PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Problematika teologis di kalangan umat Islam baru muncul pada
masa pemerintahan khalifah Ali bin Abi Thalib (656-661M) yang ditandai
dengan munculnya kelompok dari pendukung Ali yang memisahkan diri
mereka karena tidak setuju dengan sikap Ali yang menerima Tahkim dalam
menyelesaikan konfliknya dengan muawiyah bin abi Sofyan, gubernur
syam, pada waktu perang siffin. Kelompok ini selanjutnya di kenal dengan
kelompok khawarij. Lahirnya kelompok ini menjadi dasar kemunculan
berbagai kelompok baru diantaranya murji"ah, qadariyah, jabariyah"
mu'tazilah, asy"ariyah dan maturidiah. Dalam perkembangan selanjutnya,
aliran asy’ariyah ini disebut juga ahl alsunnah wa al-jama"ah. Istilah ahl al-
sunnah, karena golongan ini di samping berpegang kuat kepada Al-qur'an
secara zahir, juga berpegang kuat kepada sunnah Nabi Muhammad SAW.
Istilah jama'ah adalah menunjukkan jumlah pendukungnya
mayoritas sebagai lawan bagi golongan al-Mu'tazilah yang bersifat
minoritas. Ahlus Sunnah Wal Jamaah adalah golongan yang berpegang
teguh kepada sunnah Nabi, para sahabat, dan mengikuti warisan para wali
dan ulama. Secara spesifik, Ahlussunnah wal jamaah yang berkembang di
Jawa adalah mereka yang dalam fikih mengikuti Imam Syafi'i, dalam aqidah
mengikuti Imam Abu al-Hasan al-Asy"ari, dan dalam tasawuf mengikuti
Imam al-Ghazali dan Imam Abu alHasan al-Syadzili.1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Nilai-Nilai Filsafat dalam Ahlussunah Waljamaah?
2. Bagaimana Model Pemikiran Teologi Ahlussunah Waljamaah?
3. Bagaimana Firqoh-Firqoh dalam Ahlussunah Waljamaah?
1
Zuhairi Misrawi, Hadrastus Syaikh Hasyim Asy’ari, Moderasi, Keumatan
dan Kebangsaan (Jakarta : Kompas, 2010), hlm. 107.
1
C. Tujuan
1. Agar dapat mengetahui dan memahami nilai-nilai filsafat dalam
Ahlussunah Waljamaah.
2. Agar dapat mengetahui dan memahami model pemikiran teologi
Ahlussunah Waljamaah
3. Agar dapat mengetahui mengetahui dan memahami firqoh-firqoh dalam
Ahlussunah Waljamaah.
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir, Kamus Arab–Indonesia (Surabaya: Pustaka
Progressif, 1997), hlm. 46.
2
Abi al-Hasan Ali ibn Ismail al-Asy’ari, Al-Ibanah An Ushul Al-Diyanah (Beirut: Dar
alKutub al-Ilmiyyah, t.t), hlm. 14.
3
yang dalam fikih mengikuti Imam Syafi‟i, dalam akidah mengikuti
Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari, dan dalam tasawuf mengikuti Imam al-
Ghazali dan Imam Abu al-Hasan al-Syadzili.3
3
Zuhairi Misrawi, Hadratussyaikh Hasyim Asy‟ari, Moderasi Keumatan Dan Kebangsaan
(Jakarta: Kompas, 2010, cet. 1), hlm. 107.
4
Fauzie Nurdin, Integralisme Islam dan Nilai-Nilai Filosofis Budaya Lokal Pada
Pembangunan Propinsi Lampung, Fakultas Ushuluddin dan Pasca Sarjana IAIN Raden Intan
Lampung, Vol. XXXII No. 71 Juni 2009, hlm. 84-85
5
T. Heru Nurgiansah, Filsafat Pendidikan, (Banyumas : CV. Pena Persada, 2020), hlm.1.
6
Louis Kattsoff, Pengantar Filsafat, (Jogjakarta : Tiara Wacana, 1992), hlm. 4.
4
B. Model Pemikiran Teologi Ahlussunah Wal Jamaah
1. Pengertian Theologi
7
A. Hanafi, Pengantar Theology Islam, (Jakarta : Pusaka Al-Husna, 1995), hlm. 58.
8
Anwar Rosihon, Ilmu Kalam, (Bandung : Pusaka Setia, 2007), hlm. 14
9
Mulyono, Studi Ilmu Tauhid, (Malang : UIN Malik Press, 2010), hlm.13-14
10
Tim Penulis PCLP, Maarif NU Lamongan, Pendidikan ASWAJA & Ke-NU-an,
(Lamongan : Lembaga Pendidikan Maarif NU cabang Lamongan, 2011), hlm. 23
5
kiri, dan tidak condong pada kehendak hati. Dan iqtishad artinya
sederhana, tidak berlebihan dan mudah dipahami.11
3. Konsep Ahlussunah Wal Jamaah
Sebagai faham ahlussunah Wal Jamaah yang menggunakan
system bermadzab, maka perilaku keagamaan bagi setiap penganut
faham Ahlussunnah Wal Jamah mempunyai konsep-konsep sebagai
berikut:
a. Dalam bidang Aqidah
1) Keseimbangan (Tawazzun) antara penggunaan dalil aqli dengan
dalil naqli (nash Al-Qur’an dan hadis Nabi) serta berusaha
sekuat tenaga menjaga kemurnian aqidah Islam dari segala
campuran Aqidah dari luar Islam. Misalnya : dalam memahami
ayat yadullah. Secara harfiyah ayat tersebut mengandung makna
bahwa Allah mempunyai tangan. Sedangkan menurut dalil aqli
hal tersebut sangat tidak mungkin (mustahil). Maka dalam hal
ini faham Ahlussunnah Wal Jamaah berpendapat bahwa kata
yadullah tidak diartikan secar harfiyah, tetapi harus diakwil
dengan arti kekuasaan.
2) Dalam memahami konsep takdir, Ahlussunnah Wal Jamaah
mengambil jalan tengah (Tawasuth) dengan tetap percaya bahwa
segala sesuatu yang terjadi adalah atas ketentuan dan takdir
Allah, akan tetapi manusia tetap berkewajiban untuk selalu
berikhtiyar,12
b. Dalam bidang Syari’ah
1) Selalu berpegang teguh pada al-Qur’an dan as-Sunnah dengan
menggunakan metode pemahaman yang dapat
dipertanggungjawabkan. Artinya dalam menetapkan hukum
syari’ah dan pengamalan ajaran-ajaranagama, faham
Ahlussunnah Wal Jamaah menjadikan al-Qur’an dan as-Sunnah
sebagai sumber utama. Namun menyadari bahwa untuk
11
Ibid,hlm. 24.
12
PW LP Maarif NU Jatim, Pendidikan ASWAJA Ke-NU-an, (Surabaya : PW LP Maarif
NU, 2002) hlm. 11.
6
memahami kedua sumber tersebut secara langsung tidaklah
mudah, sehingga mereka menyandarkan diri pada hasil ijtihad
dan bimbingan para ulama.
2) Apabila dalam ajaran agama sudah ada dalil nash sharih (jelas)
dan qathi’ (pasti), faham Ahlus sunnah wal jamaah menjalankan
dengan sungguh-sungguh btanpa ragu-ragu.
3) Mentolelir perbedaan pendapat tentang masalah-masalah
furu’iyah dan muamalah ijma’iyah selama masih tidak
bertentangan dengan prinsip agama.13
c. Dalam bidang akhlak/tasawuf
1) Bagi penganut faham Ahlussunnah Wal Jamaah, tasawuf adalah
inti sari pengalaman dan penghayatan ajaran-ajaran Islam dalam
rangka mencapai hakikat kebenaran (haqiqatul haqiq). Tasawuf
merupakan aspek ajaran Islam yang tidak terpisahkan dengan
aspek akidah dan syari’ah. Bahkan dalam bertasawuf seseorang
harus mendahulukansyari’ah, karena seseorang tidak akan dapat
mencapai hakikat kebenaran ranpa melalui syari’ah.
2) Tasawuf sebenarnya memberikan motivasi untuk selalu dinamis
dalam mencari kebahagiaan dunia dan akhirat. Kehidupan
tasawuf merupakan suatu perubahan jiwa (al-Tsaurah), sehingga
jika seseorang benar-benarberjalan pada rel tasawuf yang lurus,
maka profesi dan karir duniawiyahnya tidak akan terhambat.
3) Inti ajaran tasawuf adalah penyucian hati danpembentukan sikap
mental yang sebaik-baiknya dalam menghambakan diri kepada
Allah SWT, dengan selalu sadar bahwa diri ini selalu berada di
bawah pengawasan-Nya. Untuk itu, salah satu cara yang
ditempuh adalah melalui thariqah yang benar (mu’tabarah)
dibawah bimbingan dan petunjuk ulama (mursyid) yang dapat
dipertanggungjawabkan.14
13
Ibid, hlm. 12
14
Ibid, hlm. 12
7
4. Ciri khas teologi Ahlussunnah Wal Jamaah
a. Kitab-kitab yang dikaji adalah kitab yang ditulis oleh para ulama
Salaf atau kitab yang ditulis bersumber dari kitab para ulama salaf.
b. System pengajaran yang dipakai adalah system sorogan, weton dan
halaqoh (musyawarah)
c. Mengajarkan kepada para santri tentang Pendidikan moral atau
akhlak, mengahargai ilmu pengetahuan, menghormati guru atau kyai
dan memuliakan kitab-kitab dimana ilmu yang dipelajari
ditulisdalam kitab tersebut.
d. Membiasakan melatih diri dalam mengamalkan setiap ilmu yang
dipelajari.
e. Menghargai nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan.
f. Menanamkan kepada santri untuk hidup sederhana dan berhati
bersih.
g. Bahwa Pendidikan di pesantren bukan untuk mengejar kepentingan
duniawi semata. Lebih dari itu, bahwa mencari ilmu itu merupakan
kewajiban bagi setiap muslim dan merupakan bentuk pengabdian
kepada Allah SWT.15
15
Sirajuddin Abbas, I’tiqad Ahlussunnah Wal Jama’ah,(Jakarta : Pustaka Tarbiyah, 2008),
hlm. 15.
8
berasal dari beraneka ragam jenis Masyarakat itu mampu membentuk
kultur budaya tersendiri yang di ilhami oleh Ahlussunnah Wal Jamaah.
16
H.Z.A. Syihab, Akidah Ahlus Sunnah : Versi Salaf – Khalaf dan Posisi Asya’irah di
Antara Keduanya, (Jakarta : Bumi Aksara, 1998 )hlm.26.
9
2. Aliran Khalaf (Konvensional)
17
Ibid., hlm. 36-37.
10
Sebenarnya mengenai aliran Ahlulsunnah wal Jama’ah versi
Salaf dan Khalaf. Asya’riyah dan Maturidiah termasuk ke dalam versi
kedua, yakni khalaf moderat, namun aliran salafiyah pun ada beberapa
macam sama halnya dengan aliran khalaf. Hanya saja aliran khalaf lebih
banyak macamnya, ada yang ekstrem, seperti muktazillah, Khawarij,
syi’ah dan lain-lain yang mencapai 72 aliran. Semuanya itu termasuk
golongan mubtadi’ah yang sesat dan menyesatkan. Ada pula yang
moderat, yakni aliran Asya’riyah dan Maturidiah, yang kedua-duanya
termasuk golongan Ahulsunnah wal Jama’ah.
11
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Berfilsafat ahlussunnah wal jamaah juga mengajarkan kepada kita untuk
senantiasa berendah diri, terhadap segala sesuatu yang kita miliki saat ini, dengan
cara mengikuti amaliah Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya.
Model pemikiran teologi Ahlussunnah Wal Jamaah menggunakan prinsip
tawasuth, tawazun, I’tidal dan iqtishad. Sebagai faham ahlussunah Wal Jamaah
yang menggunakan system bermadzab, maka perilaku keagamaan bagi setiap
penganut faham Ahlussunnah Wal Jamah mempunyai konsep-konsep dalam
berbagai bidang, yaitu bidang Aqidah, Syari’ah dan Akhlak/Tasawuf.
Pondok pesantren merupakan ciri khas dari perkembangan teologi
Ahlussunnah Wal Jamaah, ada pesantren Salafiyah, pesantren modern, pesantren
ilmu al-Qur’an, pesantren Khuffadz al-Qur’an, pesantren operasi mental
(rehabilitasi moral) dan masih banyak lagi jenis pesantren yang lain.
Firqoh-firqoh atau aliran-aliran dalam ahlussunnah wal jamaah terbagi
menjadi dua, yakni aliran Salafdan aliran Khalaf. Sebenarnya mengenai aliran
Ahlulsunnah wal Jama’ah versi Salaf dan Khalaf. Asya’riyah dan Maturidiah
termasuk ke dalam versi kedua, yakni khalaf moderat, namun aliran salafiyah pun
ada beberapa macam sama halnya dengan aliran khalaf. Hanya saja aliran khalaf
lebih banyak macamnya, ada yang ekstrem, seperti muktazillah, Khawarij, syi’ah
dan lain-lain yang mencapai 72 aliran. Semuanya itu termasuk golongan
mubtadi’ah yang sesat dan menyesatkan. Ada pula yang moderat, yakni aliran
Asya’riyah dan Maturidiah, yang kedua-duanya termasuk golongan Ahulsunnah
wal Jama’ah.
12
DAFTAR PUSTAKA