kitab Al-Munjid
fil-Lughah
wal-Aalam,
kata
"ahl"
jalan,
sekalipun
jalan
itu
tidak
disukai.
Arti
dalam
hal
menjadi
macam.
Al-Filiyyah yakni
sunnah
Nabi
yang
berupa
at-Taqririyah yakni
segala
perkataan
dan
pemahaman
mengutamakan
dalil
Islam,
baik
Al-Quran
dalam
dan
tauhid
Hadits
dan
dari
fiqih
pada
dengan
dalil
akal,
sebagaimana pernyataan Syekh Abu al-Fadl ibn Syekh Abdus Syakur alSenori dalam kitab karyanya Al- Kawakib al-Lammaah fi Tahqiqi alMusamma bi Ahli al-Sunnah wa al-Jamaah (kitab ini telah disahkan oleh
Muktamar NU ke XXlll di Solo Jawa Tengah) menyebutkan definisi
Ahlussunnah
wal
jamaah
sebagai
kelompok
atau
golongan
yang
pendapat
Qodariyah
tentang
kehendak
Allah
dan
daya
dengan
kitabnya Al-Fiqhu
al-Akbar, Imam
Syafii
dengan
teologi
Islamnya
sebagi
koreksi
atas
pemikiran
teologi
sebagai
Imam
penyelamat
aqidah
keimanan,karena
karya
pemikiran dua imam ini tersiar keseluruh belahan dunia dan diakui sejalan
dengan sunnah Nabi SAW serta petunjuk para sahabatnya, meskipun
sebenarnya masih ada satu orang ulama lagi yang sepaham yaitu Imam
al-Thohawi (238 H 321 H) di Mesir, akan tetapi karya beliau tidak
sepopuler dua imam yang pertama. Akhirnya para ulama menjadikan
rumusan aqidah Imam Asyari dan Maturidi sebagai pedoman aqidah yang
sah dalam Aswaja.
oleh
imam-imam
mujtahid
lainnya,
yang
mendasarkan
dalam
diskursus
Islam
dinilai
penting
karena
mencerminkan
Islam
menggambarkan
syariah,
kesempurnaan iman dan Islam. Iman ibarat akar, Islam ibarat pohon.
Artinya manusia sempurna, ialah manusia yang disamping bermanfaat
untuk dirinya, karena ia sendiri kuat, juga memberi manfaat kepada orang
lain. Ini yang sering disebut dengan insan kamil. Kalau manusia memiliki
kepercayaan tetapi tidak menjalankan syariat, ibarat akar tanpa pohon,
artinya tidak ada gunanya. Tetapi pohon yang berakar dan rindang namun
tidak menghasilkan buah, juga kurang bermanfaat bagi kehidupan. Jadi
ruang lingkup ini bersambung dengan ruang lingkup yang kedua,
sehingga keberadaannya sama pentingnya dengan keberadaan ruang
lingkup yang pertama dan yang kedua, dalam membentuk insan kamil.
Pada
dasarnya
tidak
ada
diantara
Mutazilah
disebut
kelompok
liberal
dalam
Islam.
berhubungan dengan Allah SWT dan hal-hal yang dianggap baik dan
buruk. Sementara bagi kelompok Asyariyah, akal tidak sanggup untuk
mengetahui hal tersebut, kecuali ada petunjuk dari naql atau nash.
Kelompok Maturidiyah sedikit lebih menengah dengan pernyataanya,
bahwa perbuatan manusia mengandung efek yang disebut baik atau
buruk, apa yang dinyatakan oleh akal baik, tentu ia adalah baik, dan
sebaliknya, akan tetapi tidak semua perbuatan manusia pasti sesuai
dengan jangkauan akal untuk menilai baik dan buruknya. Dalam keadaan
seperti ini, maka baik dan buruk hanya dapat diketahui melalui naql atau
nash.
Jika manhaj-manhaj ini dihubungkan dengan aqidah, maka peran akal
dan naql berkaitan dengan masalah-masalah ketuhanan, jika dikaitkan
dengan masalah fiqh, maka peran akal dan naql berhubungan dengan
perbuatan manusia (mukallaf), dan jika dikaitkan dengan akhlaq atau
tasawuf, maka akal dan naql berhubungan dengan hubungan spiritual
antara manusia dengan tuhannya. Baik dalam ruang lingkup aqidah, fiqh
dan tasawuf, Aswaja memiliki prinsip manhaj taqdimu al-nash ala al-naql.
Maka paham keagamaan Aswaja dengan manhaj seperti itu selalu
berorientasi mengedepankan nash daripada akal. Berbeda dengan paham
Mutazilah, meskipun sama-sama mengacu pada nash, Aswaja tidak
terlalu mendalam dalam menggunakan pendekatan akal, sehingga tidak
memberikan akses, bahwa nash dalam agama harus sejalan dengan
makna yang ditangkap oleh akal, tetapi akal hanyalah menjadi alat bantu
untuk memahami nash yang karena itu penafsiran nash agama tidak
selalu harus sejalan dengan akal. Meskipun dengan pertimbangan yang
matang sekalipun, akal seringkali salah daya tangkapnya.
C. Madzhab Ahlissunnah Wal Jama'ah
Madzhab
dalam
bidang
fiqh
berlangsung
sejak
berkuasanya
Mu'awiyah bin Abi Sufyan sampai sekitar awal abad ke-2 Hijriyah. Rujukan
dalam menggali hukum suatu permasalahan masih tetap sama yaitu, Al
Quran, Sunnah Nabi dan Ijtihad para ahli fiqh. Pada masa itu kedudukan
masih
dapat
kita
jumpai qoul-qoulnya
dalam
kitab-kitab
al Mujtahid karya
Ibnu
Rusyd, al Muhallakarya
Hazm, Rohmah
al
Abu
Abdilllah
Ummah karya
Shodr
al
Ibnu
Din
al
Ahlussunnah
wal
Jamaah,
yang
memuat
tentang
disukai
dan
dijalani
dalam
agama
sebagaimana
kaum
muslimin,
baik
salaf
maupun
khalaf.
Mereka
keagamaan
warga
NU,
Ahlussunnah
wal
Jamaah
ajaran
Islam
yang
bersumber
kepada
Rasulullah
dan
para
sahabat nabi dan tabi'in yang biasanya disebut generasi salaf. Pendapat
ini didasarkan pada pengertian Ahlussunah Wal Jamaah, yakni mereka
yang selalu mengikuti sunnah Nabi Saw. dan para sahabatnya. Kedua,
pendapat yang mengatakan bahwa Ahlussunah Wal Jamaah adalah
paham keagamaan yang baru ada setelah munculnya rumusan teologi
Asy'ari dan Maturidi dalam bidang teologi, rumusan fiqhiyyah mazhab
empat dalam bidang fikih serta rumusan tashawuf Junayd al-Bagdadi
dalam bidang tashawuf .
7) Pengertian pertama sejalan dengan sabda Nabi Saw.: Hendaklah
kamu sekalian berpegang teguh kepada sunnah Nabi dan sunnah
al-khulaf al-rsyidin yang mendapat petunjuk (HR. at-Tirmidzi
dan al-Hakim). Dalam hadits tersebut, yang dimaksud bukan
sahabat yang tergolong al-khulaf al-rsyidn saja, tetapi juga
sahabat-sahabat lain, yang memiliki kedudukan yang penting
dalam pengamalan dan penyebaran Islam.
Nabi Saw. bersabda: Sahabat-sahabatku seperti bintang (di atas
langit) kepada siapa saja di antara kamu mengikutinya, maka kamu telah
mendapat petunjuk. (HR. al-Baihaqi).
Sesudah genersi tersebut, yang meneruskan ajaran Ahlussunnah wal
Jamaah adalah para tabiin (pengikut sahabat), sesudah itu dilanjutkan
oleh tabiit-tabiin (generasi sesudah tabiin) dan demikian seterusnya
yang kemudian dikenal sebagai penerus Nabi, yaitu ulama.
Nabi Saw. bersabda: Ulama adalah penerang-penerang dunia,
pemimimpin-pemimpin di bumi, dan pewarisku dan pewaris nabi-nabi
(HR. Ibn Ady)
8) Itu sebabnya, paham Ahlussunnah wal jamaah, sesungguhnya
adalah ajaran Islam yang diajarkan oleh Rasulullah, sahabat,
tabiin, dan generasi berikutnya. Pengertian ini didukung oleh KH.
Achmad
Siddiq
yang
mengatakan
bahwa
Ahlussunnah
wal
dirinya
mempraktekkan
dengan
ajaran-ajaran
para
Nabi
sahabat
di
Muhammad
Saw.,
dalam
yang
Pengertian
ini
dimaksudkan
untuk
melestarikan,
ajaran
Islam,
supaya
tetap
tergolong
yakni
Ahlussunnah
wal
Jamaah
bukan
sebagai
mazhab,
ihsn
secara
serempak,
terpadu
dan
berkesinambungan.
bersifat
lokal
sepanjang
dapat
meningkatkan
intensitas
diketahui
bentuk-bentuk
tradisi
masyarakat
yang
tidak
mencerminkan
budaya
Ahlussunnah,
agar
dihindari
oleh
warga
umum sampai
menelantarkan pendidikan
agama
yang
untuk
ikhtilath
bainar
rijaal
wan
nisaa/
ajang
seperti
membaca
dengan
serentak
Syekh
Abdul
Qodir
Waliyulloh setelah membaca dua kalimat Syahadat. Dan amalanamalan di atas tidaklah budaya Syiah, sebab ziarahnya orang
syiah tidak memakai bacaan ayat-ayat al-Quran, juga tidak
membaca tahlil tasbih tahmid, bisanya cuma memberi kata-kata
pujaan berlebihan pada Imam-imam mereke. Dan dalam berzanji
maupun diba disebutkan pujian terhadap sahabat Nabi SAW. Di
samping itu, Syekh ad-DzibaI mempunyai kitab hadits bernama
Taisirul Wushul yang di dalamnya disebutkan fadloilus shohabat,
dan shohabat Abu Bakar ditempatkan pada peringkat pertama.
Sedangkan Qoshidah itu adalah milik alHabib Abdulloh al-Haddad yang telah kami nukilkan aqidahnya
yang berhaluan ahlussunnah wal jamaah.
7. Menyantuni anak yatim, faqir miskin maupun para janda yang
punya anak banyak, serta melindungi mereka dari penindasan
8. Bagi alumni pesantren hendaknya sering sowan kepada gurunya
untuk
konsultasi
menjalankan
dengan
dawahnya.
memohon
Demikian
petunjuk
pula
bagi
di
dalam
para
kiainya
hendaknya mengunjungi / mengecek mereka; apakah benarbenar sudah melaksanakan tugasnya dengan baik.
9. Takbiran pada malam hari raya ddengan tanpa diikuti penabuhan
beduk.
Sebab
dan
Umroh
tabuhan
adalah
sehingga
tidak
mempererat
persaudaraan
13. Menghafalkan al-Quran dengan memperhatikan tajwidnya, dan
lain sebagainya
semoga menambah pengetahuan dan pencerahan warga NU secara
umum, aamiin
II
Stop Menuduh Bid'ah
A. Bid'ah sebuah kata sejuta makna
Sunnah dan bidah adalah dua soal yang saling berhadap-hadapan
dalam memahami ucapan-ucapan Rasulullah saw. sebagai ShohibusySyara (yang berwenang menetapkan hukum syariat). Sunnah dan bidah
masing-masing tidak dapat ditentukan batas-batas pengertiannya, kecuali
jika yang satu sudah ditentukan batas pengertiannya lebih dulu. Tidak
sedikit
orang
yang
menetap-
kan batas
pengertian
bidah
tanpa
berdasar
kan
keumuman
lafadh,
bukan
berdasarkan
kekhususan sebab.
Dari hadits Jabir yang pertama diatas kita mengetahui dengan jelas
bahwa Kitabullah dan petunjuk Rasulullah saw., berhadap-hadapan
dengan bidah, yaitu sesuatu yang diada-adakan yang menyalahi
Kitabullah dan petunjuk Rasulullah saw. Dari hadits berikutnya kita
melihat bahwa jalan kebajikan (sunnah hasanah) berhadap-hadapan
dengan jalan kejahatan (sunnah sayyiah). Jadi jelaslah, bahwa yang pokok
adalah Sunnah, sedangkan yang menyimpang dan berlawanan dengan
sunnah adalah Bidah .
Ar-Raghib Al-Ashfahani dalam kitab Mufradatul-Quran Bab Sunan
hal.245 mengatakan: Sunan adalah jamak dari kata sunnah .Sunnah
sesuatu berarti jalan sesuatu, sunnah Rasulullah saw. Berarti Jalan
Rasulullah saw. yaitu jalan yang ditempuh dan ditunjukkan oleh beliau.
Sunnatullah dapat diartikan Jalan hikmah-Nya dan jalan mentaati-Nya.
Contoh firman Allah SWT. dalam Surat Al-Fatah : 23 : Sunnatullah yang
telah berlaku sejak dahulu. Kalian tidak akan menemukan perubahan
pada Sunnatullah itu .
Penjelasannya ialah bahwa cabang-cabang hukum syariat sekalipun
berlainan bentuknya, tetapi tujuan dan maksudnya tidak berbeda dan
tidak berubah, yaitu membersihkan jiwa manusia dan mengantarkan
kepada keridhoan Allah SWT. Demikianlah menurut penjelasan Ar-Raghib
Al-Ashfahani.
Ibnu Taimiyyah dalam kitabnya Iqtidhaus Shiratul Mustaqim hal.76
mengata- kan: Sunnah Jahiliyah adalah adat kebiasaan yang berlaku
dikalangan masyarakat jahiliyyah. Jadi kata sunnah dalam hal itu berarti
adat kebiasaan yaitu jalan atau cara yang berulang-ulang dilakukan oleh
orang
banyak,
baik
mengenai
soal-soal
yang
dianggap
sebagai
beliau
itu
merupakan
petunjuk
juga
bagi
kita
untuk
dapat
dilakukan oleh beliau saw. Pasti lebih utama, lebih afdhal dan lebih
mustahak diikuti. Begitu juga suatu kejadian atau perbuatan yang
didiamkan atau dibiarkan oleh beliau saw. merupakan petunjuk bagi kita
bahwa beliau saw. tidak menolak sesuatu yang baik, jika yang baik itu
tidak bertentangan dengan tuntunan dan petunjuk beliau saw. serta tidak
mendatangkan akibat buruk !
Itulah yang dimaksud oleh kesimpulan para ulama yang mengatakan,
bahwa sesuatu yang diminta oleh syara baik yang bersifat khusus
maupun umum, bukanlah bidah, kendati pun sesuatu itu tidak dilakukan
dan tidak diperintah- kan secara khusus oleh Rasulullah saw.!
Mengenai persoalan itu banyak sekali hadits shohih dan hasan yang
menunjukkan bahwa Rasulullah saw. sering membenarkan prakarsa baik
(umpama amal perbuatan, dzikir, doa dan lain sebagainya) yang
diamalkan oleh para sahabatnya.(silahkan baca halaman selanjutnya).
Tidak lain para sahabat mengambil prakarsa dan mengerjakan- nya
berdasarkan pemikiran dan keyakinannya sendiri, bahwa yang dilakukannya itu merupakan kebajikan yang dianjurkan oleh agama Islam dan
secara umum diserukan oleh Rasulullah saw. (lihat hadits yang lalu) begitu
juga mereka berpedoman pada firman Allah SWT. dalam surat Al-Hajj:77:
Hendaklah
kalian
berbuat
kebajikan,
agar
kalian
memperoleh
keberuntungan .
Walaupun para sahabat berbuat amalan atas dasar prakarsa masingmasing, itu tidak berarti setiap orang dapat mengambil prakarsa, karena
agama Islam mempunyai kaidah-kaidah dan pedoman-pedoman yang
telah ditetapkan batas-batasnya. Amal kebajikan yang prakarsanya
diambil oleh para sahabat Nabi saw. berdasarkan ijtihad dapat dipandang
sejalan dengan sunnah Rasulullah saw. jika amal kebajikan itu sesuai dan
tidak bertentangan dengan syariat. Jika menyalahi ketentuan syariat
maka prakarsa itu tidak dapat dibenarkan dan harus ditolak !
Pada dasarnya semua amal kebajikan yang sejalan dengan tuntutan
syariat, tidak bertentangan dengan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah
saw., dan tidak mendatangkan madharat/akibat buruk, tidak dapat disebut
Bidah menurut pengertian istilah syara. Nama yang tepat adalah Sunnah
,
.
Bidah itu ada dua macam, bidah terpuji dan bidah tercela. Bidah
yang sesuai dengan sunnah, maka itulah bidah yang terpuji sedangkan
yang menyalahi sunnah, maka dialah bidah yang tercela
Kedua, riwayat Al-Baihaqi dalam Manakib Imam Syafii :
,
.
Perkara-perkara baru itu ada dua macam. Pertama, perkara-perkara
baru yang menyalahi Al-Quran, Hadits, Atsar atau Ijma. Inilah bidah
dholalah/ sesat. Kedua, adalah perkara-perkara baru yang mengandung
kebaikan dan tidak bertentangan dengan salah satu dari yang disebutkan
tadi, maka bidah yang seperti ini tidaklah tercela.
Menurut kenyataan memang demikian, ada bidah yang baik dan
terpuji dan ada pula bidah yang buruk dan tercela. Banyak sekali para
Imam dan ulama pakar yang sependapat dengan Imam Syafii itu. Bahkan
banyak lagi yang menetapkan perincian lebih jelas lagi seperti Imam
Nawawi, Imam Ibnu Abdussalam, Imam Al-Qurafiy, Imam Ibnul-Arabiy,
Imam Al-Hafidh Ibnu Hajar dan lain-lain.
Ada sebagian ulama yang mengatakan bahwa bidah itu adalah
segala praktek baik termasuk dalam ibadah ritual maupun dalam masalah
muamalah, yang tidak pernah terjadi di masa Rasulullah saw. Meski
namanya bidah, namun dari segi ketentuan hukum syariat,, hukumnya
tetap terbagi menjadi lima perkara sebagaimana hukum dalam fiqih. Ada
bidah yang hukumnya haram, wajib, sunnah, makruh dan mubah.
Menurut Al-Hafidh Ibnu Hajar dalam kitabnya Fathul Baari 4/318
sebagai berikut: Pada asalnya bidah itu berarti sesuatu yang diadakan
dengan tanpa ada contoh yang mendahului. Menurut syara bidah itu
dipergunakan untuk sesuatu yang bertentangan dengan sunnah, maka
jadilah dia tercela. Yang tepat bahwa bidah itu apabila dia termasuk
diantara sesuatu yang dianggap baik menurut syara, maka dia menjadi
baik dan jika dia termasuk diantara sesuatu yang dianggap jelek oleh
syara, maka dia menjadi jelek. Jika tidak begitu, maka dia termasuk
bagian yang mubah. Dan terkadang bidah itu terbagi kepada hukumhukum yang lima.
atau
seolah-olah
bidh
diluar
bidang
ibadah
tidak
perlu
dibicarakan.
Sedangkan menurut catatan As-Sayyid Muhammad bin Alawy AlMaliki Al-Hasani (salah seorang ulama Mekkah) dalam makalahnya yang
berjudul Haulal-Ihtifal Bil Maulidin Nabawayyisy Syarif ( Sekitar Peringatan
Maulid Nabi Yang Mulia) bahwa menurut ulama (diantaranya Imam
Nawawi dalam Syarah Muslim jilid 6/154pen.) bidah itu dibagi menjadi
lima bagian yaitu :
1. Bidah wajib; seperti menyanggah orang yang menyelewengkan
agama, dan belajar bahasa Arab, khususnya ilmu Nahwu bagi
siapapun yang ingin memahami Quran dan Hadits dengan baik
dan benar.
2. Bidah mandub/baik; seperti membentuk ikatan persatuan kaum
muslimin,
mengadakan
sekolah-sekolah,
mengumandangkan
pada
makanan
(selama
tidak
mengganggu
belum
pernah
dilakukan
atau
diperintahkan
Rasulullah
saw.
ayat-ayat
Al-Quran,
penulisannya
serta
[ra]
adalah
haram.
Padahal
tujuan
mereka
untuk
penggunaan
pesaw.at-pesaw.at
tempur,
tank-tank
pandangan
Al-Imam
asy-Syafii
tentang
Bidah
Hasanah ?
Imam Syafii Rahimahullah berkata :
:
:
Perkara-perkara baru itu terbagi menjadi dua macam :Pertama:
Perkara baru yang menyalahi al-Quran, Sunnah, Ijma atau menyalahi
Atsar, perkara baru semacam ini adalah bidah yang sesat (Bidah
Dholalah). Kedua: Perkara baru yang baru yang baik dan tidak menyalahi
satu pun dari al-Quran, Sunnah, maupun Ijma, maka perkara baru
seperti ini tidak tercela (Bidah Hasanah).
(Diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi dengan sanad yang Shahih dalam
kitab Manaqib asy-Syafii Jilid 1- Halaman 469).
Pernyataan Imam Syafii di atas adalah kelanjutan dari pemahaman
Imam Syafii terhadap Hadits larangan Bidah, bukan malah dihantamkan
dengan Hadits larangan Bidah, maka dapat dipahami bahwa Imam Syafii
tidak otomatis menganggap setiap perkara baru dalam Agama itu Bidah
Dholalah, tapi setiap perkara baru ada dua kemungkinan yaitu apabila
bertentangan dengan Al-Quran, As-Sunnah, Atsar dan Ijma maka itu
Bidah Dholalah dan inilah Bidah yang dilarang dalam Hadits Setiap
Bid'ah sesat.
Sementara bila perkara baru dalam Agama itu tidak bertentangan
dengan Al-Quran, As-Sunnah, Atsar dan Ijma maka inilah Bidah Hasanah
dan ini tidak termasuk dalam Bidah yang terlarang dalam Hadits Kullu
Bidatin Dholalah.
Sangat jelas penjelasan Imam Syafii tentang legalitas Bidah
Hasanah, batasan Bidah Dholalah adalah bertentangan dengan Al-Quran,
As-Sunnah, Atsar dan Ijma, selama sesuatu yang baru dalam Agama itu
tidak bertentangan dengan 4 batasan tersebut, maka itu bukan Bidah
Dholalah dan tidak termasuk menambah atau mengada-ngada syariat
baru, karena batasan Bidah Dholalah bukan pada tidak ada nash yang
shorih, atau pada adakah rasul dan para sahabat telah melakukan nya.
2. Memahami Perkataan Imam Syafii Dalam Pembagian Bidah
baru
dua
ada
Perkara
Maksudnya : semua perkara baru baik Ibadah atau bukan Ibadah,
=
baik Aqidah atau bukan Aqidah terbagi kepada dua macam, poin yang
perlu di ingat adalah Imam Syafii sedang memisah dan memilah antara
dua macam perkara baru yang tentu saja perkara tersebut tidak di masa
Rasulullah dan para sahabat.
:
salah satunya adalah perkara baru yang menyalahi Kitab (Al-Quran),
atau Sunnah (Hadits), atau Atsar, atau Ijma.
Maksudnya : yang pertama adalah perkara baru yang menyalahi AlQuran, As-Sunnah, Atsar dan Ijma, poin penting di sini adalah Yukhalifu
atau menyalahi jadi perkara baru itu sesat bukan karena semata-mata
ia baru ada dan belum ada di masa rasul dan sahabat, tapi karena
menyalahi 4 perkara di atas.
adalah
maka perkara baru ini
Bidah
Maksudnya : perkara baru yang menyalahi Al-Quran atau menyalahi
As-Sunnah atau menyalahi Atsar atau menyalahi Ijma, maka inilah Bidah
Dholalah yang terlarang dalam Hadits larangan Bidah, Bidah Dholalah
bukan sesuatu yang tidak tersebut secara khusus dalam Al-Quran atau AsSunnah atau Atsar atau Ijma, tapi harus diperiksa dulu apakah ia
menyalahi atau justru sesuai dengan Al-Quran atau As-Sunnah atau Atsar
atau Ijma.
:
yang kedua, perkara baru yang baik lagi tidak menyalahi bagi salah
satu dari ini (Al-Quran, As-Sunnah, Atsar, dan Ijma)
Maksudnya : yang kedua adalah perkara baru yang baik dan tidak
menyalahi satupun dari Al-Quran atau As-Sunnah atau Atsar atau Ijma,
bukan maksud baik itu hanya dianggap baik, tapi baik di sini adalah tidak
menyalahi 4 perkara tersaebut, dan poin penting di sini juga pada Tidak
menyalahi jadi perkara baru tidak otomatis Bidah dan Sesat, tapi ketika
ia menyalahi salah satu dari 4 perkara tersebut, maka otomatis sesat, dan
bila tidak menyalahi salah satu dari 4 perkara tersebut maka otomatis
tidak
sesat,
baik
dinamai
dengan
Bidah
Hasanah
atau
Bidah
tidak
tersebut
dan perkara baru
Maksudnya : perkara baru yang tidak menyalahi Al-Quran atau AsSunnah atau Atsar atau Ijma adalah Bidah yang tidak tercela atau di
sebut juga dengan Bidah Hasanah.
3. Bidah Hasanah itu Syari atau Lughawi ?
Ini bukanlah sesuatu yang harus dipermasalahkan, tidak berpengaruh
apapun terhadap legalitas Bidah Hasanah, bahkan yang lebih bodoh lagi
adalah mempermasalahkan adakah Bid'ah Hasanah ?,ulama pun berbeda
pendapat dalam hal ini, tapi satu tujuan, ini bukan alasan untuk
mengingkari Bidah Hasanah dalam Agama, karena walaupun Bidah
Hasanah itu Lughawi atau Syari tetap saja maksudnya adalah perkara
baru yang tidak bertentangan dengan Al-Quran atau As-Sunnah atau Atsar
atau Ijma, permasalahan ini hanya karena berbeda dalam memaknai
Bidah pada Syara.
Maksud Bidah pada Syara menurut Imam Nawawi adalah :
mengadakan perkara baru yang belum ada di masa Rasulullah SAW,
dan ia terbagi kepada hasanah (baik), dan qabihah (buruk).
Atas definisi Bidah pada syara menurut Imam Nawawi di atas, maka
Bidah Hasanah adalah satu pembagian dari Bidah Syari, bukan Bidah
Lughawi, kerena sesuatu yang tidak ada di masa Rasulullah dinamakan
Bidah, tapi ada dua kemungkinan, bila sesuai dengan dalil-dalil syari
maka itu Bidah Hasanah, dan bila menyalahi dalil-dalil syari maka itu
Bidah Qabihah atau Bidah Dholalah.
Maksud Bidah pada Syara menurut Ibnu Rajab adalah :
perkara baru yang tidak ada dasar dalam syariat yang menunjuki
atas nya, dan adapun perkara baru yang ada dasar dari syara yang
menunjuki atas nya, maka ia bukan Bidah pada Syara, sekalipun Bidah
pada Lughat.
Atas definisi Bidah pada Syara menurut Ibnu Rajab, maka Bidah
Hasanah adalah bukan pembagian dari Bidah pada Syara, tapi Bidah
Hasanah adalah Bidah Lughawi, karena maksud Bidah pada Syara yang
seperti ini tidak mungkin terbagi kepada Hasanah (baik), sesuatu yang
tidak ada dasar dari Syara otomatis Buruk atau sesat.
Maka sekalipun berbeda cara memahami Bidah pada Syara dan
bereda dalam mengkategorikan Bidah Hasanah, tapi tidak berpengaruh
pada
legalitas
Bidah
Hasanah
dalam
Agama,
ini
bukan
alasan
sikap
Imam
Syafii
secara
langsung,
tapi
mereka
Hasanah yang dimaksud oleh Imam Syafii adalah Bidah Lughawi, untuk
tetap bisa membidah-sesatkan amalan seperti Tahlilan, Yasinan, Maulidan
dan sebagai nya.
Padahal alasan itu tidak ada hubungan dengan pembagian Bidah
Hasanah dari Imam Syafii, karena sekalipun kita maksudkan dengan
Bidah Lughawi, tetap saja yang dimaksud Bidah Hasanah oleh Imam
Syafii adalah perkara baru dalam Agama yang tidak bertentangan
dengan
Al-Quran,
As-Sunnah,
Atsar,
dan Ijma,
inilah
yang
perlu
bidah.
Perbedaan
cara
pendekatan
para
ulama
madrasah.
shalat. Walhasil,
keagamaan
kata
yang
E.
Mubah,
Imam
tidak
seperti
Izzuddin.
ditemukan
jabat
Segala
pada
zaman
tangan
sesuatu
setelah
kegiatan
Rasulullah
SAW,
:
.
Dari
Aisyah
RA,
ia
berkata:
Sesungguhnya
Rasulullah
SAW
itu
tergolong
memiliki
kemiripan
dengan yang wajib, maka tergolong perbuatan baru yang wajib. Dan
begitu seterusnya.
Hadits lain yang sering dijadikan dalil atas sesatnya semua perbuatan
yang tidak dikenal pada masa Rasulluah SAW adalah:
: ,
.
Dari Abdullah bin Masud. Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda:
Ingatlah, berhati-hatilah kalian, jangan sampai membuat hal-hal baru.
Karena perkara yang paling jelek adalah membuat hal baru . dan setiap
perbuatan yang baru itu adalah bidah. Dan semua bidah itu sesat. HR.
Ibnu Majah.
Dalam
Hadits
ini
yang
Rasulullah
secara
SAW
tekstual
menggunakan
seolah-olah
diartikan
Dan dari air kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka
mengapakah mereka tiada juga beriman? QS. Al-Anbiya:30.
Meskipun ayat ini menggunakan kalimat kullu, namun tidak berarti
semua benda yang ada dunia ini diciptakan dari air. Buktinya ayat alQuran yang lain berikut ini:
Dan Allah SWT menciptakan jin dari percikan api yang menyala.
QS. Ar-Rahman:15.
Maka demikian pula dengan Hadits diatas. Walaupun menggunakan
kalimat kullu, bukan berarti seluruh yang tidak ada pada masa Nabi SAW
dilarang dan sesat. Ini dibuktikan, karena ternyata para sahabat juga
melaksanakan perbuatan yang tidak ada pada masa Rasulullah SAW
masih hidup. Misalnya usaha menghimpun dan membukukan al-Quran,
mengumpulkan jamaah tarawih menjadi satu didalam masjid, dan lainlain. Nah, kalau kalimat kullu diatas diartikan keseluruhan, yang berarti
semua hal-hal yang baru itu sesat dan berdosa, berarti para sahabat telah
IJTIHAD
Ijtihad telah dilakukan pada masa Rasululah SAW. Beliau pernah
:
- -
.
.
:
:
.
.- -
:
.
.
:
:
:
Diriwayatkan dari Muadz bin Jabal bahwa ketika Rasulullah SAW
mengutusnya ke Yaman beliau bertanya, Apabila muncul suatu perkara,
bagaimana engkau memutuskan hukumnya? Muadz menjawab, Aku
putuskan dengan berdasarkan Kitab Allah. Beliau bertanya, Bagaimana
jika engkau tidak mendapatkannya dari Kitab Allah? Muadz menjawab,
Maka aku putuskan berdasarkan Sunnah Rasulullah. Beliau bertanya
lagi, Bagaimana jika engkau tidak mendapatkan keputusannya dalam
Sunnah
Rasulullah?
Muadz
menjawab,
Aku
berijtihad
dengan
Dari Amr bin Al Ash, bahwa dia mendengar Rasulullah SAW bersabda,
Apabila saat hakim memutuskan hukum dia berijtihad, kemudian
hasilnya benar, maka dia mendapat pahala dua. Dan apabila hasilnya
salah maka dia mendapat pahala satu.
Hadits ini secara jelas menyatakan bahwa hasil ijtihad mempunyai
dua kemungkinan, yaitu benar dan salah. Dan keduanya sama-sama
mendapatkan pahala dari Allah.
Selanjutnya perbedaan yang muncul dari ijtihad para mujtahidin
adalah merupakan suatu rahmat dan bukan sebagai sebab munculnya
pertentangan dan perpecahan umat Islam.
KH Saifuddin Zuhri menjelaskan bahwa hadits di atas menggunakan
kata Hakim, yang artinya orang yang mengerti hukum, dan bukan
menggunakan kata Rajul yang artinya orang secara umum. Ini artinya
adalah bahwa yang berhak melakukan ijtihad adalah orang yang mengerti
hukum.
Amat disayangkan apabila ada seseorang memahami Al Quran dan
hadits dari terjemahan -karena tidak menguasai bahasa Arab dan ilmu
pendukung lainnya dengan baik- kemudian mengklaim mampu melakukan
ijtihad. Padahal sebenarnya dia hanya melakukan taqlid buta terhadap
penerjemah buku-buku yang dipedomaninya itu lantaran dia sendiri tidak
mampu mengkritisi dan menilai benar-salahnya hasil terjemahan tersebut.
Pengertian ijtihad yang kami maksud di sini tidak lain adalah proses
penggalian hukum syariat dari dalil-dalilnya yang rinci dalam Al Quran,
2.
Mengetahui
secara
mendalam
hadits-hadits,
terutama
yang
Mengetahui mana hukum yang telah menjadi Ijma dan mana yang
diperselisihkan oleh para ulama
4.
5.
6.
7.
8.
Mujtahid
yaitu
ulama
yang
keempat Imam
Madzhab, yaitu Abu Hanifah (80-150 H), Malik bin Anas (93-179 H),
Imam Syafii (150-2104 H) dan Ahmad bin Hambal (164-241 H).
1.
di
lingkungan
madzhab
Hanafi.
Mereka
juga
disebut
pada
kasus-kasus
yang
belum
diuraikan
oleh
imam
Mujtahid
yaitu
ulama
yang
menerapkan
metode penggalian hukum imam panutannya dan hanya memilahmilah mana yang Shahih dan mana yang Dhaif dari pendapat imam
panutannya itu. Misalnya adalah Al Ghazali dan Al Juwainiy di
lingkungan madzhab Syafii.
4.
Mujtahid Murajjih, yaitu ulama yang memilah-milah pendapatpendapat suatu madzhab dengan mengambil mana yang paling
unggul dan sesuai dengan tuntutan kemashlahatan umat. Misalnya
adalah Ar Rafii dan An Nawawi di lingkungan madzhab Syafii.
Permasalahan lain
adalah
bahwa
ada
sementara
orang
yang
pesat,
sehingga
para
mujtahid
membutuhkan
ilmu-ilmu
B.
MADZHAB
Dari segi bahasa Madzhab artinya adalah jalan. Sedangkan menurut
istilah,
madzhab
adalah
sekumpulan
hukum
faliditas
dan
ke-mutawatiran-nya
terjamin.
Disamping
itu,
dan
kesulitan
dalam
masyarakat.
Karena
itu
dibutuhkan
secara Qouli(tekstual)
kepada
bermadzhab
metodologi
filosofis
terutama
dalam
permasalahan sosial-budaya.
Usaha-usaha tersebut hanya terbatas untuk mengatasi masalahmasalah sosial (hablun min an Nas) dan tidak pada hubungan antara
hamba dengan Tuhan (hablun min Allah), sebab bidang yang terakhir ini
menuntut totalitas ketundukan dan kepasrahan hamba. As Syathibi
menyampaikan kaidah, Bagi mukallaf, dalil pokok dalam ibadah adalah
penghambaan
dan
tanpa
mempertimbangkan
maksud
dan
tujuan.
TAQLID
Taqlid adalah mengikuti pendapat seseorang dengan tanpa bisa
membuktikan
benar-salahnya
pendapat
itu,
meskipun
mengetahui
Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika
kamu tidak mengetahui
Jadi kewajiban bertaqlid tidak hanya berlaku bagi orang awam saja,
tetapi juga bagi orang alim yang mengetahui dalil, selama dia belum
mencapai
tingkat
mujtahid, karena
kemampuannya
masih
sebatas
alim yang belum mencapai tingkat ijtihad, maka hal itu adalah terpuji,
bahkan wajib. Dan itu lebih baik daripada terus berijtihad padahal dirinya
sendiri tidak mampu.
Taqlid adalah hal pasti dan tak terhindarkan dilakukan oleh setiap
umat Islam, setidaknya ketika mulai mengamalkan ajaran-ajaran Islam,
misalnya meletakkan kedua tangan di dada pada waktu shalat dan
mengangkat kedua tangan ketika Takbiratul Ihram. Dia tetap melakukan
hal itu meskipun belum mengetahui benar-salah dalil yang mendasarinya.
Lalu ketika dia mengetahui argumentasi dan dalil pada waktu kemudian
maka saat itu berarti dia telah keluar dari lingkaran taqlid buta. Meskipun
demikian tetap saja dia seorang yang bertaqlid karena masih belum
mengetahui dalil secara rinci, paling tidak bagaimana cara menggali
hukum. Masih saja dia mengikuti metode dari seorang imam mujtahid.
Pada kenyataannya bertaqlid banyak terjadi dalam berbagai bidang
kehidupan. Misalnya ketika seorang dokter menuliskan resep bagi pasien,
maka selanjutnya pasien itu merujuk ke apotek, bukannya meracik sendiri
obat-obatan itu. Cukup baginya membeli produk dari suatu pabrik obat
yang ia anggap terjamin. Demikian juga guru mata pelajaran Geografi
ketika menjelaskan kepada murid-muridnya bahwa bumi itu bulat. Dia
hanya mengikuti pandangan Galileo Galilei dan Thomas Copernicus,
bukannya mengkaji dan menelitinya sendiri secara langsung.
Mungkin muncul pertanyaan, bagaimana dengan pernyataan Imam
Abu Dawud yang meriwayatkan ucapan Imam Ahmad bin Hambal,
Janganlah engkau bertaqlid kepadaku, juga kepada Malik, Asy Syafii, Al
Auzai maupun Ats Tsauri. Ambillah dari mana mereka mengambil.
Mari kita cermati sungguh-sungguh pernyataan di atas. Kepada
siapakah Imam Ahmad berkata. Dia berkata kepada Imam Abu Dawud,
penyusun kitab Sunan Abi Dawud yang menghimpun 5.284 hadits berikut
sanadnya, bukan kepada orang awam. Maka tidak aneh jika Imam Ahmad
mengatakan demikian kepada Abu Dawud, yang memiliki kemampuan
berijtihad.
Mengharuskan orang awam yang merupakan mayoritas umat Islamuntuk berijtihad sendiri-sendiri sama dengan menuntut hal di luar
kemampuan mereka. Dan itu mustahil, sebab minat masing-masing
mereka pada satu bidang ilmu berbeda satu sama lain. Sedangkan yang
menekuni ilmu-ilmu agama jumlahnya relatif sedikit. Jadi bagi yang tidak
berkesempatan mengkaji ilmu-ilmu agama wajib baginya bertanya dan
bertaqlid kepada yang menekuninya.
Al Quran memerintahkan agar ada sekelompok orang dari umat
Islam yang berangkat memperdalam agama dan ilmu syariat agar kelak
mereka dapat memberi peringatan dan menyampaikan fatwa yang benar.
Dan itu tidak ditujukan kepada semua umat Islam.
Tidak
sepatutnya
bagi
orang-orang
yang
mukmin
itu
pergi
mereka
beberapa
peibadatan,
muamalah
maupun
masalah
sosial
lainnya.
mengenai
sementara
ulama
yang
TALFIQ
rangkap
yaitu
dengan
menyomot
pendapat-pendapat
dari
madzhab yang berlainan sehingga muncul suatu praktik yang keluar dari
madzhab-madzhab itu.
Contoh:
1.
Maka
praktek
demikian
disebut
Talfiq,
sebab
dia
madzhab
itu.
Di
satu
sisi
bersentuhan
kulit
madzhab-
madzhab tersebut.
Talfiq sebagaimana kami sebutkan haram dilakukan. Dan tujuan
pelarangan ini adalah agar seseorang tidak mencari yang serba mudah
dan mempermainkan hukum.
sesuatu.
Yang
dimaksud
dengan
pujian
di
sini
ialah
serangkaian kata baik yang berbahasa Arab atau berbahasa Daerah yang
berbentuk syair berupa kalimat-kalimat yang isinya mengagungkan asma
Allah, dzikir, doa, shalawat, seruan atau nasehat yang dibaca pada saat
di antara adzan dan iqamat.
Secara historis, pujian tersebut berasal dari pola dakwah para wali
songo, yakni membuat daya tarik bagi orang-orang di sekitar masjid yang
.
Artinya :
Doa yang dibaca antara adzan dan iqamat itu mustajab (dikabulkan
oleh Allah). Maka berdoalah kamu sekalian. (HR. Abu Yala)
Kemudian bagaimana tinjauan syariat tentang hukum bacaan pujian
di masjid atau mushalla seperti sekarang ini? Perlu diketahui, bahwa
membaca dzikir dan syair di masjid atau mushalla merupakan suatu hal
yang tidak dilarng oleh agama. Pada zaman Rasulullah SAW. para sahabat
juga membaca syair di masjid. Diriwayatkan dalam sebuat hadits :
:
.
.
Artinya :
Dari Said bin Musayyab ia berkata : suatu ketika Umar berjalan
bertemu dengan Hassan bin Tsabit yang sedang melantunkan syair di
masjid.
Umar
menegur
Hassan,
namun
Hassan
menjawab
aku
.
Artinya :
Adapun membaca shalawat dan salam atas Nabi SAW. setelah adzan
(jawa : Pujian) para masyayikh menjelaskan bahwa hal itu hukumnya
sunat. Dan seorang muslim tidak ragu bahwa membaca shalawat dan
salam itu termasuk salah satu cabang ibadah yang sangat besar. Adapun
membacanya dengan suara keras dan di atas menara itu pun tidak
menyebabkan keluar dari hukum sunat.
C. Pujian Ditinjau dari Aspek Selain Syariat
Apa yang dilakukan para wali di tanah jawa mengenai bacaaan pujian
ternyata mempunyai banyak fungsi. Fungsi-fungsi itu antara lain :
1.
agar tidak
besenda
gurau yang
Dari
Said
bin
Musyayyab,
dia
berkata,
Pada
suatu
saat Umar berjalan bertemu Hasan bin Tsabit yang sedang melantunkan
sebuah syair indah di masjid, lalu Umar menegurnya, namun Hasan
menjawab, Aku telah melantunkan syair di masjid yang di dalamnya ada
seseorang yang
tetapi
membaca
dzikir
dengan
suara
keras
tersebut
Janganlah orang yang membaca Al Quran dari kalian mengganggu
orang yang shalat dari kalian.
Kalau semua masalah tentang pujian sudah demikian jelasnya, maka
tidak perlu ada label BIDAH DLALALAH dari pihak yang tidak
menyetujuinya.
atau
kitab
antara
lain
shalawat Dala'il,
shalawat Bakriyah,
shalawat
paling terkenal
dan
sering
dibaca
yang
diadakan
oleh
Artinya :
Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk
Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi
dan sampaikanlan salatu penghormatan kepadanya. (QS. AI-Ahzab : 56)
b.
Artinya :
Bershalawatlah kamu untukku, karena membaca shalawat untukku
bisa mengahapus dosamu dan bisa membersihkan pribadimu. (HR. lbnu
Majah)
c.
].
[
Artinya:
Dikabulkan doanya
[ ] .
Artinya:
Setiap doa adalah terhalanh, sehingga dimulai dengan memuji
kepada Allah dan bershalawat kepada Nabi, kemudian baru berdo'a dan
akan dikabulkan doa itu. (HR. Nasai).
b.
b.
c.
Dan lain-lain.
doa/permohonan
amalan/bacaan
kita
tersebut
ke
hadirat
diterima
kemudian
Allah
di
SWT.
diakhiri
agar
sisiNya, kemudian
semua
Allah
Artinya:
Dan
bahwasanya
manusia
tidak
akan
mendapatkan
pahala
Artinya :
Dan orang-orang yang datang sesudah mereka berkata : Hai Tuhan
kami, beri ampulah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman
lebih dahulu dari kami. (QS. Al-Hasyr : 10)
b.
Artinya :
Dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang
mukmin, laki-laki dan perempuan. (QS. Muhammad : 19
c.
Artinya :
Ya Tuhanku! ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke
rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan
perempuan. (QS. Nuh : 28)
Ketiga ayat di atas, jelas menunjukkan bahwa do'a dan istighfar dari
seorang yang masih hidup dapat berguna untuk orang yang telah mati
dari kalangan orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan.
d. Hadits Nabi SAW.
:
[ ] . :
Artinya :
Dari Aisyah ra. bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Nabi SAW.
bahwasanya ibuku telah mati secara mendadak, dan saya mengira
andaikan dia sempai berbicara (sebelum mati) pasti dia bersedekah.
Adakah
dia
memperoleh
pahala
andaikan
saya
.
] .
[1/218
Artinya:
Dan
doa untuk
teluh sepakat
mayit,
para
sedekah,
ulama
bahwa
memerdekakan
bacaan
istighfar
dan
budak, menghajikannya,
Aku bertanya, Apa Islam itu? Beliau menjawab, Berkata yang baik
dan memberi makan.
Sedekah juga dapat berupa bacaaan tasbih, takbir, tahmid dan tahlil.
Dalam hadits Abu Dzar disebutkan:
[2]
Sekelompok orang Sahabat Rasulullah bertanya kepada beiau,
Wahai Rasulullah, orang-orang kaya itu bias pergi dengan membawa
pahala. Mereka shalat sebagaimana
berpuasa
bagi
kalian apa
yang
bias
kalian sedekahkan?
dan
dihadiahkan
segala
sesuatu
kepada
orang
yang
yang
nilainya
telah
mahal
lalu
meninggal.
pahalanya
Dalam
hadits
disebutkan:
Dari Ibnu Abbas dia berkata, Seorang laki-laki bertanya kepada
Rasululah, Wahai Rasulullah, ibuku telah meninggal. Apakah akan
bermanfaat baginya jika aku bersedekah atas nama dia? Beliau
menjawab, Ya, benar Laki-laki itu berkata, Aku memiliki sebuah
keranjang.
Maka
aku
persaksikan
kepada
engkau
bahwa
aku
memintakan
menghajikannya.
ampunan
Membaca
Alquran
dan
mendoakannya
dengan
tanpa
upah
serta
dan
Artinya :
Apakah belum
diberitakan
kepadanya
apa
yang
ada
dalam
[6/268 ] .
Artinya :
Adapun yang demikian itu adalah bagi kaum Ibrahim dan kaum
Musa. Sedangkan untuk umat ini (umat Muhammad SAW), maka mereka
dapat memperoleh pahala dari perbuatannya sendiri dan pahala dari amal
kebajikan orang lain.
Ada juga penafsiran versi lain mengenai ayat 39 surat an-Najm tadi,
yaitu menurut as-Syaikh Ibnul Qoyyim al-Jauziyah yang dikutip dan
diterjemahkan oleh al-Mukarrom KH. Muhyiddin Abd. Shomad dalam
bukunya Hujjah NU hal 85, sebagai berikut :
Jawaban yang baik tentang ayat ini, bahwa menusia dengan
amalnya sendiri dan juga karena pergaulannya sendiri dan juga karena
pergaulannya yang baik dengan orang lain, ia akan memperoleh banyak
teman, melahirkan keturunan, menikahi perempuan, berbuat baik serta
menyintai sesama. Maka semua teman, keturunannya dan keluarganya
tentu akan menyayanginya kemudian menghadiahkan pahala ibadahnya
(ketika telah meninggal dunia). Maka hal itu pada hakikatnya merupakan
hasil usahanya sendiri.
Berdasarkan keterangan yang akurat dari beberapa dalil syari di
atas, warga kita pasti bisa menjawab pertanyaan dari si penanya dengan
jawaban tegas bahwa :
a. Menghadiahkan pahala amal kebaikan kepada ahli kubur yang
sama-sama muslim, baik ada hubungan kekerabatan atau tidak
antara yang menghadiahkan dengan si mayit yang di hadiahi, itu
menurut doktrin Ahlussunnah wal Jamaah bisa sampai pada mayit
tadi;
b. Ukhuwwah Islamiyah itu tidak terputus karena kematian. Oleh
karenanya menolong ahli kubur dengan doa yang diwujudkan
dalam bentuk tahlilan dan sebagainya itu akan manfaat bagi
mereka.
VII
PERINGATAN HAUL
A. Pengertian Haul
Haul dalam pembahasan ini diartikan dengan makna setahun. Jadi
peringatan haul maksudnya ialah suatu peringatan yang diadakan
setahun sekali bertepatan dengan wafatnya seseorang yang ditokohkan
C.
dari tujuan sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi atau yang difatwakan
oleh para ulama, maka haul hukumnya jawaz(boleh). Jadi, salah besar jika
ada orang yang mengatakan bahwa secara mutlak peringatan haul itu
hukumnya haram atau mendekati syirik.
E.
. :
[ ] .
Artinya:Adalah Rasulullah SAW. berziara ke makam syuhada Uhud
pada setiap tahun. Dan ketika beliau sampai di lereng gunung Uhud
beliau
mengucapkan
dengan
suara
keras
semoga
kesejahteraan
[ ] .
Artinya :
Tiada suat kaum yang berkumpul dalam satu majelis untuk berdzikir
kepada Allah kemudian mereka bubar sehingga diundangkan kepada
mereka bubarlah kamu, sungguh Allah telah mengampuni dosa-dosamu
dan kejahatan-kejahatanmu telah diganti dengan kebaikan-kebaikan.
(HR. Thabarani dan Baihaqi)
c.
158 : ] [ .
Artinya
:Menyebut-nyebut
para
Nabi
itu
termasuk
ibadah,
[1/540 ] .
Artinya :Sangat dianjurkan bagi orang yang berziarah kubur untuk
bersungguh-sungguh mendoakan kepada mayit dan membaca Al-Quran
untuk mayit, karena semua itu pahalanya akam bermanfaat bagi mayit.
Demikian itu menurut pendapat ulama yang paling shahih.
Memang begitulah doktrin Ahlussunnah wal Jamaah tentang ziarah
kubur dan haul. Kedua-keduanya merupakan salah satu dari sekian
banyak cabang amalan qurbah yang dianjurkan dalam agama. Namun
dibalik
itu
ada
hal
yang
patut
disayangkan
karena
di
dalam
oleh
warga
kita
sewaktu
menghadiri
acara
tadi,
yakni
)(
: )(
: ...
.
.
Artinya :Syaikh Ibnu Hajar ditanya tentang ziarah kubur para wali
pada saat tertentu dan menuju ke kuburan itu, apakah itu diperbolehkan,
sedangkan
di
situ
terjadi
banyak
mafsadah/kemaksiatan,
seperti
kebaikan
dan
menghilangkannya,
tersebut.
ingkar/benci
kalau
memang
Bagi
terhadap
seseorang
tetaplah
pelanggaran
memungkinkan.
Para
dan
fuqaha
(1195 )
"Diriwayatkan dari Sa'd bahwa Abdurrahman bin Auf suatu hari
disuguhi makanan. Ia berkata: "Mush'ab bin Umair telah terbunuh, ia lebih
baik dariku, tak ada yang dapat dibuat kafan untuknya kecuali kain
selimut. Hamzah juga telah terbunuh, ia lebih baik dariku, tak ada yang
dapat dibuat kafan untuknya kecuali kain selimut. Sungguh saya kuatir
amal kebaikan-kebaikan kami segera diberikan di kehidupan dunia ini".
Kemudian Abdurrahman bin Auf menangis" (Riwayat Bukhari No 1195)
Dalam hal ini al-Hafidz Ibnu Hajar mengutip dari ahli hadis:
(354 /7 )
"Ibnu Baththal telah berkata: Dalam riwayat ini dianjurkan menyebut
kisah-kisah
orang
saleh
dan
kesederhanannya
terhadap
duniawi.
) :
} :
(
...[120: { ]
)
(28 /5
Abdullah bin Mubarak berkata: "Sejarah orang-orang shaleh adalah
salah satu pasukan Allah, yang dapat mengokohkan hati hamba-hamba
Allah. Sebagaimana dalam firman Allah: Dan semua kisah dari rasul-rasul
Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami
teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran
serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman [Hud:
120] Seseorang butuh untuk berkunjung kepada sosok manusia yang
dapat membuatnya menangis. Jika tidak menemukannya di kalangan
yang masih hidup, maka pelajarilah dari sejarah orang-orang yang telah
wafat" (Syaikh Hasan asy-Syanqithi)
Dalam riwayat hadis disebutkan:
:
.( )
Disebutkan dalam sebuah hadis bahwa: "Mengingat para Nabi adalah
bagian dari ibadah. Mengingat orang shaleh menjadi sebab terhapusnya
(
"Mengingat orang shaleh menjadi sebab turunnya rahmat" (Sufyan
bin Uyainah dikutip oleh Ibnu Jauzi dalam Muqaddimah Shifat ashShafwah)
Ibnu Taimiyah juga berkata:
(269 /2 )
"Orang-orang beriman merasakan nikmat dengan mengenal Allah
dan mengingat-Nya, bahkan mereka merasa nikmat dengan mengingat
para Nabi dan orang Shaleh. Karenanya ada ungkapan 'Mengingat orang
shaleh menjadi sebab turunnya rahmat'. Hal ini disebabkan adanya
semangat di dalam hati untuk mencintai kebaikan, termotifasi dan rasa
senang terhadapnya" (Ibnu Taimiyah, kitab ash-Shafadiyah 2/269)
VIII
TALQIN MAYIT
Sebetulnya masalah TALQIN dengan segala macam persoalannya itu
sudah dikupas oleh para ulama mutaqaddimin atau ulama mutaakhirin
dalam berberapa kitab/karya tulisnya dan selalu diamalkan oleh kaum
Ahlussunnah wal Jamaah secara turun temurun.
Akan
tetapi
amaliyah
warga
kita
tadi
menjadi
terancam
menurut
dan
[80 : ]
[22 : ]
Artinya :
Di
dalam
ajaran
Islam
itu
ada
hal-hal yang
Artinya :
Semua hal/ajaran yang dibawa Rasulullah SAW. maka hal itu harus
dibenarkan dan diterima.
b.
tentang larangan talqin mayit, akan tetapi berisi keterangan bahwa orang
kafir itu telinga hatinya sudah mati, berpaling/tidak menerima apa-apa
yang didakwahkan oleh Nabi kepada mereka.
Uraian ini sesuai dengan keterangan yang ada dalam kitab Tafsir
Munir :
:
.
[2/133 ]
Artinya :
Firman Allah yang artinya : sesungguhnya kamu tidak dapat
menjadikam
orang-orang
yang
mati
mendengar
dan
tidak
pula
didakwahkan kepada mereka, maka mereka itu seperti orang yang sudah
mati.
:
[2/202 ] .
Artinya:
Firman Allah yang artinya : dan kamu sekali-kali tidak sanggup
menjadikau orang yang di alam kubur dapat mendengar jelasnya : hai
Muhanunad, makhluk yang paling mulia, kamu tidak bisa memberi
pengertian kepada orang yang seperti mayit yang ada dalam kubur.
Dengan kata lain, Nabi Muhammad SAW. tidak dapat memberi
petunjuk kepada orang-orang musyrikin yang telah mati hatinya.
Dalil-Dalil Tentang Disunatkannya Talqin
a.
sedang naza adalah hadits Nabi SAW. seperti yang ditulis oleh sayyid
Bakri dalam kitab Ianatut Thalibin juz II hal. 138 :
:
. :
Artinya :
Disunatkan mentalqin orang yang akan meninggal walaupun masih
mumayyiz menurut pendapat yang kuat dengan kalimat syahadat, karena
ada hadits Nabi riwayat Imam Muslim talqinlah orang Islam di antara
kamu yang akan meninggal dunia dengan kalimah La Ilaha Illallah dan
hadits shahih Barang siapa yang paling akhir pembicaraannya itu La
Ilaha Illallah, maka dia masuk surga, yakni bersama orang-orang yang
beruntung.
b.
adalah :
) (
[ 55 : ]
.
Artinya:
Disunatkan mentalqin mayit yang sudah dewasa walaupun mati
syahid setelah sempurna penguburannya. Hal yang demikian ini karena
firman Allah : dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya
peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman (QS. AdDzariyat : 55). Dan seorang hamba sangat membutuhkan peringatan
adalah saat-saat seperti ini.
.
. .
Artinya :
Apabila salah seorang di antara saudaramu telah meninggal dan
penguburannya telah kamu sempurnakan (ditutup dengan tanah), maka
berdirilah salah seorang di penghujung kuburnya, dan berkatalah : hai
fulan bin fulanah maka dia bisa mendengarnya. Kemudian berkatalah
hai fulan bin fulanah maka dia duduk dengan tegak. Berkatalah lagi hai
fulan bin fulanah maka dia berkata berilah saya petunjuk, semoga Allah
memberi rahmat kepadamu. Akan tetapi kamu sekalian tidak mengerti.
Seterusnya katakanlah kepadanya ingatlah apa yang kamu pegangi
sewaktu keluar dari alam dunia, yakni bersaksi bahwa tidak ada Tuhan
selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan Allah, dan
bahwa kamu rela Allah sebagai Tuhan kamu, Islam sebagai agamamu,
Muhammad sebagai Nabi mu dan Al-Quran sebagai imam mu. Maka
sesungguhnya malaikat Munkar dan Nakir saling berpegangan tangan
mereka berdua.
:
[2/140 ] .
Artinya :
Disunatkan mentalqin mayit setelah sempurna penguburannya,
karena ada hadits : Ketika mayit telah ditempatkan di kuburnya dan
teman-temannya sudah pergi meninggalkannya sehingga dia mendengar
suara sepatu mereka, maka datanglah dua malaikat kepadanya.
Dari
keterangan
ayat
dan
hadits
Nabi
tersebut,
kita
bisa
menyimpulkan :
1. Talqin setelah mayit dikubur itu bermanfaat bagi si mayit.
2. Mayit yang ada dalam kubur bisa mendengar ucapan orang atau
suara-suara yang ada di alam dunia ini.
3. Karena jelas ada dalil yang menganjurkan, maka hukum talqin
adalah sunat tidak bidah dan tidak dilarang seperti apa yang
dituduhkan oleh kaum wahabi.
IX
Menyuguhkan Makanan Pada Tamu Yang Bertakziyah
Menyuguhkan makanan kepada tamu yang bertakziyah hukumnya
boleh. Hal ini berdasarkan hadits Ibnu Umar:
Seseorang bertanya kepada Rasulullah, Islam seperti apa yang
paling baik? Beliau menjawab, Yaitu jika engkau memberi makan dan
(yang
kemudian
menjadi
sebab
kematiannya),
dia
:
.
-
. .
Dari seorang Anshar, dia berkata, Kami keluar bersama Rasulullah
dalam rangka mengantar satu jenazah. Lalu aku lihat beliau sedang
berada di atas kubur- berpesan pada pengggali kubur, Lebarkanlah dari
arah kedua kakinya. Lebarkanlah dari arah kepalanya. Setelah beliau
pulang seorang utusan istri si Mayit mengundang beliau. Beliau penuhi
undangan
itu.
Kamipun
makanan.
Beliau
menyertai
meletakkan
tangan
beliau.
Kemudian
kemudian
disuguhkan
orang-orang
juga
makan
makanan
yang
disuguhkan.
Rasulullah
SAW
juga
. .
5
Artinya :
yang
sudah
memeluk
Islam,
akan
tetapi
masih
harapan
semoga
dengan wasilahshadaqah
ini,
Allah
SWT.
).
(264 :
Artinya :
Setiap
sesuatu
itu
ada
alat
pencucinya,
pencuci
untuk
.
Artinya :
Besedekah itu bisa menutup tujuh puluh macam pintu keburukan.
(HR. Imam Thabarani).
.
Artinya :
Bersedekah
itu
bisa
menolak
tujuh
puluh
macam
mala
hamli/selamatan
tingkepan
adalah
salah
satu
kegembiraan
yang
dianugerahkan
oleh
Allah
SWT.
berupa jabang bayi yang berada dalam janin yang selama ini menjadi
dambaan pasangan suami dan isteri.
Ulama
salaf
memfatwakan
setiap
ada
suatu
.
Artinya :
Ulama
Syafiiyyah
(pengikut
madzhab
Syafii)
berpendapat
disunatkan membuat makanan dan mengundang orang lain untuk makanmakan, sehubungan dengan datangnya suatu kenikmatan/kegembiraan,
baik itu acara temantenan, khitanan, datang dari bepergian dan lain
sebagainya.
Wal-hasil, para warga yang hendak mengadakan walimatul hamli
sudah barang tentu harus menata hatinya dengan niatan yang benar dan
mempunyai sikap arif dan bijak dalam memilih dan memilah di antara
beberapa hidangan dan sajian tersebut, mana yang bisa diselaraskan
dengan syariat dan mana yang tidak, mana yang masih dalam koridor
akidah islamiyah dan mana yang tidak.
XI
TRADISI RUAWATAN
A. Pengertian Ruwat/Ruwatan
Kata ruwat mempunyai arti terlepas (bebas) dari nasib buruk yang
akan menimpa.
Ruwatan atau meruwat berarti upaya manusia untuk membebaskan
seseorang yang menurut kepercayaan akan tertimpa nasib buruk, dengan
cara melaksanakan suatu upacara dan tata cara tertentu.
Menurut kepercayaan sebagian masyarakat (jawa: Gugon Tuhon)
bahwa sebagian orang yang mempunyai kriteria tertentu itu dalam
hidupnya di dunia ada yang akan tertimpa nasib buruk.
B. Asal Muasal Adanya Ruwatan
Dalam
cerita
pewayangan
ada
seorang
tokoh
yang
bernama
"BETHORO GURU" atau "SANG YANG GURU", dia beristrikan dua orang
istri. Dari istri pademi dia menurunkan seorang anak laki-laki bernama
WISHNU. setelah dewasa Wishnu menjadi orang yang berbudi pekerti
baik, sementara dari istri selir dia juga menurunkan seorang anak laki-laki
bernama BETHORO KOLO. Setelah dewasa Bethoro Kolo menjadi orang
jahat, konon kesurupan setan. Dia sering mengganggu jalma manusia
untuk dimakan. Maka sang ayah memberi nasehat ''Jangan semua jalma
kamu mangsa, akan tetapi pilihlah jalma seperti dibawah ini:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
dan perempuan.
7.
dan laki-laki.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
Pendowo
Ngedangno
yakni
tiga
anak
laki-laki
dan
satu
perempuan.
Dalam metos orang Jawa, cerita diatas secara turun temurun masih
diyakini kebenarannya, sehingga menurutShohibur riwayah agar Bethoro
Kolo yang jahat itu tidak memangsa jalma seperti tersebut diatas,
dicarikan solusi yaitu harus diadakan "RUWATAN" untuk anak yang
bersangkutan.
C. Acara "Ruwatan" Dalam Tradisi Jawa
Ruwatan yang diyakini oleh kebanyakan orang jawa sebagai solusi
agar jalma/anak yang bersangkutan terhindar dari mara bahaya, adalah
suatu upacara yang acaranya sebagai berikut:
a.
b.
SEJATI";
c.
d.
e.
Dalam acara ruwatan yang Islami ini, mbah Wali berinisiatif untuk
melakukan amalan-amalan yang sekiranya sesuai dengan tuntunan
syariah dan berpegang pada aqidah yang benar. Amalan-amalan tersebut
antara lain :
a.
b.
c.
Hukum Ruwatan
Mengenai hukum ruwatan dengan cara tradisi Jawa seperti yang
tersebut dalam keterangan di atas, kiranya cukup jelas bagi kita kaum
muslimin, bahwa hal tersebut tidak diperbolehkan, karena didalamnya ada
unsur-unsur yang menyimpang dari ajaran agama Islam.
Nah, sekarang bagaimana hukum ruwatan yang dilaksanakan dengan
mambaca surat Yasin, Sholawat Nabi, Kalimah Thoyyibah, bacaan do'a
dan selamatan ala kadarnya?
Jawaban masalah tersebut, bisa diuraikan sebagai berikut:
a.
tercapai apa yang dituju, terlepas dari kesulitan dan terhindar dari
bermacam-macam kejahatan, hal itu termasuk amalan yang dibenarkan
dalam agama kita. Sayyid Muhammad bin Alawi dalam kitabnya "Idlohu
Mafahimis Sunnah" menerangkan :
11 : .
Artinya :
" Barang siapa membaca surat Yasin atau surat lain dalam Al-Qur'an
karena Allah dengan niat memohon agar diberkahi umurnya, harta
bendanya dan kesehatannya, hal yang demikian itu tidak ada salahnya,
dan orang tersebut telah menempuh jalan kebajikan, dengan syarat
jangan menganggap adanya anjuran syari'at secara khusus untuk hal itu.
Silahkan orang itu membaca surat Yasin tiga kali, tiga puluh kali atau tiga
ratus kali, bahkan bacalah AI-Qur'an seluruhnya secara ikhlas karena
Allah serta memohon agar terpenuhi hajatnya, tercapai maksudnya,
dihilangkan kesusahannya, dilapangkan kesempitannya, disembuhkan
penyakitnya dan terbayar hutangnya. Maka apa salahnya amalan
tersebut? Toh Allah menyukai orang yang memohon kepadaNya mengenai
segala sesuatu sampai dengan urusan garam untuk dimakan atau
memperbaiki
tali
sandal. Adapun
orang
tersebut
sebelum
berdoa
membaca surat Yasin atau membaca sholawat Nabi hal itu hanyalah
merupakan tawassul dengan amal shalih dan tawassul dengan Al-Qur'an.
Disyari'atkannya Tawassul ini disepakati oleh para ulama.
Syaikh Ahmad As-Showi dalam kitab tafsirnya juz III halaman 317
juga meriwayatkan sabda Nabi yang artinya:
.
.
.
.
:
.....
317 .
Artinya:
''Sungguh dalam Al-Qur'an itu ada satu surat yang memberi syafa'at
kepada pembacanya dan memohonkan ampunan untuk pendengarnya,
ingatlah surat itu adalah surat Yasin. Dalam kitab Taurat surat ini disebut
AL MUIMMAH. Ditanyakan : apa itu Al-Muimmah Ya Rasul ? Rasu!ullah
menjawab : artinya surat yang bisa meliputi secara keseluruhan kabajikan
di dunia dan tertolaknya kehebohan di akhirat bagi pembaca. Surat ini
disebut juga AD-DAFI'AH dan Al-QODLIYAH. Ditanyakan : bagaimana
demikian
itu
Ya
Rasul ? Rasulullah
menjawab : artinya
surat
yang
kepada Allah mengenai segala urusan, baik urusan yang kecil atau yang
besar, adalah termasuk hal yang diperintahkan oleh Allah dan dianjurkan
oleh Rasulullah SAW.
Dalam Tafsir Showi juz IV halaman 13 diterangkan :
.
: .
.
.
13
Artinya:
''Dan Tuhanmu berfirman "Berdo'alah kepadaKu niscaya akan Aku
perkenankan bagimu (Al-Mukmin : 60). Do'a menurut aslinya ,adalah
memohon dan merendahkan diri kepada Allah SWT dalam segala
kebutuhan duniawi dan ukhrowi, kebutuhan yang besar atau kecil. Ada
anjuran untuk berdo'a dalam riwayat hadits : Silahkan salah satu dari
kamu
sekalian
memohon
kepada
Tuhannya
mengenai
semua
peserta upacara ruwatan dengan niat shadaqah. Hal ini juga rnengandung
banyak fadlilah/keutamaan, antara lain : menyebabkan orang yang
bersedekah akan terhindar dari beraneka ragam balak, mushibah dan
mara bahaya. Sebagaimana hadits Nabi riwayat dari sahabat Anas, bahwa
Nabi SAW bersabda :
.
190 .
Artinya:
'Shodaqoh itu bisa menolak tujuh puluh macam balak (mushibah).
HR. Khotib
Dengan demikian hukum ruwatan dengan membaca surat Yasin,
shalawat Nabi dan lain sebagainya adalah boleh jika dimaksudkan untuk
rnendekatkan diri kepada Allah dan bersih dari hal-hal yang terlarang.
Bisa juga rnenjadi haram jika tidak dimaksudkan untuk mendekatkan diri
kepada Allah atau mengandung larangan agama, bahkan bisa jadi kufur,
jika dimaksud untuk menyembah selain Allah.
Kesimpulan hukum demikian ini, sebagaimana yang tersebut dalam
hasil keputusan bahtsul masa'il NU Jatim halaman 90 :
.
.
Artinya:
''Apabila
menshodaqohkan
makanan
tersebut
dengan
tujuan
mendekatkan diri (taqarrub) pada Allah agar terhindar dari kejahatan jin,
maka tidak haram karena tidak ada taqarrub kepada selain Allah. Apabila
ditujukan pada jin, maka haram hukumnya. Bahkan apabila bertujuan
mengagungkan dan menyembah pada selain Allah, maka hal itu
menjadikan kufur karena diqiyaskan pada nashnya dalam masalah
penyembelihan (dzabhi).
XII
TRADISI KUPATAN
A. Pengertian Kupatan
Dalam tradisi Jawa, hari raya pasca Ramadlan atau biasa di sebut
dengan sebutan Bhada atau Riyaya itu ada dua macam. Bhada lebaran
dan bhada kupat. Kata Bhada di ambil dari bahasa Arab bada yang
artinya : sudah. Sedangkan riyoyo berasal dari bahasa Indonesia ria
yang artinya riang gembira atau suka cita. Selanjtnya kata lebaran berasal
dari akar kata lebar yang berarti selesai. Maksud kata lebar di sini adalah
sudah selesainyanya pelaksanaan Ibadah pusasa dan memasuki bulan
Syawwal/Idul Fithri. Relevansinya, hari ini di sebut riyaya karena umat
Islam merasa bersuka cita sebagai ekspresi kegembiraan mereka lantaran
menyandang predikat kembali ke fitrah/asal kesucian.
Adapun ketupat adalah makanan khas yang bahannya dari beras
dibungkus dengan selongsong yang terbuat dari janur/daun kelapa yang
dianyam berbentuk segi empat (diagonal), kemudian direbus. Pada
umumnya kupat dihidangkan oleh umat muslim bersamaan dengan hari
ke delapan yang biasa di sebut dengan KUPATAN atau RIYAYA KUPAT.
kesalahan). Ini suatu isyarat bahwa kita sebagai manusia biasa pasti
pernah melakukan kesalahan kepada sesama. Maka dengan budaya
kupatan setahun sekali ini kita diingatkan agar sama-sama mengakui
kesalahan kita masing-masing, kemudian rela untuk saling memaafkan.
Nah, dengan sikap saling memaafkan, dijamin dalam hidup ini kita akan
merasakan kedamaian, ketenangan dan ketentraman.
b.
).
(307
Artinya :
Barang siapa berpuasa Ramadlan kemudian mengikutinya dengan
puasa enam hari di bulan syawwal, maka yang demikian itu seperti puasa
setahun. (HR. Imam Muslim)
Setelah puasa Syawwal, tidak ada tuntutan menyelenggarakan tradisi
tertentu. Maka ketika ada tradisi riyoyo kupat pada tanggal 8 Syawwal, hal
itu disebut bidah (suatu hal yang baru). Di sinilah terjadi perbedaan
persepsi di antara umat muslim. Sebagian ada yang mau melakukannya
dan sebagian yang lain ada yang tidak mau. Sumbernya adalah
interpretasi makna bidah itu sendiri, serta status amaliyah tradisi riyoyo
kupat.
Pertama, pendapat yang mendifinisikan bidah secara mutlak, yaitu
segala hal yang belum pernah dikerjakan oleh Rasulullah SAW. Sesuatu
yang ada kaitannya dengan ibadah dan tidak pernah dicontohkan oleh
Nabi adalah bidah dan haram dilakukan. Nah, karena tradisi kupatan
dikategorikan sebagai ibadah mahdlah (ritual murni) yang terikat dengan
tata cara yang didasarkan atas tauqif (jawa : piwulang) dari nabi. Maka hal
itu dianggap mengada-ada dan itu bidah. Setiap bidah adalah dlalalah.
Sabda Rasulullah SAW. :
).
(296
Artinya :
) .
.
(87
Artinya :
Jauhilah hal-hal baru yang diada-adakan, karena sesungguhnya hal
tersebut adalah bidah dan setiap bidah adalah sesat (HR. Abu Dawud
dan Tirmidzi) yakni kamu sekalian harus menjauhi dan mewaspadai
perkara-perkara baru dalam agama.
Kedua, pendapat yan mengklasifikasi bidah menjadi dua : bidah
hasanah (baik) dan bidah sayyiah (buruk). Karena tradisi kupatan
dikategorikan sebagai ibadah ghairu mahdlah (ritul tidak murni) yang
perintahnya ada, tetapi teknis pelaksanaannya disesuaikan dengan
situasi, maka tradisi itu dianggap sebagai amrun mustahsan (sesuatu
yang dianggap baik).
Pendapat
kedua
ini
bukannya
mengingkari
dua
hadits
yang
Artinya :
.
Artinya :
Jadi setiap kebaikan yang tercakup dalam dalil-dalil syari dan
mengadakannya tidak ada maksud menyimpang dari aturan syariat serta
tidak mengandung kemunkaran, maka hal itu termasuk ad-din (urusan
agama).
Dengan demikian, menempatkan hukum riyoyo kupat harus dilihat
dari substansi masalahnya, yakni ajaran silaturrahim, saling memaafkan
dan pemberian shadaqah/sedekah yang mana hal tersebut perintahnya
ada dalam dalil syari, sementara teknisnya bisa dilakukan dengan
beragam cara.
Dalil syari tentang silaturrahim antara lain : hadits riwayat Tirmidzi :
.
Artinya :
Amal kebajikan yang paling cepat mendapatkan pahala adalah
ketaatan dan silaturrahim.
Dalil syari tentang memberikan maaf antara lain QS. An-Nur 22 :
.22 : .
Artinya :
Dan
hendaklah
mereka
memaafkan
dan
berlapang
dada,
apakah kamu tidak ingin Allah akan mengampunimu? Dan Allah adalah
maha pengampun lagi maha penyayang. (QS. An-Nur : 22)
Dalil syari tentang memberikan sedekah antara lain :
.
Artinya :
Bersedakahlah kamu, meskipun hanya berupa sebutir kurma (HR.
Ibnu Mubarak).
Hadits riwayat Ibnu Ady :
.
Artinya :
Hendaklah kamu sekalian satu sama yang lain saling memberikan
hadiah berupa makanan, karena yang demikian itu bisa melapangkan
rizkimu (HR. Ibnu Ady)
Wal-hasil, tradisi kupatan tidak bisa disebut sebagai bidah atau
tambahan dalam beribadah. Tradisi kupatan adalah budaya lokal yang
memiliki keterkaitan dengan syariat Islam. Maka dari itu kupatan tidak
bisa dihukumi sebagai penyimpangan, apalagi tindakan sesat (dlalalah).
XIII
Ngalap Berkah
Fatwa haram, bidah bahkan syirik dalam masalah mencari berkah
(tabarruk, ngalap berkah) kembali ramai didengungkan oleh mereka yang
mengaku paling sehat dari penyakit TBC (Takhayyul, Bidah dan Churafat)
ketika makam Gus Dur ramai diziarahi, bahkan ada beberapa peziarah
yang mengambil tanah di area makam tersebut. Sebagaimana yang
disebarkan oleh Ust Hartono Jais dan kawan-kawannya yang sebenarnya
tidak memiliki kapasitas dalam masalah ini, dan hanya bertaklid buta
kepada Syaikh Bin Baz, Syaikh Utsaimin, Syaikh Albani dan sebagainya.
Ulama-ulama mereka dengan membabi-buta menvonis syirik kepada
semua bentuk tabarruk, dengan tanpa sedikitpun mendudukkan makna
dan
derivasinya
memiliki
makna
bertambah
dan
: . :
(
: : .
)13/408 :
mencari berkah terhadap sesuatu, mencari tambahan dengan
metodenya (Ibnu Mandzur, Lisan al-Arab 13/408)
B. al-Quran Tak Menafikan Berkah
Di dalam al-Quran banyak disebutkan kalimat berkat dengan
berbagai macam kalimat bentukannya. Ini menunjukkan bahwa ada
banyak sosok maupun tempat yang diberkahi oleh Allah. diantaranya:
Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku
berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan
(menunaikan) zakat selama aku hidup (Maryam: 31)
Kami limpahkan keberkatan atasnya (Ibrahim) dan atas Ishak (ashShaffaat: 113)
(Itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya, dicurahkan atas
kamu, hai ahlulbait! Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah"
(Huud: 73)
1. tempat-tempat yang diberkati dalam al-Quran ::
Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu
malam dari Al Masjidil haram ke Al Masjidil aksa yang telah Kami berkahi
sekelilingnya (al-Israa: 1)
Dan Kami selamatkan Ibrahim dan Lut ke sebuah negeri (Palestina)
yang Kami telah memberkahinya untuk sekalian manusia (al-Anbiyaa:
71)
Dan Kami jadikan antara mereka dan antara negeri-negeri (Yaman)
yang Kami limpahkan berkat kepadanya, (Saba: 18)
2. benda-benda ciptaan Allah juga dianugerahi keberkahan dalam alQuran:
. kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara,
yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya
(an-Nuur: 35)
Maka tatkala Musa sampai ke (tempat) api itu, diserulah dia dari
(arah) pinggir lembah yang diberkahi, dari sebatang pohon kayu. (alQashash: 30)
Dan Kami turunkan dari langit air yang banyak manfaatnya (berkah)
. (Qaaf: 9)
sesungguhnya Kami menurunkannya (al-Quran) pada suatu malam
yang diberkahi (ad-Dukhaan: 3)
kepada
Allah,
dan
Allah
juga
kuasa
jika
langsung
Pergilah kamu dengan membawa baju gamisku ini, lalu letakkanlah
dia ke wajah ayahku, nanti ia akan melihat kembali. (Yusuf: 93)
Tampak jelas sekali bahwa Allah menjadikan kesembuhan itu melalui
berkah baju gamis Nabi Yusuf.
Makam Nabi Yunus juga dijadikan tempat mencari berkah Allah:
.
: .
. -
(271 / 8 - )
Desa Hulhul antara Quds dan Khalil ada makam Yunus As. Para
penduduknya mencari berkah disana dan meyikini makamnya Nabi
Yunus (adz-Dzahabi, Tarikh al-Islam 8/271)
D. Mencari Berkah Di Masa Hidup Rasulullah Saw
1. Rambut Rasulullah
- -
(3212 )
Rasulullah r menyuruh tukang pangkas rambutnya, untuk mencukur
rambut bagian kanan dan kirinya, lalu rambut-rambut itu dibagibagikannya kepada para sahabat (HR Muslim No 3212)
.
) - / 4 (279
Sahabat Khalid bin Walid t bertabaruk dengan rambut ubun-ubun
Rasulullah r, ditaruh di dalam kopiahnya (songkok). Kholid berkata: Saya
tidak pernah mendatangi perang dengan membawa songkok tersebut
peperangan saya
setiap
kecuali
Rasulullah),
rambut
berisi
(yang
selalu diberi kemenangan (HR Thabrani dan Abu Yala, para perawinya
)adalah perawi hadis sahih
2. Air Ludah Rasulullah
- -
) 70 (2731
Allah Setiap
Demi
berkata:
Marwan
dan
Miswar
-
- -
-
) (688
Diriwayatkan dari Aisyah bahwa bayi-bayi didatangkan kepada
RAsulullah Saw kemudian beliau mendoakan berkah dan memamah
)makanan kepada mereka (HR Muslim No 688
.
. ) - / 2
(37
(
)
.
) 4328 (6561
Rasulullah Saw menyuruh kepada Abu Musa dan Bilal untuk
mengambil tempat air, lalu beliau membasuh kedua tangan dan wajahnya
dan memuntahkan air kumur ke wadah tersebut dan beliau bersabda:
Minumlah oleh kalian, siramkan ke wajah dan leher kalian, dan
bersenanglah. Kemudian dua sahabat itu melakukannya (HR Bukhari
)4328 - Muslim No 6561
) - / 1 (300
al-Hafidz Ibnu Hajar berkata: Tujuan diatas karena adanya berkah
)dari ludah Rasulullah yang mengandung berkah (Fath al-Baari 1/300
3. Keringat Rasulullah Saw
- -
-
.
) (6201
Sahabat Ummu Sulaim mengambil keringat Nabi r dan menaruhnya
ke dalam botol, sebagai minyak wangi. Setelah ditanya oleh Rasulullah,
Ummu Sulaim menjawab: Ini adalah keringatmu. Kami jadikan minyak
wangi kami. Dan keringat itu adalah minyak yang paling harum (Muslim
)No 6201
4. Air Sisa wudlu Rasulullah
sekali,
banyak
sangat
ini
masalah
menjelaskan
yang
Hadis
diantaranya:
- -
)
187 (1151
)
Dari Kabsyah al-Anshariyah bahwa Rasulullah e datang kepadanya
dan di sebelahnya atau tempat air minum yang digantung, kemudian
beliau meminum-nya dengan posisi berdiri. Kabsyah lalu memotong
(bekas) tempat minum Rasulullah tersebut untuk mendapatkan berkah
dari mulut Rasulullah e. (HR. Ibnu Majah dan Turmudzi, ia berkata: Hadits
)ini Hasan Sahih Gharib
6. Kain Kafan Dari Rasulullah
- -
-
.
- -
.
.
.
- -
)
.
(2093
Rasulullah Saw diberi kain bergaris (burdah) oleh seorang wanita.
namun kain tersebut diminta oleh orang lain untuk dijadikan kafan bagi
)dirinya. Rasulullah memberikannya (HR Bukhari No 2093
7. Jubah Rasulullah Saw
:
:
:
:
(482 / 1 )
Seorang sahabat meminta potongan dari jubah Rasulullah Saw,
beliau
memberinya.
Muhammad
bin
Jabir
berkata:
Bapak
saya
.
)
(20 / 4 -
Barokah, pelayan Ummu Salamah (istri Nabi r), bertabaruk dengan
menimun air seni Nabi r yang akan menjadi pelindungnya dari api
neraka (Diriwayatkan oleh Thabrani, para perawinya sahih)
E. Mencari Berkah Setelah Rasulullah Saw Wafat
Dalam masalah ini Imam Bukhari membuat Bab Khusus dari bendabenda peninggalan Rasulullah yang dicari berkahnya oleh para Sahabat,
bahkan para Khalifah yang mendapat jaminan masuk surga. Imam
Bukhari mencantumkan beberapa hadis terhitung dari No 3106 3112:
- 5
- -
/ 11 - ) .
(204
Bab
berkahnya oleh para sahabat dan lainnya setelah Nabi wafat (Shahih al)Bukhari: 11/104
1. Asma Binti Abu Bakar dengan Jubah Nabi
)
.
- -
) 5530 (
Asma binti Abu Bakar berkata: Jubah ini (pada mulanya) dipegang
oleh Aisyah sampai ia wafat. Setelah wafat saya ambil jubah tersebut.
Rasulullah ememakai jubah ini. Kami membasuhnya untuk orang-orang
yang sakit, kami mengharap kesembuhan melalui jubah tersebut. (HR.
Abu Dawud dan Muslim. Sedangkan riwayat al-Bukhari dalam al-Adab alMufrad dijelaskan bahwa Rasulullah memakai jubah tersebut untuk
)menemui tamu dan salat Jumat
2. Ummi Salamah dengan Rambut Nabi Saw
-
-
- -
) (5896
Ummi Salamah memiliki rambut Rasulullah Saw. Jika orang yang
terkena penyakit, maka mendatang Ummi Salamah dengan membawa
wadah (untuk mengobati). dan saya melihat di dalamnya ada beberapa
)rambut merah (HR Bukhari No 5896
3 Muawiyah Dengan Jubah, Sarung, Serban dan Rambut Nabi
Saw
) (
) - / 59 (61
- -
) (170
rambut
memiliki
kami
bahwa
Abidah
kepada
berkata
Saya
- -
- -
- -
-
.
.
.
- -
.
.
- -
) 5637 ( 5354
Sahal bin Sad memiliki tempat minum yang pernah dipakai oleh
Nabi. kemudian (masa berikutnya), tempat minum itu diminta oleh Umar
bin Abdul Aziz dan ia memberikannya (HR Bukhari 5637 dan Muslim
)5354
6. Asma binti Yazid Dengan Sisa Minuman Nabi Saw
:
:
" : "
: .
) .
(104 / 4 -
Sisa minuman Rasulullah saya gunakan untuk membasahi rambut
saya.
Juga
kami
minumkan
kepada
orang-orang
sakit,
dan
kami
(109 / 9 - ) .
Anas memiliki tongkat kecil dari Rasulullah Saw, ia memerintahkan
agar dikubur bersamanya (al-Hafidz Ibnu Katsir, al-Bidayah wa anNihayah 9/109)
8. Imam Ahmad bin Hanbal Dengan Rambut Nabi Saw
:
.
(2/357 : 337 / 11 - ) .
Imam Ahmad diberi 3 helai rambut saat di penjara, itu adalah
rambut Rasulullah Saw. Imam Ahmad berwasiat agar ketika meninggal 2
rambut diletakkan di matanya, 1 rambut lagi di mulutnya. maka wasiat
itupun dilakukan ketiaka ia wafat (al-Hafidz adz-Dzahabi dalam Siyar
Alam an-Nubalaa 11/337 dan al-Hafidz Ibnu al-Jauzi dalam Shifat ashShafwah 2/357)
F. al-Hafidz Ibnu Hajar dan Istidlal Ngalap Berkah
- )
(278 / 1
al-Hafidz Ibnu Hajar beristidlal dari hadis al-Bukhari No 166: Hadis ini
diperbolehkan mencari berkah dari rambut Rasulullah Saw, dan bolehnya
mengoleksinya (Fath al-Baarii 1/278)
/ 2 (145
al-Hafidz Ibnu Hajar beristidlal dari hadis al-Bukhari No 407: Hadis ini
diperbolehkan mencari berkah dengan tempat-tempat yang dilakukan
)salat olen Nabi Saw dan yang beliau injak (Fath al-Baarii 2/145
) - / 4 (318
al-Hafidz Ibnu Hajar beristidlal dari hadis al-Bukhari No 1198: Hadis
ini diperbolehkan mencari berkah dengan peninggalan orang-orang
)shaleh (Fath al-Baarii 4/318
) - / 10 (386
al-Hafidz Ibnu Hajar beristidlal dari hadis al-Bukhari No 3316: Hadis
ini diperbolehkan mencari berkah dengan makanan para wali dan orang)orang shaleh (Fath al-Baarii 10/386
G. Mencari Berkah Allah dengan Berziarah
1. Makam Rasulullah Saw
) 492 / 2 (3243
"Saya (Abdullah bin Ahmad) bertanya kepada Imam Ahmad tentang
seseorang yang memegang mimbar Nabi Saw, mencari berkah dengan
memegangnya dan menciumnya. Ia juga melakukannya dengan makam
untuk
itu
lakukan
Ia
sebagainya.
dan
diatas
seperti
Rasulullah
) (274 / 8
}
{
:
...
...
) / 2
347 201 / 3
217 / 8 498
556 / 3 497 / 3
(30 / 5
"Golongan para ulama diantaranya Ibnu al-Shabbagh dalam kitab alSyamil, menyebutkan kisah yang masyhur dari 'Utbi. Ia berkata: Saya
duduk di samping makam Rasulullah Saw, kemudian datang seorang
A'rabi dan berkata: Salam sejahtera atasmu wahai Rasulullah. Saya
mendengar bahwa Allah berfirman: ""Sesungguhnya jikalau mereka ketika
menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada
Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka
mendapati Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang (al-Nisa':
64). Saya datang kepadamu dengan memohon ampun karena dosaku dan
memohon pertolongan kepada Tuhanku. Kemudian ia mengucapkan syair:
"Wahai sebaik-baik orang yang jasadnya disemayamkan di tanah ini
Sehingga
semerbaklah
tanah
dan
bukit
karena jasadmu
Jiwaku sebagai penebus bagi tanah tempat persemayamanmu
Disana
terdapat
kesucian,
kemurahan
dan kemulian"
Lalu A'rabi itu pergi. Kemudian saya tertidur dan bermimpi bertemu
Rasulullah Saw dan beliau berkata: Wahai 'Utbi, kejarlah si A'rabi tadi,
sampaikan kabar gembira kepadanya, bahwa Allah telah mengampuni
dosanya" (Tafsir Ibnu Katsir II/347, Tafsir al-Wasith karya Guru Besar alAzhar,
Muhammad
Idlah 498
karya
al-Thanthawi
Imam
dan al-
dan al-Syar
al-
(
)
/ 5 )
694 / 3 265
(390 / 12 45 / 1
"Dari Ali, ia berkata: Seorang A'rabi datang kepada kami setelah 3
hari kami menguburkan Rasulullah Saw. Kemudian ia menjatuhkan dirinya
ke makam Rasulullah Saw dan menaburkan debu ke kepalanya sambil
berkata:
Engkau
berkata
wahai
Rasullah
lalu
kami
mendengar
dan
diantara
"Sesungguhnya
kepadamu,
lalu
jikalau
yang
diturunkan
mereka
memohon
ketika
ampun
Allah
kepadamu
menganiaya
kepada
Allah,
adalah:
dirinya
dan
datang
Rasulpun
) 121 / 3 / 31
473 (818
"Ibnu al-Muqri berkata: Saya berada di Madinah bersama al-Hafidz alThabrani dan al-Hafidz Abu al-Syaikh. Waktu kami sangat sempit hingga
kami tidak makan sehari semalam. Setelah waktu Isya' tiba, saya
mendatangi makam Rasulullah, lalu saya berkata: Ya Rasulallah, kami
lapar. Al-Thabrani berkata kepada saya: Duduklah, kita tunggu datangnya
rezeki atau kematian. Saya dan Abu al-Syaikh berdiri, tiba-tiba datang
laki-laki Alawi (keturunan Rasulullah Saw) di depan pintu, lalu kami
membukakan pintu. Ternyata ia membawa dua orang budaknya yang
membawa dua keranjang penuh dengan makanan. Alawi itu berkata:
bermimpi
"kalian
Saya
untuk
?Saw
Rasulullah
makanan
kepada
membawa
mengadu
menyuruhku
kalian
dan
Apakah
Rasulullah
)
2632 284 / 4
281 / 1 (161 / 66
)"Abu al-Khair al-Aqtha' berkata: Saya datang ke kota (Madinah
Rasulullah Saw dalam keadaan lapar dan saya menetap selama lima hari.
Lalu saya datang ke makam Rasulullah Saw, saya mengucap salam pada
Nabi Saw, Abu Bakar dan Umar, dan saya berkata: Wahai Rasulullah, Saya
bertamu kepadamu malam ini. Lalu saya agak menjauh dan tidur di
belakang mimbar. Maka saya bermimpi melihat Rasulullah Saw, Abu Bakar
berada di sebelah kanan beliau, Umar di sebelah kiri beliau dan Ali berada
di depan. Lalu Ali membangunkan saya dan berkata: Bangun, Rasulullah
telah datang. Saya bangun dan mencium beliau. Beliau memberi roti pada
saya dan saya makan separuhnya. Saya pun terbangun, ternyata di
tangan saya ada separuh roti tadi" (al-Hafidz al-Dzahabi dalam Tarikh alIslam 2632, Ibnu al-Jauzi dalamShifat al-Shafwah IV/284, al-Hafidz alSulami dalamThabaqat al-Shufiyah I/281 dan Ibnu 'Asakir dalam Tarikh
)Dimasyqi 66/161
) (49 / 1
'2. Makam Para Ulama dan Auliya
Masyarakat kita seringkali mendatangi orang-orang saleh dan
para ulama sepuh dengan tujuan tabarruk. Para ulama dan orang
saleh memang ada barokahnya. Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam bersabda:
:
. ) ( )/
( //) ( /) (
. . :
Dari Ibn Abbas radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi
wa sallam bersabda: Berkah Allah bersama orang-orang besar di
antara kamu. (HR. Ibn Hibban (1912), Abu Nuaim dalam al-Hilyah
(8/172), al-Hakim dalam al-Mustadrak (1/62) dan al-Dhiya dalam alMukhtarah (64/35/2). Al-Hakim berkata, hadits ini shahih sesuai
kriteria al-Bukhari, dan al-Dzahabi menyetujuinya.)
Al-Imam al-Munawi menjelaskan dalam Faidh al-Qadir, bahwa
hadits tersebut mendorong kita mencari berkah Allah subhanahu wa
taala
dari
orang-orang
besar
dengan
memuliakan
dan
u
:
.
Sesungguhnya Nabi Musa u berkata, Ya Allah, dekatkanlah aku
kepada tanah suci sejauh satu lemparan dengan batu. Nabi
shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Demi Allah, seandainya aku
ada disampingnya, tentu aku beritahu kalian letak makam Musa,
yaitu di tepi jalan di sebelah bukit pasir merah.
Ketika menjelaskan maksud hadits tersebut, al-Hafizh al-Iraqi
berkata:
.
Hadits tersebut menjelaskan anjuran mengetahui makam orangorang saleh untuk dizarahi dan dipenuhi haknya. Nabi shallallahu
alaihi wa sallam telah menyebutkan tanda-tanda makam Nabi Musa u
yaitu pada makam yang sekarang dikenal masyarakat sebagai
makam beliau. Yang jelas, tempat tersebut adalah makam yang
ditunjukkan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam. (Tharh al-Tatsrib,
[3/303]).
Pada dasarnya ziarah kubur itu sunnat dan ada pahalanya.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
.(/)
.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Dulu aku
melarang kamu ziarah kubur. Sekarang ziarahlah. (HR. Muslim).
Dalam satu riwayat, Barangsiapa yang hendak ziarah kubur maka
ziarahlah, karena hal tersebut dapat mengingatkan kita pada
akhirat. (Riyadh al-Shalihin [bab 66]).
Di
sini
mungkin
ada
yang
bertanya,
adakah
dalil
yang
:
.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Para nabi itu
hidup di alam kubur mereka seraya menunaikan shalat. (HR. alBaihaqi dalam Hayat al-Anbiya,
.
Sebagai penegasan bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang
telah wafat, dapat mendoakan orang yang masih hidup, adalah
hadits berikut ini:
.
Dari
Abdullah
bin
Masud
radhiyallahu
anhu,
Rasulullah
Karena keyakinan bahwa para nabi itu masih hidup di alam kubur
mereka, kaum salaf sejak generasi sahabat melakukan tabarruk
dengan Nabi shallallahu alaihi wa sallam setelah beliau wafat.
Hakekat bahwa para nabi dan orang saleh itu masih hidup di alam
kubur, sehingga para peziarah dapat bertabarruk dan bertawassul
dengan mereka, telah disebutkan oleh Syaikh Ibn Taimiyah berikut
ini:
.(/ ) .
Tidak masuk dalam bagian ini (kemungkaran menurut ulama
salaf)
adalah
apa
yang
diriwayatkan
bahwa
sebagian
kaum
istisqa
dengan
masyarakat.
Ini
bukan
termasuk
kemungkaran. Hal semacam ini banyak sekali terjadi dengan orangorang yang kedudukannya di bawah Nabi shallallahu alaihi wa
) .
:/ /
/ / : .
./ /
Al-Hafizh Abu Bakar al-Baihaqi berkata, Abu Nashr bin Qatadah
dan Abu Bakar al-Farisi mengabarkan kepada kami, Abu Umar bin
Mathar
mengabarkan
kepada
kami,
Ibrahim
bin
Ali
al-Dzuhli
apa
yang
dilakukannya
dan
mimpi
yang
anhu,
ternyata
Umar
radhiyallahu
anhu
tidak
)
123 / 1 (519 / 2
"Dari Ali bin Maimun, ia berkata: Saya mendengar Syafi'i berkata
bahwa: Saya mencari berkah dengan mendatangi makam Abu Hanifah
setiap hari. Jika saya memiliki hajat maka saya salat dua rakaat dan saya
mendatangi makam Abu Hanifah. Saya meminta kepada Allah di dekat
makam Abu Hanifah. Tidak lama kemudian hajat saya dikabulkan" (alHafidz Khatib al-Baghdadi dalam Tarikh Baghdad I/123 dan Ibnu Abi Wafa
)dalam Thabaqat al-Hanafiyah II/519
b) Makam Yahya bin Yahya
)
261 / 11 (1756
"al-Hakim berkata: Saya mendengar Abu Ali al-Naisaburi berkata
bahwa saya berada dalam kesulitan yang sangat berat, kemudian saya
bermimpi melihat Rasulullah Saw seolah beliau berkata kepada saya:
Pergilah ke makam Yahya bin Yahya, mintalah ampunan dan berdolah
kepada Allah, maka hajatmu akan dikabulkan. Pagi harinya saya
Hajar
Ibnu
(al-Hafidz
"dikabulkan
saya
hajat
dan
melakukannya
dalam Tahdzib al-Tahdzib XI/261 dan al-Hafidz al-Dzhabi dalam Tarikh al)Islam 1756
c) Makam Ma'ruf al-Kurkhi
)
343 / 9 404 / 13
(324 / 2
"Diriwayatkan dari Ibrahim al-Harabi, ia berkata: Makam Ma'ruf alKurkhi adalah laksana obat yang mujarab. Yang ia maksud terkabulnya
doa orang yang membutuhkan di dekat makam tersebut. Sebab tempattempat yang diberkati diharapkan doanya terkabulkan, sebagaimana doa
saat waktu sahur dan setelah salat lima waktu dan di masjid. Bahkan doa
orang yang membutuhkan dikabulkan di tempat manapun" (al-Hafidz alDzahabi dalam Siyar A'lam al-Nubala' IX/343 danTarikh al-Islam XIII/404,
dan Ibnu al-Jauzi dalam Shifat al-Shafwah II/324)
!
(
)
/ 1 )
(232 / 5 47
"Penduduk Baghdad meminta hujan kepada Allah dengan pelantara
Ma'ruf al-Kurkhi, dan mereka berkata: Makam Ma'ruf adalah obat yang
mujarab.
Abdurrahman
al-Zuhri
berkata:
Makamnya
dikenal
untuk
menghadap
kiblat dan
berdoa
kepada
Allah,
maka
akan
dalam Thabaqat
al-Auliya' I/47
dan
Ibnu
Khalkan
) (120 / 1
"Diriwayatkan dari Ali al-Khallal (pemuka Madzhab Hanbali), ia
berkata: Saya tidak pernah mengalami masalah lalu saya datang ke
makam Musa bin Ja'far dan bertawassul dengannya, kecuali Allah
memudahkan kepada saya hal-hal yang saya inginkan" (al-Hafidz Khatib
)al-Baghdadi dalam Tarikh Baghdad I/120
e). Makam Ali bin Musa al-Ridla
) (339 / 7
"Abu Bakar bin Muammal berkata: Kami berangkat bersama pemuka
ahli hadis Abu Bakar bin Khuzaimah dan rekannya, Abu Ali al-Tsaqafi,
beserta rombongan guru kami untuk berziarah ke makam Ali bin Musa alRidla di Thus. Abu Bakar bin Muammal berkata: Saya melihat ke-ta'dzim'an belia (Ibnu Khuzaimah) terhadap makam itu dan sikap tawadlu
terhadapnya dan doa beliau yang begitu khusyu', sampai membuat kami
)bingung" (al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Tahdzib al-Tahdzib VII/339
Imam Syafii Meminum Air Cucian Jubah Imam Ahmad
) - / 1 (400
) - / 1 (265
: :
. :
. :
: :
: ! :
:
:
: : .
:
: . :
. : .
Ibnu Jawzi menuturkan sebuah kisah: bahwa pada suatau malam,
Imam SyafiIbermimpi bertemu Rasulullah saw. dan memerintahnya agar
menyampaikan salam beliau kepada Imam Ahmad ibn Hanbal. Kesokan
harinya,
Imam
agar membawakan
SyafiImemerintahkan
surat
menemui
Rab-
ImamAhmad
murid
ibn
beliau-
Hanbal.
Rab
membacanya, Ahmad
kepadanya,
Ada
apa
di
meneteskan
air
dalamnya wahai
mata.
Abu
Rabibertanya
Abdillah?
Ahmad
menjawab Beliau menyebut bahwa beliau melihat nabi dalam mimpi dan
berkata kepadanya, Tulislah surat kepada Abu Abdillah Ahmad ibn Hanbal
dan sampaikan salamku kepadanya! Dan katakan, Engkau akan diuji dan
dipaksa mengatakan bahwa Alquran itu makhluq, maka jangan engka
turuti permintaan mereka, Allah akan meninggikan derajatmu sebagai
panutan di setiap masa hingga hari kiamat. Rabi berkata, Aku berkata,
Ini kabar gembira. Lalu Ahmad melepas baju dalamnya yang menyentuh
badannya dan menyerahkannya kepadaku, akumengambilnya dan akupun
pulang menuju negeri Mesir bersama surat jawabanAhmad. Setelah aku
serahkan kepadanya, ia bertanya, Apa yang ia berikankepadamu? Aku
menjawab,
baju
gamis yang
langsung
menyentuh
badannya
sisa
menyaksikan
aircuciannya
beliau
setiap
kepadanya
aku
harimengambil
telakkan
sedikit
di
air
botol, aku
darinya
Ahmad ibn Hanbal. (Manaqib Ahmad ibn Hanbal: 455 dan Al Bidayah
wa an Nihayah; Ibnu Katsir,10/331 dari al Baihaqi)
XIV
MEMPERINGATI ULANG TAHUN KELAHIRAN
Masyarakat Jawa, sejak zaman sebelum kedatangan Islam yang
didakwahkan
oleh
para
wali
memiliki
budaya
bancaan/selamatan.
Bancakan
Bancakan
Bancakan
Bancakan
bayi.
e. Bancakan pada saat bayi berusia 210 hari, disebut pitung wulane
bayi.
f. Bancakan pada saat bayi berusia 13 bulan, disebut pendak tahun.
Ada juga orang tua yang mengadakan bancakan dalam acara hari
ulang anaknya. Mereka menyebutnya bancaan tiron. Sebagian warga
kita ada yang ikut-ikutan mengadakan peringatan ulang tahun dengan
acara dan upacara yang dikemas secara khusus untuk kegiatan itu.
Pertanyaan penting yang perlu dijawab sehubungan dengan masalah
ini adalah :
a. Apakah
ada
dasar
berupa
dalil
dari
syara
mengenai
itu
ada
unsur-unsur
menyampaikan tahniah/ucapan
selamat
kebaikan,
kepada
di
sesama
antaranya:
muslim,
qiyas,
dalil
yaitu
ada,
Jawabnya
?kelahiran
tahun
ulang
ucapan
kepadanya
menyampaikan
Ubaidillah
bin
Thalhah
(tahniah).
Berdasarkan riwayat tersebut, maka hukum peringatan ulang tahun
adalah mubah, bahkan sebagian ulama mengatakan sunnah hukumnya,
namun dengan catatan : selama tidak ada hal-hal yang munkar di
dalamnya. Misalnya : menyalakan lilin, memasang gambar patung
(walaupun berukuran kecil) di tengah-tengah kue yang dihidangkan atau
alatul malahi (alat permainan musik) yang diharamkan. Karena hal
tersebut termasuk syiar orang-orang non muslim atau syiar orang fasik.
adalah
atas
di
tersebut
seperti
hukum
pengambilan
Dasar
.
Artinya :
dahulu
dan
diabadikan
dalam
kitab-kitab
mereka.
Namun
secara
bahasa
artinya
mendekat
(taqarrub)
atau
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah
wasilah (jalan yang mendekatkan diri) kepada-Nya, dan berjihadlah pada
jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan. (QS. Al Maidah: 35)
Tawassul juga bisa bermakna mendekatkan diri kepada Allah dengan
perantara doa dari orang lain, misalnya kita mengatakan kepada
seseorang, Mohon doakan saya. Berarti kita sedang bertawassul kepada
Allah dengan doa orang itu.
Tawassul juga bisa bermakna berdoa kepada Allah secara langsung
dengan menyertakan wasilah dalam doa. Wasilah itu bisa berupa hal-hal
berikut ini:
1.
Amal shalih, seperti shalat, puasa, haji dan lain-lain. Misalnya kita
mengatakan, Ya Allah, aku memohon kepadaMu dengan perantaraan
shalat, puasa dan haji yang aku lakukan, berikanlah aku kesembuhan.
2.
3.
4.
Al
Quran,
Allah
juga
memuji
hamba-hambaNya
yang
bertawassul kepadaNya.
Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari wasilah
(jalan) kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat
(kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya;
sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti. (QS. Al
Israa: 57)
berfirman, Hanya
milik
Allah
asmaul
husna,
maka
Wahai Tuhan Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus
(makhluk-Nya), dengan rahmatMu aku memohon pertolongan. (HR.
Tirmidzi, Nasai, Ibnus Sunni, Hakim, Baihaqi dalam Syuabul Iman dan
Dhiya. Lihat: Al Jami Al Kabir)
Di antara doa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW adalah:
(Ya Allah), aku memohon kepadaMu dengan setiap nama yang
Engkau miliki, yang dengannya Engkau namai diriMu sendiri, atau yang
Engkau turunkan di dalam kitabMu, atau yang Engkau ajarkan kepada
salah seorang dari hambaMu, atau yang Engkau istimewakan dalam ilmu
ghaib milikMu. (HR. Ahmad, Ibnu Abi Syaibah, Thabrani, Hakim dari Ibnu
Masud. Lihat: Al Jami Al Kabir)
Dalam hadis riwayat Imran bin Hushain ia berkata: aku mendengar
Rasulullah SAW bersabda:
Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada
Engkaulah kami mohon pertolongan. Tunjukilah kami jalan yang lurus,
Ayat
itu
memberi
isyarat
bahwa
sebelum
berdoa
sebaiknya
(Yaitu) orang-orang yang berdoa: Ya Tuhan kami, sesungguhnya
kami telah beriman, maka ampunilah segala dosa kami dan peliharalah
kami dari siksa neraka, (QS. Ali Imran: 16)
Maka tatkala Isa mengetahui keingkaran mereka (Bani Israel)
berkatalah dia: Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku untuk
Ya
Allah,
sesungguhnya
aku
memohon
kepadaMu
dengan
(kesaksian) bahwa Engkau adalah Allah, tiada tuhan selain Engkau, Tuhan
Yang Tunggal dan segala sesuatu bergantung kepadaNya, Yang tidak
beranak dan tidak diperanakkan, dan tak ada satu pun yang setara
denganNya.
Lalu Rasulullah SAW bersabda:
Sungguh kau telah memohon kepada Allah dengan perantara
namaNya yang paling agung, yang jika Dia diminta dengan nama itu Dia
pasti
memberi,
dan
jika
dipanggil
dengan
nama
itu
Dia
pasti
menjawab.(HR. Abu Daud, Ibnu Abi Syaibah, Ibnu Majah, Hakim dan Ibnu
Hibban)
Dalam hadis riwayat Abdullah bin Umar tentang tiga orang yang
terjebak dalam gua juga disebutkan tawassul dengan amal shalih. Hadis
itu diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim sebagai berikut:
Rasulullah SAW bersabda: Ketika tiga orang pemuda sedang berjalan,
tiba-tiba turunlah hujan lalu mereka pun berlindung di dalam sebuah gua
yang terdapat di perut gunung. Sekonyong-konyong jatuhlah sebuah batu
besar dari atas gunung menutupi mulut gua yang akhirnya mengurung
mereka. Kemudian sebagian mereka berkata kepada sebagian yang lain:
Ingatlah amal saleh yang pernah kamu lakukan untuk Allah, lalu
mohonlah kepada Allah dengan amal tersebut agar Allah berkenan
menggeser batu besar itu. Salah seorang dari mereka berdoa: Ya Allah,
sesungguhnya dahulu aku mempunyai kedua orang tua yang telah lanjut
usia, seorang istri dan beberapa orang anak yang masih kecil di mana
akulah yang memelihara mereka. Setelah aku mengandangkan hewanhewan ternakku, aku segera memerah susunya dan memulai dengan
kedua orang tuaku terdahulu untuk aku minumkan sebelum anak-anakku.
Suatu hari aku terlalu jauh mencari kayu (bakar) sehingga tidak dapat
kembali kecuali pada sore hari di saat aku menemui kedua orang tuaku
sudah lelap tertidur. Aku pun segera memerah susu seperti biasa lalu
membawa susu perahan tersebut. Aku berdiri di dekat kepala kedua
orang tuaku karena tidak ingin membangunkan keduanya dari tidur
namun aku pun tidak ingin meminumkan anak-anakku sebelum mereka
berdua padahal mereka menjerit-jerit kelaparan di bawah telapak kakiku.
Dan begitulah keadaanku bersama mereka sampai terbit fajar. Jika
Engkau
mengetahui
bahwa
aku
melakukan
itu
untuk
mengharap
keridaan-Mu, maka bukalah sedikit celahan untuk kami agar kami dapat
melihat langit. Lalu Allah menciptakan sebuah celahan sehingga mereka
dapat
melihat
langit.
Yang
lainnya
kemudian
berdoa:
Ya
Allah,
meninggalkannya.
Jika
Engkau
mengetahui
bahwa
aku
Jika
Engkau
mengetahui
bahwa
aku
melakukan
itu
untuk
Sesungguhnya jika
kepadamu,
lalu
mereka
memohon
ketika
ampun
menganiaya
kepada
Allah,
dirinya
dan
datang
Rasul
pun
hujan
terus
menerus),
berdoalah
agar
Allah
berkenan
(jumhur)
Malikiyah,
Syafiiyah,
ulama
membolehkannya,
Mutaakhirin
Hanafiyah
di
dan
antaranya
Mazhab
adalah
Hambali,
menjawab, Mengapa
Tuhanku.
(Lihat: Faidhul
at
Hanafiyah,
para
ulama
Mutaakhirin
mereka
telah
Rasulullah
SAW,
kemudian
dia
berkata
pada
dan
orang-orang
shalih.
(Tuhfatu
Adz
Dzakirin karangan
Syaukani 37)
6. Pendapat Ibnu Taimiah
Ibnu Taimiah berpendapat bahwa bertawassul dengan zat Nabi SAW
tidak diperbolehkan, karena menurutnya tawassul dengan Nabi SAW
mengandung 3 kemungkinan. Pertama, tawassul dengan iman dan islam,
:
*
*
Abdullah
bin
Dinar
berkata,
Saya
mendengar
Ibnu
Umar
:
.
Anas bin Malik mengatakan bahwa Umar bin Al Khatthab apabila
terjadi kemarau panjang, dia selalu memohon hujan dengan wasilah
(perantaraan) Abbas bin Abdul Muthalib, lalu Umar berkata, Ya Allah,
sesungguhnya kami dahulu selalu bertawassul dengan Nabi kami,
kemudian
Engkau
turunkan
hujan.
Sesungguhnya
kami
sekarang
bertawassul dengan paman Nabi kami, maka berilah kami hujan. Anas
berkata, Lalu mereka diberi hujan.
Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqolani dalam Fathul Bari berkomentar:
Perkataan
Umar
bahwa
mereka
dahulu
selalu
bertawassul
Dalam hadis riwayat Anas disebutkan doa Nabi SAW untuk Fathimah
binti Asad:
Ampunilah dosa ibuku, Fathimah binti Asad,
bimbinglah dia mengucapkan hujjahnya, luaskankah tempat masuknya,
sebelumku,
yang
Nabi
para
dan
NabiMu
hak
perantara
dengan
bin
Rauh
bernama
perawi
terdapat
dalamnya
di
Nuaim,
.
. :
)
.
. .
.
(
.
.
Artinya:
Abu Said Al Khudri berkata: Rasulullah SAW bersabda, Barangsiapa
keluar dari rumahnya menuju salat lalu berdoa: Ya Allah sesungguhnya
aku memintamu dengan perantara orang-orang yang meminta dan
dengan perantara hewan-hewan ternak inidst.
Hadis serupa juga diriwayatkan dalam Musnad Imam Ahmad juz 3
hal. 21 hadis no. 11172:
Ya
Allah,
sesungguhnya
aku
memohon
kepadaMu
dan
aku
oleh
Abu
Ishaq.
Syaikh
Albani
menshahihkannya.
4. Imam Nasai dalam kitabnya, Amalul Yaumi wal Lailah.
5. Imam Abu Nuaim dalam kitabnya, Marifatus Shahabah.
6. Imam Baihaqi dalam kitabnya, Dalailun Nubuwwah.
7. dll.
juga
mencapai
15
orang,
sebagaimana
disebutkan
oleh
Imam
:
:
Ibnu Abbas berkata: Dahulu Yahudi Bani Quraizhah dan Nadhir
sebelum diutusnya Muhammad SAW, mereka berdoa kepada Allah
memohon kemenangan terhadap orang-orang kafir sambil mengatakan,
Ya
Allah,
sesungguhnya
kami
memohon
pertolongan-Mu
dengan
:
Hadis serupa juga diriwayatkan dalam Mustadrak Al Hakim juz 2 hal
298 hadis no. 3042:
:
:
:
] [
:
Hadis serupa juga diriwayatkan dalam Dalailun Nubuwwah Imam
Baihaqi juz 1 hal 461 hadis no. 411:
: :
: :
:
:
. :
.
: ) (1
:
Dalam kitab Dalailun Nubuwwah Imam Baihaqi juz 8 hal. 91 hadis no.
2974 disebutkan:
:
:
: .
: .
Malik Ad Dar berkata: Manusia ditimpa kekeringan pada masa Umar
bin Khattab, lalu datanglan seorang lelaki ke kubur Nabi SAW lalu berdoa:
Wahai
Rasulullah,
mintalah
hujan
kepada
Allah
untuk
umatmu,
Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqolani juga menshahihkan hadis ini dalam
Fathul Bari juz 2 hal. 495, beliau berkata:
Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dengan sanad shahih dari riwayat
Abu Shalih dari Malik Ad Dardst.
Hadis ini juga disebutkan oleh Imam Bukhari dalam kitabnya, Tarikh
Kabir, secara ringkas.
Tawassul Salafus Shalih
Sebagian orang mengira bahwa tawassul tidak pernah dicontohkan
oleh para salafus shalih. Berikut ini beberapa nukilan tentang tawassul
salafus shalih.
Imam Syafii Bertabarruk di kuburan Imam Abu Hanifah
Dalam kitab Tarikh Baghdad karangan Al Khathib Al Baghdadi yang
sangat populer itu, disebutkan dengan sanad shahih bahwa Imam Syafii
sering datang ke kuburan Imam Abu Hanifah untuk mengambil berkahnya
(tabarruk). Berikut ini teksnya:
Di sebelah timur terdapat kuburan Al Khaizuran,
di dalamnya
terdapat kuburan Muhammad bin Ishaq penulis Sirah, dan kuburan Abu
Hanifah Numan bin Tsabit, Imamnya ahli rayi Ali bin Maimun berkata:
Saya pernah mendengar Asy Syafii berkata: Sungguh aku benar-benar
mengambil berkah (tabarruk) dengan Abu Hanifah, aku datang ke
kuburannya setiap hari, yakni sebagai peziarah, jika aku memiliki
keinginan
(hajat)
aku
shalat
dua
rakaat
lalu
mendatangi
:
Bab: Berita tentang kuburan-kuburan Baghdad yang dikhususkan
untuk para ulama dan ahli zuhud di sebelah Barat. Di puncak kota
terdapat kuburan-kuburan Quraisy. Di dalamnya dimakamkan Musa bin
Jafar bin Muhammad bin Ali bin Al Husain bin Ali bin Abi Thalib dan
sejumlah tokoh-tokoh pembesar bersamanya Ahmad bin Jafar bin
Hamdan Al QathiI berkata: Aku pernah mendengar Al Hasan bin Ibrahim
Abu Ali Al Khilal berkata: Tak
pernah
aku
ditimpa
kesusahan
Umar
bin
Khattab
yang
diriwayatkan
oleh
Imam
Bukhari
nanti.
Adapun
penakwilan
mereka
adalah,
menakwilkan
kami
bertawassul
dengan
paman
Nabi
kami,
mereka
sekali bahwa tawassul yang dilakukan oleh para sahabat hanya ketika
Nabi belum meninggal saja.
Hadis ini juga menunjukkan bolehnya bertawassul dengan orang
yang lebih rendah kedudukannya (paman Nabi) di samping orang yang
lebih tinggi kedudukannya (Nabi SAW). Namun kendatipun demikian,
Umar tetap menyebutkan nama Rasulullah SAW dalam doanya, baru
kemudian menyebutkan nama paman Nabi setelah itu. Itulah maksud
perkataan Ibnu Rusyaid, Jika mereka dahulu meminta kepada Allah
dengan perantara beliau, maka lebih layak lagi jika mereka mendahulukan
beliau untuk permintaan.
Sebenarnya apa yang dilakukan oleh Umar adalah disebabkan oleh
kedudukan Abbas di sisi Nabi, yaitu kedekatan hubungan kekerabatannya
dengan Nabi, sehingga bertawassul dengannya sama dengan bertawassul
dengan Nabi sendiri.
Adapun penakwilan bahwa yang dimaksud tawassul dengan Nabi dan
Abbas di situ adalah tawassul dengan doa mereka, ini adalah penakwilan
batil. Karena tawassul tidak selalu bermakna memohon doa. Memang
adakalanya seseorang memohon doa kepada orang lain untuk dirinya,
tapi ini bukan satu-satunya makna tawassul sebenarnya. Oleh karena itu,
Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqolani ketika mengomentari hadis di atas beliau
berkata, Perkataan Umar bahwa mereka dahulu selalu bertawassul
dengan Nabi SAW tidak berarti bahwa mereka meminta Nabi untuk berdoa
memohon hujan untuk mereka, karena mungkin juga artinya mereka
melakukan kedua-duanya, yaitu memohon hujan kepada Allah sambil
menjadikan Nabi SAW sebagai perantara.
Artinya, tawassul yang dilakukan oleh Umar adalah tawassul dengan
zat Nabi dan zat paman Nabi, bukan dengan doa mereka. Mengkhususkan
makna tawassul hanya dengan doa merupakan pengkhususan tanpa dalil.
Syubhat kedua: Tambahan ziarah ke kuburan Nabi dalam
hadis Malik Ad Dar munkar karena tidak disebutkan oleh Imam
Bukhari dalam Tarikhnya.
Jawabnya, memang tambahan itu tidak disebutkan oleh Imam
Bukhari dalam Tarikhnya, namun bukan berarti tambahan itu tidak ada.
ketiga:
Malik
Ad
Dar
adalah
majhul
karena
keempat:
Bertawassul
dengan
orang
mati
berhala-berhala
yang diukir
serupa
malaikat menurut
keyakinan mereka, sebagai sesembahan, mereka menyembah berhalaberhala itu sebagai bentuk penyembahan terhadap malaikat agar para
malaikat itu dapat menolong mereka di sisi Allah nanti.
Pernyataan Ibnu Katsir di atas jelas menunjukkan bahwa sejak awal
orang musyrik memang tidak menyembah Allah saja, melainkan juga
menyembah malaikat yang diukir menjadi berhala-berhala itu. Inilah yang
dinamakan syirik, yaitu menyekutukan Allah dengan sesembahan lain.
Berbeda dengan tawassul, orang yang bertawassul memohon kepada
Allah dengan menjadikan benda lain sebagai perantara. Oleh karena itu,
Umar mengawali doanya dengan kata, Ya Allah.
Lalu apakah masalah tawassul ini sampai pada level takfir?
menyebutkan
Setelah
Taimiah.
Ibnu
nasihat
simak
kita
Mari
:
.
{
Tak seorang pun yang mengatakan bahwa barangsiapa mengambil
pendapat pertama ia telah kafir, tak ada alasan untuk mengkafirkannya,
karena masalah ini adalah masalah khilafiyah, dalil-dalilnya tidak jelas dan
terang. Kekufuran hanyalah bagi orang yang mengingkari perkara-perkara
yang sudah maklum (diketahui) merupakan bagian dari agama secara
pasti atau mengingkari hukum yang sudah mutawatir dan disepakati
)(ijma) atau semisal itu. (Majmu Fatawa 1/106
Analisa Hadis Malik Ad Dar Tentang Tawassul
Naskah Hadis
Telah mengabarkan kami Abu Muawiyah dari Al Amasy dari Abu
Shalih dari Malik Ad Dar ia berkata ia dahulu adalah bendahara Umar
berkata:
ia
logistik,
urusan
untuk
Manusia ditimpa kekeringan pada masa Umar bin Khattab, lalu datanglan
seorang lelaki ke kuburan Nabi SAW lalu berdoa: Wahai Rasulullah,
mintalah hujan kepada Allah untuk umatmu, sesungguhnya mereka telah
binasa. Lalu lelaki itu didatangi oleh Rasulullah SAW dalam mimpinya.
Beliau bersabda, Datanglah kepada Umar lalu sampaikan salamku
untuknya, dan beritahukan kepadanya bahwa kalian akan diberi hujan.
Katakan juga: hendaknya kalian bersikap bijaksana, hendaknya kalian
bersikap bijaksana. Lalu lelaki itu mendatangi Umar dan menceritakan
apa yang dialaminya tersebut. Umar pun menangis kemudian berkata, Ya
Rabb, aku tidak akan berpaling kecuali dari apa yang aku tidak mampu
melakukannya.
Studi Sanad
Hadis di atas diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf
(6/236 no. 32002), Al Baihaqi dalam Dalailun Nubuwwah (8/91 no. 2974)
dan Al Khaliliy dalam Al Irsyad (1/313-314). Tentang riwayat Al Baihaqi,
Ibnu Katsir dalam Al Bidayah wan Nihayah (7/105) berkata, Sanad hadis
ini shahih. Sedangkan tentang riwayat Ibnu Abi Syaibah, Ibnu Hajar
dalam Fathul Bari (2/495) berkata, Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan
dengan sanad shahih dari riwayat Abu Shalih dari Malik Ad Dar. Imam
Bukhari dalam At Tarikh Al Kabir (7/204 no. 1295) meriwayatkan dari Malik
bin Iyadh bagian akhir hadis ini, yaitu perkataan Umar, Ya Rabb, aku
tidak
akan
berpaling
kecuali
dari
apa
yang
aku
tidak
mampu
melakukannya.
Kesimpulan Hukum
Para ulama bersepakat mengenai bolehnya bertawassul dengan Nabi
SAW, baik ketika beliau masih hidup maupun setelah wafat berdasarkan
atsar di atas dan hadis-hadis lainnya. Baca: Kupas Tuntas Masalah
Tawassul
Syubhat Beserta Jawabannya
Berikut ini syubhat-syubhat yang beredar tentang hadis Malik Ad Dar
beserta jawabannya.
Syubhat pertama: Di dalam riwayat tersebut terdapat perawi mudallis
bernama Al Amasy dan dia meriwayatkan hadis tersebut dengan lafal
kedua:
Tidak
diketahui
apakah
Abu
Shalih
pernah
mendengar hadis dari Malik Ad Dar atau tidak, karena Malik Ad Dar tidak
diketahui kapan tahun wafatnya.
Jawaban: Pernyataan tersebut keliru, sebab penyimakan Abu Shalih
dari Malik Ad Dar telah diketahui oleh para ahli hadis. Al Khalili berkata,
Dikatakan bahwasannya Abu Shalih As Sammaan telah mendengar hadis
ini dari Malik Ad Dar, dan yang lain mengatakan bahwa ia telah mengirsal-kannya. (Al Irsyaad: 1/313). Pernyataan Al Khalili tersebut jelas
menunjukkan bahwa penyimakan Abu Shalih dari Malik Ad Dar adalah
maruf dan tidak diragukan lagi. Yang diragukan adalah penyimakannya
tentang hadis ini, bukan penyimakan secara umum dalam hadis-hadis
lain. Perhatikan kata hadis ini dalam pernyataan Al Khalili di atas, kata
tersebut mengkhususkan keumuman penyimakan Abu Shalih dari Malik Ad
Dar dalam hadis-hadis lain. Lagipula, Abu Shalih bukan seorang mudallis
yang suka mengecoh orang lain dengan kata an untuk hadis yang tidak
ia dengar, sebagaimana kebiasaan para mudallisin.
Syubhat ketiga: Abu Shalih membawakannya dengan ananah,
sehingga ada kemungkinan bahwa riwayat tersebut terputus (munqathi).
Jawaban: Pernyataan itu juga keliru. Kemungkinan terputus itu sangat
kecil bahkan mendekati nol, karena Abu Shalih bukan seorang mudallis.
Riwayat ananah dipermasalahkan jika berasal dari perawi yang mudallis.
Jadi ananah Abu Shalih diterima dan dianggap muttashil karena Abu
mungkar.
Imam
Bukhari
sering
meringkas
hadis-hadis
yang
sumber riwayat itu, bukan pembatasan bahwa yang shahih hanya sampai
Abu Shalih saja. Berbeda dengan kata sampai yang menunjukkan
pembatasan. Hal itu maklum diketahui oleh siapapun yang pernah
membaca Fathul Bari secara keseluruhan dan mengamati istilah-istilah
yang digunakan oleh Ibnu Hajar di dalamnya.
Syubhat kedelapan: Malik Ad Dar adalah majhul karena didiamkan
oleh Imam Bukhari dan Abu Hatim Ar Razi dan tidak diketahui kejujuran
dan kekuatan hafalannya.
Jawabnya: Tidak semua perawi yang didiamkan oleh kedua imam itu
disebut
majhul.
Ketidaktahuan
bukan
tanda
ketiadaan
mutlak.
orang buta, lalu keinginan lelaki itu pun terkabul, hadis ini menjadi dalil
terkuat bagi pendapat yang membolehkan tawassul dengan Nabi SAW
setelah beliau wafat, dengan alasan bahwa hadis itu diriwayatkan setelah
Nabi SAW wafat dan yang meriwayatkannya adalah perawi yang sama
dengan hadis pertama yang disepakati kesahihannya oleh kedua belah
pihak. Namun, dalil kedua ini dipermasalahkan kesahihannya oleh Al
Albani, kendatipun sejatinya tidak ada yang perlu dipermasalahkan, sebab
hadis itu juga disahihkan oleh salah seorang perawinya sebagaimana
akan kita bahas.
Berikut ini penjelasan mengenai kedua hadis di atas beserta takhrij
dan statusnya. Semoga dengan penjelasan ini kita dapat melihat
permasalahan ini dengan jernih, objektif dan jauh dari fanatisme
kelompok tertentu. Selamat membaca.
Hadis ke-1
Naskah Hadis
Redaksi dalam Musnad Ahmad:
Redaksi dalam Sunan At Tirmidzi:
:
Redaksi dalam Sunan An-Nasai:
:
:
:
Redaksi dalam Sunan Ibnu Majah:
:
.
. . .
.
.
Redaksi dalam Shahih Ibn Khuzaimah:
: :
:
: :
Dari pernyataan Ibnu Taimiah di atas, jelaslah bahwa tindakan
sebagian
orang
jahil
yang
mengkafirkan
sesama
muslim
karena
permasalahan semacam ini tidaklah dapat dibenarkan. Hal itu tak lain
disebabkan
oleh
ketidakmampuan
dirinya
dalam
mendatangkan
Akhirnya,
mereka
menggunakan
senjata
ampuh
untuk
silahkan
baca
kitab Muhiqqu
At
Taqawwul
fi
Masalati
At
engkau
tak
bisa
membuat
orang
yang
mati
bahwa
sangat
disayangkan
kelompok
Wahabi
dengan
"Kami
dan
para
ulama
kami
meyakini
bahwa
diperbolehkan
bertawassul dalam berdoa dengan para Nabi, solihin, auliya dan syuhada
baik ketika mereka masih hidup maupun sesudah meninggal.
Dan pendapat diatas juga disepakati oleh mayoritas umat Islam,
hanya wahabi dan variannyalah yang menyelisihinya.
Semoga petunjuk Allah atas mereka !!.
XVII
Manaqib
-A. Pengertian
Secara bahasa manaqib berarti meneliti, menggali secara istilah
diartikan sebagai riwayat hidup seseorang yang berisikan tentang budi
pekertinya yang terpuji ahhlaknya yang baik karomahny dan sebagainya
yang patut dijadikan suri tauladan. Maksud dari menjalankan manaqib
diantarnya untuk beertawasul, untuk memperoleh berkah, untuk lebih
mengenal orang sholih dan lebih mencintanya.
B. Dalil-dalil manaqib
Sebenarnya manaqib itu ada dalam Alquran seperti manaqib,
ashabul kahfi, Manaqib Raja Dzul Qurnain, Manaqib Lukman dan lain
sebagainya. Adapun dalil yang digunakan hujjah untuk memperbolehkan
praktek manaqib yaitu dalam kitab Bughyat al_Mustarsyidin, hlm. 97.
.
Tersebut dalam surat atsar: Rosululloh pernah bersabda: Siapa
membuat sejarah orang mukmin( yang sudah meninggal ) sama saja
) .