Oleh Kelompok:
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas rahmat dan karunia Alah SWT, sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Relasi Nahdlatul Ulama’ dengan
aliran Ahlussunnah wal Jamaah An-Nahdliyah”.
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Aswaja An-Nahdhiyyah yang dibina
oleh Syafi’atul Mir’ah Ma’shum S.HI.,M.H. Terima kasih penulis haturkan kepada beliau
selaku dosen yang telah membimbing serta motivasi kami ( kelompok 10 ) sehingga bisa
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Makalah ini berisi pembahasan tentang Relasi Nahdlatul Ulama’ dengan aliran
Ahlussunnah wal Jamaah An-Nahdliyah dan apa saja yang ada didalamnya. Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna di
dalamnya karena pengetahuan dan pengalaman yang masih sangat minim. Oleh karena
itu penulis berharap kepada pembaca agar terus memberikan saran dan kritik yang
membangun.
Akhir kata dari kami, penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca serta menambah wawasan dan ilmu pengetahuan. Mohon maaf apabila ada
kesalahan dalam penulisan makalah ini.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
3.Bagaimana hubungan Nahdatul Ulama dan Ahlu Sunnah Wal Jama’ah secara
aqidah,syari’ah dan akhlaq ?
PEMBAHASAN
Jadi Islam Ahlu Sunnah Wal Jama’ah adalah ajaran (wahyu AllahSWT)
disampaikan Nabi Muhammad SAW kepada sahabat sahabatNya dan beliau
amalkan serta diamalkan para sahabat.
Beberapa prinsip dan karakteristik Aswaja yang dianut ole NU antara lain :
1) Tawassul : Mempergunakan perantara dalam berdo’a, seperti memohon syafaat
kepada Nabi Muhammad atau orang-orang saleh.
2) Haul dan Sedekah Desa : Merayakan ulang tahun wafatnya seorang wali Allah
atau ulama besar dengan mengadakan acara pengajian dan kegiatan sosial di desa
atau lingkungan sekitar
3) Kerohanian Islam : Mengajarkan praktik-praktik spiritual dalam Islam, seperti
wirid (zikir), tahlilan dan Maulid Nabi
4) Kebersamaan dan Persatuan ; Menekankan pentingnya persatuan dan
kerukunan antarumat beragama serta menjunjung tinggi semangat gotong-royong
dan kebersamaan dalam masyarakat.
5) Keterbukaan : Mengakui keberagaman pandangan dan pemahaman dalam
Islam serta menghargai perbedaan dalam rangka mencapai persatuan dan
toleransi.
Dan demikian (pula) kami menjadikan kamu (umat Islam), umat penengah (adil
dan pilihan), agar kamu menjadi saksi atas seluruh manusia dan agar Rasul
(Muhammad SAW) menjadi saksi atas kamu.” (QS. Al-Baqarah;143)
Nabi Muhammad SAW sendiri menafsirkan kata َو َسطًاdalam firman Allah di atas
dengan adil, yang berarti fair dan menempatkan sesuatu pada tempatnya.
Perubahan fatwa karena perubahan situasi dan kondisi, dan perbedaan penetapan
hukum karena perbedaan kondisi dan psikologi seseorang adalah adil.Selain ayat
di atas, ada beberapa ayat dan hadits yang menunjukkan watak wasathiyah dalam
Islam, misalnya firman Allah:
“Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah
kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.”
(QS. Al-Isra’: 29)
َوخَ ْي ُر اَْأل ْع َما ِل َأوْ َسطُهَا َو ِديْنُ هللاِ بَ ْينَ ْالقَا ِس ْى َو ْالغَالِ ْى
“Dan sebaik-baik amal perbuatan adalah yang pertengahan, dan agama Allah itu
berada di antara yang beku dan yang mendidih.”
Wasathiyyah yang sering diterjemahkan dengan moderasi itu memiliki beberapa
pengertian sebagai berikut:
ajaran Islam kepada Al-Qur’an dan As-sunnah sebagai sumber pokok dan
juga kepada sumber-sumber sekunder yang mengacu pada Al-Qur’an dan As-
sunnah seperti ijma’ dan qiyas.
2. Menjadikan
ijtihad sebagai otoritas dan aktifitas khusus bagi orang-orang yang memenuhi
syarat-syarat tertentu yang tidak mudah untuk dipenuhi. Sedangkan bagi yang
tidak memenuhi syarat-syarat ijtihad, tidak ada jalan lain kecuali harus bermazhab
dengan mengikuti salah satu dari mazhab-mazhab yang diyakini penisbatannya
kepada ashabul madzahib. Namun, Nahdlatul Ulama membuka ruang untuk
bermazhab secara manhaji dalam persoalan-persoalan yang tidak mungkin
dipecahkan dengan bermazhab secara qauli.
(b). Di bidang aqidah mengikuti mazhab Imam Abul Hasan al-Asy’ari dan
mazhab Imam Abu Manshur al-Maturidi.
3. Berpegang
teguh pada petunjuk Al-Qur’an di dalam melakukan dakwah dan amar makruf
nahi mungkar, yaitu dakwah dengan hikmah/kearifan, mau’izhah hasanah, dan
mujadalah bil husna.
4. Sebagai
5. Mengakui
keutamaan dan keadilan para shahabat Nabi, mencintai dan menghormati mereka
serta menolak dengan keras segala bentuk penghinaan dan pelecehan terhadap
mereka apalagi menuduh mereka kafir.
6. Tidak
menganggap siapa pun setelah Nabi Muhammad saw sebagai pribadi yang
ma’shum (terjaga dari kesalahan dan dosa).
7. Perbedaan
yang terjadi di kalangan kaum muslimin merupakan salah satu dari fitrah
kemanusiaan. Karena itu, menghormati perbedaan pendapat dalam masa`il
furu`iyyah-ijtihadiyah adalah keharusan. Nahdlatul Ulama tak perlu melakukan
klaim kebenaran dalam masalah ijtihadiyyah tersebut.
8. Menghindari
9. Menjaga
Nahdlatul Ulama (NU) dan Ahlussunnah Wal Jama’ah (ASWJ) adalah dua
organisasi Islam yang memiliki hubungan erat dalam konteks Aqidah
(keyakinan), syariat (hukum islam), dan akhlak (etika).
1. Aqidah : NU dan ASWJ memiliki kesamaan dalam keyakinan Aqidah mereka.
Keduanya mengikuti Aqidah Sunni yang didasarkan pada Al-Qu’an, Sunnah
(tradisi) Rasulullah Muhammad SAW, serta pemahaman para ulama terkemuka
dari generasi awal Islam. Mereka meyakini adanya Tuhannya yang Esa (Allah
SWT), mengakui risalah dan nubuwwah (kenabian) Nabi Muhammad, serta
menerima bebagai konsep dan keyakinan dalam Islam seperti iman kepada Allah,
malaikat, kitab-kitab-Nya, hari kiamat, takdir dan sebagainya.
2. Syariat : NU dan ASWJ juga sepakat dalam menerapkan syariat Islam sebagai
panduan hidup. Mereka menghormati dan mengikuti hukum-hukum Islam yang
tercantum dalam Al-Qur’an dan hadist, serta melakukan ibadah seperti shalat,
puasa, zakat haji dan sebagainya. Keduanya mengakui otoritas ulama dalam
menjelaskan dan memahami hukum-hukum agama serta memberikan pengarahan
kepada umat Islam.
3. Akhlak : NU dan ASWJ mendorong umat Islam untuk mempraktikkan akhlak
yang baik dan mulia sesuai dengan ajaran Islam. Mereka mengedepankan nilai-
nilai seperti kejujuran, keadilan, tolong-menolong, kesabaran, dan berbagai
akhlak terpuji lainnya. Keduanya menekankan pentingnya menjaga moralitas,
membangun hubungan yang baik dengan sesama, dan berkonstribuasi positif
terhadap masyarakat.
PENUTUP
Sehingga dapat dipahami bahwa hakikat dari pendidikan NU ala Aswaja yakni
memanusiakan manusia (humanisasi) dengan cara mentransmisikan ajaran-ajaran yang
islami, membina IQ (Intellegence Quotion), EQ (Emotional Quotion), dan SQ (Spiritual
Quotion) serta mengarahkan minat dan bakat peserta didik. NU dengan ajaran Aswaja
melihat ada tiga jenis hubungan antar manusia yang sangat besar pengaruhnya terhadap
kehidupan yaitu, hubungan kesamaan agama (Ukhuah Islamiyah), Hubungan Kesamaan
Bangsa (Ukhuah Wathaniyah) dan Hubungan Global sesama Manusia (Ukhwuah
Basyariyah).