Pengertian Ahlu Sunnah wal Jama„ah (Aswaja) dapat dilihat dari dua aspek
penting, pertama dari segi bahasa atau etimologi, kedua dari segi peristilahan atau
terminologi. Secara etimologi, Aswaja berasal dari bahasa Arab ahl artinya
keluarga. Al-sunnah, berarti jalan, tabi„at dan perilaku kehidupan. Sedangkan al-
jama’ah, berarti sekumpulan.
ASWAJA adalah kepanjangan kata dari “Ahlus sunnah wal jama‟ah”. Ahlus
sunnah berarti orang-orang yang menganut atau mengikuti sunnah Nabi
Muhammad SAW, dan Wal Jama‟ah berarti mayoritas umat atau mayoritas
sahabat Nabi Muhammad SAW. Jadi definisi Ahlus sunnah wal jama‟ah yaitu; “
Orang-orang yang mengikuti sunnah Nabi Muhammad SAW dan mayoritas
sahabat (maa ana alaihi waashhabi), baik di dalam syariat (hukum Islam) maupun
akidah dan tasawuf.
Istilah Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah sendiri, sebenarnya baru dikenal setelah adanya
sabda Nabi SAW, yakni seperti pada hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah
dan Abu Dawud. Hadits tersebut yakni, hadits riwayat Ibnu Majah:
Dari Anas ibn Malik berkata Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya Bani Israil
akan berkelompok menjadi 71 golongan dan sesungguhnya umatku akan
berkelompok menjadi 72 golongan, semua adalah di neraka kecuali satu golongan,
yaitu al-jama’ah”.
6
Ibnu Majah Abu Abdillah Muhammad Bin Yazid al-qazwaini, Sunan Ibnu Majah, Juz. 5,
(Maktabah Abi Al-Ma’athy, tt), hlm. 130. Hadits kedua yakni, hadits riwayat Abu Dawud. Lihat: Abu
Dawud Sulaiman ibn Asy’ats as-Sijistany, Sunan Abu Dawud, Juz. 4, (Beirut: Da>r al- Kitab al-‘Araby, tt),
hlm. 324.
Dalam perkembangan selanjutnya, jika Ahl al-Sunnah adalah penganut sunah Nabi
SAW dan al-Jama’ah adalah penganut paham sahabat-sahabat Nabi SAW, maka
ajaran Nabi SAW dan para sahabatnya yang sudah termaktub dalam al-Qur‟an dan
Sunnah Nabi Saw secara terpencarpencar dan belum tersusun secara teratur,
kemudian dikodifikasikan (dikonsepsikan secara sistematis) oleh Abu Hasan al-
Asy‟ari (lahir di Bashrah tahun 324 H dan meninggal pada usia 64 tahun). Pada
periode Ashab alAsy’ari inilah, Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah mulai dikenal
sebagai suatu aliran dalam Islam. Hal ini dipelopori oleh al-Baqillani (w. 403 H),
alBagdadi (w. $29 H), al-Juwaini (w. 478 H), al-Gazali (w. 505 H), alSyahrastani,
dan al-Razi (w. 606 H), meskipun demikian, mereka tidak secara tegas membawa
bendera Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah sebagai mazhab.
Madzhab merupakan isim makan (kata yang menunjukkan tempat) dari terambil
dari fi'il madzi "dzahaba" yang artinya pergi, sehingga secara bahasa madzhab
artinya tempat bepergian. Secara etimologi, menurut Ibrahim Hosen, kata madzhab
memiliki 3 arti: 1) pendirian, kepercayaan; 2) system atau jalan; 3) sumber
patokan, dan jalan yang kuat, aliran atau juga berarti paham yang dianut
madzhab Ahlussunnah wal Jama'ah terbagi dua yaitu:
1. madzhab manhaji dan madzhab gauli. Madzhab manhaji yaitu jalan
bermadzhab yang didasarkan pada pola pemikiran imam madzhab tertentu,
misalnya: seseorang mengambil pola pemikiran (manhaj) imam Asy'ari
berarti ia bermadzhab manhaji pada imam Asy'ari.
2. Madzhab gauli yaitu jalan bermadzhab yang didasarkan pada gaul atau
pendapat imam madzhab tertentu. Misalnya: seseorang mengambil pendapat
(qaul) imam Syafi'i dalam kitabnya al-Um tentang suatu permasalahan
hukum berarti ia bermadzhab qauli pada imam Syafi'i.
Dalam sejarah, sebenarnya madzhab figh ahlus sunnah wal jamaah terdapat
beberapa madzhab di luar empat madzhab (Hanafi, Maliki, Syafii dan Hanbali),
seperti: madzhab Sufyan al-Sauri, madzhab Syuraih al-Nakhai, madzhab Abi Saur,
madzhab al-Auza'i, madzhab al-Thabari, dan madzhab al Dhahiri. Madzhab al-
Auza'i didirikan oleh And al-Rahman ibn 'Amr al-Auza'I (88-157 H) pernah dianut
di Suria dan Andalusia, tetapi dengan datangnya madzhab Maliki dan madzhab
Syafii madzhab ini lenyap di abad kedua Hijriah. Madzhab al-Dhahiri didirikan
oleh Daud ibn Ali al Asfahani (202-270 H). Daud adalah salah seorang murid
Syafii, tetapi kemudian membentuk madzhab tersendiri dengan nama al-Dhahiri,
karena ia berpegang pada arti dhahir yang tersurat dalam teks al-Quran dan
Sunnah, juga menolak qiyas dan ima sebagai sumber hukum. Bahkan madzhab
Dhahiri ini ada yang mengatakan sebagai madzhab yang kelima setelah Hanafi,
Maliki, Syafii dan Hanbali. Tetapi karena kurang kuat sehingga
dalam sejarah tinggal empat madzhab tersebut. Disamping madzhab fiqh ahlus
sunnah wal jamaah sebagaimana tersebut di atas, juga ada madzhab fiqh syiah,
yaitu madzhab Zaidiah, madzhab Syiah Duabelas, dan madzhab Syiah Ismailiyah.
Sebagaimana telah disebutkan di muka bahwa madzhab dalam bidang Fiqh /
syariah Ahlus Sunnah wal Jama'ah yang dianut Nahdlatul Ulama adalah mengikuti
salah satu dari madzhab empat, yaitu madzhab Hanahı, Maliki, Syafi'i dan Hanbali
C. AJARAN TAUHID ASY ARIYAH DAN MATURIDIYAH
Sebagaimana telah disebutkan di muka bahwa dalam bidang Tauhid Ahlus Sunnah
Wal Jama'ah yang dianut Nahdlatul Ulama adalah adalah mengikuti imam al-
Asy'ari ( ) اإلشاعرة والماتريديةdan imam al-Matauridi Nama lengkap imam Al-Asy'ari
adalah Abul Hasan Ali bin Ismail al-Asy'ari lahir di Basrah (Baghdad 260 H/873
M dan wafat tahun 324 H/935 M). Imam al-Maturidy, nama lengkapnya Abu
Manshur Muhammad bin Muhammad bin Mahmud Abu Manshur al-Maturidy al-
Samarqandy (lahir 853 M di Maturid Samarkand, dan wafat tahun 333 H / 944 M).
Madzhab aqidah Asy ariyah ini memang mazhab yang paling banyak dipeluk umat
Islam secara tradisional dan turun temurun di dunia Islam. Di dalamnya terdapat
banyak ulama. fuqaha, imam dan sebagainya. Meski bila masing-masing imam itu
dikonfrontir satu persatu dengan detail pemikiran Asy'ari, belum tentu semuanya
sepakat 100%. Bahkan sejarah mencatat bahwa hampir semua imam besar dan
fuqaha dalam Islam adalah pemeluk mazhab aqidah al-Asy-ari. Antara lain: AL
Bagillani. Imam Haramain Al-Juwaini. Al-Ghazali, Al Fakhrurrazi. Al-Baidhawi,
Al-Amidi. Asy-Syahrastani, Al Baghdadi, Ibnu Abdissalam, Ibnud Daqiq Al-Id,
Ibnu Sayyidinnas. Al-Balqini, al-'Iraqi, An-Nawawi, Ar-Rafi I. Ibnu Hajar Al-
Asqallani. As-Suyuti. Sedangkan dari wilayah barat khilafat Islamiyah ada Ath-
Tharthusi. Al-Maziri, Al-Baji. IbnuRusyd, Ibnul Arabi, Al-Qadhi Iyyadh. Al-
Qurthubi dan Asy Syatibi
DAFTAR PUSTAKA
Mengutip buku Pendidikan Islam Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah Kajian Tradisi Islam
Nusantara karya Subaidi
Abi al-Hasan Ali ibn Ismail al-Asy‟ari, Al-Ibanah An Ushul Al-Diyanah (Beirut: Dar al- Kutub al-Ilmiyyah,
t.t), hlm. 14.
Ibnu Majah Abu Abdillah Muhammad Bin Yazid al-qazwaini, Sunan Ibnu Majah, Juz. 5, (Maktabah Abi Al-
Ma’athy, tt), hlm. 130. Hadits kedua yakni, hadits riwayat Abu Dawud. Lihat: Abu Dawud Sulaiman
ibn Asy’ats as-Sijistany, Sunan Abu Dawud, Juz. 4, (Beirut: Da>r al- Kitab al-‘Araby, tt), hlm. 324.
Nawawi, Ilmu Kalam: dari Teosentris Menuju Antroposentris, (Malang: Genius Media, 2014), hlm. 80-
81
Baca: HA Djazuli, Kaidah-Kaidah Fikih, Kaidah-kaidah Hukum Islam dalam Menyelesaikan Masalah-
masalah yang praktis, Jakarta: Kencana, 2006, hlm. 19-20.
Teologi Islam (Ilmu Kalan Jakarta Bulan Bintang 2001 hlm. 65-77 http:ffar wikipedia.org/wiki