satu wujud dari watak wasathiyyah dengan pengertian al-waqi’iyyah
(realistis), Nahdlatul Ulama menghukumi NKRI (Negara Kesatuan Republik
Indonesia) dengan Pancasila sebagai dasarnya sebagai sebuah negara yang sah
menurut pandangan Islam dan tetap berusaha secara terus menerus melakukan
perbaikan sehingga menjadi negara adil makmur berketuhanan Yang Maha Esa.
5. Mengakui keutamaan dan keadilan para shahabat Nabi, mencintai dan menghormati
mereka serta menolak dengan keras segala bentuk penghinaan dan pelecehan terhadap
mereka apalagi menuduh mereka kafir.
6. Tidak menganggap siapapun setelah Nabi Muhammad saw sebagai pribadi yang
ma’shum (terjaga dari kesalahan dan dosa).
7. Perbedaan yang terjadi di kalangan kaum muslimin merupakan salah satu dari
fitrah kemanusiaan. Karena itu, menghormati perbedaan pendapat dalam masa`il
furu`iyyah-ijtihadiyah adalah keharusan. Nahdhatul Ulama tak perlu melakukan klaim
kebenaran dalam masalah ijtihadiyyah tersebut.
Hubungan aswaja dengan darul ulum adalah bahwasannya darul ulum masih
menganut ajaran ajaran aswaja yaitu ziarah kubur, tahlil, istighosah dll.
BAB III
3.1 Kesimpulan
-Dari materi-materi yang sudah disampaikan di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) Didirikan pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926).
Organisasi ini dipimpin oleh KH. Hasyim Asy'ari sebagi Rais Akbar,
-Nahdlatul Ulama menganut paham Ahlussunah Wal Jama'ah, sebuah pola pikir yang mengambil
jalan tengah antara ekstrim aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrim naqli (skripturalis), Jumlah warga
Nahdlatul Ulama atau basis pendukungnya diperkirakan mencapai lebih dari 40 juta orang, dari
beragam profesi.
-Mereka memiliki kohesifitas yang tinggi karena secara sosial-ekonomi memiliki masalah yang sama,
selain itu mereka juga sangat menjiwai ajaran Ahlusunnah Wal-Jamaah dan pada umumnya mereka
memiliki ikatan cukup kuat dengan dunia pesantren yang merupakan pusat pendidikan rakyat dan
cagar budaya NU
DAFTAR PUSTAKA
Rohman, Abdul. “Pandangan Nadhotul Ulama terhadap wawasan kebangsaan dan khilafah
islamiyah.”
Habibulloh, M. “UNIVERSALISME DAN KOSMOPOLITANISME DALAM BUDAYA ISLAM: (Sebuah
Analisis Normatif dan Historis).” Tajdid 11.1(2014).