Anda di halaman 1dari 18

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr. wb.


Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kami kemudahan sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini. Tanpa pertolongan-Nya mungkin penyusun tidak akan sanggup
menyelesaikannya dengan baik. Shalawat dan salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yakni Nabi Muhammad SAW.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang " Pemikiran Tokoh M.
Quraish Shihab", yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber buku yang
telah kami baca.
Makalah ini memuat tentang “Pemikiran Tokoh M. Quraish Shihab”. Tentunya makalah ini
kurang sempurna dan memerlukan perbaikan untuk itu kritik dan saran sangat diperlukan untuk
memperbaiki makalah ini. Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada dosen yang
mengampu mata kuliah Pemikiran Modern Dalam Islam yang telah membimbing penyusun agar
dapat mengerti tentang bagaimana cara menyusun karya tulis ilmiah makalah ini dengan baik
dan sesuai kaidah.
Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas kepada pembaca, Dan
juga kami mohon maaf yang sebesar-besarnya jika kami mempunyai kesalahan maupun
kekurangan dari makalah kami. Sekian dan terima kasih.
Wassalamu’alaikum wr. wb

Salatiga, 16 Desember 2018

Penyusun

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam mata kuliah Pemikiran Modern dalam Islam maka tidak lepas dari para

tokoh-tokoh pemikir dalam kemajuan islam, salah satu diantaranya ada M Quraish

Shihab. Beliau terkenal dengan ahli tafsir, banyak pemikiran dari beliau yang telah

dibukukukan. Kami disini akan membahas cuplikan dari pemikirannya antara lain gender

dalam islam, konsep Membumikan al-Quran, metode penafsiran al-Quran, ayat ekonomi.

Manusia tidak bisa lepas dari aturan aturan dalam al quran, dan ekonomi yang

menjadi kebutuhan pokok baginya, begitu pula kaitannya dengan perempuan sebagai

penyalur cinta laki-laki dan untuk menciptakan generasi penerus saat manusia hidup

butuh aturan yang bisa memperjelas arah hidupnya. Maka hal itu akan kami bahas lebih

jauh.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana biografi dari tokoh M. Quraish Shihab ?

2. Bagaimana pemikiran dari tokoh M. Quraish Shihab ?

3. Bagaimana komentar penulis tentang pemikiran M. Quraish Shihab ?

C. Tujuan

1. untuk mengetahui biografi dari tokoh M. Quraish Shihab

2. untuk memahami pemikiran dari tokoh M. Quraish Shihab

3. untuk mengetahui komentar penulis tentang pemikiran M. Quraish Shihab

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi M. Quraish Shihab


M. Quraish Shihab dilahirkan pada 16 Februari 1944 M di kabupaten Sidendeng

Rampang, Sulawesi Selatan. Beliau berasal dari keturunan Arab yang terpelajar. Shihab

merupakan nama keluarga ayahnya, Abdurrahman Shihab (1905-1986 M) adalah seorang

guru besar dalam bidang tafsir, Ayahnya merupakan ulama yang sangat berpengaruh di

Makassar dan masyarakat Sulawesi Selatan pada umumnya. Beliau pernah menjabat

sebagai Rektor Universitas Muslim Indonesia (UMI) pada 1959-1965 dan IAIN

(sekarang UIN) Alauddin Makassar 1972-1977.


Pendidikan dasar hingga SMP kelas 8 di Ujung Pandang. Tahun 1956,

melanjutkan pendidikan di Pesantren Darul Hadits al-Fiqhiyyah Malang. Pada tahun

1958 berangkat ke Kairo, Mesir, dan diterima di kelas II Tsanawiyah Al-Azhar. Pada

tahun 1967 ia meraih gelar Lc. (S.1) pada Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir Hadits

Universitas Al-Azhar. Lalu melanjukan S.2 pada fakultas yang sama di Universitas Al-

Azhar, dan memperoleh gelar Master (MA) pada tahun 1969 M, spesialisasi bidang Tafsir

Al-Qur’an tesisnya berjudul Al-I‘jaz al-Tasyri‘iy li al-Qu’ranal-Karim (Kemukjizatan Al-

Qur’an dari Segi Hukum). Tahun 1980, M. Quraish Shihab kembali melanjutkan

pendidikannya di Universitas al-Azhar, dan menulis disertasi yang judulnya Nazm Al-

durar Li Al-Baqa’iy Tahqiq wa Dirasah.


Setelah kembali ke Indonesia, tahun 1984 M Shihab ditugaskan di Fakultas

Ushuluddin dan Fakultas Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah dan mengantarkannya

menjadi Rektor di Universitas yang sama pada 1992-1998.


Adapun pengalaman organisasi beliau diantaranya ialah :
1. Pengurus Perhimpunan Ilmu-Ilmu al-Quran Syari’ah,

3
2. Pengurus Konsorsium Ilmu-Ilmu Agama Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan,
3. Asisten Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI).
4. Direktur Pendidikan Kader Ulama (PKU).1
Dan karya-karya beliau diantaranya adalah :
1. “Lentera Hati: Kisah Hikam Kehidupan”diterbitkan oleh Mizan, Bandung, 1991.
2. “Membumikan Al-Quran: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan

Masyarakat” diterbitkan oleh Mizan Mei 1992.


3. “Studi Kritis Tafsir Al-Manar, karya Muhammad Abduh dan M. Rasyid Ridha”

diterbitkan oleh Pustaka Hidayah, Bandung, cetakan pertamanya diterbitkan pada

Desember 1994.
4. “Wawasan Al-Quran: Tafsir Mauḍu’i atas Pelbagai Persoalan Umat”diterbitkan

Mizan, Maret 1996.


5. “Mukjizat Al-Quran: Ditinjau dari Aspek Kebahasaan Isyarat Ilmiah dan

Pemberitaan Gaib” diterbitkan oleh Mizan, tahun 1997.2

B. Pemikiran M. Quraish Shihab


1. Konsep Membumikan Al-Qur’an dari M. Quraish Shihab
Salah satu tujuan M. Quraish Shihab dalam menafsirkan al-Qur’an adalah

untuk Membumikan al-Qur’an, Membumikan al-Qur’an adalah suatu konsep yang

digagas oleh beliau M. Quraish Shihab. Istilah membumikan Al-Qur'an berkaitan

dengan upaya memahami dan mengamalkan ajaran Al-Qur'an sesuai dengan konteks

zamannya.
Gagasan ini menurut Ahmad Syafi'i Ma'arif bahwa al-Quran itu di samping

memuat doktrin-doktrin yang bersifat metafisik juga mengandung nilai-nilai praktis

yang bisa dijadikan sebagai pedoman manusia dalam memecahkan problema-

problema yang dihadapinya dalam hidup sehari-hari: politik, ekonomi, sosial dan lain

sebagainya. Dari perspektif ini, pembumian Al-Qur'an termasuk salah satu dimensi

1
Atik Wartini, “Tafsir Feminis M.Quraish Shihab: Telaah Ayat-Ayat Gender dalam Tafsir al-Misbah”, Palastren, Vol.
6, No. 2, 2013, hal. 477.
2
Nurkholijah Siregar, “Pemikiran M. Quraish Shihab Tentang Gender”, Hikmah, Vol. 14, No. 1, 2017, hal. 30.
4
"tajdid", yakni bagaimana menerjemahkan ajaran-ajaran Al-Qur'an dan Sunnah dalam

kenyataan yang berkembang dalam masyarakat.


Berdasarkan keterangan di atas, maka paling tidak istilah membumikan Al-

Qur'an mengandung dua pengertian, pertama: dalam pengertian kontekstual, yakni,

pemasyarakatan isi Al-Qur'an sesuai dengan perkembangan zaman. Kedua, berkenaan

dengan penerapan metode pemasyarakatan Al-Qur'an itu sendiri. Kedua makna ini,

dalam pembahasannya, tidak bisa dipisahkan. Pembumian dalam pengertian

kontekstual mengandung arti bahwa al-Quran harus dipahami dan diwujudkan sesuai

dengan kemampuan dan perkembangan manusia pada zamannya. Aspek-aspek sosio-

kultural sangat mempengaruhi terhadap pemaknaan isi kandungan AI-Qur'an.


Oleh karena itu, pendekatan sosiologis dengan menggunakan analisis kultural

sangat penting untuk memahami suatu masyarakat yang menjadi obyek pembumian.

Sedangkan, metode yang digunakannya pun disesuaikan dengan kondisi sosial dan

kultural dalam pemaknaan itu.


Metode yang digunakan di sini, menjadikan sebagai salah satu altematif dari

berbagai altematif metode lainnya. Jelasnya, melalui kerangka inilah maka Al-Qur'an

ditafsirkan sesuai dengan latar belakang sejarah dan asas-asasnya yang kronologis.

Konsekuensinya, kita berkewajiban untuk memahami dan menerima ajaran Islam

sebagai orang yang hidup pada masa modern, dan bukan sebagai orang yang hidup

sekian abad yang silam3.

2. Metode Penafsiran al-Qur’an M. Quraish Shihab


Penafsiran al-Qur’an yang digunakan oleh M. Quraish Shihab adalah dengan

menggunakan corak sosial kemasyarakatan, maka berdasarkan pemahamannya

terhadap ayat-ayat al-Qur’an beliau berusaha menyoroti permasalahan-permasalahan

3
M. Luthfi, “Membumikan Al-Qur'an: Peluang Dan Tantangan”, Al Qalam, Vol. 20, No. 98, 2003, hal. 25
5
sosial kemasyarakatan yang aktual yang kemudian dijawab dengan mendialogkannya

dengan Al-Qur’an.
Karakteristik pemikiran Keislaman beliau secara umum bersifat rasional dan

moderat. Sifat rasional pemikirannya tidak untuk memaksakan agama mengikuti

kehendak realitas kontemporer, tetapi lebih mencoba memberikan penjelasan atau

signifikansi agama klasik bagi masyarakat kontemporer atau mengekpresikan

kemungkinan pemahaman dan penafsiran baru tetapi dengan tetap sangat menjaga

kebaikan tradisi lama.4


Dalam menyoroti berbagai permasalahan tersebut, penafsiran Quraish terhadap

ayat-ayat Al-Qur’an yang bercorak sosial kemasyarakatan selalu mengutamakan

pendekatan kebahasaan. Pendekatan ini disebut dengan pendekatan al-Adaby al-

Ijtima’i.
Ditelaah dari segi bahasa kata al-adaby berasal dari bentuk masdar (infinitif),

sedang dari kata kerjanya (madhi) adalah aduba, yang berarti sopan santun, tata

krama dan sastra. Secara leksikal, kata tersebut bermakna norma-norma yang

dijadikan pegangan bagi seseorang dalam bertingkah laku dalam kehidupannya dan

dalam mengungkapkan karya seninya. Oleh karena itu, istilah al-Adaby bisa

diterjemahkan sastra budaya. Adapun kata al-Ijtima’i bermakna banyak bergaul

dengan masyarakat atau bisa diterjemahkan kemasyarakatan. Jadi secara etimologis

tafsir al-Adaby al-Ijtima’i adalah tafsir yang berorientasi pada satra budaya dan

kemasyarakatan, atau bisa di sebut dengan tafsir sosio-kultural.


Dan dapat dikatakan bahwa corak tafsir al-Adab al-Ijtima’i adalah penafsiran

yang berorientasi pada sastra budaya kemasyarakatan, suatu corak penafsiran yang

menitik beratkan penjelasan ayat al-Qur’an pada segi-segi ketelitian redaksionalnya,

4
Wedra Aprison, “Pandangan M. Quraish Shihab Tentang Posisi Al-Qur’an Dalam Pengembangan Ilmu”, Madania,
Vol. 21, No. 2, 2017, hal. 185
6
kemudian menyusun kandungan ayat-ayatnya dalam suatu redaksi yang indah dengan

penonjolan tujuan utama turunnya ayat kemudian merangkaikan pengertian ayat

tersebut dengan hukum-hukum alam yang berlaku dalam masyarakat dan

pembangunan dunia.
Sedangkan menurut Manna’ Khalil Al-Qattan tafsir al-Adab al-Ijtima’i ialah

tafsir yang diperkaya dengan riwayat dari salaf dan dengan uraian tentang sunnatullah

yang berlaku dalam kehidupan sosial, menguraikan gaya ungkapan Al-Qur’an yang

musykil dengan menyingkapkan maknanya, dengan ibarat-ibarat yang mudah serta

berusaha menerangkan masalah-masalah yang musykil, dengan maksud untuk

mengembalikan kemuliaan dan kehormatan Islam serta mengobati penyakit

masyarakat melalui petunjuk Al-Qur’an5.


Maka corak tafsir ini berusaha memahami Alquran dengan cara

mengemukakan ungkapan-ungkapan Alquran secara teliti, selanjutnya menjelaskan

makna-makna yang dimaksud oleh Alquran tersebut dengan gaya bahasa yang indah

dan menarik, kemudian pada langkah berikutnya penafsir berusaha menghubungkan

nas-nas Alquran yang tengah dikaji dengan kenyataan sosial dan sistem budaya yang

ada6.
Quraish memandang pendekatan ini sangat signifikan, karena tanpa

mengelaborasi makna kebahasaan kosakata ayat-ayat Al-Qur’an, mustahil umat Islam

dapat memahami maksud Pemilik informasi Al-Qur’an tersebut (Allah Swt.), beliau

mengumpamakan bahwa kosa kata al-Qur’an diibaratkan sebagai gelas, dan gelas

tersebut hanya mampu diisi oleh air dan mempunyai keterbatasan maka bila kita

5
Abd. Ghafir, “Sekilas Mengenal At-Tafsir Al-Adabi Al-Ijtima’i”, Al-Ahkam, Vol. 1, No. 1, 2016, hal. 27
6
Abdurrahman Rusli Tanjung, “Analisis Terhadap Corak Tafsir Al-Adaby Al-Ijtima’i”, Analytica Islamica, Vol. 3,
No. 1, 2014, hal. 164
7
mengisinya dengan batu maupun besi, akan membuat gelas itu pecah demikian pula

jika airnya terlalu banyak akan membuat airnya tumpah.


Dengan perumpamaan ini Quraish menyatakan bahwa dalam menafsirkan ayat-

ayat Al-Qur’an kita tidak boleh memahami kosakata jauh dari maksud lahir kosakata

tersebut, karena hal ini akan membuat penafsiran yang keliru terhadap maksud ayat

tersebut. Bagi Quraish, kaidah kebahasaan ini penting untuk mengurangi subjektivitas

penafsir terhadap ayat-ayat Al-Qur’an. Hal ini juga sangat membantu dalam

memperluas wawasan dan pemahaman kita terhadap penggunaan kata oleh Al

Qur’an.
Kemudian Menurut Quraish Shihab pula bahwa, walaupun Al-Qur’an

menggunakan kosakata yang digunakan oleh orang-orang Arab pada masa turunnya

Al-Qur’an, pengertian kosakata tersebut tidak selalu sama dengan pengertian yang

populer di kalangan mereka, maka dalam hal ini seseorang tidak bisa bebas memilih

pengertian yang dikehendakinya atas dasar pengertian satu kosakata pada masa pra-

Islam, atau yang kemudian berkembang.


Dengan demikian para penafsir harus memperhatikan struktur kaidah

kebahasaan serta konteks pembicaraan ayat, seseorang yang menafsirkan Al-Qur’an

juga harus memperhatikan penggunaan Al-Qur’an terhadap kosakata tersebut dan

mendahulukannya dalam memahami kosakata tersebut daripada pengertian yang

dikenal pada masa pra-Islam. Misalnya seperti menafsirkan kata sayyarah seperti

dalam surah Yusuf : 10 dan al-Ma’idah ayat : 96, maka M. Quraish Shihab tidak

membenarkan bila diartikan dengan Mobil, karena pada masa ayat Al-Qur’an

diturunkan, sayyarah dalam pengertian mobil yang kita bayangkan sekarang belum

ada.

8
Demikian pula bahwa dalam menafsirkan Al-Qur’an, Quraish juga berupaya

melihat konteks hubungan satu ayat dengan ayat lainnya. Quraish tidak setuju dengan

penafsiran yang hanya melihat ayat-ayat tertentu saja yang sedang ditafsirkan tanpa

menghubungkannya dengan ayat atau surah sebelum atau sesudahnya. Penafsiran

demikian akan membawa kekeliruan fatal dan tidak dapat memberi kita pemahaman

yang utuh terhadap maksud Al-Qur’an.


Quraish memberi contoh keliru penafsiran sebagian umat Islam dalam konteks

ayat-ayat kauniyah, misalnya seperti dalam surah al-Rahman ayat 33. Banyak umat

Islam yang menjadikan surah al-Rahman ayat 33 sebagai petunjuk Al-Qur’an bahwa

manusia ternyata bisa menjelajah ruang angkasa. Padahal, menurut Quraish, ayat ini

tidak ada kaitannya dengan penjelajahan ruang angkasa.


Konteks ayat ini berbicara tentang siksaan di akhirat terhadap jin dan manusia

yang kafir. Lalu Al-Qur’an “mengejek” mereka supaya berusaha melarikan diri dari

siksaan tersebut. Jadi menurut beliau, itu akibatnya kalau penafsiran Al-Qur’an

terlepas dari konteksnya. Akhirnya kita cenderung apologis dan bersikap reaktif maka

dengan metode inilah yang dikembangkan oleh Quraish dalam menafsirkan Al-

Qur’an.7

3. Pandangan M.Quraish Shihab tentang Gender


Kebanyakan orang memandang perempuan sebelah mata, dengan banyak

alasan perempuan yang hanya berperan dirumah dimana kekuatan perempuan lemah

dari laki-laki. Laki-laki yang pertama yakni Adam diciptakan langsung oleh Allah

SWT dari tanah sedang perempuan pertama, Hawa hanya dari sebagian tulang

rusuknya Adam. Semua itu menjadikan faktor perbedaan gender, demikian pula ada

7
Muhammad Iqbal, “Metode Penafsiran al-Qur’an M. Quraish Shihab”, Tsaqafah, Vol. 6, No. 2, 2010, hal. 267
9
yang melecehkan perempuan, ada beberapa ulama yang tidak menerimanya, karena

kita bisa hidup di dunia karena adanya ibu yang melahirkan kita.
Begitupun juga laki-laki juga membutuhkan perempuan untuk menyalurkan

cintanya. Tanpa perempuan laki-laki akan merasa terputus hidupnya hampa. Laki-laki

dan perempuan saling melengkapi untuk menghasilkan keturunan, maka peran

perempuan sangatlah penting.


Adanya ketidakseimbangan perannya dalam sosial masyarakat akibat

interpretasi budaya terhadap jenis kelamin maka mengakibatkan ketidakadilan

gender. salah satunya yang menyebabkan hal itu adalah patriarki, 8 dengan dominasi

pendidikan kaum laki-laki lebih tinggi, serta tidak ada keadilan bagi hak-hak

perempuan dalam kesetaraannya. Dengan beberapa alasan tersebut Quraish shihab

mengkajinya lebih dalam.


Dalam QS. al-Nisa’ ayat : 32 yang artinya :
“Janganlah kamu iri hati terhadap keistimewaan yang

dianugerahkan Allah SWT terhadap sebagian kamu atas sebagian

yang lain, laki-laki mempunyai hak atas apa yang diusahakannya

dan perempuan juga mempunyai hak atas apa yang

diusahakannya.”
Dari ayat tersebut dipahami bahwa perempuan dan laki-laki sudah yang

diembannya serta punya hak atas yang telah diusahakannya. Menurut Quraish Shihab

perbedaan biologis tidak menjadikan perbedaan atas potensi yang telah diberikan oleh

Allah kepada manusia. Tingkat kecerdasan, kedudukan peran tugas dan tanggung

jawab tidak membedakan derajat antara laki-laki dan perempuan. Dalam pandangan

Allah SWT yang membedakan hanya ketaqwaan. Hal ini tertera dalam (Q.S. al-

Hujarat (49):13 artinya:

8
Atik Wartini, Op.Cit., hlm. 475
10
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptidakan kamu dari

seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu

berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-

mengenal, sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di

sisi Allah SWT adalah orang yang paling taqwa di antara kamu.

Sesungguhnya Allah SWT Maha Mengetahui dan lagi Maha

Mengenal.”
Laki-laki dan perempuan diciptakan dimuka bumi untuk saling mengenal dan

menjadikan berbangsa bersuku dan menciptakan keturunan yang berkualitas berilmu.

Adapun peran perempuan yang sudah berumah tangga antara lain taat pada suami

selama suami tidak bertentangan dengan agama, tanggungjawab atas kebersihan

rumah, mengatur menu makanan, menciptakan ketenangan dalam rumah tangga.


Seorang istri yang baik adalah jika dipandang baik oleh suaminya. Pembagian

kerja tidak membebaskan pasangan untuk membantu yang lainnya yang berkaitan

dengan kewajiban masing-masing. Abu Tsaur, seorang pakar hukum islam

berpendapat bahwa seorang istri hendaknya membantu suaminya dalam segala hal.

Salah satu alasannya bahwa Asma putri Khalifah Abu Bakar menjelaskan bahwasanya

ia dibantu oleh suaminya dalam mengurus rumah tangga, Asma juga membantu

suaminya antara lain memelihara kuda suaminya, menyabit rumput, menanam benih

di kebun.9
Penempatan perempuan dalam bingkai kesetaraan dan persamaan hak dengan

laki-laki. Quraish menekankan al-Qur’an turun tidak untuk mendiskriminasi

perempuan, dan tapi membicarakan keadilan dan kesetaraan, Quraish Shihab

9
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran: Tafsir Tematik atas Pelbagai Persoalan Umat, (Bandung: Mizan, 1996),
hal. 299
11
memegangi pandangan tentang pentingnya mengangkat harkat dan martabat kaum

wanita karena itu adalah amanah Al-Quran dan Hadis.10

4. Pemikiran Quraish Shihab Tentang Ayat-Ayat Ekonomi


Quraish Shihab mendefinisikan ilmu ekonomi sebagai “ilmu mengenai perilaku

manusia yang berhubungan dengan kegiatan mendapatkan uang dan

membelanjakannya”. Sebuah pilihan definisi yang sederhana pada realitas aktifitas

ekonomi sehari-hari, yang dititik-tekankan pada “kegiatan mendapatkan dan

membelanjakan uang” inilah inti kegiatan ekonomi.11


Menurut Quraish Shihab, Allah menyiapkan buat manusia dua sarana

perolehan manfaat. Pertama, materi yang disediakan-Nya untuk dimiliki, dan kedua,

tenaga dan pikiran yang harus diupayakannya. Materi yang dimaksud adalah

kepemilikan sesuatu yang dapat tumbuh dengan sendirinya, yaitu pepohonan yang

tumbuh dan binatang yang berkembang biak, sedangkan yang kedua, tenaga dan

pikiran adalah kegiatan yang mengantar kepada kepemilikan materi atau rekayasa

yang menghasilkan pemenuhan hajat / keinginan. Ini terdiri dari bisnis / perniagaan

jasa dan industri. Secara sederhana itulah yang dimaksud dengan kegiatan ekonomi.
Dari sini amat diperlukan peraturan serta etika yang mengatur kegiatan

ekonomi. Peraturan dan etika itulah yang membedakan antara ekonomi yang

dianjurkan Al-Quran dengan ekonomi lainnya, akan tetapi Al-Quran tidak menyajikan

rincian, hanya mengamanatkan nilai-nilai (prinsip-prinsip)-nya saja. Sunnah Nabi dan

analisis para ulama dan cendekiawan mengemukakan sebagian dari rincian dalam

rangka operasionalisasinya.

10
Atik Wartini, Op.Cit., hlm. 488.
11
Muhammad Iswadi, “Pemikiran Quraish Shihab Tentang Ayat-Ayat Ekonomi”, Fenomena, Vol. 5, No. 2, 2013, hal.
249
12
Kemudian secara lebih lanjut beliau menjelaskan pengertian tentang uang.

Pada dasarnya pengertian “Uang” antara lain diartikan sebagai “harta” kekayaan, dan

“nilai tukar bagi sesuatu”12, namun menurut pandangan al-Qur’an, beliau mengartikan

dengan mengutip dari surat Ali ‘Imran ayat 14 dan surat Al-Baqarah ayat 180 bahwa

yang dimaksud “Harta yang banyak” oleh Al-Qur’an, menurut Quraish Shihab,

disebut “khair” yang arti harfiahnya adalah “kebaikan”. Jadi bahwasanya harta atau

bisa disebut uang adalah sesuatu yang dinilai baik, yang juga untuk mengisyaratkan

bahwa perolehan dan penggunaannya harus pula dengan baik.


Dalam pandangan Al-Quran, menurut Quraish Shihab, uang merupakan modal

serta salah satu faktor produksi yang penting, tetapi “bukan yang terpenting”.Jadi

urutan faktor produksi menurut Quraish Shihab adalah (1) manusia, (2) modal, dan

(3) sumber daya alam.Lebih lanjut menurut Quraish Shihab, pandangan ini berbeda

dengan pandangan sementara pelaku ekonomi modern yang memandang uang

sebagai segala sesuatu, sehingga tidak jarang berimplikasi pada manusia atau sumber

daya alam dianiaya atau ditelantarkan.13


Dalam ilmu ekonomi, modal sangatlah penting. Modal tidak boleh diabaikan,

manusia berkewajiban menggunakannya dengan baik, agar ia terus produktif dan

tidak habis digunakan. Modal juga tidak boleh menghasilkan dari dirinya sendiri,

tetapi harus dengan usaha manusia. Dengan demikian, agama islam mensyariatkan

larangan riba dan perintah untuk berzakat. Adapun hikmahnya menurut beliau adalah

untuk mendorong aktivitas ekonomi, perputaran dana, serta sekaligus mengurangi

spekulasi serta penimbunan.


Dan Selanjutnya Quraish Shihab membahas tentang kebutuhan manusia.

Kebutuhan manusia itu bertingkat-tingkat, secara umum dibagi tiga: primer

12
M. Quraish Shihab, Op.Cit., hlm. 388.
13
Ibid., hlm. 391.
13
(dharuriyat), sekunder (hajiyat), dan tertier (kamaliyat). Jenis kebutuhan kedua dan

ketiga sangat beraneka ragam, dan dapat berbeda-beda dari seorang dengan lainnya,

namun kebutuhan primer sejak dahulu hingga kini dapat dikatakan sama dan telah

rumuskan sebagai kebutuhan sandang, pangan, dan papan yang di dalam Al-Quran

dijelaskan dalam surat Thaha ayat : 117-119.


Selanjutnya Quraish Shihab membahas tentang riba, yang menjadi hal

kontroversi di kalangan para ulama ketika dikaitkan dengan praktik perbankan

konvensional. Ada ulama yang mempersamakan dengan riba, ada juga yang

mentoleransinya dengan syarat-syarat tertentu, antara lain bahwa bank yang

menyalurkan kredit haruslah bank pemerintah, karena keuntungan yang diperolehnya

pada akhirnya kembali juga ke masyarakat.


Kata riba dari segi bahasa berarti "kelebihan". Sehingga bila kita hanya

berhenti kepada arti "kelebihan" tersebut, logika yang dikemukakan kaum musyrik di

atas cukup beralasan. Walaupun Al-Quran hanya menjawab pertanyaan mereka

dengan menyatakan :
"Tuhan menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba" (QS. Al-

Baqarah ayat: 275)


pengharaman dan penghalalan tersebut tentunya tidak dilakukan tanpa adanya

"sesuatu" yang membedakannya, dan "sesuatu" itulah yang menjadi penyebab

keharamannya.14 Menurut Quraish Shihab, berdasarkan ayat al-Qur’an surat Al-

Baqarah ayat: 279 yang artinya :


“…Bila kamu bertobat, maka bagi kamu modalmu, (dengan

demikian) Kami tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya.”

14
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung:
Mizan, 1996), hal. 195.
14
Maka inilah kata kunci yang terpenting dalam persoalan riba, dan atas dasar

inilah kita dapat menilai transaksi hutang piutang dewasa ini, termasuk praktik-

praktik perbankan.
Kemudian beliau menyimpulkan ayat-ayat Al-Quran yang berbicara tentang

riba, bahwa riba yang dipraktikkan pada masa turunnya Al-Quran adalah kelebihan

yang dipungut bersama jumlah hutang, pungutan yang mengandung penganiayaan

dan penindasan, bukan sekedar kelebihan atau penambahan dari jumlah hutang dan

beliau tidak menyatakan dengan tegas apakah praktik perbankan konvensional yang

terkait dengan bunga apakah sama dengan riba, berarti diharamkan, atau tidak karena

beliau cenderung untuk tidak menyamakan riba dan bunga. Dan menurut pendapat

beliau, unsur utama riba adalah kezaliman, yakni eksploitasi yang lemah oleh yang

kuat.15

C. komentar Penulis Tentang Pemikiran M. Quraish Shihab


Berdasarkan pembahasan di atas penulis sependapat dengan Pemikiran M.

Quraish Shihab terutama tentang membumikan AI-Qur'an. Membumikan AI-Qur'an

sangat baik membantu masyarakat Indonesia. membumikan AI-Qur'an di Indonesia

adalah upaya memahami dan menafsirkan isi dan pesan-pesan AI-Qur'an berdasarkan

pendekatan sosio-kultur masyarakat Indonesia.


Kemudian Usaha pembumian tersebut dengan pendekatan analisis sosio-kultural

dapat membantu para penafsir dalam mensikapi dan memahami religiusitas masyarakat

Islam Indonesia, sehingga dapat menentukan metode sebagai sebuah altematif yang bisa

diterapkan daiam upaya membumikan Al-Qur'an di Indonesia.


Adapun penafsiran menggunakan metode pendekatan al-Adaby al-Ijtima’i

merupakan salah satu metode tafsir yang baik untuk diterapkan dalam rangka pembumian

AI-Qur'an ini.
15
Muhammad Iswadi, Op.Cit., hlm. 253.
15
Dengan pendekatan al-Adaby al-Ijtima’i ini maka makna yang diperoleh hasil dari

penafsiran ayat Al-Qur’an tidak akan jauh menyimpang dari teksnya, sehingga

mengurangi kekeliruan maupun subyektifitas penafsiran. Dan juga metode ini akan lebih

baik bila dipadukan dengan pemahaman kontekstual. maka dengan metode ini juga akan

sangat membantu dalam memperluas wawasan dan pemahaman kita terhadap

penggunaan kata oleh Al Qur’an.

PENUTUP

A. Kesimpulan
M. Quraish Shihab terkenal sebagai ahli tafsir di-Indonesia dengan corak

penafsirannya dalam ayat alquran yang mana penafsiran Al-Qur’an tidak boleh tidak jauh

dari makna kata aslinya, serta keterkaitannya antara ayat satu dengan yang lain. Beliau

tidak setuju dengan penafsiran ayat tertentu saja, tanpa ada hubungan dengan ayat

sesudah maupun sebelumnya. penafsiran yang demikian akan menjadi kekeliruan yang

fatal maka tidak bisa memahamkan pembacanya. Maka metode yang digunakan M.

Quraish Shihab ini adalah dengan menggunakan metode al-Adaby al-Ijtima’i.


Beliau pun juga mempunyai gagasan dalam penafsiran Al-Qur’an, gagasan beliau

ini adalah Membumikan Al-Qur’an. Bagi beliau penafsiran Al-Qur’an adalah upaya

untuk Membumikan Al-Qur’an. Membumikan Al-Qur’an adalah upaya memahami dan

mengamalkan ajaran Al-Qur'an sesuai dengan konteks zamannya.

16
Kemudian dalam pandangan beliau tentang perempuan. beliau berpendapat bahwa

tidak ada perbedaan derajat antara perempuan dan laki laki dalam islam baik dalam

pandangan peran, tugas, kewajiban yang membedakan hanyalah ketaqwaan kepada tuhan.
Dan adapun dalam kehidupannya manusia tidak bisa lepas ekonomi, hal ini

dijelaskan oleh Quraish Shihab dengan menyangkut banyak hal antara lain, uang, modal,

serta aturannya, proses produk. Faktor produksi menurut Quraish Shihab ada 3 yakni, (1)

manusia, (2) modal, dan (3) sumber daya alam. semuanya itu saling berkaitan untuk bisa

mencapai tujuannya.

B. Kritik dan Saran


demikian penjelasan tentang Pemikiran Tokoh M. Quraish Shihab seperti inilah

yang dapat kami sampaikan, dan dalam penulisan makalah ini tentunya kami masih

banyak kekurangan baik dari segi teknis maupun isi materinya, untuk itu kami mohon

maaf sebesar-besarnya, kritik dan saran saudara sangat berharga bagi kami demi

menunjang pengetahuan kami dan juga kami berterimakasih atas perhatian saudara yang

meluangkan waktunya untuk membaca makalah kami. Sekian dan terimakasih.

DAFTAR PUSTAKA

17
Aprison, Wedra. “Pandangan M. Quraish Shihab Tentang Posisi Al-Qur’an Dalam
Pengembangan Ilmu”. Madania. Vol. 21, No. 2. 2017. Desember

Ghafir, Abdul. 2016. “Sekilas Mengenal At-Tafsir Al-Adabi Al-Ijtima’i”. Al-Ahkam. Vol. 1, No.
1. Januari-Juni

Iqbal, Muhammad. “Metode Penafsiran al-Qur’an M. Quraish Shihab”. Tsaqafah. Vol. 6, No. 2.
2010. Oktober

Iswadi, Muhammad “Pemikiran Quraish Shihab Tentang Ayat-Ayat Ekonomi”. Fenomena. Vol.
5, No. 2. 2013

Luthfi, Muhammad. 2003. “Membumikan Al-Qur'an: Peluang Dan Tantangan”. Al Qalam. Vol.
20, No. 98. Juli-Desember

Shihab, M. Quraish. 1996. Membumikan Al-Quran: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat. Bandung: Mizan

Shihab, M. Quraish. 1996. Wawasan Al-Quran: Tafsir Tematik atas Pelbagai Persoalan Umat.
Bandung: Mizan

Siregar, Nurkholijah. “Pemikiran M. Quraish Shihab Tentang Gender”. Hikmah, Vol. 14, No. 1.
2017. Januari – juni

Tanjung, Abdurrahman Rusli. 2014. “Analisis Terhadap Corak Tafsir Al-Adaby Al-Ijtima’i”.
Analytica Islamica. Vol. 3, No. 1

Wartini, Atik. 2013. “Tafsir Feminis M.Quraish Shihab: Telaah Ayat-Ayat Gender dalam Tafsir
al-Misbah”. Palastren. Vol. 6, No. 2. Desember

18

Anda mungkin juga menyukai