Penyusun
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam mata kuliah Pemikiran Modern dalam Islam maka tidak lepas dari para
tokoh-tokoh pemikir dalam kemajuan islam, salah satu diantaranya ada M Quraish
Shihab. Beliau terkenal dengan ahli tafsir, banyak pemikiran dari beliau yang telah
dibukukukan. Kami disini akan membahas cuplikan dari pemikirannya antara lain gender
dalam islam, konsep Membumikan al-Quran, metode penafsiran al-Quran, ayat ekonomi.
Manusia tidak bisa lepas dari aturan aturan dalam al quran, dan ekonomi yang
menjadi kebutuhan pokok baginya, begitu pula kaitannya dengan perempuan sebagai
penyalur cinta laki-laki dan untuk menciptakan generasi penerus saat manusia hidup
butuh aturan yang bisa memperjelas arah hidupnya. Maka hal itu akan kami bahas lebih
jauh.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Rampang, Sulawesi Selatan. Beliau berasal dari keturunan Arab yang terpelajar. Shihab
guru besar dalam bidang tafsir, Ayahnya merupakan ulama yang sangat berpengaruh di
Makassar dan masyarakat Sulawesi Selatan pada umumnya. Beliau pernah menjabat
sebagai Rektor Universitas Muslim Indonesia (UMI) pada 1959-1965 dan IAIN
1958 berangkat ke Kairo, Mesir, dan diterima di kelas II Tsanawiyah Al-Azhar. Pada
tahun 1967 ia meraih gelar Lc. (S.1) pada Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir Hadits
Universitas Al-Azhar. Lalu melanjukan S.2 pada fakultas yang sama di Universitas Al-
Azhar, dan memperoleh gelar Master (MA) pada tahun 1969 M, spesialisasi bidang Tafsir
Qur’an dari Segi Hukum). Tahun 1980, M. Quraish Shihab kembali melanjutkan
pendidikannya di Universitas al-Azhar, dan menulis disertasi yang judulnya Nazm Al-
3
2. Pengurus Konsorsium Ilmu-Ilmu Agama Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan,
3. Asisten Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI).
4. Direktur Pendidikan Kader Ulama (PKU).1
Dan karya-karya beliau diantaranya adalah :
1. “Lentera Hati: Kisah Hikam Kehidupan”diterbitkan oleh Mizan, Bandung, 1991.
2. “Membumikan Al-Quran: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
Desember 1994.
4. “Wawasan Al-Quran: Tafsir Mauḍu’i atas Pelbagai Persoalan Umat”diterbitkan
dengan upaya memahami dan mengamalkan ajaran Al-Qur'an sesuai dengan konteks
zamannya.
Gagasan ini menurut Ahmad Syafi'i Ma'arif bahwa al-Quran itu di samping
problema yang dihadapinya dalam hidup sehari-hari: politik, ekonomi, sosial dan lain
sebagainya. Dari perspektif ini, pembumian Al-Qur'an termasuk salah satu dimensi
1
Atik Wartini, “Tafsir Feminis M.Quraish Shihab: Telaah Ayat-Ayat Gender dalam Tafsir al-Misbah”, Palastren, Vol.
6, No. 2, 2013, hal. 477.
2
Nurkholijah Siregar, “Pemikiran M. Quraish Shihab Tentang Gender”, Hikmah, Vol. 14, No. 1, 2017, hal. 30.
4
"tajdid", yakni bagaimana menerjemahkan ajaran-ajaran Al-Qur'an dan Sunnah dalam
dengan penerapan metode pemasyarakatan Al-Qur'an itu sendiri. Kedua makna ini,
kontekstual mengandung arti bahwa al-Quran harus dipahami dan diwujudkan sesuai
sangat penting untuk memahami suatu masyarakat yang menjadi obyek pembumian.
Sedangkan, metode yang digunakannya pun disesuaikan dengan kondisi sosial dan
berbagai altematif metode lainnya. Jelasnya, melalui kerangka inilah maka Al-Qur'an
ditafsirkan sesuai dengan latar belakang sejarah dan asas-asasnya yang kronologis.
sebagai orang yang hidup pada masa modern, dan bukan sebagai orang yang hidup
3
M. Luthfi, “Membumikan Al-Qur'an: Peluang Dan Tantangan”, Al Qalam, Vol. 20, No. 98, 2003, hal. 25
5
sosial kemasyarakatan yang aktual yang kemudian dijawab dengan mendialogkannya
dengan Al-Qur’an.
Karakteristik pemikiran Keislaman beliau secara umum bersifat rasional dan
kemungkinan pemahaman dan penafsiran baru tetapi dengan tetap sangat menjaga
Ijtima’i.
Ditelaah dari segi bahasa kata al-adaby berasal dari bentuk masdar (infinitif),
sedang dari kata kerjanya (madhi) adalah aduba, yang berarti sopan santun, tata
krama dan sastra. Secara leksikal, kata tersebut bermakna norma-norma yang
dijadikan pegangan bagi seseorang dalam bertingkah laku dalam kehidupannya dan
dalam mengungkapkan karya seninya. Oleh karena itu, istilah al-Adaby bisa
tafsir al-Adaby al-Ijtima’i adalah tafsir yang berorientasi pada satra budaya dan
yang berorientasi pada sastra budaya kemasyarakatan, suatu corak penafsiran yang
4
Wedra Aprison, “Pandangan M. Quraish Shihab Tentang Posisi Al-Qur’an Dalam Pengembangan Ilmu”, Madania,
Vol. 21, No. 2, 2017, hal. 185
6
kemudian menyusun kandungan ayat-ayatnya dalam suatu redaksi yang indah dengan
pembangunan dunia.
Sedangkan menurut Manna’ Khalil Al-Qattan tafsir al-Adab al-Ijtima’i ialah
tafsir yang diperkaya dengan riwayat dari salaf dan dengan uraian tentang sunnatullah
yang berlaku dalam kehidupan sosial, menguraikan gaya ungkapan Al-Qur’an yang
makna-makna yang dimaksud oleh Alquran tersebut dengan gaya bahasa yang indah
nas-nas Alquran yang tengah dikaji dengan kenyataan sosial dan sistem budaya yang
ada6.
Quraish memandang pendekatan ini sangat signifikan, karena tanpa
dapat memahami maksud Pemilik informasi Al-Qur’an tersebut (Allah Swt.), beliau
mengumpamakan bahwa kosa kata al-Qur’an diibaratkan sebagai gelas, dan gelas
tersebut hanya mampu diisi oleh air dan mempunyai keterbatasan maka bila kita
5
Abd. Ghafir, “Sekilas Mengenal At-Tafsir Al-Adabi Al-Ijtima’i”, Al-Ahkam, Vol. 1, No. 1, 2016, hal. 27
6
Abdurrahman Rusli Tanjung, “Analisis Terhadap Corak Tafsir Al-Adaby Al-Ijtima’i”, Analytica Islamica, Vol. 3,
No. 1, 2014, hal. 164
7
mengisinya dengan batu maupun besi, akan membuat gelas itu pecah demikian pula
ayat Al-Qur’an kita tidak boleh memahami kosakata jauh dari maksud lahir kosakata
tersebut, karena hal ini akan membuat penafsiran yang keliru terhadap maksud ayat
tersebut. Bagi Quraish, kaidah kebahasaan ini penting untuk mengurangi subjektivitas
penafsir terhadap ayat-ayat Al-Qur’an. Hal ini juga sangat membantu dalam
Qur’an.
Kemudian Menurut Quraish Shihab pula bahwa, walaupun Al-Qur’an
menggunakan kosakata yang digunakan oleh orang-orang Arab pada masa turunnya
Al-Qur’an, pengertian kosakata tersebut tidak selalu sama dengan pengertian yang
populer di kalangan mereka, maka dalam hal ini seseorang tidak bisa bebas memilih
pengertian yang dikehendakinya atas dasar pengertian satu kosakata pada masa pra-
dikenal pada masa pra-Islam. Misalnya seperti menafsirkan kata sayyarah seperti
dalam surah Yusuf : 10 dan al-Ma’idah ayat : 96, maka M. Quraish Shihab tidak
membenarkan bila diartikan dengan Mobil, karena pada masa ayat Al-Qur’an
diturunkan, sayyarah dalam pengertian mobil yang kita bayangkan sekarang belum
ada.
8
Demikian pula bahwa dalam menafsirkan Al-Qur’an, Quraish juga berupaya
melihat konteks hubungan satu ayat dengan ayat lainnya. Quraish tidak setuju dengan
penafsiran yang hanya melihat ayat-ayat tertentu saja yang sedang ditafsirkan tanpa
demikian akan membawa kekeliruan fatal dan tidak dapat memberi kita pemahaman
ayat-ayat kauniyah, misalnya seperti dalam surah al-Rahman ayat 33. Banyak umat
Islam yang menjadikan surah al-Rahman ayat 33 sebagai petunjuk Al-Qur’an bahwa
manusia ternyata bisa menjelajah ruang angkasa. Padahal, menurut Quraish, ayat ini
yang kafir. Lalu Al-Qur’an “mengejek” mereka supaya berusaha melarikan diri dari
siksaan tersebut. Jadi menurut beliau, itu akibatnya kalau penafsiran Al-Qur’an
terlepas dari konteksnya. Akhirnya kita cenderung apologis dan bersikap reaktif maka
dengan metode inilah yang dikembangkan oleh Quraish dalam menafsirkan Al-
Qur’an.7
alasan perempuan yang hanya berperan dirumah dimana kekuatan perempuan lemah
dari laki-laki. Laki-laki yang pertama yakni Adam diciptakan langsung oleh Allah
SWT dari tanah sedang perempuan pertama, Hawa hanya dari sebagian tulang
rusuknya Adam. Semua itu menjadikan faktor perbedaan gender, demikian pula ada
7
Muhammad Iqbal, “Metode Penafsiran al-Qur’an M. Quraish Shihab”, Tsaqafah, Vol. 6, No. 2, 2010, hal. 267
9
yang melecehkan perempuan, ada beberapa ulama yang tidak menerimanya, karena
kita bisa hidup di dunia karena adanya ibu yang melahirkan kita.
Begitupun juga laki-laki juga membutuhkan perempuan untuk menyalurkan
cintanya. Tanpa perempuan laki-laki akan merasa terputus hidupnya hampa. Laki-laki
gender. salah satunya yang menyebabkan hal itu adalah patriarki, 8 dengan dominasi
pendidikan kaum laki-laki lebih tinggi, serta tidak ada keadilan bagi hak-hak
diusahakannya.”
Dari ayat tersebut dipahami bahwa perempuan dan laki-laki sudah yang
diembannya serta punya hak atas yang telah diusahakannya. Menurut Quraish Shihab
perbedaan biologis tidak menjadikan perbedaan atas potensi yang telah diberikan oleh
Allah kepada manusia. Tingkat kecerdasan, kedudukan peran tugas dan tanggung
jawab tidak membedakan derajat antara laki-laki dan perempuan. Dalam pandangan
Allah SWT yang membedakan hanya ketaqwaan. Hal ini tertera dalam (Q.S. al-
8
Atik Wartini, Op.Cit., hlm. 475
10
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptidakan kamu dari
sisi Allah SWT adalah orang yang paling taqwa di antara kamu.
Mengenal.”
Laki-laki dan perempuan diciptakan dimuka bumi untuk saling mengenal dan
Adapun peran perempuan yang sudah berumah tangga antara lain taat pada suami
kerja tidak membebaskan pasangan untuk membantu yang lainnya yang berkaitan
berpendapat bahwa seorang istri hendaknya membantu suaminya dalam segala hal.
Salah satu alasannya bahwa Asma putri Khalifah Abu Bakar menjelaskan bahwasanya
ia dibantu oleh suaminya dalam mengurus rumah tangga, Asma juga membantu
suaminya antara lain memelihara kuda suaminya, menyabit rumput, menanam benih
di kebun.9
Penempatan perempuan dalam bingkai kesetaraan dan persamaan hak dengan
9
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran: Tafsir Tematik atas Pelbagai Persoalan Umat, (Bandung: Mizan, 1996),
hal. 299
11
memegangi pandangan tentang pentingnya mengangkat harkat dan martabat kaum
perolehan manfaat. Pertama, materi yang disediakan-Nya untuk dimiliki, dan kedua,
tenaga dan pikiran yang harus diupayakannya. Materi yang dimaksud adalah
kepemilikan sesuatu yang dapat tumbuh dengan sendirinya, yaitu pepohonan yang
tumbuh dan binatang yang berkembang biak, sedangkan yang kedua, tenaga dan
pikiran adalah kegiatan yang mengantar kepada kepemilikan materi atau rekayasa
yang menghasilkan pemenuhan hajat / keinginan. Ini terdiri dari bisnis / perniagaan
jasa dan industri. Secara sederhana itulah yang dimaksud dengan kegiatan ekonomi.
Dari sini amat diperlukan peraturan serta etika yang mengatur kegiatan
ekonomi. Peraturan dan etika itulah yang membedakan antara ekonomi yang
dianjurkan Al-Quran dengan ekonomi lainnya, akan tetapi Al-Quran tidak menyajikan
analisis para ulama dan cendekiawan mengemukakan sebagian dari rincian dalam
rangka operasionalisasinya.
10
Atik Wartini, Op.Cit., hlm. 488.
11
Muhammad Iswadi, “Pemikiran Quraish Shihab Tentang Ayat-Ayat Ekonomi”, Fenomena, Vol. 5, No. 2, 2013, hal.
249
12
Kemudian secara lebih lanjut beliau menjelaskan pengertian tentang uang.
Pada dasarnya pengertian “Uang” antara lain diartikan sebagai “harta” kekayaan, dan
“nilai tukar bagi sesuatu”12, namun menurut pandangan al-Qur’an, beliau mengartikan
dengan mengutip dari surat Ali ‘Imran ayat 14 dan surat Al-Baqarah ayat 180 bahwa
yang dimaksud “Harta yang banyak” oleh Al-Qur’an, menurut Quraish Shihab,
disebut “khair” yang arti harfiahnya adalah “kebaikan”. Jadi bahwasanya harta atau
bisa disebut uang adalah sesuatu yang dinilai baik, yang juga untuk mengisyaratkan
serta salah satu faktor produksi yang penting, tetapi “bukan yang terpenting”.Jadi
urutan faktor produksi menurut Quraish Shihab adalah (1) manusia, (2) modal, dan
(3) sumber daya alam.Lebih lanjut menurut Quraish Shihab, pandangan ini berbeda
sebagai segala sesuatu, sehingga tidak jarang berimplikasi pada manusia atau sumber
tidak habis digunakan. Modal juga tidak boleh menghasilkan dari dirinya sendiri,
tetapi harus dengan usaha manusia. Dengan demikian, agama islam mensyariatkan
larangan riba dan perintah untuk berzakat. Adapun hikmahnya menurut beliau adalah
12
M. Quraish Shihab, Op.Cit., hlm. 388.
13
Ibid., hlm. 391.
13
(dharuriyat), sekunder (hajiyat), dan tertier (kamaliyat). Jenis kebutuhan kedua dan
ketiga sangat beraneka ragam, dan dapat berbeda-beda dari seorang dengan lainnya,
namun kebutuhan primer sejak dahulu hingga kini dapat dikatakan sama dan telah
rumuskan sebagai kebutuhan sandang, pangan, dan papan yang di dalam Al-Quran
konvensional. Ada ulama yang mempersamakan dengan riba, ada juga yang
berhenti kepada arti "kelebihan" tersebut, logika yang dikemukakan kaum musyrik di
dengan menyatakan :
"Tuhan menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba" (QS. Al-
14
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung:
Mizan, 1996), hal. 195.
14
Maka inilah kata kunci yang terpenting dalam persoalan riba, dan atas dasar
inilah kita dapat menilai transaksi hutang piutang dewasa ini, termasuk praktik-
praktik perbankan.
Kemudian beliau menyimpulkan ayat-ayat Al-Quran yang berbicara tentang
riba, bahwa riba yang dipraktikkan pada masa turunnya Al-Quran adalah kelebihan
dan penindasan, bukan sekedar kelebihan atau penambahan dari jumlah hutang dan
beliau tidak menyatakan dengan tegas apakah praktik perbankan konvensional yang
terkait dengan bunga apakah sama dengan riba, berarti diharamkan, atau tidak karena
beliau cenderung untuk tidak menyamakan riba dan bunga. Dan menurut pendapat
beliau, unsur utama riba adalah kezaliman, yakni eksploitasi yang lemah oleh yang
kuat.15
adalah upaya memahami dan menafsirkan isi dan pesan-pesan AI-Qur'an berdasarkan
dapat membantu para penafsir dalam mensikapi dan memahami religiusitas masyarakat
Islam Indonesia, sehingga dapat menentukan metode sebagai sebuah altematif yang bisa
merupakan salah satu metode tafsir yang baik untuk diterapkan dalam rangka pembumian
AI-Qur'an ini.
15
Muhammad Iswadi, Op.Cit., hlm. 253.
15
Dengan pendekatan al-Adaby al-Ijtima’i ini maka makna yang diperoleh hasil dari
penafsiran ayat Al-Qur’an tidak akan jauh menyimpang dari teksnya, sehingga
mengurangi kekeliruan maupun subyektifitas penafsiran. Dan juga metode ini akan lebih
baik bila dipadukan dengan pemahaman kontekstual. maka dengan metode ini juga akan
PENUTUP
A. Kesimpulan
M. Quraish Shihab terkenal sebagai ahli tafsir di-Indonesia dengan corak
penafsirannya dalam ayat alquran yang mana penafsiran Al-Qur’an tidak boleh tidak jauh
dari makna kata aslinya, serta keterkaitannya antara ayat satu dengan yang lain. Beliau
tidak setuju dengan penafsiran ayat tertentu saja, tanpa ada hubungan dengan ayat
sesudah maupun sebelumnya. penafsiran yang demikian akan menjadi kekeliruan yang
fatal maka tidak bisa memahamkan pembacanya. Maka metode yang digunakan M.
ini adalah Membumikan Al-Qur’an. Bagi beliau penafsiran Al-Qur’an adalah upaya
16
Kemudian dalam pandangan beliau tentang perempuan. beliau berpendapat bahwa
tidak ada perbedaan derajat antara perempuan dan laki laki dalam islam baik dalam
pandangan peran, tugas, kewajiban yang membedakan hanyalah ketaqwaan kepada tuhan.
Dan adapun dalam kehidupannya manusia tidak bisa lepas ekonomi, hal ini
dijelaskan oleh Quraish Shihab dengan menyangkut banyak hal antara lain, uang, modal,
serta aturannya, proses produk. Faktor produksi menurut Quraish Shihab ada 3 yakni, (1)
manusia, (2) modal, dan (3) sumber daya alam. semuanya itu saling berkaitan untuk bisa
mencapai tujuannya.
yang dapat kami sampaikan, dan dalam penulisan makalah ini tentunya kami masih
banyak kekurangan baik dari segi teknis maupun isi materinya, untuk itu kami mohon
maaf sebesar-besarnya, kritik dan saran saudara sangat berharga bagi kami demi
menunjang pengetahuan kami dan juga kami berterimakasih atas perhatian saudara yang
DAFTAR PUSTAKA
17
Aprison, Wedra. “Pandangan M. Quraish Shihab Tentang Posisi Al-Qur’an Dalam
Pengembangan Ilmu”. Madania. Vol. 21, No. 2. 2017. Desember
Ghafir, Abdul. 2016. “Sekilas Mengenal At-Tafsir Al-Adabi Al-Ijtima’i”. Al-Ahkam. Vol. 1, No.
1. Januari-Juni
Iqbal, Muhammad. “Metode Penafsiran al-Qur’an M. Quraish Shihab”. Tsaqafah. Vol. 6, No. 2.
2010. Oktober
Iswadi, Muhammad “Pemikiran Quraish Shihab Tentang Ayat-Ayat Ekonomi”. Fenomena. Vol.
5, No. 2. 2013
Luthfi, Muhammad. 2003. “Membumikan Al-Qur'an: Peluang Dan Tantangan”. Al Qalam. Vol.
20, No. 98. Juli-Desember
Shihab, M. Quraish. 1996. Membumikan Al-Quran: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat. Bandung: Mizan
Shihab, M. Quraish. 1996. Wawasan Al-Quran: Tafsir Tematik atas Pelbagai Persoalan Umat.
Bandung: Mizan
Siregar, Nurkholijah. “Pemikiran M. Quraish Shihab Tentang Gender”. Hikmah, Vol. 14, No. 1.
2017. Januari – juni
Tanjung, Abdurrahman Rusli. 2014. “Analisis Terhadap Corak Tafsir Al-Adaby Al-Ijtima’i”.
Analytica Islamica. Vol. 3, No. 1
Wartini, Atik. 2013. “Tafsir Feminis M.Quraish Shihab: Telaah Ayat-Ayat Gender dalam Tafsir
al-Misbah”. Palastren. Vol. 6, No. 2. Desember
18