Anda di halaman 1dari 29

MODUL MAPABA

(MASA PENERIMAAN ANGGOTA BARU)

TIM PENYUSUN :
TIM INSTRUKTUR KADERISASI PMII KOTA PALANGKA RAYA

PERGERAKAN MAHASISWA ISLAM INDONESIA


KOTA PALANGKA RAYA
TAHUN 2023 M/1445 H
MAPABA
(MASA PENERIMAAN ANGGOTA BARU)
Dalam rangka menjadi bagian Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), para
mahasiswa terlebih dahulu harus mengikuti Masa Penerimaan Anggota Baru, atau yang biasa
disebut MAPABA, adalah fase orientasi dan pengenalan kepada mahasiswa terhadap Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Mapaba merupakan kaderisasi formal jenjang pertama yang
diselenggarakan oleh Pengurus Rayon, Pengurus Komisariat, dan atau Pengurus Cabang.
Dengan mengikuti serangkaian kegiatan Mapaba, diharapkan peserta Mapaba menjadi
anggota PMII yang berkualitas mu'takid, yaitu anggota yang memiliki loyalitas dan kesetiaan
terhadap organisasi. Artinya, meyakini bahwa PMII merupakan wadah yang tepat untuk
memperjuangkan kebenaran sesuai dengan ajaran Islam Ahlussunnah wal Jama'ah dan
menegakkan martabat Bangsa sesuai cita-cita kemerdekaan Negara Kesatuan Republik
Indonesia, sebagaimana tujuan PMII pada AD/ART PMII Bab IV Pasal 4, yang berbunyi:

“Terbentuknya pribadi muslim yang bertakwa kepada Allah SWT, berbudi


luhur,berilmu,cakap dan bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmunya serta
komitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia”.

Secara khusus, tujuan Mapaba adalah sebagai berikut:


1. Menanamkan keyakinan bahwa ajaran Ahlussunnah wal Jama'ah (ASWAJA)
merupakan prinsip pemahaman, penghayatan, pengamalan, dan haluan organisasi.
2. Membentuk keyakinan bahwa PMII adalah organisasi kemahasiswaan yang paling
tepat untuk pengembangan diri.
3. Membentuk keyakinan bahwa PMII adalah organisasi kemahasiswaan Islam yang
paling tepat untuk memperjuangkan idealisme.
Adapun isi dari kegiatan Mapaba itu sendiri diantaranya adalah pengembangan
pengetahuan terutama materi inti ke-PMII-an, sehingga memantapkan nilai dan ideologi
organisasi, agar tidak ada keraguan dari anggota baru dan kader PMII dalam berjuang. Terdapat
beberapa materi yang akan dipelajari dalam kegiatan MAPABA tersebut, tentu saja materi yang
tidak keluar dari tujuan PMII dalam membangun warga pergerakan yang dicita-citakan baik
dalam konteks keislaman, keindonesiaan, kemahasiswaan, dan ke-PMII-an
\

KE-ASWAJA-AN
PMII merupakan organisasi mahasiswa yang berbasis keagamaan di mana sebagian
besar kadernya merupakan mahasiswa Islam. Sebagai organisasi yang mempunyai
hubungan terhadap ke-Islam-an, maka diperlukan sebuah landasan teologis berupa nilai-
nilai, cita-cita, tradisi, ideologis dan akidah Islam. Hal itu sangat diperlukan sebagai pondasi
dan pijakan utama dalam setiap pemikiran dan tindakannya.
Corak pemikiran dan gerakan PMII tidak bisa dilepas dari sejarah kelahirannya, dimana
NU sebagai cikal bakal lahirnya PMII merupakan suatu faktor penting dalam menentukan
landasan teologis organisasi ini. Oleh karena itu, landasan teologis PMII bisa dikatakan
memiliki kesamaan yang cukup besar dengan tradisi NU, baik pemikiran, nilai-nilai, norma,
ideologi, akidah serta tindakannya. PMII dan NU ibarat dua sisi mata uang, di mana satu
dengan yang lainnya tidak bisa dipisahkan.
Sedangkan NU sendiri sebagai organisasi sosial keagamaan masyarakat sudah lama
mengamalkan pemahaman keagamaan dengan corak Ahlussunnah wal Jama’ah. Ditambah
kultur pengajaran dan pendidikan pesantren yang menekankan pada penguasaan khazanah
keilmuan baik dalam pendekatan fiqh maupun tasawuf. Tentu bagi warga PMII diperlukan
pemahaman yang matang ikhwal Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja) dalam segala
perspektifnya. Baik dalam terminologis, latar historis, ideologi, pemikiran dan konsep-
konsep yang dibangun untuk memahami Islam.
A. Pengertian Aswaja
Dalam istilah masyarakat Indonesia, Aswaja merupakan singkatan dari Ahlusunnah wal
Jama’ah. Ada tiga kata yang membentuk istilah tersebut, yaitu:
1. Ahl, berarti keluarga, golongan, atau pengikut.
2. Al-sunnah, secara bahasa bermakna al-thariqoh wa law ghaira mardhiyah (jalan atau
cara walaupun tidak di ridhoi).4 Sedangkan menurut salah seorang ulama ahli hadits al-
sunnah itu sama (sinonim) al-hadits, yaitu: segala yang di sandarkan kepada Nabi
Muhammad SAW, baik berupa ucapan, perbuatan, ikrar (pengakuan), maupun sifat.
Di samping itu, ada pendapat yang menyatakan, bahwa al-hadits itu hanya terbatas pada
ucapan dan perbuatan Nabi SAW. Sedangkan al-sunnah lebih umum (mencakup
perkataan, perbuatan, pengakuan dan sifat).
Menurut istilah, “Sunnah” adalah suatu nama untuk cara yang di ridhai dalam agama,
yang telah di tempuh oleh Rasulullah SAW atau selainnya dari kalangan orang yang
mengerti tentang Islam, seperti para sahabat Rasulullah SAW. Hal ini berdasarkan hadits
Rasulullah yang kurang lebih mempunyai makna: “Ikutilah sunnahku dan sunnah para
Khulafaur Rasyidin setelahku.”
Syaikh Abdul Qadir al-jilani (471-561 H/1077-1166M) menjelaskan: “Al-sunnah adalah
apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW (meliputi ucapan, perilaku serta ketetapan
\
beliau), sedangkan al-jama’ah adalah segala sesuatu yang telah menjadi kesepakatan para
sahabat Nabi SAW pada masa Khulafaur Rasyidin yang empat, yang telah diberi hidayah
(mudah-mudahan Allah memberi rahmat kepada mereka semua).” (Al-Ghunyah li Thalibi
al- Haqq, juz 1, hal.80).
Menurut KH. Hasyim Asy’ari, “Sunnah” adalah: “Nama bagi jalan dan perilaku yang di
ridhai dalam agama yang di tempuh oleh Rasulullah SAW atau orang-orang yang dapat
menjadi teladan dalam beragama seperti para sahabat -radhiyallahu anhum-,.
3. Al-jama’ah, berasal dari kata jama’a artinya mengumpulkan sesuatu, dengan
mendekatkan sebagian ke sebagian yang lain. Kata “jama’ah” juga berasal dari kata
ijtima’ (perkumpulan), yang merupakan lawan kata dari tafarruq (perceraian) dan juga
lawan kata dari furqoh (perpecahan). Jama’ah adalah sekelompok orang banyak, dan di
katakan juga sekelompok manusia berkumpul berdasarkan satu tujuan. Selain itu,
jama’ah juga berarti kaum yang bersepakat dalam suatu masalah.
Sedangkan “Jama’ah” secara istilah adalah kelompok kaum muslimin dari para pendahulu dari
kalangan sahabat, tabi’in dan orang-orang yang mengikuti jejak kebaikan mereka sampai hari
kiamat. Mereka berkumpul berdasarkan al-Qur’an dan sunnah, dan mereka berjalan sesuai dengan
yang telah di tempuh oleh Rasulullah SAW baik secara lahir maupun batin.
Definisi yang lebih sempit, berdasarkan hadits Rasulullah, yang di maksut dengan jama’ah
adalah apa yang telah di sepakati oleh para sahabat Rasul SAW pada masa Khulafa Rasyidin (Abu
Bakar, Umar, Usman, Ali). Istilah jama’ah juga di dasarkan pada hadits Nabi ketika menjawab
pertanyaan sahabat tentang (akan) terjadinya kehancuran umat manusia akibat adanya perpecahan
menjadi 71 atau 72 golongan, dan yang selamat hanya satu golongan, yaitu Al- Jama’ah. Rasulullah
bersabda: “Barangsiapa yang ingin mendapatkan kehidupan yang damai di surga, maka hendaklah ia
mengikuti al-jama’ah (kelompok yang menjaga kebersamaan).” (HR. Al-Tirmidzi (2091), dan al-
Hakim (1/77-78).

B. Historisitas Aswaja
Istilah Aswaja yang merupakan kependekan dari ahlussunnah wal jama'ah tidak
dikenal di zaman Nabi Muhammad maupun di masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin,
bahkan tidak dikenal di zaman pemerintahan Bani Umayah (41-133 H /611-750 M).
Istilah ahlussunnah wal jama'ah sebetulnya merupakan diksi baru, atau sekurang-kurangnya
tidak pernah digunakansebelumnya di masa Nabi dan pada periode Sahabat.

Memang jauh sebelum itu, kata sunnah dan jama’ah sudah lazim dipakai dalam tulisan-
tulisan Arab, meski bukan sebagai terminologi dan bahkan sebagai sebutan bagi sebuah
mazhab keyakinan. Ini misalnya terlihat dalam surat-surat Al-Ma’mun kepada gubernurnya
Ishaq ibn Ibrahim pada tahun 218 H, sebelum Al-Asy’ari sendiri lahir, tercantum kutipan
kalimat “wa nasabu anfusahum ilas sunnah (mereka mempertalikan diri dengan sunnah),
dan kalimat ahlul haq waddin wal jama’ah (ahli kebenaran, agama dan jama’ah).”
\
Pemakaian ahlussunnah wal jama'ah sebagai sebutan bagi kelompok keagamaan justru
diketahui lebih belakangan, sewaktu Az Zabidi menyebutkan dalam Itḫaf Sadatul Muttaqin,
penjelasan dari Ihya’ ‘Ulumuddin Al-Ghazali yaitu jika disebutkan ahlussunnah, maka yang
dimaksud adalah pengikut Al-Asy’ari dan Al-Maturidi.
Ahlussunnah wal jama'ah dalam bidang aqidah atau teologi kemudian berkembang
dalam bidang-bidang lain yang menjadi karakteristik bagi aliran ini, seperti bidang fiqih dan
tasawuf, sehingga terkenal dengan sebutan, jika disebut akidah/teologi ahlussunnah wal
jama'ah maksudnya adalah pengikut Imam Asy’ari dan Imam Maturidi. Dan jika disebut
Fiqih/hukum Islam, baik secara qauli dan manhaji maksudnya adalah mengikuti salah satu
mazhab empat yaitu Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali. Yang mengacu pada landasan
pokok yaitu Qur`an, Hadis, Ijma’ dan Qiyas. Dan jika disebut tasawuf, maksudnya adalah
mengikuti ajaran tasawuf Imam Junaidi Al-Baghdadi dan Imam Al-Ghazali.
Ada dua pemahaman terkait dengan istilah Aswaja: Pertama, dari sisi sejarah Islam,
istilah Aswaja merujuk pada munculnya wacana tandingan (counter-discourses) terhadap
membaiknya paham mu’tazilah di kalangan Islam, terutama pada masa Abbasiyah. Pada
akhir abad ke-3 Hijriyah, hampir bersamaan dengan masa berkuasa nya khalifah Al-
Mutawakkil, muncul dua orang tokoh Islam terkenal yaitu Abu Hasan Al-Asy’ari di Bashrah
dan Abu Manshur Al-Maturidi di Samarkand. Mereka secara bersama-sama bersatu
membendung kuatnya gejala paham mu’tazilah yang dilancarkan para tokoh mu’tazilah dan
pengikutnya.
Dari kedua pemikir ulama ini, selanjutnya lahir kecenderungan baru yang banyak
mewarnai pemikiran umat Islam waktu itu. Bahkan, hal ini menjadi mainstream (arus utama)
pemikiran keagamaan di dunia Islam yang kemudian mengkristal menjadi sebuah
gelombang pemikiran keagamaan sering dinisbatkan pada sebutan ahlussunnah wal jama'ah,
yang kemudian popular disebut Aswaja.
Bisa dipahami bahwa ahlussunnah wal jama'ah ialah golongan orang yang berpegang
teguh kepada perbuatan Nabi dan berpegang teguh kepada perbuatan para Sahabatnya.
Menurut KH. Ahmad Shidiq bahwa pada hakikatnya ahlussunnah wal jama'ah adalah ajaran
Islam yang murni sebagaimana yang diajarkan dan diamalkan oleh Rasulullah SAW
bersama para Sahabatnya. Kelompok ahlussunnah wal jama'ah sering juga disebut sunni,
kaumnya disebut Sunniyûn, atau kaum Asy’ariyah, dikaitkan dengan pendirinya yang
bernama Imam Abu Hasan al-Asy’ari. Golongan ini muncul pada abad ke 3 Hijriyah.
C. Aswaja Sebagai Manhaj Al-Fikr
Di dalam diskursus-diskursus wacana keislaman, terdapat dua pendapat dalam
memahami Ahlussunah wal Jamaah. Pertama, Aswaja dipahami sebagai sebuah mazhab
yang sudah baku dan transenden. Sikap ini sudah lama sekali berkembang di dalam
pemikiran keagamaan Islam di Indonesia, terutama di kalangan pesantren.
\
Hal ini tercermin pada pengimplementasian ajaran Islam sebagaimana disebut Imam
Ibnu Hajar al-Haytami bahwa paham Aswaja ketika bertauhid (teologi) didasarkan pada
pemikiran Abu Hasan al-Asy’ari dan Abu Manshur al-Maturidi, dalam berfikih (Syar’i)
didasarkan pada konsep-konsep imam empat mazhab yakni Syafi’i, Hanafi, Hanbali dan
Maliki, dan dalam hal Akhlaq (tasawwuf) didasarkan pada etika akhlak sebagaimana
dirumuskan Imam al Ghazali dan Imam Abul Qosim al-Junaidi serta ulama-ulama lain yang
Aswaja dipahami sebagai metodologi (manhaj) berfikir. Konsep Aswaja sebagai manhaj al-
Fikr lebih adaptif dan mengakui pemikiran yang filosofis dan sosiologis. Pandangan ini
lebih dipopulerkan oleh para kyai muda seperti Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Said Aqil
Siraj, dan tokoh-tokoh muda NU lainnya.

Pada konteks saat ini, Aswaja tidak hanya dimaknai sebagai ajaran teologis semata,
karena problem yang dihadapi oleh umat mutakhir ini tidak semudah periode Islam
terdahulu. Sehingga Aswaja dapat ditransformasikan ke dalam aspek ekonomi, politik dan
sosial. Pemaknaan seperti ini berangkat dari kesadaran akan kompleksitas masalah saat ini
yang tidak hanya membutuhkan solusi bersifat konkret, akan tetapi lebih pada solusi yang
sifatnya metodologis, sehingga inilah latar belakang munculnya term Aswaja sebagai
Manhaj al-Fikr (metode berpikir).

Ada 4 prinsip Aswaja sebagai Manhaj al-Fikr.

1. Moderat. Prinsip ini menekankan pentingnya berada pada posisi tengah, tidak condong
ke kanan, juga tidak condong ke kiri, sehingga corak pemahamannya selalu tampil pada
jalur tengah dalam menjawab tantangan umat.
2. Tawazun, yakni sebuah prinsip istiqomah dalam membawa nilai-nilai Aswaja tanpa
intervensi kekuatan manapun. Sebuah pola pikir yang selalu berusaha untuk menuju ke
titik pusat ideal (keseimbangan).
3. Tasamuh, toleransi yakni sebuah prinsip keterbukaan dalam menerim a perbedaan.
Sikap toleransi ini adalah membebaskan dan melepaskan diri atau golongan dari sifat
egoistik dan sentimen pribadi maupun kelompok.
4. Al-I’tidal, yakni kesetaraan atau keadilan. Sebuah konsep adanya proporsionalitas
dalam mengejewantahkan pemikiran maupun tindakan.
Dengan demikian segala bentuk sikap selalu mengedepankan kemaslahatan dengan visi
keadilan bersama. Empat prinsip Aswaja sebagai kerangka berpikir ini merupakan solusi
konkrit untuk menjawab berbagai persoalan zaman yang sangat kompleks. Dengan kerangka
berpikir seperti ini maka problem-problem yang berkembang masa kini sangat mungkin
menemukan solusi. Empat prinsip tersebut sama sekali tidak bertentangan dengan ajaran
Nabi, dan justru merupakan prinsip-prinsip dasar universalitas ajaran Islam sebagai agama
rahmat di alam ini (Rahmatan lil ‘Alamin)
\
D. Implementasi Teologi dan Manhaj Al-Fikr
Dari apa yang telah diterangkan di atas, kalangan PMII telah mengimplementasikan
landasan teologis dan Manhaj al-Fikr Aswaja ke dalam pemikiran dan gerakannya. Dalam
konteks keislaman, PMII selalu menghindari simbol dan formal keislaman ke dalam
kehidupan nyata maupun struktur kekuasaan negara sebagaimana dilakukan oleh kelompok
Islam Puritan. Kelompok puritan yang dimaksud adalah golongan yang menggunakan
simbol-simbol keislaman sebagai kekuatan untuk melawan Barat dan kelompok di luar
Islam lainnya. Dalam hal ini adalah gerakan-gerakan seperti ISIS, Hizbut Tahrir, ANNAS,
dan kalangan Islam takfiri lainnya.

PMII juga hampir tidak pernah memakai jargon Ijtihad dan kembali kepada al-Quran
dan Hadis. Sebagaimana sering disampaikan ustad-ustad industri media televisi atau
kalangan pemurnian keagamaan Islam seperti Jamaluddin al-Afghani, Rasyid Rida dan
sebagainya. Begitu juga kalangan PMII tetap mempunyai ikatan dengan tradisi yang sudah
terus menerus dilestarikan oleh NU. Akan tetapi pada saat yang sama, pemahaman
keagamaan yang berkembang di dalam PMII justru melampaui batas-batas pemahaman
pesantren. Hal ini karena basis warga PMII adalah mahasiswa, yang mana studi-studi di
kampus dituntut untuk lebih dinamis berkembang sesuai konteks situasi kondisi masyarakat
yang berkembang
Kedinamisan pemikiran PMII tersebut, sampailah pada corak pemahaman liberal serta
semakin tumbuh subur kajian-kajian tentang pemikiran Muhammad Arkoun, Hassan Hanafi,
Muhammad Abid al-Jabiri, Mahmud Muhammad Thoha, Abdullah Ahmed anNa’im dan
Nashr Hamid Abu Zayd. Semua pemikiran tokoh-tokoh di atas menjadi landasan keislaman
sekaligus menjadi model pendekatan yang tak lazim digunakan oleh para Ulama NU.
Sementara dalam konteks Islam dan Negara, PMII mengambil sikap sebagaimana pemikiran
Gus Dur. Pemikiran Gus Dur sangat memengaruhi corak pikir dan tindakan PMII terhadap
pemahaman tentang Islam dan negara. Pemikiran tersebut ialah berupa pandangan bahwa
Islam harus diletakkan sebagai bagian dan menyatu dengan wawasan kebangsaan. Dalam hal
ini Islam merupakan komplemen bagi kepentingan yang lebih besar yang bernama bangsa.
\

NDP (NILAI DASAR PERGERAKAN)


NDP adalah tali pengikat (kalimatun sawa’) yang mempertemukan semua warga
pergerakan dalam ranah dan semangat perjuangan yang sama. Nilai Dasar Pergerakan
menjadi sandaran organisasi dalam menegakkan Tauhid di kehidupan sehari-hari, sebagai
panduan nilai dalam berhubungan dengan Allah, dalam berhubungan dengan sesama
manusia dan dalam berhubungan dengan alam. Oleh sebab itu seluruh warga PMII harus
memahami dan menginternalisasikan Nilai Dasar Pergerakan, baik secara personal maupun
secara bersama- sama.

Penyusunan NDP ini dilaksanakan di Bandung dalam Musyawarah Kerja Nasional


(Mukernas III) pada tanggal 1-5 Mei 1976. Sebagai organisasi Islam Ahlussunnah wal
Jama’ah (Aswaja), maka dalam setiap gerak langkahnya harus didasari oleh nilai-nilai
tersebut. Tetapi nilai-nilai itu bagi warga pergerakan masih banyak berada di dalam kitab-
kitab kuning maupun tersimpan di dalam benak para ulama yang menjadi panutan PMII.
Tentu saja hal ini akan menyulitkan warga pergerakan yang masih awam terhadap nilai-nilai
Aswaja, di samping menyulitkan rujukan penyusunan langkah kerjanya.
A. Arti NDP
Ibarat orang muslim, NDP itu adalah Al-Qur'an-nya PMII, jadi ke mana pun kader-
kader melangkah tidak boleh lepas dari NDP. Manusia sebagai mandataris Tuhan (khalifah
fil ardhi), tentunya memiliki fungsi untuk mengabdi kepada Allah, namun lebih daripada itu
manusia juga harus mampu menjaga hubungan baik dengan manusia, dan juga dengan alam
sebagai sama- sama makhluk Tuhan.

NDP adalah rumusan nilai-nilai yang diturunkan secara langsung dari ajaran Islam serta
kenyataan masyarakat dan negeri Indonesia, dengan kerangka pendekatan Ahlussunnah wal-
Jama'ah. NDP harus senantiasa menjiwai seluruh aturan organisasi, memberi arah dan
mendorong gerak organisasi, serta menjadi penggerak setiap kegiatan organisasi dan
kegiatan masing-masing anggota. Sebagai ajaran yang sempurna, Islam harus dihayati dan
diamalkan secara kaffah atau menyeluruh oleh seluruh anggota dengan mencapai dan
mengamalkan iman (aspek aqidah), Islam (aspek syari'ah) dan Ihsan (aspek etika, akhlak
dan tasawuf) untuk memohon Ridlo-Nya serta memohon keselamatan hidup di dunia dan
akhirat (sa'adah ad-darain).
\

B. Fungsi NDP
Secara esensial NDP ini adalah suatu sublimasi nilai keislaman dan ke-Indonesia-an
dengan kerangka pemahaman ahlusunnah wal jamaah yang memberi arah dan pendorong
serta penggerak kegiatan-kegiatan PMII.

NDP berfungsi sebagai:

1. Sebagai landasan berpijak, yaitu setiap gerak langkah dan kebijaksanaan yang harus
dilaksanakan
2. Sebagai landasan berpikir bahwa NDP adalah menjadi dasar pendapat yang dikemukakan
terhadap persoalan yang dihadapi
3. Sebagai motivasi NDP harus menjadi pendorong kepada anggota untuk berbuat dan
bergerak sesuai dengan nilai yang terkandung di dalamnya.
C. Kedudukan NDP
Kedudukan NDP bagi PMII adalah sebagai rumusan nilai-nilai yang seharusnya dimuat
dan menjadi aspek ideal dalam berbagai aturan kegiatan PMII, landasan dan dasar pembenar
dalam berpikir, bersikap dan berperilaku.
D. Rumusan Nilai Dasar Pergerakan

Tauhid

Hubungan Manusia Hubungan Manusia Hubungan Manusia


dengan Allah dengan Manusia dengan Alam

1. Tauhid
Meng-Esa-kan Allah SWT, merupakan nilai paling asasi yang dalam sejarah agama
samawi telah terkandung sejak awal keberadaan manusia. Allah adalah Esa dalam
segala totalitas, dzat, sifat-sifat, dan perbuatan-perbuatan-Nya. Allah menciptakan,
memberi petunjuk, memerintah, dan memelihara alam semesta ini. Allah juga
menanamkan pengetahuan, membimbing dan menolong manusia.

Keyakinan seperti itu merupakan keyakinan terhadap sesuatu yang lebih tinggi dari
pada alam semesta, serta merupakan kesadaran dan keyakinan kepada yang ghaib. Oleh
karena itu, tauhid merupakan titik puncak, melandasi, memadu, dan menjadi sasaran
keimanan yang mencakup keyakinan dalam hati, penegasan lewat lisan, dan perwujudan
dalam perbuatan. Maka konsekuensinya Pergerakan harus mampu melarutkan nilai-
nilai Tauhid dalam berbagai kehidupan serta terkomunikasikan dan merambah ke
sekelilingnya. Dalam memahami dan mewujudkan itu, Pergerakan telah memiliki
\

Ahlussunnah wal jama’ah sebagai metode pemahaman dan penghayatan keyakinan itu.
2. Hubungan Manusia dengan Allah.
Allah adalah Pencipta segala sesuatu. Dia menciptakan manusia dalam bentuk
sebaik-baik kejadian dan menganugerahkan kedudukan terhormat kepada manusia di
hadapan ciptaan-Nya yang lain. Kedudukan seperti itu ditandai dengan pemberian daya
pikir, kemampuan berkreasi dan kesadaran moral. Potensi itulah yang memungkinkan
manusia memerankan fungsi sebagai khalifah dan hamba Allah. Dalam kehidupan
sebagai khalifah, manusia memberanikan diri untuk mengemban amanat berat yang oleh
Allah ditawarkan kepada makhluk-Nya. Sebagai hamba Allah, manusia harus
melaksanakan ketentuan-ketentuan-Nya. Untuk itu, manusia dilengkapi dengan
kesadaran moral yang harus selalu dirawat, jika manusia tidak ingin terjatuh ke dalam
kedudukan yang rendah.

Dengan demikian, dalam kehidupan manusia sebagai ciptaan Allah, terdapat dua
pola hubungan manusia dengan Allah, yaitu pola yang didasarkan pada kedudukan
manusia sebagai khalifah Allah dan sebagai hamba Allah. Kedua pola ini dijalani secara
seimbang, lurus dan teguh, dengan tidak menjalani yang satu sambil mengabaikan yang
lain. Manusia baru dikatakan berhasil dalam hubungannya dengan Allah apabila kedua
fungsi ini berjalan secara seimbang. Pemaknaan seimbang di sini bahwa keimanan dan
ketakwaan kepada Tuhan tidak cukup hanya dengan syahadat, shalat, zakat, puasa, dan
haji, tetapi nilai-nilai ibadah itu harus mampu diimplementasikan dalam kehidupan
sehari-hari, membangun peradaban umat manusia yang berkeadilan. Bahwa kita hidup
di dunia ini bukan untuk mencari jalan keselamatan bagi diri kita saja, tetapi juga bagi
oranglain terutama keluarga dan masyarakat sekitar kita.
3. Hubungan Manusia dengan Manusia.
Sungguh tidak ada manusia yang lebih baik antara satu dengan yang lainnya,
kecuali ketakwaannya. Setiap manusia memiliki kekurangan dan kelebihan. Ada yang
menonjol pada potensi kebaikannya, ada pula yang terlalu menonjol potensi
kelemahannya. Karena kesadaran ini, manusia harus saling menolong, saling
menghormati, bekerja sama, saling menasihati dan saling mengajak kepada kebenaran
demi terciptanya tatanan kehidupan untuk kebaikan bersama.

Nilai-nilai yang dikembangkan dalam hubungan antar manusia ini tercakup dalam
persaudaraan antar insan pergerakan, persaudaraan sesama umat Islam, persaudaraan
sesama umat beragama dan persaudaraan antar manusia. Dalam konteks Indonesia, kita
hidup penuh persaudaraan bersama umat yang berbeda agama, suku, ras, bahasa dan
adat istiadat. Persaudaraan ini harus menempatkan insan pergerakan pada posisi yang
dapat memberikan manfaat maksimal untuk diri dan lingkungannya. Karena sebaik-baik
manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lainnya.
\

Tidak ada kelebihan antara yang satu dengan yang lainnya , kecuali karena
ketakwaannya. Setiap manusia memiliki kekurangan dan kelebihan, ada yang menonjol
pada diri seseorang tentang potensi kebaikannya , tetapi ada pula yang terlalu menonjol
potensi kelemahannya, agar antara satu dengan yang lainnya saling mengenal, selalu
memadu kelebihan masing-masing untuk saling kait-mengait atau setidaknya manusia
harus berlomba dalam mencari dan mencapai kebaikan, oleh karena itu manusia dituntut
untuk saling menghormati, bekerja sama, tolong menolong, menasihati, dan saling
mengajak kepada kebenaran demi kebaikan bersama.
4. Hubungan Manusia dengan Alam
Manusia yang diberi anugerah cipta, rasa, dan karsa, yang merupakan syarat sahnya
sebagai khalifah diberi wewenang dan hak untuk memanfaatkan alam bagi kebutuhan
hidupnya. Namun pemanfaatan ini tidak boleh berlebih-lebihan apalagi merusak
ekosistem. Hak ini dinamakan sebagai hak isti’mar, yaitu hak untuk mengolah sumber
daya alam untuk kemakmuran makhluk hidup tetapi pengelolaan itu harus didasarkan
pada rasa tanggung jawab, yaitu tanggung jawab kepada kemanusiaan. Karena
rusaknya alam akan berakibat bencana dan malapetaka bagi kehidupan kita semua,
begitu pula tanggung jawab kepada Tuhan yang telah memberikan hak dan tanggung
jawab itu. (Q.S. Hud: 61).

Selain sebagai sarana pemenuhan kebutuhan hidup, alam atau ekologi juga
merupakan ayat Tuhan yang harus dipahami sebagaimana kita memahami Al-Qur’an.
Dari pemahaman itulah akan terwujud keimanan yang mantap kepada Tuhan dan
kemantapan diri sebagai manusia yang harus menyebarkan kedamaian di muka bumi.
Dari pemahaman inilah akan terbentuk suatu gambaran menyeluruh terhadap alam,
bahwa Tuhan menciptakan alam ini dengan maksud-maksud tertentu yang harus kita
cari dan teliti. Pencarian makna alam inilah yang melandasi setiap kegiatan penelitian
ilmiah dan pengembangan ilmu pengetahuan. Maka tidak ada dikotomi dan
pertentangan antara ilmu dan wahyu, antara IPTEK dan agama, karena pada hakikatnya
keduanya akan mengantarkan kita kepada keyakinan akan keagungan Tuhan (Q.S.190-
191).
E. Implementasi NDP dalam PMII
Sebagai makhluk yang berakal, manusia tentu dapat menganalisis apa yang telah
dipaparkan di atas. Bahwasanya bukan hanya agama saja yang memerintahkan manusia
untuk menjadi hamba yang taat. Melaksanakan apa yang telah diperintahkan-Nya dan
menjauhi apa yang telah dilarang-Nya. Namun, ternyata PMII juga memerintahkan manusia
(kader) melalui NDP-nya. Dengan kata lain, melaksanakan perintah-Nya berarti
melaksanakan pula perintah PMII, sebaliknya meninggalkan perintah-Nya berarti
meninggalkan pula perintah PMII. Sebagai contoh, salah satu poin penting rumusan NDP
yaitu hubungan antara manusia dengan sesama manusia. Di dalam agama tentu ada perintah
untuk saling menolong antar sesama manusia. Menolong dalam ketertindasan, menolong
\

dalam mengembalikan hak-hak kaum proletar yang terampas. Apabila sebagai kader
pergerakan membiarkan adanya ketertindasan, maka dia telah melanggar perintah-Nya dan
juga NDP PMII, sebaliknya jika sebagai kader dia bergerak melawan ketertindasan maka
perintah-Nya serta NDP telah dilaksanakannya. Itulah salah satu contoh implementasi NDP
dalam tataran praksis.

Sebagai mahasiswa pergerakan, mengimplementasikan NDP menjadi hal yang mutlak.


Karena mahasiswa dianggap sebagai pihak netral serta kaum intelektual harus senantiasa
mengawal dan mengkritisi jalannya pemerintahan. Selain itu mahasiswa juga merupakan
agen perubahan sosial, sehingga mahasiswa diharapkan mampu mengkritisi kebijakan-
kebijakan dalam rangka menciptakan kemakmuran bangsa. Selain itu mahasiswa juga harus
mampu mengontrol jalannya pemerintahan agar tidak melenceng dari koridor-koridor yang
telah ditetapkan. Jadi, mahasiswa mengimplementasikan NDP sejatinya untuk
mempersiapkan diri sebagai penerus bangsa yang peka terhadap realita yang ada ketika
kembali kepada masyarakat nantinya. Tentunya kesadaran kader akan pentingnya posisi
NDP dalam PMII sangat diperlukan. Sehingga dapat mereposisikan NDP serta
mengimplementasikannya dalam tataran praksis bukan hanya sebatas konsep dan teoritis
semata. Maka bukan tidak mungkin kader sebagai pelopor gerakan akan terwujud, dan NDP
sebagai nilai praksis tetap terjaga vitalitasnya.
\

SEJARAH DAN KE-ORGANISASIAN PMII


Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) mempunyai sumbangsih yang besar untuk
negeri ini. Organisasi kemahasiswaan yang mayoritas anggotanya merupakan pemuda
Nahdliyin ini telah sukses melahirkan banyak para pemimpin dan pemikir yang turut mewarnai
perjalanan dalam negeri.

Sejak pertama kali berdirinya, PMII sudah aktif berperan dalam sejarah kehidupan politik,
sosial budaya, dan pendidikan di Indonesia. Sebagai komunitas mahasiswa, PMII menjadi
bagian dari simpul-simpul gerakan mahasiswa yang mampu memberikan andil baik gerakan
maupun pemikiran dalam pembangunan nasional. Lebih lanjut, mari kita lihat secara
komprehensif bagaimana latar sosio-historis perjalanan PMII.
A. Sejarah Lahirnya PMII
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia, atau yang biasa disingkat PMII lahir dari rahim
Departemen Perguruan Tinggi IPNU (Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama) pada 21 Syawal 1379
H / 17 April 1960 M.

Awal berdirinya Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) bermula dengan adanya
hasrat kuat mahasiswa NU untuk mendirikan organisasi mahasiswa berlandaskan
Ahlussunnah wal Jama'ah berkultur Nahdlatul Ulama. Hal ini wajar, mengingat carut
marutnya situasi politik bangsa Indonesia dalam kurun waktu 1950-1959, tidak menentunya
sistem pemerintahan dan perundang-undangan, dan banyaknya organisasi mahasiswa yang
bermunculan di bawah underbouw parpol ataupun organisasi sosial keagamaan. Seperti
SEMMI (dengan PSII), KMI (dengan PERTI), IMM (dengan Muhammadiyah), dan HMI
(dekat dengan Masyumi).

Hal tersebut kemudian menimbulkan kegelisahan dan hasrat yang kuat para intelektual
muda NU untuk mendirikan organisasi tersendiri sebagai wadah mahasiswa NU untuk
menyalurkan aspirasi dan pengembangan potensi diri. Akan tetapi, PBNU tak kunjung
memberikan lampu hijaunya. Karena NU sudah memiliki organisasi bernama IPNU (Ikatan
Pelajar Nahdlatul Ulama), yang dirasa mampu menjadi wadah bukan hanya untuk pelajar saja,
namun juga untuk mahasiswa NU secara umum.

Meskipun pada tahun 1955, mahasiswa NU sempat mendirikan organisasi bernama


IMANU (Ikatan Mahasiswa NU), di Bandung berdiri PMNU (Persatuan Mahasiswa NU) dan
di Surakarta berdiri KMNU (Keluarga Mahasiswa NU), namun organisasi ini tak berdiri lama,
karena PBNU tidak cepat-cepat memberikan restu. Bisa dipahami, kala itu IPNU baru seumur
jagung, sementara pengurus IPNU mayoritas adalah mahasiswa NU. Bisa dibayangkan, jika
mendirikan organisasi baru akan susah untuk mengelola dan mengurus kedua organisasi yang
berada di bawah naungan NU. Gagasan pendirian organisasi mahasiswa NU terus berlanjut
hingga muktamar II IPNU di Pekalongan (1-5 Januari 1957). Namun, lagi-lagi gagasan ini
kembali ditentang dengan dalih bahwa IPNU pada waktu itu masih baru terbentuk yang
\

membutuhkan pembenahan dan konsolidasi matang. Sebagai langkah kompromis, maka pada
muktamar III IPNU di Cirebon (27-31 Desember 1958) dibentuklah Departemen Perguruan
Tinggi IPNU yang menjadi wadah dan aspirasi mahasiswa NU.

Namun dalam perjalanannya, selalu terjadi ketimpangan pelaksanaan program organisasi


IPNU dan Departemen PT-nya. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan, pertama, kondisi
obyektif menunjukkan bahwa keinginan, dinamika dan gerakan mahasiswa berbeda dengan
keinginan para pelajar. Kedua, dengan hanya membentuk departemen dalam IPNU,
mahasiswa NU tidak bisa masuk sebagai anggota PPMI (Persatuan Perhimpunan Mahasiswa
Indonesia), sebab PPMI hanya bisa menampung ormas mahasiswa. Ketiga, situasi sosial-
politik bangsa Indonesia mendesak supaya NU memiliki organisasi mahasiswa sebagai wadah
pengkaderan intelektual maupun kepemimpinan.

Oleh karena itu, legalisasi organisasi mahasiswa NU senantiasa diperjuangkan dan


mencapai puncaknya pada Konferensi Besar (KONBES) IPNU di Kaliurang, Yogyakarta
pada 14-17 Maret 1960. Dari Konferensi Besar tersebut kemudian menghasilkan keputusan
perlunya mendirikan organisasi mahasiswa NU dan pembentukan tim perumus pendirian
organisasi yang beranggotakan 13 orang, yaitu:
1. Sahabat A. Cholid Mawardi (Jakarta)
2. Sahabat M. Said Budairi (Jakarta)
3. Sahabat M. Subich Ubaid (Jakarta)
4. Sahabat M. Makmun Syukri, BA (Bandung)
5. Sahabat Hilman (Bandung)
6. Sahabat H. Ismail Makky (Yogyakarta)
7. Sahabat Munsif Nachrowi (Yogyakarta)
8. Sahabat Nurul Huda Suaidi, BA (Surakarta)
9. Sahabat Laili Mansur (Surakarta)
10. Sahabat Abdul Wahab Djaelani (Semarang)
11. Sahabat Hisbullah Huda (Surabaya)
12. Sahabat M. Cholid Marbuko (Malang)
13. Sahabat A. Husein (Makassar)
Beberapa orang dari ketiga belas panitia tersebut, yaitu Hisbullah Huda, M. Said
Budairy dan Makmun Sukri BA kemudian menghadap kepada KH. Dr. Idham Khalid selaku
ketua umum PBNU kala itu untuk meminta doa restu. KH. Dr. Idham Khalid memberi
nasehat supaya organisasi yang akan dibentuk nanti benar-benar bisa diandalkan sebagai
kader NU. Setelah menyampaikan nasehat, KH. Idham Khalid memberikan lampu hijaunya
terkait pelaksanaan musyawarah mahasiswa.

Selanjutnya, pada 14-16 April 1960 dilaksanakanlah Musyawarah Mahasiswa NU se-


Indonesia bertempat di Sekolah Mu’amalat NU Wonokromo, Surabaya, sebagai tindak
lanjut keputusan Konbes IPNU di Kaliurang, Yogyakarta. Sempat muncul perdebatan
\

mengenai nama organisasi yang akan dibentuk. Namun pada akhirnya yang disepakati
adalah nama PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia), usulan dari delegasi Bandung
dan Surabaya yang didukung oleh delegasi Surakarta dengan rumusan makna sebagai
berikut :
1. Makna “Pergerakan”, pada awalnya huruf “P” dalam PMII memiliki tiga alternatif
kepanjangan, yaitu pergerakan, perhimpunan, dan persatuan. Akhirnya disepakati huruf
“P” tersebut merupakan kepanjangan dari “pergerakan”. Dengan hujjah sifat mahasiswa
yang selalu dinamis dan bergerak secara aktif.
2. Makna “Mahasiswa”, adalah generasi muda yang menuntut ilmu di Perguruan Tinggi
yang mempunyai identitas diri yang terbangun oleh citra diri sebagai insan religius,
insan dinamis, insan sosial dan insan mandiri.
3. Makna “Islam” yang dimaksud di sini adalah Islam Ahlussunnah wal Jama’ah
sebagaimana yang dipegang teguh oleh Nahdlatul Ulama dalam setiap pemikiran dan
sikapnya.
4. Makna “Indonesia”, adalah masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia yang
mempunyai falsafah dan ideologi bangsa (Pancasila) serta UUD 1945.
Pada Musyawarah Mahasiswa NU tersebut juga menghasilkan 3 formatur yang mendapatkan
tugas untuk menyusun kepengurusan, yaitu Mahbub Djunaidi sebagai ketua umum, A Chalid
Mawardi sebagai ketua satu dan M. Said Budairy sebagai sekretaris umum. Selain itu juga
menghasilkan penetapan peraturan dasar PMII yang berlaku pada 17 April 1960. Tanggal
ini lah yang kemudian dinyatakan sebagai hari lahirnya PMII secara resmi.
Berikut ini adalah ketua umum PB PMII mulai dari awal berdirinya hingga sekarang:

1. Sahabat Mahbub Djunaidi (1960 – 1967)


2. Sahabat M. Zamroni (1967 – 1973)
3. Sahabat Abduh Paddare (1973 – 1977)
4. Sahabat Ahmad Bagdja (1977 – 1981)
5. Sahabat Muhyiddin Arubusman (1981 – 1985)
6. Sahabat Suryadharma Ali (1985 – 1988)
7. Sahabat M. Iqbal Assegaf (1988 – 1991)
8. Sahabat Ali Masykur Musa (1991 – 1994)

9. Sahabat Muhaimin Iskandar (1994 – 1997)

10. Sahabat Syaiful Bahri Anshori (1997 – 2000)

11. Sahabat Nusron Wahid (2000 – 2003)

12. Sahabat A. Malik Haramain (2003 – 2005)

13. Sahabat Hery Harianto Azumi (2005 – 2008)

14. Sahabat M. Rodli Khaelani (2008 – 2011)

15. Sahabat Adin Jauharuddin (2011 – 2014)


\

16. Sahabat Aminuddin Ma’ruf (2014 – 2017)

17. Sahabat Agus Herlambang (2017 – 2021)

18. Sahabat M. Abdullah Syukri (2021 – 2023)

Dari apa yang sudah disampaikan di atas jelas bahwa pendirian PMII murni berawal
dari inisiatif pemuda NU. Meski selanjutnya PMII mengambil langkah untuk independen
dari NU sebagai sebuah prinsip kedewasaan dan kedinamisan organisasi yang tertuang
dalam Deklarasi Munarjati, 14 Juli 1972 di Munarjati, Malang. Akan tetapi, selang beberapa
tahun lamanya, PMII mendeklarasikan interdependensi PMII-NU dalam Kongres X PMII
pada tanggal 17 Oktober 1991 di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta.
A. Arti Lambang PMII
Pencipta Lambang PMII: Sahabat H. Said Budairy
Makna Lambang PMII
No Lambang Arti
Berarti ketahanan dan kemampuan mahasiswa Islam
1. Bentuk perisai.
pada beragam rintangan dan pengaruh dari luar.
Bintang yang bertabur di Melambangkan ketinggian dan semangat harapan
2.
dalamnya. yang terus memancar.
Menggambarkan Rasulullah SAW dengan 4 sahabat
3. Lima bintang sebelah atas.
terkemuka (Khulafaur Rasyidin).
Empat bintang sebelah Menggambarkan empat mazhab yang berhaluan
4.
bawah. Ahlusunnah wal Jama'ah.
Jumlah sembilan bintang Sembilan orang terkemuka penyebar Agama Islam
5.
dalam lambang. di Indonesia yang disebut Walisongo.
Warna biru pada tulisan Memperlihatkan kedalaman ilmu pengetahuan yang
6.
PMII. perlu dimiliki dan digali oleh setiap kader PMII.
7. Warna biru muda yang Berati ketinggian ilmu pengetahuan, budi pekerti, dan
menjadi warna dasar perisai takwa
sebelah bawah.
Memiliki arti identitas kemahasiswaan yang menjadi
Warna kuning sebagai warna karakter dasar pergerakan lambang kebesaran dan
8.
dasar perisai sebelah atas. semangat yang selalu berpijar dan penuh asa
menyongsong masa depan.
B. Bendera PMII
Pencipta Bendera PMII: Sahabat Shaimoery Ws.
• Ukuran : 4 : 3 (panjang x lebar)
• Warna dasar : Kuning
• Isi bendera : Lambang PMII terletak di bagian tengah dan tulisan PMII
terletak di sebelah kiri lambang membujur ke bawah.
\

• Penggunaan : Bendera PMII digunakan pada upacara-upacara resmi


organisasi baik intern maupun ekstern dan upacara nasional.

C. Tujuan PMII
Berdirinya PMII sebagai organisasi kemahasiswaan yang lahir pada tahun 1960 M
(1379 H) mempunyai sebuah tujuan yang jelas di setiap gerakannya. Tujuan didirikannya
PMII ini tercatat dengan tegas dalam AD PMII Bab IV Pasal 4, yang berbunyi :

“Terbentuknya pribadi muslim indonesia yang bertakwa kepada Allah SWT, berbudi luhur,
berilmu, cakap dan bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmunya serta komitmen
memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia”.
Pertama, pribadi muslim Indonesia yang bertakwa kepada Allah SWT. Arti pribadi
muslim di sini adalah angkatan muda yang menempuh pendidikan di perguruan tinggi, yang
memiliki kepercayaan pertalian transenden berbentuk ketakwaan kepada Allah SWT. Wujud
ketakwaan itu bisa tercerminkan dari perilaku dan tindakan sehari-hari sesuai dengan
tuntunan dalam Al-Qur'an dan Sunnah Nabi.
Kedua, berbudi luhur, yang memiliki arti kapabilitas seseorang supaya bisa
membandingkan mana yang betul dan salah. Luhur sendiri memiliki makna kemampuan
mendatangkan cipta, rasa, karsa dan kreasi yang berkualitas tinggi. Oleh karena itu berbudi
luhurmemiliki kandungan pemahaman kemampuan mencipta, rasa, karsa dan kreasinya yang
selalu diperuntukkan untuk kebermanfaatan seseorang dan lingkungan tanpa merugikannya.
Ketiga, berilmu, adalah memiliki pengetahuan ; berpengetahuan ; pintar. Kontradiksi
dari memiliki ilmu yaitu ketidaktahuan, karena itu setiap manusia diharuskan untuk
menuntut pengetahuan supaya terbebas dari ketidaktahuan, karena ketidaktahuan salah
satunya pemicu pokok manusia terperosok ke dalam kemaksiatan, kemusyrikan,
kemiskinan bahkan juga kekafiran. Rasulullah Saw telah bersabda: "Menuntut ilmu adalah
kewajiban setiap muslim". (HR. Ibnu Majah)
Keempat, cakap, adalah kebolehan dan kecerdasan untuk melaksanakan suatu hal.
Dizaman teknologi ini manusia dituntut untuk sanggup melaksanakan semua sesuatunya,
syarat yang perlu disanggupi supaya kemampuan itu dipunyai yaitu kecerdasan dari manusia
itu sendiri.
Kelima, bertanggung jawab mengamalkan ilmunya. Tujuan dasar dari menuntut
pengetahuan adalah mempraktikkannya, karena itu untuk tiap individu muslim yang
menuntutpengetahuan berkewajiban dan bertanggung jawab mempraktikkannya.
Mempraktikkan pengetahuan menjadi pertanda atas nikmat Allah SWT berbentuk
pengetahuan yang dengannya Allah SWT akan menambahkan ilmu sebagai tambahan
nikmat atasnya. Dalam Al-Qur'an surat Ibrahim Allah berfirman:

‫َوإِ ْذ تَأَذَّ َن َربُّ ُك ْم لَئِن َش َك ْرتُ ْم ََلَ ِز َيدنَّ ُك ْم ۖ َولَئِن َك َف ْرتُ ْم إِ َّن َع َذابِى لَ َش ِديد‬
\

Artinya: dan ingatlah juga, tak kala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika
kamu mengucapkan syukur, pasti kami akan menambahkan (nikmat) kepadamu, dan jika
kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih” (QS. Ibrahim:
7)
Keenam, komitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia. Indonesia hadir
dan ada karena perjuangan para pendahulu dalam memperjuangkan kemerdekaan,
kemerdekaan itu tidak diambil secara mudah tetapi dengan tetes darah para pejuang bangsa.
Dalam rangka menghargai para pendahulu kita, hal yang dapat dilaksanakan oleh angkatan
muda sekarang ini adalah memiliki komitmen untuk memperjuangkan cita-cita kemerdekaan
yaitu dengan menjaga kedaulatan NKRI dan membangun Indonesia menjadi lebih baik lagi.
\

SEJARAH PERJUANGAN BANGSA


Sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam merebut kemerdekaan dan kedaulatan
bangsa tentu harus selalu diingat dan dikenang oleh setiap rakyat Indonesia. Dengan begitu
kita dapat terus berusaha mempertahankan kedaulatan sebagai salah satu bentuk
penghormatan terhadap jasa besar dari seluruh pahlawan Indonesia.
A. Pra Kemerdekaan
Kemerdekaan Indonesia dapat diraih berkat adanya rasa persatuan dan kesatuan seluruh
rakyat agar bangsa-bangsa ini bisa lepas dari belenggu penjajah. Itu sebabnya sejarah
perjuangan bangsa Indonesia tidak hanya meliputi satu usaha saja, namun meliputi usaha
bersama yang terjadi di setiap wilayah di Indonesia mulai dari perjuangan pahlawan
nasional di beberapa daerah guna mengusir para penjajah hingga perjuangan secara
politik, pendidikan dan ekonomidi masa pergerakan nasional.

Dari sana pun banyak Pahlawan-pahlawan bangsa yang mengabdikan hidupnya demi
kemerdekaan Indonesia, di antaranya ;
1. Bung Tomo (1920-1981)
Membahas Sutomo atau lebih dikenal sebagai Bung Tomo, tidak lepas dari
pertumpahan berdarah di Surabaya 10 November 1945 yang sekarang diperingati menjadi
Hari Pahlawan Nasional. Perjuangan arek-arek Suroboyo untuk memperjuangkan
kemerdekaan ini tak lepas dari sosok Bung Tomo. Pahlawan Pejuang Kemerdekaan ini
yang memegang komando dalam melawan kembali tentara Nederlandsch Indie Civil
Administratie (NICA). Bung Tomo juga memiliki semboyan khas untuk membakar
semangat masyarakat yang berbunyi "Merdeka atau Mati".
2. Soekarno (1901-1970)
Presiden Soekarno adalah salah satu pahlawan nasional Indonesia. Ir. Soekarno
adalah presiden pertama Indonesia yang berperan aktif sebagai proklamator kemerdekaan
dan pencetus dasar negara Pancasila. Meski sempat menjadi tahanan politik di Bandung,
Soekarno dinilai gigih dalam memperjuangkan kemerdekaan.
3. Mohammad Hatta (1902-1980)
Mohammad Hatta adalah salah satu pahlawan nasional Indonesia. Pahlawan
Nasional yang akrab dengan panggilan Bung Hatta ini sangat berperan besar dalam
kemerdekaan Indonesia. Semangat serta patriotisme Bung Hatta tumbuh sejak muda,
memuncak sejak aktif dalam kegiatan organisasi pergerakan nasional hingga
mendampingi Soekarno dalam melawan penjajah.
\

4. Soedirman (1916-1950)
Jenderal Soedirman merupakan tentara termuda yang bergabung dengan para
pahlawan kemerdekaan. Selain itu Jenderal Soedirman juga menjadi Panglima
Tentara dan Jenderal pertama di Republik Indonesia.
5. Ki Hadjar Dewantara (1889-1959)
Ki Hadjar Dewantara adalah satu pahlawan nasional Indonesia. Sosok yang
memiliki nama lain Raden Mas Soewardi Soerjaningrat merupakan salah satu
pejuang pendidikan. Sepanjang hidupnya, Ki Hadjar Dewantara juga menjadi anggota
aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia. Perguruan Taman Siswa merupakan hasil
kerja kerasnya dalam memberikan pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia yang saat
itu tidak dapat mengenyam bangku sekolah.
6. KH. Mohammad Hasyim Asyari (1871-1947)
Kyai Haji Mohammad Hasyim Asyari adalah Pahlawan Nasional sekaligus
pendiri Nahdatul Ulama (NU). KH. Hasyim Asyari juga dikenal sebagai intelektual
muslim yang turut serta mewarnai perjuangan kemerdekaan Indonesia.
7. Pangeran Diponegoro (1785-1855)
Pangeran Diponegoro adalah satu pahlawan nasional Indonesia. Pangeran
Diponegoro adalah pemimpin dalam Perang Jawa yang terjadi pada 1825 hingga
1830. Perang ini berkobar di hampir seluruh daerah Pulau Jawa, dan menjadi salah
satu perang terbesar dalam melawan penjajah. Atas perjuangannya dalam melawan
penjajah Belanda, pemerintah menganugerahi Pangeran Diponegoro sebagai
Pahlawan Nasional.
B. Pasca Kemerdekaan
Mendengar kabar bahwa Jepang tidak lagi mempunyai kekuatan untuk membuat
keputusan seperti itu pada 16 Agustus, Soekarno membacakan "Proklamasi" pada hari
berikutnya. Kabar mengenai proklamasi menyebar melalui radio dan selebaran sementara
pasukan militer Indonesia pada masa perang, Pasukan Pembela Tanah Air (PETA), para
pemuda,dan lainnya langsung berangkat mempertahankan kediaman Soekarno.

Pada 18 Agustus 1945 Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) melantik


Soekarno sebagai Presiden dan Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden dengan
menggunakan konstitusi yang dirancang beberapa hari sebelumnya. Kemudian dibentuk
Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) sebagai parlemen sementara hingga pemilu dapat
dilaksanakan.

Tak hanya berhenti sampai di sana. Banyak kejadian dan gejolak yang terjadi pasca
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. antara lain :
\

1. Perang kemerdekaan
Dari 1945 hingga 1949, persatuan kelautan Australia yang bersimpati dengan usaha
kemerdekaan, melarang segala pelayaran Belanda sepanjang konflik ini agar Belanda
tidak mempunyai dukungan logistik maupun suplai yang diperlukan untuk membentuk
kembali kekuasaan kolonial. Usaha Belanda untuk kembali berkuasa dihadapi
perlawanan yang kuat. Setelah kembali ke Jawa, pasukan Belanda segera merebut
kembali ibu kota kolonial Batavia, akibatnya para nasionalis menjadikan Yogyakarta
sebagai ibu kota mereka. Pada 27 Desember 1949 setelah 4 tahun peperangan dan
negosiasi, Ratu Juliana dari Belanda memindahkan kedaulatan kepada pemerintah
Federal Indonesia. Pada 1950, Indonesia menjadi anggota ke-60 PBB.
2. Demokrasi parlementer
Tidak lama setelah Indonesia menjadi anggota ke-60 PBB, Indonesia mengadopsi
undang-undang baru yang terdiri dari sistem parlemen di mana dewan eksekutifnya
dipilih oleh dan bertanggung jawab kepada parlemen atau MPR. Soekarno lebih
memilih negara sekuler yang berdasarkan Pancasila sementara beberapa kelompok
Muslim lebih menginginkan negara Islam. Demokrasi Parlementer, adalah suatu
demokrasi yang menempatkan kedudukan badan legislatif lebih tinggi daripada badan
eksekutif. Kepala pemerintahan dipimpin oleh seorang Perdana Menteri. Perdana
menteri dan menteri-menteri dalam kabinet diangkat dan diberhentikan oleh parlemen.
Dalam demokrasi parlementer Presiden menjabat sebagai kepala negara.
3. Demokrasi Terpimpin
Pemberontakan yang gagal di Sumatra, Sulawesi, Jawa Barat dan pulau-pulau
lainnya yang dimulai sejak 1958, ditambah kegagalan MPR untuk mengembangkan
konstitusi baru, melemahkan sistem parlemen Indonesia. Akibatnya pada 1959 ketika
Presiden Soekarno secara unilateral membangkitkan kembali konstitusi 1945 yang
bersifat sementara, yang memberikan kekuatan presidensil yang besar, dia tidak
menemui banyak hambatan.

Dari 1959 hingga 1965, Presiden Soekarno berkuasa dalam rezim yang otoriter di
bawah label "Demokrasi Terpimpin". Dia juga menggeser kebijakan luar negeri
Indonesia menuju non-blok, kebijakan yang didukung para pemimpin penting negara-
negara bekas jajahan yang menolak aliansi resmi dengan Blok Barat maupun Blok Uni
Soviet.
4. Partai Komunis Indonesia
Pada 30 September 1965, enam jenderal senior dan beberapa orang lainnya dibunuh
dalam upaya kudeta yang disalahkan kepada para pengawal istana yang loyal kepada
PKI. Panglima Komando Strategi Angkatan Darat saat itu, Mayjen Soeharto, menumpas
kudeta tersebut dan berbalik melawan PKI. Soeharto lalu menggunakan situasi ini
untuk mengambil alih kekuasaan. Lebih dari puluhan ribu orang-orang
\

5. Demokrasi parlementer
Tidak lama setelah Indonesia menjadi anggota ke-60 PBB, Indonesia
mengadopsi undang-undang baru yang terdiri dari sistem parlemen di mana dewan
eksekutifnya dipilih oleh dan bertanggung jawab kepada parlemen atau MPR.
Soekarno lebih memilih negara sekuler yang berdasarkan Pancasila sementara
beberapa kelompok Muslim lebih menginginkan negara Islam. Demokrasi
Parlementer, adalah suatu demokrasi yang menempatkan kedudukan badan legislatif
lebih tinggi daripada badan eksekutif. Kepala pemerintahan dipimpin oleh seorang
Perdana Menteri. Perdana menteri dan menteri-menteri dalam kabinet diangkat dan
diberhentikan oleh parlemen. Dalam demokrasi parlementer Presiden menjabat
sebagai kepala negara.
6. Demokrasi Terpimpin
Pemberontakan yang gagal di Sumatra, Sulawesi, Jawa Barat dan pulau-pulau
lainnya yang dimulai sejak 1958, ditambah kegagalan MPR untuk mengembangkan
konstitusi baru, melemahkan sistem parlemen Indonesia. Akibatnya pada 1959 ketika
Presiden Soekarno secara unilateral membangkitkan kembali konstitusi 1945 yang
bersifat sementara, yang memberikan kekuatan presidensil yang besar, dia tidak
menemui banyak hambatan.

Dari 1959 hingga 1965, Presiden Soekarno berkuasa dalam rezim yang otoriter
di bawah label "Demokrasi Terpimpin". Dia juga menggeser kebijakan luar negeri
Indonesia menuju non-blok, kebijakan yang didukung para pemimpin penting
negara-negara bekas jajahan yang menolak aliansi resmi dengan Blok Barat maupun
Blok Uni Soviet.
7. Partai Komunis Indonesia
Pada 30 September 1965, enam jenderal senior dan beberapa orang lainnya
dibunuh dalam upaya kudeta yang disalahkan kepada para pengawal istana yang
loyal kepada PKI. Panglima Komando Strategi Angkatan Darat saat itu, Mayjen
Soeharto, menumpas kudeta tersebut dan berbalik melawan PKI. Soeharto lalu
menggunakan situasi ini untuk mengambil alih kekuasaan. Lebih dari puluhan
ribu orang-orang yang dituduh komunis kemudian dibunuh. Jumlah korban jiwa
pada 1966 mencapai setidaknya 500.000; yang paling parah terjadi di Jawa dan Bali.
\

8. Era Orde Baru


Setelah Soeharto menjadi Presiden, salah satu pertama yang dilakukannya adalah
mendaftarkan Indonesia menjadi anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19
September 1966 mengumumkan bahwa Indonesia "bermaksud untuk melanjutkan
kerja sama dengan PBB dan melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB",
dan menjadi anggota PBB kembali pada tanggal 28 September 1966, tepat 16 tahun
setelah Indonesia diterima pertama kalinya.
Pada 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun
sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada tahun
1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998.
Presiden Soeharto memulai "Orde Baru" dalam dunia politik Indonesia dan secara
dramatis mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh
Soekarno pada akhir masa jabatannya. Orde Baru memilih perbaikan dan
perkembangan ekonomi (Pelita) sebagai tujuan utamanya dan menempuh
kebijakannya melalui struktur administratif yang didominasi militer namun dengan
nasihat dari ahli ekonomi didikan Barat. Selama masa pemerintahannya, kebijakan-
kebijakan ini, dan pengeksploitasian sumber daya alam secara besar-besaran
menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar namun tidak merata di Indonesia.
Contohnya, jumlah orang yang kelaparan dikurangi dengan besar pada tahun 1970-an
dan 1980-an.
9. Krisis ekonomi
Pada pertengahan 1997, Indonesia diserang krisis keuangan dan ekonomi Asia
(untuk lebih jelas lihat: Krisis finansial Asia), disertai kemarau terburuk dalam 50
tahun terakhir dan harga minyak, gas dan komoditas ekspor lainnya yang semakin
jatuh. Rupiah jatuh, inflasi meningkat tajam, dan perpindahan modal dipercepat. Para
demonstran, yang awalnya dipimpin para mahasiswa, meminta pengunduran diri
Soeharto. Di tengah gejolak kemarahan massa yang meluas, serta ribuan mahasiswa
yang menduduki gedung DPR/MPR, Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998,
tiga bulan setelah MPR melantiknya untuk masa bakti ketujuh. Soeharto kemudian
memilih sang Wakil Presiden, B. J. Habibie, untuk menjadi presiden ketiga
Indonesia.
10. Era reformasi (Di Bawah Pemerintahan Habibie)
Setelah terpilih menjadi Presiden. BJ. Habibie segera membentuk sebuah kabinet.
Salah satu tugas pentingnya adalah kembali mendapatkan dukungan dari Dana
Moneter Internasional dan komunitas negara-negara donor untuk program pemulihan
ekonomi. Dia juga membebaskan para tahanan politik dan mengurangi kontrol pada
kebebasan berpendapat dan kegiatan organisasi.
\

11. Pemerintahan KH. Abdurrahman Wahid


Pada Oktober 1999, MPR melantik KH. Abdurrahman Wahid sebagai presiden dan
Megawati sebagai wakil presiden untuk masa bakti 5 tahun. Gus Dur membentuk
kabinet pertamanya, Kabinet Persatuan Nasional pada awal November 1999 dan
melakukan reshuffle kabinetnya pada Agustus 2000.
Pemerintahan Presiden Wahid meneruskan proses demokratisasi dan perkembangan
ekonomi di bawah situasi yang menantang. Di samping ketidakpastian ekonomi yang
terus berlanjut, pemerintahannya juga menghadapi konflik antar etnis dan antar
agama, terutama di Aceh, Maluku, dan Papua. Di Timor Barat, masalah yang
ditimbulkan rakyat Timor Timur yang tidak mempunyai tempat tinggal dan
kekacauan yang dilakukan para militan Timor Timur pro-Indonesia mengakibatkan
masalah-masalah kemanusiaan dan sosial yang besar. MPR yang semakin
memberikan tekanan menantang kebijakan-kebijakan Presiden Wahid, menyebabkan
perdebatan politik yang meluap-luap.
\

STUDI GENDER & KELEMBAGAAN KOPRI


PMII menyadari bahwa anggotanya perlu diberdayakan semaksimal mungkin. Selama ini
kader putri PMII belum banyak mendapat kesempatan memaksimalkan potensinya. Padahal
jumlah kader putri PMII terbilang banyak. Untuk itu, Konstitusi PMII mensyaratkan
keberadaan kader putri PMII diberi kuota minimal 1/3 di setiap tingkat kepengurusan dari
Pengurus Besar (PB) sampai tingkat Rayon. Tercantum dalam Bab VII Anggaran Rumah
Tangga (ART) PMII tentang kuota kepengurusan. Pasal 20 dinyatakan, ayat (1) kepengurusan
di setiap tingkat harus menempatkan anggota perempuan minimal 1/3 keseluruhan anggota
pengurus; dan ayat (2) Setiap kegiatan PMII harus menempatkan anggota perempuan
minimal 1/3 dari keseluruhan anggota.
A. Kelembagaan KOPRI
Sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang Dasar (UUD) 1945 pasal 27 ayat 1 yang
berbunyi “semua warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan, dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya.” Hal tersebut menjelaskan adanya kesetaraan atau kesamaan dalam pandangan
negara terhadap hak dan kewajiban. Persamaan perlakuan merupakan implementasi dari
persamaan kedudukan. Jika terjadi perlakuan diskriminatif akan memunculkan rasa
ketidakadilan yang mana bila dibiarkan tumbuh subur akan memicu terjadinya konflik.
Demi wujudnya suatu kesetaraan dalam PMII, maka dibentuk Lembaga khusus Bernama
Korp PMII Putri (KOPRI) sebagai wadah pemberdayaan anggota putri PMII. Adapun
penjelasan soal pemberdayaan anggota perempuan PMII dalam bab VIII pasal 21 ayat (1)
Pemberdayaan Perempuan PMI diwujudkan dengan pembentukan wadah perempuan yaitu
KOPRI (Korp PMII Putri), dan ayat (2) wadah perempuan tersebut selanjutnya diatur dalam
Peraturan Organisasi (PO).
Dalam Bab IX tentang Wadah Perempuan pasal 22 ayat (1): Wadah perempuan Bernama
KOPRI, ayat (2) KOPRI adalah wadah perempuan yang didirikan oleh kader-kader putri PMII
melalui kelompok kerja sebagaimana keputusan Kongres PMII XIV; ayat (3) KOPRI
didirikan pada 29 September 2003 di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta dan merupakan
kelanjutan sejarah KOPRI yang didirikan pada 26 November 1967; dan ayat (4) KOPRI
bersifat semi otonom dalam hubungan dengan PMII. Struktur KOPRI sebagaimana struktur
PMII, terdiri dari : PB KOPRI, PKC KOPRI, dan PC KOPRI.
B. Visi dan Misi KOPRI
Visi KOPRI adalah terciptanya masyarakat yang berkeadilan berlandaskan kesetaraan
dan menjunjung nilai-nilai kemanusian.
Misi KOPRI adalah mengideologisasikan nilai keadilan gender dan mengkonsolidasikan
gerakan perempuan di PMII untuk membangun masyarakat berkeadilan gender.
\

C. Ketua Umum KOPRI dari Masa ke Masa


No Nama Periode
1. Mahmudah Nahrowi 1967 – 1968
2. Tien Hartini 1968 – 1970
3. Ismi Maryam BA 1970
4. Zazilah Rahman BA 1971
5. Siti Fatimah Bsc 1972
6. Adiba Hamid 1973
7. Wus’ah suralaga 1973 – 1977
8. Chorunnisa Yafishsham 1977
9. Fadilah Suralaga 1977 – 1981
10. Ida farida 1981
11. Lilis Nurul Husna 1981 – 1984
12. Iis Kholila 1981
13. Iriani Suaida 1981 – 1988
14. Dra. Khofifah Indar Parawansa 1988 – 1991
15. Dra. Ulha Soraya 1991
16. Jauharoh Haddad 1991 – 1994
17. Diana Mutiah 1994 – 1997
18. Luluk Nur Hamidah 1997 – 2000
19. Umi wahyuni 2000 – 2003
20. Efri Nasution 2003
21. Wiwin Winarti 2003 – 2005
22. Ai’ Maryati Shalihah 2005 – 2007
23. Eem Marhamah 2008 – 2010
24. Irma Muthaharah 2010 – 2013
25. Ai Rahmayanti 2013 – 2016
26. Septi Rahmawati 2016 – 2019
27. Maya Muizatil Lutfillah 2020 – 2023

D. Strategi Pengembangan KOPRI


KOPRI sebagai wadah bagi kader PMII putri dalam berproses. Relasi KOPRI dan PMII
sebenarnya tidak berbenturan, hanya secara gerakan perempuan mendapat wilayahnya sendiri
. Tugas utama KOPRI adalah bagaimana mensinergikan kader perempuan PMII yang cukup
banyak dengan wadah yang berbeda-beda. Yakni sesuai lokal genius yang berbeda di masing-
masing cabang.
\

KOPRI menempatkan isu gender sebagai Analisa agar tidak terbelenggu dalam budaya
patriakal yang mengakar kuat dimasyarakat. Perempuan memerlukan kebebasan dalam
mengekspresikan dirinya tanpa melupakan kewajiban yang dimilikinya. Wacana gender
hanya digunakan sebagai alat saja bukan sebagai tujuan, dan wacana gender di sini
disesuaikan dengan wacana keislaman dan kearifan lokal.
E. Gerakan Perempuan dari Masa ke Masa
Yang diperjuangkan adalah keadilan dan kesetaraan perempuan dengan kaum laki-laki,
yang mana dasar dari Gerakan perempuan adalah kemanusiaan dan keadilan dalam upaya
memberdayakan perempuan dan memperjuangkan hak-haknya.
F. Study Gender
Sering kali masyarakat salah dalam mengartikan makna gender dengan seks, serta
hubungannya dengan kodrat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata gender diartikan
sebagai jenis kelamin. Akan tetapi kata gender dapat diartikan sebagai perbedaan yang
tampak antara laki-laki dan perempuan dalam hal nilai dan perilaku.
Secara istilah, gender dapat didefinisikan sebagai harapan-harapan budaya terhadap laki-
laki dan perempuan. Gender dapat pula didefinisikan sebagai perbedaan laki-laki dan
perempuan dilihat dari konstruksi sosial budaya. Lebih jelasnya lagi disebutkan dalam
Women's Studies Encyclopedia bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang dipakai
untuk membedakan peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki
dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat.
Dari beberapa definisi di atas dapat ditarik benang merah bahwa gender adalah suatu sifat
yang dijadikan dasar untuk mengidentifikasi perbedaan antara laki-laki dan perempuan dilihat
dari segi kondisi sosial dan budaya, nilai dan perilaku, mentalitas, dan emosi, serta faktor-
faktor nonbiologis lainnya.
Seks adalah bentuk kata yang digunakan merujuk pada status biologis manusia baik aki-
laki maupun perempuan. Penggunaan kata seks juga merujuk pada kromosom, alat kelamin,
dan alat reproduksi yang dibawa sejak lahir atau kodrat(sifat asli atau bawaan) yang tidak
dapat dipertukarkan.
G. Kesetaraan Gender
Pengertian kesetaraan gender merujuk pada suatu keadaan setara antara laki-laki dan
perempuan dalam pemenuhan hak dan kewajiban. Kesetaraan gender ialah kesamaan kondisi
bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesamaan hak-haknya sebagai manusia
agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam bidang politik, hukum, ekonomi, sosial,
budaya,pendidikan serta dalam aspek lain dalam kehidupan.
Kesetaraan gender juga meliputi penghapusan diskriminasi dan ketidakadilan struktural
baik terhadap laki-laki maupun perempuan. Seperti perempuan juga boleh berpendidikan
tinggi serta mengekspresikan dirinya.
\

Ketidakadilan gender :
1. Marginalisasi (Pembatasan). Salah satu bentuk nyata dari marginalisasi adalah
lemahnya peluang perempuan terhadap sumber-sumber ekonomi sebagai contohnya
banyak pekerja perempuan yang tersingkir dan miskin sebab program
pembangunan hanya mengedepankan laki-laki sebagai pekerjanya.
2. Subordinasi (Penomorduaan), merupakan keyakinan bahwa salah satu jenis
kelamin dianggap lebih penting atau lebih utama dibanding jenis kelamin lainnya
Hal ini berakibat pada kurang diakuinya potensi perempuan sehingga sulit
mengakses posisi strategis dalam komunitasnya terutama terkait dengan
pengambilan kebijakan.
3. Stereotype (Pelabelan atau Penandaan), yang sering kali bersifat negatif secara
umum dan melahirkan ketidakadilan salah satu jenis stereotip yang melahirkan
ketidakadilan dan diskriminasi bersumber dari pandangan gender karena
menyangkut pelabelan atau penandaan dan terhadap salah satu jenis kelamin
tertentu salah satunya perempuan diangkat cengeng perempuan tidak boleh keluar
malam karena berbahaya.
4. Violenceb (Kekerasan), berbagai kekerasan banyak dialami oleh kaum perempuan
tidak lain yang masih berhubungan dengan relasi kuasa di mana laki-laki lebih
berkuasa dibanding perempuan selain itu ketidakseimbangan posisi tawar
bergaining position atau kekuasaan antara perempuan dan laki-laki serta akibat
konflik peran yang telah mendarah daging pada budaya patriakal yang
menempatkan perempuan pada posisi lebih rendah kekerasan tidak hanya
menyangkut penyerangan fisik seperti pemerkosaan pemukulan dan penyiksaan
akan tetapi juga menyangkut pelecehan seksual ancaman dan paksaan sehingga
secara emosional perempuan maupun laki-laki merasa terusik.
5. Double Job (Beban Ganda), artinya beban pekerjaan yang diterima salah satu jenis
kelamin lebih banyak dibandingkan jenis kelamin lainnya dalam suatu rumah
tangga pada umumnya beberapa jenis kegiatan dilakukan oleh laki-laki dan
beberapa dilakukan perempuan akan tetapi berbagai observasi menunjukkan bahwa
perempuan mengerjakan hampir 90% dari pekerjaan dalam rumah sehingga mereka
yang bekerja di rumah selain bekerja di lebih mereka harus mengerjakan pekerjaan
rumah atau domestik.

Antara masalah gender dan kodrat sebenarnya kedua hal itu tidak berkaitan tetapi
muncul karena konstruksi sosial budaya kalau gender lebih merujuk kepada sifat yang
dilabelkan kalau kodrat adalah sifat bawaan yang tidak dapat diubah akan tetapi masyarakat
Terbelenggu pada pemikiran kebudayaan yang telah mengakar dari zaman dahulu yang
menganggap bahwasanya kodrat perempuan itu lemah pada perempuan juga bisa dan
perempuan membutuhkan wadah untuk mengekspresikan dirinya. Selain itu hak asasi
manusia dan negara mendukung adanya kesetaraan gender di samping Islam yang
\

menempatkan perempuan secara berdampingan dengan lelaki dalam menjalankan hak dan
kewajibannya sebagai khalifah fil ardhi muka bumi ini.
Perjuangan kesetaraan gender itu tidak merujuk kepada yang paling dominan akan
tetapi merujuk pada kesamaan hak dan kewajibannya sebagai manusia tanpa membahas
tentang perbedaan jenis kelamin. Perjuangan kesetaraan gender harus didukung karena
memberikan kesempatan tidak hanya kepada perempuan tetapi juga kepada laki-laki untuk
lebih mengekspresikan diri dan memperjuangkan dunianya tanpa Terbelenggu dengan
konstruksi sosial budaya yang melabeli bahwa sifat adalah kodrat.

Anda mungkin juga menyukai