Anda di halaman 1dari 11

Ahlussunnah wal Jama’ah Sebagai Ideologi Sunni

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teosofi

Dosen Pembimbing : M. Anwar Firdaus, M.Ag.

Oleh :
Rohmatul Kamilah (230302110003)
M. Hidayatullah (230302110007)
Nishfi Rohmatun N. (230302110008)
Diva Chintia Bella (230302110010)
Faizatul Prita Hanifah (
Nisa Alif Fatonah (

Prodi Sastra Inggris Fakultas Humaniora


Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
Tahun 2023/2024
Kata Pengantar

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Tuhan


Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat, taufiq, serta hidayah-Nya sehingga
kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Ahlussunnah wal Jama’ah Sebagai
Ideologi Sunni” yang merupakan tugas dari mata kuliah Teosofi. Tidak lupa kami
mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah Teosofi dan pihak-
pihak lain yang telah mendukung dalam kelancaran pembuatan makalah ini.

Dalam makalah ini kami membahas mengenai definisi Aswaja sebagai


ideologi Sunni, latar belakang, tujuan, serta membuat kesimpulan sekaligus saran
kepada para pembaca. Serta disusun pebahasan teori berdasarkan sumber jurnal
maupun buku. Materi-materi yang dimuat dalam makalah ini bertujuan agar pembaca
nantinya bisa lebih memahami definisi dari Ahlussunnah wal Jama’ah dan Sunni
yang banyak dianut oleh umat muslim di seluruh dunia, khususnya Indonesia.

Adapun di dalam penulisan makalah ini kami menyadari bahwa masih terdapat
kekurangan dan kekeliruan. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang dapat
membangun untuk penyusunan makalah lain di masa yang akan datang. Semoga
makalah ini tidak hanya bermanfaat bagi kami, tetapi juga bagi pembaca sekalian.

Penulis
Daftar Isi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendekatan manusia terhadap ajaran agamanya akan menimbulkan paham


keagamaan. Maka, dalam satu agama, bisa jadi terdapat lebih dari satu paham
keagamaan. Paham-paham ini dalam perkembangan sejarahnya kemudian menjadi
sebuah aliran pemikiran. Aliran-aliran inilah yang sebagian besarnya menjadi
kelompok-kelompok keagamaan (firqah).

Ahlussunnah wal Jama’ah merupakan sebuah aliran teologi Islam di Indonesia


yang diklaim dipraktikkan oleh berbagai kelompok dan komunitas Islam, baik
kelompok tektualitas radikal maupun konstektualis moderat. Salah satu organisasi
Islam radikal yang mengklaim diri sebagai penganut Ahlussunnah wal Jama’ah
adalah Laskar Jihad yang didirikan oleh Ja’far Umar Thalib. Sementara di antara
organisasi Islam moderat adalah Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. (Saleh
2008 : Qomar 2014)

Perkembangan Islam yang berpaham Aswaja atau Sunnisme ini kemudian


disebarkan oleh para habaib dan generasi ulama seperti Walisongo melalui
pengembangan strategi dan pendekatan penyebaran Islam melalui lembaga
pesantren dan sekolah-sekolah Islam di Jawa. Penyebaran Islam ini dilakukan
dengan cara mengadaptasikan praktik budaya lokal ke dalam ajaran Islam.
Mayoritas muslim di Asia Tenggara, khususnya Indonesia, menganut paham sunni
yang dalam bidang teologis atau akidah, mereka mengikuti madzhab Asy’ariyah ;
dalam bidang fiqih mengikuti empat madzhab sunni (Hanafi, Maliki, Syafi’I, dan
Hambali) ; dan dalam tasawuf mengikuti madzhab Ghazali. (Khairil Anwar, No 1,
Juni 2022)

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah definisi Aswaja dan Sunni?
2. Bagaimana asal usul dicetuskannya Aswaja?
3. Apa saja konsep dasar Aswaja sebagai ideologi sunni?
4. Apa saja pokok ajaran Aswaja?
5. Siapa saja tokoh Aswaja?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui apa itu ahlussunnah wal jama’ah dan aliran sunni.
2. Mempelajari sejarah terbentuknya paham ahlussunnah wal jama’ah.
3. Mempelajari konsep dasar paham ahlussunnah wal jama’ah sebagai ideologi
sunni dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
4. Memperluas pengetahuan tentang ajaran keagamaan dalam prinsip
ahlussunnah wal jama’ah.
5. Mengenal tokoh-tokoh yang berperan penting dalam ruang lingkup
ahlussunnah wal jama’ah.

1.4 Manfaat
1. Menambah pengetahuan yang lebih luas tentang ahlussunnah wal jama’ah.
2. Memberikan pemahaman lebih luas tentang ajaran Islam yang berideologi
ahlussunnah wal jama’ah.
3. Bagi penulis, dapat membantu mengembangkan teori-teori yang sudah
dipelajari.
4. Sebagai bahan informasi tambahan untuk pembaca.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

Ahlussunnah wal Jama’ah adalah paham keagamaan, aliran pemikiran


yang berdasar pada tradisi nabi muhammad saw. Secara etimologi, terdapat
tiga kata penting dalam istilah ini, yaitu ahlu (golongan atau pengikut), al-
Sunnah (perkataan, perbuatan, dan ketetapan Rasulullah saw), dan al-Jama’ah
(kelompok, mayoritas, atau bermakna umat Islam pada umumnya). Sehingga
dapat disimpulkan jika ahlussunnah wal jama’ah adalah suatu golongan yang
berpegang pada hadist atau sunnah Nabi dan mayoritas umat Islam. (Harun
Nasution, Teologi Islam, Op.cit. hal. 56)

Pengertian Aswaja menurut para tokoh Nahdlatul Ulama' :


a. Menurut pandangan para ulama NU adalah "Umat Islam yang selalu
berpegang teguh pada AI-Qur'an dan sunnah Rasul saw, serta tata cara
para sahabat Nabi saw melaksanakan petunjuk Al-Qur'an dan Sunnah
tesebut.”
b. Menurut KH. Achmad Siddiq adalah "Suatu tajdid (Pembaharuan atau
Pelurusan) jalan terhadap penyelewengan, penyimpangan, kekacauan
pikiran, dan pendapat dalam memahami Al-Qur'an dan Hadits.
Pengertian Aswaja menurut para tokoh yang sejalan dengan tokoh
NU :
a. Menurut pandangan Zamakhsyari Dhafier adalah “Para pengikut
tradisi Nabi Muhammad saw. dan Ijma’ Ulama.”
b. Menurut pandangan KH. Sirojuddin Abbas adalah “I’tiqad yang dianut
Nabbi Muhammad saw. dan sahabat-sahabatnya.”
c. Menurut pandangan Ensiklopedia Islam adalah “Salah satu aliran
teologi Islam yang timbul karena reaksi terhadap golongan Mu’tazilah
karena mereka berpegang kuat pada sunnah Nabi Muhammad saw. dan
juga merupakan kelompok mayoritas dalam masyarakat Islam.”
Sedangkan sunni adalah orang-orang yang mengikuti sunnah nabi baik
secara syariat maupun akidah. Sunni sendiri sudah diakui sebagai kelompok di
berbagai penjuru dunia islam. Sunni setidaknya memiliki dua kelompok :

1. Sunni Ahlu Al-Hadist jalur Ibnu Hanbal dan Ibnu Taimiyyah yang
cenderung puritan dan pada titik tertentu memunculkan umat Islam
garis keras yang intoleran.
2. Sunni moderat yang membuka ruang bagi madzhab fiqih selain Ibnu
Hanbal dan memilih merujuk pada pemikir Islam moderat seperti Asy-
Syafi’I dalam hukum Islam, Al-Asy’ari dalam kalam, dan Al-Ghazali
dalam tasawuf.

Kedua kelompok Sunni tersebut masih tergolong ahlussunnah wal


jama’ah. Kelompok pertama cenderung menampilkan frasa ahlussunnah wal
jama’ah secara terminologis, sedangkan kelompok kedua cenderung
menampilkan frasa secara linguistik. (Sunni : makna, acuan dan ragam,
Journal of Islamic Studies and Humanities).

2.2 Asal Usul Aswaja

Dalam sejarah umat Islam, banyak bermunculan paham keagamaan,


mazhab, dan firqah. Masing-masing dari mereka memiliki corak yang khas
dalam melakukan pendekatan terhadap ajaran agama Islam. Ahlussunnah wal
Jama’ah atau yang disebut sebagai Sunni dalam khazanah Barat merupakan
salah satu dari banyaknya paham keagamaan, aliran pemikiran, dan bahkan
firqah-firqah yang bermunculan.

Sepanjang sejarah, Ahlussunnah wal Jama’ah atau yang kerap disebut


sebagai paham Aswaja telah didukung oleh mayoritas umat Islam. Paham ini
diakui sebagai ideologi berbagai kelompok di penjuru dunia yang sebagian
penduduknya memeluk agama Islam. (Achmad Muhibbin Zuhri, Pemikiran
KH. M. Hasyim Asy’ari Tentang Ahl Al-Sunnah Wa Al-Jamaa’ah (Surabaya :
Khalista, 2010), 3.)

Awal mula perkembangan Aswaja sebagai aliran atau paham


keagamaan adalah munculnya firqah-firqah di kalangan umat Islam pada masa
Khulafaur Rasyidin. Lahirnya berbagai firqah itu dilatarbelakangi oleh
keadaan politik, yaitu kekosongan pemimpin atau pemerintahan pasca
wafatnya Nabi Muhammad saw. (Ibn Kathir, Al-Bidayah wa al-Nihayah, Vol.
V (Beirut : Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, t.t.), 18.)

Ketika terjadi polarisasi dan pertentangan antarkelompok, sejumlah


sahabat Nabi kemudian mencoba melakukan gerakan-gerakan kultural serta
menekuni bidang keilmuan dan keagamaan. Di antara para sahabat tersebut
adalah Umar bin Abbas dan Ibn Mas’ud. Hasan al-Basri bersama para tabi’in
yang lain juga menjadi pelopor bagi generasi tabi’it dalam kegiatan serupa.
Beberapa nama tabi’in yang tergabung dalam kegiatan ini yaitu Amir bin
Abdillah bin ‘Abd al-Qays, Rufa’I bin Mihran, Abu ‘Aliyyah, dan lain-lain.

Di Indonesia sendiri, mayoritas umat Islam mengikuti paham Aswaja


atau Sunni. Sebagian dari kelompok itu secara terbuka dan tegas menyatakan
diri beserta kelompoknya sebagai pengikut Aswaja. Kelompok pertama
diwakili oleh kalangan pesantren atau yang disebut Islam Tradisionalis yang
kemudian dipresentasikan oleh NU (Nahdlatul ‘Ulama), PERTI (Persatuan
Tarbiyah Islamiyah), Jam’iyah al-Washliyah, dan lain-lain. Sedangkan
kelompok kedua dipresentasikan oleh kelompok pendukung gerakan
pembaruan Islam atau yang disebutsebagai Islam Modernis. Kelompok ini
mengkonsolidasikan kegiatan mereka melalui organisasi Jam’iyat al-Khayrat,
al-Irsyad, Muhammadiyah, Persis (Persatuan Islam), dan lain-lain. (Umar
Hasyim, Apakah Anda Termasuk Golongan Ahlussunnah wal Jama’ah
(Surabaya, Bina Ilmu, 1978), 136-137.)

2.3 Konsep Aswaja Sebagai Ideologi Sunni

Dari keragaman pemikiran di kalangan ulama-ulama Sunni, terdapat


pola umum yang dapat disusun sebagai berikut :

a. Tawasuth dan Iqtisad


Mengenai persoalan kalam, pola pikir para ulama sunni dapat
disimpulkan bahwa mereka menggunakan paradigma tawasuth
(tengah-tengah). Pola ini diartikan sebagai pola mengambil jalan
tengah bagi dua pemikiran yang berbeda atau ekstrem. Pengambilan
jalan tengah bagi kedua esktrimitas itu juga disertai dengan sikap
iqtisad (moderat) yang tetap memberikan ruang dialog bagi pemikiran
yang berbeda.
b. Tasamuh (Toleran)
Secara apresiatif, sunni senantiasa memberikan pengakuan dan
tempat bagi berbagai pemikiran yang pernah tumbuh dalam perjalanan
sejarah umat Islam. Dalam pemikiran hukum Islam, sunni sangat
responsif terhadap mazhab-mazhab di dalam ilmu fiqih. Demikian pula
dalam bidang sosial-budaya, sunni sangat toleran terhadap tradisi-
tradisi yang sudah berkembang di masyarakat. Oleh karena itu, paham
sunni kemudian mendapatkan simpati yang begitu luas dari kalangan
umat Islam di berbagai wilayah.
c. Tawazun
Prinsip tawazun ini diambil dari kata al-Waznu yang atinya alat
penimbang. Melalui prinsip tawazun ini, sunni ngin mewujudkan
integritas dan solidaritas sosial umat Islam. Yang dimaksud di sini
adalah bahwa NU atau sunni menyelaraskan antara khidmah kepada
Allah dan khidmah kepada sesama manusia.
d. Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Prinsip ini mengandung arti, yaitu mengajak pada kebajikan
dan mencagah pada kemungkaran. Maksudnya, kita sebagai sesama
manusia, terutama antarmuslim, untuk saling mendorong kepada hal-
hal yang diridhoi oleh Allah, mempunyai kepekaan terhadap kejadian-
kejadian di lingkungan, dan mencegah diri serta orang lain atas segala
sesuatu yang dapat merusak moralitas masyarakat.

2.4 Pokok-Pokok Ajaran Aswaja

1. Aqidah
Dalam bidang aqidah, hukum Islam mengelompokkannya menjadi 6
pembahasan, yaitu :
a. Ketuhanan (Tauhid)
Paham Aswaja meyakini bahwasannya Tuhan Maha Esa dan
memiliki banyak sifat.
b. Malaikat
Paham Aswaja meyakini bahwa adanya ciptaan Allah yakni
makhluk yang tidak bisa dilihat oleh mata manusia. Ia diciptakan dari
cahaya dan terhindar dari perbuatan maksiat. Makhluk tersebut
bernama malaikat yang Allah perintahkan untuk mengatur jagat raya
dengan tugas yang sudah diberikan kepada masing-masing dari
mereka.
c. Kitab Allah
Paham Aswaja meyakini bahwa Allah telah menurunkan
mukjizat kepada sebagian nabi berupa wahyu-Nya yang kemudian
dibubukan sehingga menjadi sebuah pedoman dan petunjuk umat
manusia.
d. Nabi dan Rasul
Paham Aswaja meyakini bahwa Allah telah memilih rasul-Nya
untuk memberikan kabar gembira dan mengajak umat manusia agar
melaksanakan syari’at agama yang dibawanya. Adapun seorang nabi
yang mendapatkan wahyu dari Allah, tetapi ia tidak diperintahkan
untuk menyampaikan syari’at tersebut kepada manusia.
e. Hari Kiamat
Paham Aswaja meyakini adanya kehidupan lain setelah
kehidupan dunia, yaitu akhirat. Akan datang masa dimana dunia
beserta isinya hancur dan semua makhluk hidup akan mati, kemudian
mereka dihidupkan kembali untuk dimintai pertanggungjawaban atas
segala perbuatannya selama hidup di dunia dan mendapatkan balasan
yang setimpal berupa neraka atau surga.
f. Qadha dan Qadar
Paham Aswaja memaknai qadha sebagai rencana Allah yang
telah ditetapkan terhadap sesuatu sebelum menciptakannya, sedangkan
qadar adalah pelaksanaan dari ketetapan tersebut.

2. Fiqih
Dalam bidang fiqih dan amaliyah, paham Aswaja menganut pola
bermadzhab dengan mengikuti salah satu dari madzhab fiqih yang
dideklarasikan oleh para ulama yang telah mencapai tingkatan mujtahid
mutlaq. Empat madzhab yang banyak digunakan dan diikuti oleh umat
muslim, terutama bagi mereka yang berpaham Aswaja, yaitu Imam Hanafi,
Imam Maliki, Imam Syafi’I, dan Imam Hambali.

3. Tasawuf
Dalam masalah akidah dan fiqih, Aswaja mengambil posisi yang
moderat, tasawuf Aswaja juga demikian adanya. Dasar tasawuf Aswaja tidak
lain adalah Al-Qur’an dan sunnah. Manusia diciptakan Allah semata-mata
untuk beribadah, tetapi bukan berarti meninggalkan urusan dunia sepenuhnya.
Dalam konsep memenuhi urusan dunia dan akhirat haruslah seimbang dan
proposional.

2.5 Tokoh Aswaja

KH. Bisri Mustofa menerangkan bahwa definisi Aswaja yaitu paham yang
menganut empat madzhab fiqih, antara lain Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam
Syafi’I, dan Imam Hambali. Aswaja juga disebut sebagai paham yang menganut Al-
Asy’ari dan Al-Maturidi dalam bidang akidah, sementara bidang tasawuf paham ini
menganut pada Imam Al-Junaid Al-Baghdadi dan Al-Ghazali.

Di sisi lain, banyak yang menyepakati bahwa yang menyebarkan agama Islam
ke Nusantara khususnya di Pulau Jawa adalah Walisongo. Oleh karena itu, dapat
diatakan bahwa Walisongo adalah penganut Aswaja.

Prof. KH. Abdullah bin Nuh mengatakan bahwa “Sunan” adalah sebutan mulia
kepada para raja dan dai Islam di Jawa. Nasab mereka bersambung kepada Al-Imam
Ahmad Al-Muhajir. Adapun berdasarkan ajaran yang disampaikan oleh mereka, dapat
dikatakan bahwa mereka adalah ulama pengikut Madzhab Syafi’I dan Sunni dalam
dasar dan akidah keagamaannya. Di Indonesia, mereka kemudian dikenal sebagai
Walisongo. (Al Imam Al Muhajir, hal 174).

Anda mungkin juga menyukai